You are on page 1of 9

AYO BERMUSIK

(gamelan)

I.

MUSIK SEBAGAI MEDIUM BANTU


DAN MUSIK MANDIRI.

Musik sebagai medium bantu yang


dimaksudkan adalah sebuah karya musik yang
disajikan untuk mendukung seni yang lain. Misalnya
iringan tari, ludruk, wayang, sinetron dan lain
sebagainya. Fungsi musik di sini adalah memberikan
kekuatan pada seni yang lain. Misalnya pada sebuah
karya tari dikatakan bahwa medium pokok dari pada
tari adalah gerak. Namun secara umum sebuah karya
tari didukung oleh musik, lighting, rias, busana dan
lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
musik, lighting, rias dan busana itu identik sebagai
medium bantu, sedangkan medium pokoknya adalah
tari itu sendiri.
Mengingat fungsinya sebagai medium bantu maka musik dalam proses
penciptaannya harus memperhatikan kebutuhan akan tarinya. Musik tidak
sepantasnya berbuat semaunya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan tari.
Karya musik sebagai medium bantu dalam proses penciptaannya di samping
harus memperhatikan akan kebutuhan medium pokoknya, seorang komponis juga
harus memperhatikan kebutuhan musik itu sendiri. Artinya kepentingan-kepentingan
berolah musik atau aturan-aturan dasar yang ada pada musik tidak boleh ditinggalkan
begitu saja. Seorang komponis semestinya diberikan kebebasan pula dalam
menginterpretasikan kebutuhan berolah musik. Ia tidak sepantasnya meninggalkan
begitu saja kaidah-kaidah yang ada pada musik, walaupun pada kenyataannya tidak
menutup kemungkinan sedikit banyak seorang komponis harus meninggalkan kaidah
dimaksud. Hal ini biasanya berlangsung dengan mengingat kepentingan yang lebih
besar, yaitu kebutuhan unsur seni yang lain sebagai medium pokoknya.
Sedangkan yang dimaksud dengan
musik mandiri adalah sebuah musik yang
disajikan dengan tanpa diikat oleh
kebutuhan seni yang lain. Artinya karya
musik itu memiliki kebebasan dengan
kemandiriannya. Kebebasan yang dimiliki
ini memberikan arah pada kebebasan
berkarya musik yang tidak tergantung pada
seni yang lain. Musik itu diciptakan hanya
memperhatikan kebutuhan musik dan
kaidah-kaidah yang ada pada musik itu
Arek SMKN 11 Panji, Situbondo
sendiri.
belajar nuthuk gamelan
foto: Sab, 24-6-2012

II.

KEBERANIAN SEBAGAI WUJUD KEPEDULIAN.

Kepedulian dimaksud adalah kepedulian yang diungkapkan lewat keberanian


berbuat, namun setidaknya disertai pula dengan sebuah tanggung jawab. Memang
berbicara tampaknya lebih mudah, apalagi memerintah untuk berbuat. Biasanya yang
lebih berat adalah melaksanakan perintah yang harus disertai sebuah
pertanggungjawaban.
Dari ungkapan di atas setidaknya saya berharap dan mengajak kita semua
untuk berani berbuat, terutama dalam dunia musik berani menciptakan karya musik
tanpa adanya rasa keragu-raguan, walaupun pada kenyataannya kita banyak
dihadapkan pada banyak permasalahan/faktor di dalam bertindak.
Beberapa contoh permasalahan yang mempengaruhi kita di dalam berbuat, antara
lain :
Kemampuan, Kesempatan, Sarana dan prasarana, Pendanaan, Pengalaman,
Keberanian, dan lain sebagainya.

1. Kemampuan.
Biasanya kita dibenturkan oleh keragu-raguan akan kemampuan yang
kita miliki. Sejauh mana kemampuan yang harus kita miliki?. Dari
pertanyaan ini, jawabannya adalah relatif. Siapa yang menentukan bahwa kita
sudah mampu atau belum. Kita sewajarnya harus percaya diri, optimis akan
kemampuan kita. Selama ada kemauan dan keberanian, kita pasti dapat
menghasilkan dan yang terpenting janganlah kita terfokus pada hasil yang
diperoleh dalam kategori sempurna. Tak ada karya seni (musik) yang
hasilnya sempurna. Yang menjadi permasalahan adalah kita selalu terbayangbayang akan bisa tidaknya kita berbuat, biasanya dihantui oleh kemampuan
diri sendiri, hasil yang minim, sarana dan prasarana dan lain-lain. Kondisi ini
sangatlah membunuh kita untuk melangkah. Seyogyanyalah kita hapus segala
bayang-bayang itu, yang terpenting kita punya modal kemauan yang tinggi.
2. Kesempatan.
Alasan klasik bagi diri kita apabila hendak berkarya musik terdapat
kendala kesempatan yang tak kunjung tiba. Dan yang lebih parah, tak
memiliki waktu yang cukup untuk berpikir ke arah sana, mengingat
kesibukan tugas kesehariannya. Jika sudah tidak berbicara akan berkarya
musik sebagai salah tugas yang harus diembannya sesuai dengan naluri yang
ada pada dirinya, maka sudah tidak perlu ada pembahasan lagi. Akan tetapi
bila dilubuk hatinya masih tersirat sebuah keinginan berbuat karya musik,
maka waktu yang ada pasti dapat kita manfaatkan. Kita harus bisa
membiasakan diri dengan kesempatan atau waktu yang sempit untuk dapat
berbuat dan melangkah. Situasi dan kondisi yang lebih tentunya akan dapat
kita manfaatkan dengan kapasitas yang lebih, dengan konsentrasi serius
diharapkan hasilnya lebih pula.
3. Sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana musik sudah lazim dikategorikan kelompok
sarana yang membutuhkan biaya besar. Logiskah jika tidak tersedianya
kebutuhan sarana dan prasarana akan membunuh upaya kita berkarya musik.
Akan tetapi semua permasalahan pasti terdapat solusi pemecahannya,
2

terkecuali permasalahan itu bersifat tak dapat terwakilkan, misalnya kita


butuh gitar untuk mengiringi sebuah karya lagu, kita tak dapat membeli
karena tak ada dana dan sewa/pinjam tak dapat terlampaui, maka kita batal
untuk berkarya. Tetapi perlu kita tengok kembali, apakah gitar pada
kesempatan itu menjadi sarana wajib (mutlak), apakah tak dapat terwakilkan
oleh alat musik yang lain. Tampaknya perlu kita tinjau kembali akan
kepentingan, tujuan dan motifasi kekaryaan. Dan untuk berikutnya alangkah
lebih mulyanya bila upaya kekaryaan itu tidak pupus hanya karena sarana dan
prasarana yang ada. Dengan kata lain kita mestinya harus mampu berkarya
musik tanpa harus tersedianya sarana yang memadai, artinya kita ditantang
untuk berbuat karya musik dengan sarana dan prasarana yang ada (terbatas).
4. Pendanaan.
Sangat wajar bahwa segala perbuatan dan tindakan pasti diperlukan
pendanaan yang cukup. Kita merasa bahagia bila segala kebutuhan yang
terkait dengan dana bisa tercukupi, apalagi dapat terealisasi dengan jumlah
yang lebih. Kita tidak perlu munafik, bahwa sebenarnya dana akan
mempengaruhi segalanya. Baik itu untuk menopang sarana dan prasarana
maupun yang lainnya.
Pada kesempatan ini saya mengajak pada kita semua, dengan
kesadaran tinggi dengan jiwa mulia serta semangat yang membara kondisi
dan situasi dana yang dapat dikatakan kurang dari cukup tidak terlalu menjadi
hambatan dalam mempengaruhi upaya berkarya musik, apalagi membatalkan
upaya berkarya. Tentu saja tidak mengorbankan segala-galanya, artinya kita
coba mencarikan solusi terbaik agar tidak menjadikan pupusnya kekaryaan.
Bukan hal yang munafik jika dikatakan bahwa dana sangatlah diperlukan
dalam menghasilkan sebuah karya yang handal.
5. Pengalaman.
Suatu saat saya menunjuk seseorang untuk berkarya musik, sering
saya terima jawaban penolakan dengan alasan belum berpengalaman. Rasa
ketakutan akan hasil yang dicapai, apa yang harus diperbuat dan lain
sebagainya menjadikan sebuah kendala bagi mereka. Mereka tidak sadar
bahwa sebuah pengalaman akan lebih menguntungkan dalam perjalanan
tugas yang diemban seseorang. Apalagi pengalaman dimaksud disertai
perbendaharaan yang lebih luas. Seseorang yang memiliki pengalaman yang
luas dan perbendaharaan yang banyak akan lebih mudah mensosialisasikan
sebuah tindakan berikutnya. Pernyataan ini bisa diterima, namun pengalaman
itu tidak datang dengan sendirinya. Tidak akan pernah dijumpai suatu
masalah apabila kita tak pernah mencobanya. Maka pada kesempatan ini,
saya mengajak untuk mencoba, mencoba dan mencoba. Jangan ragu akan
hasil, dan jangan takut tidak berhasil. Percayalah pada kemampuan saat
ini.
6. Keberanian.
Dalam kondisi apapun keberanian adalah sebuah tuntutan mutlak.
Tentu saja dengan disertai sebuah kemauan dan tanggung jawab. Seseorang
yang tidak berani perlu diantar oleh orang lain, namun sebelumnya perlu
diantar terlebih dahulu oleh dirinya sendiri. Apa itu?. Kemauan !.
3

Dengan dorongan sebuah kemauan, keberanian itu dapat muncul sekaligus


akan membentuk motifasi percaya diri yang tinggi.
III. ACUAN DASAR
Jika kita perhatikan tentang kedua permasalahan fungsi musik sebagai
medium bantu dan musik mandiri maka kedua permasalahan itu akan tampak
menunjukkan perbedaan yang mendasar pada saat proses berkarya musik. Karena
proses karya musik sebagai medium bantu harus terlebih dahulu memperhatikan
kebutuhan seni yang lain sebagai medium pokoknya. Sedangkan pada musik mandiri
hanya tergantung pada kebutuhan musik itu sendiri. Untuk melaksanakan proses
keduanya dipengaruhi pula oleh latar belakang dan kemampuan berpikir senimannya.
Permasalahan
latar
belakang
seorang seniman akan mempengaruhi
pula kinerjanya dalam berkarya
musik. Termasuk di dalamnya kemam
puan berpikir kreatif. Kemampuan
berpikir kreatif seorang pencipta akan
mengantarkan perbedaan arah yang
harus diambil atau langkah-langkah
yang harus ditempuh dalam berkarya
musik. Termasuk didalamnya adalah
hasil sebuah pengalaman yang juga
akan menunjukkan langkah yang
berbeda. Oleh karenanya seniman
Arek SMKN 11 Panji, Situbondo
gerak dan vokal
yang satu dengan yang lain
foto: Sab, 24-6-2012
dimungkinkan memiliki tehnik/cara
yang berbeda dalam proses berkarya
musik.
Seniman yang berprestasi layak kita gunakan untuk kajian/perbendaharaan
baik tentang langkah-langkah kekaryaannya maupun hasil yang dicapai. Namun jika
kita hanya konsentrasi pada permasalahan latar belakang, pikir kreatif dan adanya
unsur pengalaman seseorang, maka akan menjadikan sebuah bumerang bagi diri kita
sendiri. Kondisi demikian ini akan membingungkan seorang komponis dalam
menciptakan karya musik, terutama sekali bagi komponis pemula. Mereka sulit
mendapatkan pijakan berpikir untuk memulai upayanya berbuat dalam menghasilkan
karya musik. Dan memang tampaknya sangatlah sulit jika kita perhatikan
permasalahan latar belakang, pengalaman dan kemampuan berpikir kreatif seseorang
untuk dikemas dijadikan dasar pijakan langkah-langkah yang harus ditempuh
seorang komponis lain dalam berkarya musik. Apalagi pada permasalahan yang
lebih spesifik.
Permasalahan kemampuan berpikir kreatif hendaknya tidak ditunggu
kedatangannya, melainkan dilakukan dengan perbuatan. Dari sebuah perbuatan,
lambat laun akan dijumpai faktor-faktor atau permasalahan menuju kreatif. Tanpa
berbuat akan tertutup peluang menuju kreatif. Kondisi ini biasanya tidak disadari
oleh seseorang, walaupun pada dasarnya sifat kreatif itu sudah dimiliki oleh
seseorang dengan kapasitas yang berbeda. Kreatif bisa dihadirkan melalui berbagi
tindakan atau perbuatan. Dari perbuatan itu akan memunculkan pengalaman. Dari
pengalaman akan hadir sebuah tindakan ulang menuju sebuah hasil yang lebih baik.
4

Berbuat, mengulang dan selalu menghasilkan sebuah karya merupakan persoalan


menuju kreatif.
Persoalan ini saya ketengahkan mengingat pentingnya kreativitas dalam dunia musik,
seperti diketengahkan oleh Dieter Mack dalam makalah seminarnya Prambanan,
1995:
Di Indonesipun komposisi dianggap unsur penting dalam rangka
pendidikan musik. Pada buku ,Pendidikan Kesenian I (Musik), untuk
guru kelas (PGSD) dapat kita baca: Kreativitas murid dalam pelajaran
musik ialah kegiatan penyusunan kembali unsur-unsur musik yang telah
dikuasai anak kegiatan komponis ialah pengalaman membuat lagu
yang berhubungan dengan perencanaan penyusunan unsur-unsur musik
menjadi suatu bentuk lagu tertentu, ... (Anak-Anak Sebagai Kehidupan
Karawitan Masa Depan, Permasalahan komposisi untuk anak-anak)

Sebagai gambaran awal pada kesempatan ini saya mengajak kita semua untuk
bicara tentang dasar-dasar pijakan yang akan ditempuh seorang komponis dalam
berkarya musik. Sasaran yang hendak dicapai sebagai acuan dasar berpikir
bagaimana kita berolah musik, dengan menitikberatkan pada permasalahan langkahlangkah yang sebaiknya diambil oleh seorang komponis di dalam menghasilkan
sebuah karya musik. Dari pengalaman saya selama ini khususnya dalam dunia musik
tradisi Karawitan, dapat saya ketengahkan acuan dasar berkarya musik sebagai
berikut di bawah ini. Uraian disajikan dengan pengelompokan frase-frase, dan acuan
dasar ini hanyalah sebagai gambaran sekilas suatu upaya seorang komponis dan
hanyalah sebagai salah satu perbendaharaan di dalam melakukan proses kerja
berkarya musik. Upaya dimaksud antara lain:
1. Menentukan ide garap kekaryaan.
Di dalam menentukan ide garap kekaryaan perlu diperjelas terlebih
dahulu untuk apa karya di maksud, misalnya dalam rangka festival atau
lomba, maka karya musik itu sebaiknya harus berpijak pada juklak dari
panitia penyelenggara. Dan jika disajikan dalam even penawaran atau
pertunjukan mandiri dan lain sebagainya yang memiliki kebebasan berkarya,
maka kita tuangkan sesuai dengan ide garap yang tidak terkait dengan
permasalahan yang lain.
Dalam menentukan ide garap kekaryaan perlu dimunculkan
permasalahan apa yang akan diangkat, termasuk di dalamnya memikirkan
corak/warna musik apa yang dimunculkan, motif apa yang dihadirkan dan
dimungkinkan adanya permasalahan yang lebih spesifik misalnya tentang ide
musikal, dan lain sebagainya.
Untuk karya musik sebagai medium bantu seni yang lain, perlu
diperjelas terlebih dahulu akan kebutuhan seni yang didukung. Misalnya
kebutuhan suasana, karakter, motif kekaryaan dan lain sebagainya. Baru
kemudian komponis berangkat ke permasalahan musik itu sendiri dengan
kaidah-kaidah yang dimiliki.

2. Menentukan tema dan judul kekaryaan.


Tema kekaryaan biasanya dimunculkan bersamaan, mendahului atau
setelah ditentukannya ide garap kekaryaan. Namun demikian yang terpenting
5

tema dimaksud hendaknya jelas dan tidak terlalu melebar. Hal ini
dimaksudkan agar memiliki wacana/isi yang lebih spesifik dan lebih mengena
sasaran. Tema dimaksud sebenarnya masuk dalam kategori ide, karena
dengan ide sekaligus akan muncul permasalahan tema yang akan diusung.
Sedangkan untuk membuat judul masih ada kebebasan dalam
menuangkannya. Namun demikian dari judul yang ada diharapkan sedikit
banyak sudah mewadahi tema atau ide garap kekaryaan. Sebaiknya dalam
menentukan judul lebih mengarah pada permasalahan padat dan berisi,
mudah dihafal, tidak berbelit-belit, mudah dimengerti berdasar pada kaidah
kebahasan.
3. Memperkirakan durasi yang dibutuhkan.
Sebuah sajian seni pertunjukan secara totalitas biasanya berdurasi
lebih kurang satu jam (60 menit). Sebenarnya tidak ada batasan, namun lebih
dari durasi dimaksud dikhawatirkan membuat jenuh penonton dan akhirnya
karya seni tersebut kurang dapat dinikmati.
Perkiraan durasi yang dibutuhkan dalam berkarya sebuah karya seni
tergantung dari bentuk sajian yang akan diolah. Misalnya karya tari lepas,
drama tari, ludruk atau yang lainnya. Tari lepas misalnya, biasanya durasi
hanya berkisar antara 5-10 menit, ludruk dengan kemasan pada satu jam dan
sebagainya. Ketika kita mengikuti sebuah even, misalnya festival tentu saja
durasi yang dibutuhkan mengikuti juklak panitia penyelenggara.
Dengan batasan durasi yang ada, dimungkinkan adanya pemikiran di
dalam mengemas sajian yang tidak membosankan utamanya tentang
persoalan desain dramatis yang menguntungkan. Panjang pendeknya durasi
yang akan digunakan tentu saja membuat perbedaan strategi/tehnik garap
sajiannya. Utamanya tentang pengemasan desain dramatis kekaryaan
dimaksud.
4. Memilih orkestrasi/alat musik yang dibutuhkan.
Pemilihan orkestrasi/alat musik dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan alat musik yang dapat mewadahi ide garap, termasuk di dalamnya
menentukan warna-warna bunyi. Kita pergunakan seluruh ricikan gamelan
yang ada, atau sebagian. Dari langkah ini dimungkinkan perlu adanya tehnik
garap secara khusus untuk menghasilkan warna suara tertentu pula.
Pemilihan orkestrasi dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
faktor lain, misalnya berapa jumlah pemusiknya; bagaimana kemampuan
pemusiknya; dan yang terpenting sesuai ide garap.
5. Menentukan tehnik garap secara umum.
Sudah selayaknya kita memperkirakan tehnik garap yang akan kita
perbuat, misalnya secara umum kita menggunakan tehnik garap karawitan
gaya Jawatimuran, atau Surakarta atau campuran dan lain-lain. Termasuk
kita perlu berpikir untuk menentukan motif garapnya.
Dalam hal ini perlu dilakukan pengumpulan materi yang biasanya
dibedakan berdasarkan garap suasana. Dari materi yang sudah ada dipikirkan
garap tehniknya termasuk dengan pengolahan materi ataupun dengan
memunculkan materi yang baru. Ketika proses berlangsung dimungkinkan
akan muncul berbagai tehnik sebagai pengembangan dari tehnik garap yang
lebih spesifik lagi.
6

6. Mengatur proses latihan.


Pengaturan proses latihan diperlukan pemikiran yang lebih jernih,
termasuk di dalamnya menentukan waktu atau jadwal latihan dengan
mempertimbangkan keberadaan pendukung/penyaji. Latar belakang, karakter,
kesibukan dan faktor-faktor lain yang menyelimuti keberadaan pendukung
sangat perlu diperhatikan dalam mengatur jadwal latihan. Sejauh mana
kemampuan komponis dapat mengantisipasi kondisi proses latihan agar bisa
berjalan lancar menjadikan permasalahan yang secara tidak langsung
menentukan berhasil tidaknya subuah karya di maksud.
7. Pengambilan keputusan yang tegas.
Seorang komponis dituntut secara tegas dalam pengambilan
keputusan yang terkait baik tentang tuntutan materi atau unsur-unsur lain
yang terkait dengan kebutuhan materi. Misalnya kebutuhan sarana dan pra
sarana yang kurang mewadahi, maka seorang komponis hendaknya dapat
mengambil sikap. Sikap dimaksud menunjukkan suatu keputusan dengan
tidak terlalu mengorbankan kebutuhan materi. Sejauh mana komponis dapat
menuangkan ide garap dengan mempertimbangkan sarana dan pra sarana
yang ada tanpa mengorbankan semangat berkarya, dan konsep dari ide garap
yang ada. Boleh jadi perlu adanya perubahan ide garap kekaryaan.
Termasuk didalamnya dengan memperhatikan kemampuan dan
jumlah pendukung yang ada. Kiranya tak sepatutnya komponis terlalu
memaksakan kehendak akan kemampuan pendukung dan jumlah yang ada.
Sebab dimungkinkan dengan pemaksaan kehendak akan membawa dampak
negatif dari sasaran yang hendak dicapai. Sehingga dirasakan lebih
menguntungkan apabila komponis bisa mengalihkan permasalahan dengan
tetap tidak mengorbankan materi yang hendak dicapai.
8. Merancang desain dramatis.
Karya musik dengan durasi yang cukup panjang, biasanya diperlukan
pula pengaturan alur dalam sajiannya. Misalnya alur suasana yang terkait
dengan pola garap dari masing-masing frase. Hal ini semata-mata mengarah
pada permasalahan agar sajian dimaksud tidak membosankan (lihat poin 3).
Dalam upayanya menuju sukses, seorang komponis juga tak boleh melepaskan
begitu saja permasalahan sound system dan kebutuhan lain yang tak kalah pentingnya
dengan proses kerja dari materinya. Baik pada musik iringan maupun musik mandiri.
Pada karya musik mandiri yang terkait dengan unsur seni pertunjukkan, hendaknya
dipikirkan pula beberapa permasalahan antara lain:
- diperlukan pemahaman materi untuk mengekspresikan lewat gerak dan
ekspresi wajah penyajinya.
- lighting, rias dan busana pendukungnya/penyajinya.
- dimungkinkan diperlukan staf produksi untuk suksesnya sebuah pergelaran,
dan lain sebagainya.

IV. PENUTUP :
1. Acuan dasar yang saya ketengahkan tersebut di atas merupakan acuan dasar
berkarya musik. Frase-frase yang ada bukanlah berupa urut-urutan yang harus
dilakukan oleh seorang komponis, melainkan dapat berubah-ubah
berdasarkan kebutuhan, situasi dan kondisi. Bahkan dimungkinkan ada
bagian-bagian/frase-frasenya yang tidak dibutuhkan sehingga bisa
dikesampingkan. Masing-masing frase tersebut di atas dapat pula dilakukan
bersamaan, saling mengisi atau sebaliknya. Oleh karenanya langkah yang
diambil oleh komponis satu dengan komponis yang lain pasti memiliki
perbedaan. Dan tak kalah pentingnya, saya menghimbau pada calon-calon
komponis yang ada untuk berbuat dengan memunculkan karya-karya musik
sebanyak mungkin.
Modal yang paling hakiki adalah :
KEBERANIAN,
KEMAUAN DAN
KESERIUSAN.

Arek-arek cilik nuthuk gamelan Banyuwangi

2. HARAPAN.
Ulasan tersebut di atas memang sengaja disajikan dalam kapasitas sempit,
terbatas dan semestinya perlu lebih akurat. Saya sadar bahwa secara global
permasalahan di atas akan didapatkan hasil yang mendasar pula, paling tidak
sebuah keberanian berbuat dengan lebih terfokus berani berkarya musik
dalam kondisi siap menghadapi segala kendala yang ada.
Akhirnya ada harapan yang perlu saya ketengahkan antara lain:
Kita harus sadar bahwa tidak selamanya kita hanya menerima materi yang
sudah ada. Coba kita tengok pola-pola pembinaan/pelatihan yang kita
terima selama ini. Kecenderungan kita diajak menghafalkan pola-pola
yang sudah ada, tanpa disertai langkah-langkah/cara untuk menghasilkan
sesuatu. Kecenderungan upaya pembinaan itu lebih mengarah pada
8

pencetakan konsumen-konsumen dan bukan mencetak produsen.


Walaupun kita sadar bahwa upaya tersebut di atas masih kita perlukan
juga.
Keberanian akan mengantarkan suatu keberhasilan. Artinya dalam jangka
pendek/panjang dengan disertai ketekunan, akan didapat hasil yang
diharapkan. Marilah kita berbuat, berkarya dengan meminimaliskan
keterbatasan yang ada.
Pusatkan pikiran pada sebuah strategi untuk mengatasi kendala yang ada.
Dengan keberanian kita berbuat/berkarya musik akan menunjukan sebuah
kepedulian kita terhadap dunia musik.

Cak Sabar

You might also like