You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tuberculosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Ada beberapa hal yang menjadi
penyebab semakin meningkatnya penyakit Tb paru di dunia antara lain karena kemiskinan,
meningkatnya penduduk dunia, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya
untuk berobat, serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Depkes RI, 2008).
Munculnya pandemi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune
Deficiency Syndrome) di dunia menambah permasalahan penyakit tuberkulosis paru, koinfeksi
dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian penyakit tuberkulosis paru secara signifikan.
Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman tuberkulosis terhadap obat anti Tuberkulosis
(MDR=Multi Drug Resistance), semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemik penyakit
tuberkulosis paru yang sulit ditangani (Depkes RI, 2008).
Menurut Depkes RI (2005), Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban
tuberkulosis paru global yakni sekitar 38% dari kasus tuberkulosis paru dunia. Sedangkan
menurut Fatiyyah, et al (2011), dalam bukunya menyebutkan bahwa jumlah kasus terbanyak
adalah wilayah Asia Tenggara (35%), Afrika (30%) dan wilayah Pasifik Barat (20%). Dari hasil
data WHO tahun 2009, lima negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu India (1,6-2,4 juta),
China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,37-0,55 juta) dan Indonesia (0,350,52 juta). India menyumbangkan kira-kira seperlima dari seluruh jumlah kasus di dunia (21%).
WHO dalam Annual Report on Global Tb Control (2003) menyatakan terdapat 22 negara
dikategorikan sebagai high burden countries terhadap tuberkulosis paru, termasuk Indonesia.
Pada tahun 2004 diperkirakan 2 juta orang meninggal di seluruh dunia karena penyakit

tuberkulosis paru dari total 9 juta kasus. Karena jumlah penduduknya yang cukup besar,
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dalam hal penderita tuberkulosis paru setelah India
dan China.
Setiap tahun angka perkiraan kasus baru berkisar antara 500 hingga 600 orang diantara
100.000 penduduk (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2010, Indonesia mempunyai target indikator
case detection rate (CDR) sebesar 73% dengan capaian 73,02% dan target angka keberhasilan
pengobatan atau success rate (SR) 88% sedangkan pencapaian adalah 89,3%. untuk tahun 2014,
target CDR dan SR adalah masing-masing sebesar 90% dan 88%.
Target stop Tb partnership pada tahun 2015 yaitu mengurangi rerata prevalens dan
kematian dibandingkan pada tahun 1990. Pada tahun 2050 targetnya adalah mengurangi insiden
global kasus tuberkulosis paru aktif menjadi kurang dari 1 kasus per satu juta populasi per tahun
(Fatiyyah, et al,. 2011).
Pemberantasan kasus tuberkulosis paru menjadi perhatian dunia karena pemberantasan kasus
tuberkulosis paru termasuk dalam tujuan keenam dari Milllenium Development Goals (MDG) 2015
yakni penanganan penyakit menular berbahaya yaitu HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis paru dan
penyakit lainnya. Sedangkan penyebab utama meningkatnya beban masalah tuberkulosis paru adalah
kondisi sosial ekonomi, kondisi lingkungan yang buruk, status gizi yang buruk, dan program
penanganan tuberkulosis paru yang belum optimal.
Upaya pemberantasan TB di wilayah kerja Puskesmas Padang Karambia Payakumbuh saat
ini belum menunjukkan hasil yang optimal baik dari segi penemuan kasus dan pengobatan.
Berdasarkan laporan Puskesmas Padang Karambia tahun dari tahun 2010-2013, bahwa target
penemuan kasus TB baru selalu berada dibawah target yang ditetapkan. Pada tahun 2010 target yang
ditetapkan secara persentase sebanyak 100 % namun pencapaian hanya berkisar 23,08%, Pada tahun
2011-2013 target penemuan kasus baru di Puskesmas Padang Karambia menjadi >70%, dan
didapatkan pencapaian penemuan kasus baru tahun 2011 sebanyak 46,67 %, tahun 2012 26,67 % dan
tahun 2013 menjadi 68,75 %.

Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam penemuan kasus TB paru untuk wilayah
kerja Padang Karambia, yang membutuhkan intervensi dalam masalah tersebut, sehingga
permasalahan dalam penemuan kasus TB paru tidak berlarut dan dapat memenuhi target yang
telah ditetapkan sehingga tujuan dari pemberantasan program Tb paru di Indonesia dan MDGs
dapat tercapai.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa yang menyebabkan menurunnya pencapaian penemuan kasus TB BTA positif di
wilayah kerja Padang Karambia?
b. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pencapaian penemuan kasus TB
BTA positif di wilayah kerja Padang Karambia?
1.3 TUJUAN
a. Mengetahui penyebab menurunnya pencapaian pencapaian penemuan kasus TB BTA
positif di wilayah kerja Padang Karambia
b. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pencapaian pencapaian
penemuan kasus TB BTA positif di wilayah kerja Padang Karambia
c. Menyusun Plan of Action dalam upaya peningkatan pencapaian pencapaian penemuan
kasus TB BTA positif di wilayah kerja Padang Karambia.
1.4 MANFAAT
a. Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi pemegang kebijakan bidang
kesehatan pada umumnya, dan Puskesmas Padanhg Karambia pada khususnya tentang
penyebab menurunnya pencapaian pencapaian penemuan kasus TB BTA positif di
wilayah kerja Padang Karambia, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut di tahun-tahun mendatang.
b. Bagi penulis, untuk menambah ilmu dan pengetahuan tentang latar belakang
menurunnya pencapaian pencapaian penemuan kasus TB BTA positif di wilayah kerja
Padang Karambia dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1

Geografis

Puskesmas Padang Karambia berada di kecamatan Payakumbuh Selatan dengan luas wilayah
kerja 13.87 km2 yang terdiri dari 9 (sembilan) kelurahan sebagaimana terlihat pada gambar
berikut ini:

Gambar 2.1
Peta Wilayah Kerja Puskesmas Padang Karambia Th.2010-2011

Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Padang Karambia adalah:

Sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh

Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Situjuh, Kab 50 Kota

Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh

Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Payakumbuh Timur, Kota Payakumbuh


Secara topografi wilayah kerja Puskesmas Padang Karambia bervariasi antara dataran

dan perbukitan dengan ketinggian 514 meter diatas permukaan laut, suhu rata-rata 26 C.

Tabel 2.2
Luas Kepadatan Penduduk pada Wilayah Kerja Puskesmas Padang Karambia
No

Kelurahan

Luas (KM2)

Ampangan

0.91

Kapalo Koto

1.02

Aur Kuning

1.65

Sawah Padang

1.07

Padang Karambia

1.99

Limo Kampung

0.58

Koto Tuo

1.53

Limbukan

2.19

Balai Panjang

2.93

Jumlah

13.87

Sumber : Kantor BPS Kota Payakumbuh


Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk terpadat berada di wilayah Balai Panjang,
dan penduduk yang paling jarang berada di wilayah Limo Kampuang. Hal ini berarti untuk
penularan penyakit akan lebih cepat terjadi di wilayah Balai Panjang.

2.2

Demografi
Jumlah penduduk tahun 2012, jiwa. dengan 4304 KK , mata pencarian penduduk adalah
pedagang (20.1%), swasta (19.01%), buruh (16.2%), PNS (14.6%), petani (12.4 %), dan
industri (1.04%) dan lain (16,03%). Status kependudukan menetap 89%, dan 11 % status
sementara dengan mobilitas tinggi. Jumlah penduduk padat diantaranya Kelurahan Balai
Panjang dan Limbukan.
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Puskesmas Padang Karambia Tahun 2013

No.

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kelurahan

Laki-laki
361

Perempuan
377

Jumlah
738

Kapalo Koto

335

350

685

Aur Kuning

555

606

1.161

Sawah Padang

474

492

966

Padang Karambia

638

650

1.288

Limbukan

1.297

1.344

2.623

Koto Tuo

230

257

487

Limo Kampuang

247

292

539

Balaia Panjang
Jumlah

755
4.892

828
5.196

1.583
10.088

Ampangan

Dari table diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki,

2.3 Situasi Sumber Daya Kesehatan


Sarana Kesehatan
Puskesmas Induk
Nama Puskesmas

: Puskesmas Padang Karambia

Berdiri

: Bulan Januari 2010

Status

: Rawat Jalan

Lokasi

: Jl. Khatib Sulaiman Kelurahan Padang Karambia


Kecamatan Payakumbuh Selatan

Dukungan Pelayanan
Pustu

1. Aur Kuning

2. Limbukan
3. Kubang Gajah
Poskeskel

4. Balai Panjang
1. Ampangan
2. Kapalo Koto
3. Sawah Padang
4. Padang Karambia
5. Koto Tuo
6. Limo Kampuang
7. Tangah Padang Indah ( TPI )

Kendaraan Operasional
1 Buah ambulance operasional puskesmas
6 Kendaraan roda 2 operasional petugas

No.
1
2
3
4

SARANA KESEHATAN
Puskesmas Pembantu (Pustu)
Jumlah Posyandu
Jumlah Kelurahan Siaga
Jumlah Poskeskel

JUMLAH

KET

4
18
9
7

(3 ada gedung)

Tenaga Kesehatan
Ratio per
NO.

JENIS KETENAGAAN

JUMLAH

jumlah
penduduk

I. PUSKESMAS INDUK
1

Dokter

Dokter Gigi

Sarjana/D3
a. SKM

b. Akper

c. Akbid

d. Akademi Gizi

e. Akademi Kesehatan Lingkungan

f. Akademi Farmasi

g. Akademi rekam Medis

h. Akademi Kesehatan Gigi

Bidan (D1)

Perawat (SPK)

Tenaga Laboratorium

SMU

II. Puskesmas Pembantu (PUSTU)


1

Akbid

III. Poskeskel
1

Bidan (Akbid)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Epidemiologi dan Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Cara Penularan :
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak ( droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
daha.
c. Umumnya penularan terjadi pada ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang cukup lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, dan sinar matahari dapat
langsung membunuh kuman.
d. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.

e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi


percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
f. Risiko Penularan TB :
1) Tergantung tingkat pajanan dengan percikan dahak.
2) Pasien TB paru BTA positif risiko penularan lebih besar dari BTA negative.
3) Risiko penularan tiap tahun ditunjukkan dengan Annual Risk of Tubercolusis Infection
(ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI
sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
4) ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
5) Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif.
g. Risiko menjadi sakit TB
1) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2) Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun, 50
diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
4) HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit
TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis,
maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan kematian.
h. Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati setelah 5 tahun:
1) 50% akan meninggal
2) 25 % sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3) 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

3.2 Penanggulangan TB di Unit Pelayanan Kesehatan


Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/ Klinik dan Praktek Dokter swasta
1. Puskesmas

Dalam pelaksanaan di Puskesmas dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri
dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dengan dikelilingi kurang lebih 5 Puskesmas
Satelit (PS). Pada keadaan geografis sulit dapat dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana
Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
2. Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Paru, dan BP4
Rumah sakit dan BP4 dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.
3. Balai Pengobatan, Klinik, Dokter Praktek Swasta (DPS)
Secara umum konsep sama dengan rumah sakit dan BP4.

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan


menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka
kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien.
Penatalaksanaan penyakit TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah
penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian
dari surveilans penyakit, tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan
sembuh tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan petugas yang
terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.
1. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien.Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan
dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan
kegiatan pencegahan TB yang paling efektif di masyarakat.
Strategi penemuan

a. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif . Penjaringan tersangka
pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh
petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB.
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB terutama mereka yang BTA positif dan pada
keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala yang sama harus diperiksa
dahaknya.
c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost effective.
2. Gejala Klinis Pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB seperti bronkiektasis,
bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
3. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS).
a. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

c. S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
4. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan TB khususnya untuk
mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi.
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis.
b. Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak.
c. Petugas Kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
5. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan,
identifikasi kuman, serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan
pemantapan mutu (Quality Assurance) Oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan
agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan
kesalahan dalam pengobatan MDR dapat dicegah.
3.3. Diagnosis TB
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2(dua) hari, yaitu sewaktu pagi
sewaktu
2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA).
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto thoraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik, paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.Untuk lebih
jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadibeberapa tipe pasien,


yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusanatau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebihdengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam kelompok ini termasuk Kasus
Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,gagal, default maupun
menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik
(biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
3.4 Pengobatan TB
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:


1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Gb. Jenis Sifat dan dosis OAT

a. Tahap awal (intensif)


1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


1. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
a. Kategori 1 = 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 = 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
c. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
d. Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
2. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
3. Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang
dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan Peruntukkannya
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:


a. Pasien baru TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
c. Pasien TB ekstra paru.

Gb. Panduan OAT Kategori 1

2. Kategori-2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh.
asien gagal.
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

Gb. Panduan OAT Kategori 2

Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg
tanpa memperhatikan berat badan.
Cara melarutkan Streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak
3,7ml sehingga menjadi 4ml.(1ml = 250mg).
3. OAT Sisipan
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).

Gb. Panduan OAT Sisipan

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama.Disamping itu, dapat
juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

3.5 Pengawasan Menelan Obat (PMO)


Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung.Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas.
b. kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
c. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
d. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
e. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
2. Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan TB untuk segeramemeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
e. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
pelayanan kesehatan.
3.6 Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB
1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan
ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah
(LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali
( Sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.
Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
2. Hasil Pengobatan Pasien TB
a. Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
(follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
b. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi
persyaratan sembuh atau gagal.
c. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
d. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
e. Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
f. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.

BAB IV
ANALISIS MASALAH
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder dan
wawancara dengan kepala puskesmas beserta petugas kesehatan pemegang program di
Puskesmas Padang Karambia dan juga melalui data-data dari laporan tahunan tahun
2013. Dari 6 program pokok yang dijalankan Puskesmas Padang Karambia masih
terdapat beberapa kesenjangan antara pencapaian dengan target yang ditetapkan.
Kesenjangan antara target dan pencapaian di Puskesmas Padang Karambia yang ditemu
iantara lain :
N

Permasalahan

o.

Kesenjan

Urut

Sasaran

Pencapa

gan

an

ian
KIA
1. Cakupankunjunganbayi
2. Cakupan DDTK
3. Cakupanpelayanankesehatanremaja
4. Cakupanpelayanankesehatanusila
Gizi
5. Persentasebalita yang

90
90
100
70

87,21
64,84
28,31
65,94

2,79
25,16
71,69
4,06

10
2
1
9

85

72,33

12,67

88,89
> 68,75

11,11
1,25

4
11

naikberatbadannya (N/D)
P2M
6. Cakupandesaataukelurahan UCI
7. Penemuandanpenangananpasienbaru
TB BTA positif

100

0
Pomkes
Kesling
8. Persentaserumahsehat
9. Persentaserumahataubangunanbebasjen

80
100

72,09
95,13

7,91
4,87

6
8

tiknyamuk
Persentasetempat-tempatumum yang

88

81,58

6,42

.
memenuhisyaratatausehat
Pengobatan
11 Persentasepelayanangangguanjiwa di

15

5,66

9,34

.
12

saranapelayanankesehatan
Penjaringankesehatansiswa

100

99,34

0,66

12

SD/setingkat

10

3.1 Penetapan Prioritas Masalah


Terdapat berbagai permasalahan yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas
Padang Karambia sehingga perlu dilakukan upaya pemecahan masalah agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dengan keterbatasan waktu, tenaga dan
biaya, perlu adanya pemecahan masalah dengan melihat kepentingan, keseriusan dan
perkembangan yang dinilai dengan metode matriks USG (Urgency, Seriousness and
Growth)
Urgensi (urgency) berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan
maka semakin semakin tinggi urgensi masalah tersebut.
Keseriusan (seriousness) berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut
terhadap organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi sumber daya
dan sumber dana. Semakin tinggi dampak masalah tersebut terhadap organisasi maka
semakin serius masalah tersebut.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat
berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya. Suatu
masalah yang cepat berkembang tentunya makin prioritas untuk diatasi permasalahan
tersebut.

Dalam menentukan masalah prioritas digunakan skor dengan skala 1-5. Semakin
tinggi tingkat urgensi, serius atau pertumbuhan suatu masalah, maka semakin tinggi skor
untuk masing-masing unsur tersebut.

Tabel 11. Prioritas Masalah


Urgenc

Seriousne

Growt

US

Priorita

ss

11

III

11

IV

12

II

VII

Persentase rumah sehat

XI

Persentase tempat-tempat umum

XII

VIII

VI

Masalah
Cakupan
pelayanankesehatanpeduliremaja
(PKPR)
Cakupan
deteksidinitumbuhkembanganakba
lita (1-5 th) danprasekolah
Cakupan balita yang naik berat
badannya (N/D)
Cakupan desa atau kelurahan UCI
Persentase Pelayanan Gangguan
Jiwa di sarana pelayanan
kesehatan

yang memenuhi syarat atau sehat


Persentase rumah atau bangunan
bebas jentik nyamuk
Cakupan pelayanan kesehatan
Usila

Cakupan kunjungan bayi

IX

Penemuan dan penanganan pasien

14

baru TB BTA (+)


Penjaringan kesehatan siswa SD
atau setingkat
Kriteria yang cukupakurat, yaitugawatdandarurat mendesak.
5
: sangat gawat
4
: gawat
3
: sedang
2
: kurang gawat
1
: kurang sekali
Mendesak
5
: sangat mendesak
4
: mendesak
3
: sedang
2
: kurang mendesak
Gawat

: kurang sekali

Berdsarkan tabel di atas didapatkan 5 prioritas masalah utama, yaitu: penemuan


dan penanganan pasien baru TB BTA (+), cakupan balita yang naik berat badannya
(N/D), cakupan pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), cakupan deteksi dini tumbuh
kembang anak balita (1-5 th) dan prasekolah, dan persentase pelayanan gangguan jiwa di
sarana pelayanan kesehatan.

4.2. Metode Pemecahan Masalah


Daftar permasalahan yang paling mungkin terkait rendahnya penemuan suspek TB paru BTA
(+) sebagai berikut :
1. Kurangnya pengehtahuan masyarakat mengenai penyakit TB.
2. Anggapan masyarakat bahwa penyakit TB penyakit yang memalukan sehingga
enggan untuk memeriksakan diri.
3. Kurangnya informasi bahwa penyakit TB dapat ditatalaksana di puskesmas.
4. Leaflet dan poster sebagai media promosi kesehatan mengenai TB sedikit dan kurang
dimanfaatkan oleh pasien yang datang ke puskesmas maupun pustu.
5. Penjaringan suspek TB hanya berjalan di puskesmas saja berdasarkan kunjungan
pasien ke BP umum.

6. Kurangnya koordinasi antara pemegang program dengan pihak promkes dan


posbindu maupun pustu.
7. Ada sebagian Pasien tersangka TB tidak dapat mengeluarkan dahak,Sehingga
Kualitas dahak yang didapatkan kurang baik
8. Cara pengumpulan dahak yang kurang tepat.
9. Kurangnya peralatan untuk mengirimkan slide dahak ke PRM sehingga slide
seringkali rusak.
10. Ketidakmampuan pasien suspek TB paru untuk berkunjung memeriksakan diri
maupun mengantar dahak ke puskesmas.
11. Tidak ada jadwal khusus untuk penyuluhan TBC
12. Petugas kadang tidak melakukan kunjungan rumah pada pasien TB dan 20 rumah
sekitar.
4.3. Alternatif Pemecahan Masalah
No.
1.

Penyebab Masalah
Kurangnya

pengetahuan

masyarakat

Alternatif Pemecahan Masalah

mengenai penyakit TB paru

2.

Kurangnya informasi bahwa penyakit

atau tempat umum lainnya.

Sosialisasi tentang penyakit TB paru

dalam bentuk poster dan leaflet.


Penyuluhan di balai desa, sekolah

TB dapat ditatalaksana di puskesmas.

3.

.
Anggapan masyarakat bahwa penyakit

Penyuluhan di balai desa, sekolah

atau tempat umum lainnya.

TB penyakit yang memalukan sehingga

Penyuluhan di balai desa, sekolah


atau tempat umum lainnya

enggan untuk memeriksakan diri.

4.

Leaflet dan poster sebagai media

Menambah poster di puskesmas, dan

promosi kesehatan mengenai TB sedikit

memperbanyak leaflet untuk di

dan kurang dimanfaatkan oleh pasien

puskesmas dan di pustu.

yang datang ke puskesmas maupun


pustu.

5.

Penjaringan suspek TB hanya berjalan

Meningkatkan kerjasama dengan

di puskesmas saja berdasarkan

petugas pustu maupun kader

kunjungan pasien ke BP umum.

lapangan agar merujuk orang-orang


dengan suspek TB paru ke
puskesmas.

6.

7.

Kurangnya koordinasi antara pemegang

Meningkatkan koordinasi pemegang

program dengan pihak promkes dan

program dengan pihak promkes dan

posbindu maupun pustu.

posbindu maupun pustu.

Ada sebagian Pasien tersangka TB tidak

Memberikan

informasi

kepada

dapat mengeluarkan dahak,Sehingga

pasien bagaimana cara mengeluarka

Kualitas dahak yang didapatkan kurang

dahak yang benar dan mengingatkan

baik

petugas kesehatan untuk memberi


obat-obat mukolitik kepada pasien
yang akan diperiksa dahaknya.

8.

Cara pengumpulan dahak yang kurang

tepat.

9.

Kurangnya peralatan untuk

Melakukan pengadaan peralatan/

mengirimkan slide dahak ke PRM

kotak baru untuk penyimpanan slide

sehingga slide seringkali rusak.

yang akan dikirimkan ke PRM

10. Ketidakmampuan pasien suspek TB

Memberi edukasi kepada pasien

paru untuk berkunjung memeriksakan

bagaimana dan kapan saja

diri maupun mengantar dahak ke

mengumpulkan dahak serta

puskesmas.

membawanya tepat waktu untuk


diperiksakan.

11. Tidak ada jadwal khusus untuk

Membuat jadwal khusus untuk

penyuluhan TBC

12. Petugas kadang tidak melakukan

penyuluhan TB

Membuat jadwal kunjungan rumah

kunjungan rumah pada pasien TB dan

pada tiap penderita TB dan 20

20 rumah sekitar.

rumah sekitar yang mungkin kontak


dengan penderita TB.

4.4 Rencana Pelaksanaan


a. Penyuluhan tentang TB di tiap kelurahan.
Sasaran : Masyarakat dan kader kelurahan setempat
Target : Menambah pengehtahuan masyarakat tentang TB dan pengobatannya, pentingnya
pemeriksaan dahak serta cara pemeriksaannya.
b. Menyebarkan leaflet dan menempel poster di puskesmas.
Sasaran : Pengunjung puskesmas dan masyarakat yang hadir saat penyuluhan
Target : Menambah pengehtahuan masyarakat tentang penyakit TB dan pengobatannya.
c. Bekerja sama dengan P2M TB untuk membuat jadwal kunjungan rumah dan 20 rumah suspek
kontak dengan penderita TB
Sasaran :
Target : Penjaringan pasien suspek TB menjadi lebih meningkat.

d.

Membuat usulan pengadaan peralatan labor yang kurang untuk pembuatan slide dan
pengiriman slide ke PRM

Sasaran :
Target :

You might also like