Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
tuberkulosis paru dari total 9 juta kasus. Karena jumlah penduduknya yang cukup besar,
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dalam hal penderita tuberkulosis paru setelah India
dan China.
Setiap tahun angka perkiraan kasus baru berkisar antara 500 hingga 600 orang diantara
100.000 penduduk (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2010, Indonesia mempunyai target indikator
case detection rate (CDR) sebesar 73% dengan capaian 73,02% dan target angka keberhasilan
pengobatan atau success rate (SR) 88% sedangkan pencapaian adalah 89,3%. untuk tahun 2014,
target CDR dan SR adalah masing-masing sebesar 90% dan 88%.
Target stop Tb partnership pada tahun 2015 yaitu mengurangi rerata prevalens dan
kematian dibandingkan pada tahun 1990. Pada tahun 2050 targetnya adalah mengurangi insiden
global kasus tuberkulosis paru aktif menjadi kurang dari 1 kasus per satu juta populasi per tahun
(Fatiyyah, et al,. 2011).
Pemberantasan kasus tuberkulosis paru menjadi perhatian dunia karena pemberantasan kasus
tuberkulosis paru termasuk dalam tujuan keenam dari Milllenium Development Goals (MDG) 2015
yakni penanganan penyakit menular berbahaya yaitu HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis paru dan
penyakit lainnya. Sedangkan penyebab utama meningkatnya beban masalah tuberkulosis paru adalah
kondisi sosial ekonomi, kondisi lingkungan yang buruk, status gizi yang buruk, dan program
penanganan tuberkulosis paru yang belum optimal.
Upaya pemberantasan TB di wilayah kerja Puskesmas Padang Karambia Payakumbuh saat
ini belum menunjukkan hasil yang optimal baik dari segi penemuan kasus dan pengobatan.
Berdasarkan laporan Puskesmas Padang Karambia tahun dari tahun 2010-2013, bahwa target
penemuan kasus TB baru selalu berada dibawah target yang ditetapkan. Pada tahun 2010 target yang
ditetapkan secara persentase sebanyak 100 % namun pencapaian hanya berkisar 23,08%, Pada tahun
2011-2013 target penemuan kasus baru di Puskesmas Padang Karambia menjadi >70%, dan
didapatkan pencapaian penemuan kasus baru tahun 2011 sebanyak 46,67 %, tahun 2012 26,67 % dan
tahun 2013 menjadi 68,75 %.
Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam penemuan kasus TB paru untuk wilayah
kerja Padang Karambia, yang membutuhkan intervensi dalam masalah tersebut, sehingga
permasalahan dalam penemuan kasus TB paru tidak berlarut dan dapat memenuhi target yang
telah ditetapkan sehingga tujuan dari pemberantasan program Tb paru di Indonesia dan MDGs
dapat tercapai.
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1
Geografis
Puskesmas Padang Karambia berada di kecamatan Payakumbuh Selatan dengan luas wilayah
kerja 13.87 km2 yang terdiri dari 9 (sembilan) kelurahan sebagaimana terlihat pada gambar
berikut ini:
Gambar 2.1
Peta Wilayah Kerja Puskesmas Padang Karambia Th.2010-2011
dan perbukitan dengan ketinggian 514 meter diatas permukaan laut, suhu rata-rata 26 C.
Tabel 2.2
Luas Kepadatan Penduduk pada Wilayah Kerja Puskesmas Padang Karambia
No
Kelurahan
Luas (KM2)
Ampangan
0.91
Kapalo Koto
1.02
Aur Kuning
1.65
Sawah Padang
1.07
Padang Karambia
1.99
Limo Kampung
0.58
Koto Tuo
1.53
Limbukan
2.19
Balai Panjang
2.93
Jumlah
13.87
2.2
Demografi
Jumlah penduduk tahun 2012, jiwa. dengan 4304 KK , mata pencarian penduduk adalah
pedagang (20.1%), swasta (19.01%), buruh (16.2%), PNS (14.6%), petani (12.4 %), dan
industri (1.04%) dan lain (16,03%). Status kependudukan menetap 89%, dan 11 % status
sementara dengan mobilitas tinggi. Jumlah penduduk padat diantaranya Kelurahan Balai
Panjang dan Limbukan.
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Puskesmas Padang Karambia Tahun 2013
No.
Kelurahan
Laki-laki
361
Perempuan
377
Jumlah
738
Kapalo Koto
335
350
685
Aur Kuning
555
606
1.161
Sawah Padang
474
492
966
Padang Karambia
638
650
1.288
Limbukan
1.297
1.344
2.623
Koto Tuo
230
257
487
Limo Kampuang
247
292
539
Balaia Panjang
Jumlah
755
4.892
828
5.196
1.583
10.088
Ampangan
Dari table diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki,
Berdiri
Status
: Rawat Jalan
Lokasi
Dukungan Pelayanan
Pustu
1. Aur Kuning
2. Limbukan
3. Kubang Gajah
Poskeskel
4. Balai Panjang
1. Ampangan
2. Kapalo Koto
3. Sawah Padang
4. Padang Karambia
5. Koto Tuo
6. Limo Kampuang
7. Tangah Padang Indah ( TPI )
Kendaraan Operasional
1 Buah ambulance operasional puskesmas
6 Kendaraan roda 2 operasional petugas
No.
1
2
3
4
SARANA KESEHATAN
Puskesmas Pembantu (Pustu)
Jumlah Posyandu
Jumlah Kelurahan Siaga
Jumlah Poskeskel
JUMLAH
KET
4
18
9
7
(3 ada gedung)
Tenaga Kesehatan
Ratio per
NO.
JENIS KETENAGAAN
JUMLAH
jumlah
penduduk
I. PUSKESMAS INDUK
1
Dokter
Dokter Gigi
Sarjana/D3
a. SKM
b. Akper
c. Akbid
d. Akademi Gizi
f. Akademi Farmasi
Bidan (D1)
Perawat (SPK)
Tenaga Laboratorium
SMU
Akbid
III. Poskeskel
1
Bidan (Akbid)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Epidemiologi dan Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Cara Penularan :
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak ( droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
daha.
c. Umumnya penularan terjadi pada ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang cukup lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, dan sinar matahari dapat
langsung membunuh kuman.
d. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.
Dalam pelaksanaan di Puskesmas dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri
dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dengan dikelilingi kurang lebih 5 Puskesmas
Satelit (PS). Pada keadaan geografis sulit dapat dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana
Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
2. Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Paru, dan BP4
Rumah sakit dan BP4 dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.
3. Balai Pengobatan, Klinik, Dokter Praktek Swasta (DPS)
Secara umum konsep sama dengan rumah sakit dan BP4.
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif . Penjaringan tersangka
pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh
petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB.
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB terutama mereka yang BTA positif dan pada
keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala yang sama harus diperiksa
dahaknya.
c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost effective.
2. Gejala Klinis Pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB seperti bronkiektasis,
bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
3. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS).
a. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
c. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
4. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan TB khususnya untuk
mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi.
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis.
b. Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak.
c. Petugas Kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
5. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan,
identifikasi kuman, serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan
pemantapan mutu (Quality Assurance) Oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan
agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan
kesalahan dalam pengobatan MDR dapat dicegah.
3.3. Diagnosis TB
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2(dua) hari, yaitu sewaktu pagi
sewaktu
2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA).
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto thoraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik, paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.Untuk lebih
jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
2. Kategori-2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh.
asien gagal.
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg
tanpa memperhatikan berat badan.
Cara melarutkan Streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak
3,7ml sehingga menjadi 4ml.(1ml = 250mg).
3. OAT Sisipan
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama.Disamping itu, dapat
juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
(follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
b. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi
persyaratan sembuh atau gagal.
c. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
d. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
e. Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
f. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
BAB IV
ANALISIS MASALAH
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder dan
wawancara dengan kepala puskesmas beserta petugas kesehatan pemegang program di
Puskesmas Padang Karambia dan juga melalui data-data dari laporan tahunan tahun
2013. Dari 6 program pokok yang dijalankan Puskesmas Padang Karambia masih
terdapat beberapa kesenjangan antara pencapaian dengan target yang ditetapkan.
Kesenjangan antara target dan pencapaian di Puskesmas Padang Karambia yang ditemu
iantara lain :
N
Permasalahan
o.
Kesenjan
Urut
Sasaran
Pencapa
gan
an
ian
KIA
1. Cakupankunjunganbayi
2. Cakupan DDTK
3. Cakupanpelayanankesehatanremaja
4. Cakupanpelayanankesehatanusila
Gizi
5. Persentasebalita yang
90
90
100
70
87,21
64,84
28,31
65,94
2,79
25,16
71,69
4,06
10
2
1
9
85
72,33
12,67
88,89
> 68,75
11,11
1,25
4
11
naikberatbadannya (N/D)
P2M
6. Cakupandesaataukelurahan UCI
7. Penemuandanpenangananpasienbaru
TB BTA positif
100
0
Pomkes
Kesling
8. Persentaserumahsehat
9. Persentaserumahataubangunanbebasjen
80
100
72,09
95,13
7,91
4,87
6
8
tiknyamuk
Persentasetempat-tempatumum yang
88
81,58
6,42
.
memenuhisyaratatausehat
Pengobatan
11 Persentasepelayanangangguanjiwa di
15
5,66
9,34
.
12
saranapelayanankesehatan
Penjaringankesehatansiswa
100
99,34
0,66
12
SD/setingkat
10
Dalam menentukan masalah prioritas digunakan skor dengan skala 1-5. Semakin
tinggi tingkat urgensi, serius atau pertumbuhan suatu masalah, maka semakin tinggi skor
untuk masing-masing unsur tersebut.
Seriousne
Growt
US
Priorita
ss
11
III
11
IV
12
II
VII
XI
XII
VIII
VI
Masalah
Cakupan
pelayanankesehatanpeduliremaja
(PKPR)
Cakupan
deteksidinitumbuhkembanganakba
lita (1-5 th) danprasekolah
Cakupan balita yang naik berat
badannya (N/D)
Cakupan desa atau kelurahan UCI
Persentase Pelayanan Gangguan
Jiwa di sarana pelayanan
kesehatan
IX
14
: kurang sekali
Penyebab Masalah
Kurangnya
pengetahuan
masyarakat
2.
3.
.
Anggapan masyarakat bahwa penyakit
4.
5.
6.
7.
Memberikan
informasi
kepada
baik
8.
tepat.
9.
puskesmas.
penyuluhan TBC
penyuluhan TB
20 rumah sekitar.
d.
Membuat usulan pengadaan peralatan labor yang kurang untuk pembuatan slide dan
pengiriman slide ke PRM
Sasaran :
Target :