You are on page 1of 17

II.

Penanganan diet pada gagal ginjal kronis


A. Terapi secara umum
Didapatkan adanya empat tujuan terapi diet antara lain :
1. Mencegah atau mengatasi obesitas dan diabetes
melitus
2. Mencegah atau meminimalisasi toksik uremia dan
metabolisme pada gagal ginjal
3. Mengurangi resiko kerusakan jantung dan pembuluh
darah
4. Menghentikan progresif kerusakan ginjal
Terapi diet pada gagal ginjal kronis ini sulit sehingga
membuat stress mayoritas pasien dan keluarga.
Dibutuhkan perubahan besar pada kebiasaan pasien.
Pasien membutuhkan makanan khusus, resep khusus,
membatasi atau menghentikan makanan favorit mereka
dan pasien harus sering mengonsumsi makanan yang
mereka tidak sukai. Disini dibutuhkan kerjasama dan
support keluarga, waktu, tempat dan usaha yang cukup.
Dokter tidak disarankan untuk merubah asupan diet
secara radikal tanpa indikasi khusus yang jelas, karena hal
ini akan merubah nafsu makan pasien yang berpengaruh
pada status nutrisi pasien.
Untuk menyukseskan terapi diet, pasien harus terus
diingatkan dan mempelajari terapi nutrisi dengan
persiapan dan macam jenis dietnya. Ketika asupan nutrisi
tidak di monitor dengan baik, maka akan membuat resep
terapi nutrisi ini tidak terlihat perbaikan hasilnya karena
pasien mungkin terlalun banyak atau sedikit mengonsumsi
jenis makanan tertentu.
Diperlukan pembentukan tim untuk penanganan diet
Gagal Ginjal Kronis (GGK), dengan anggota dokter, ahli
nutrisi, keluarga dekat, perawat dan bila perlu psikolog.
Metode diet dibuat dengan berpusat pada masalah dan
sesuai dengan selera pasien. Ketika dokter melakukan
kunjungan, dokter harus memonitor asupan makanan dan
diskusi hasil terapi dengan pasien. Dokter juga seharusnya
mendukung usaha ahli nutrisi untuk mengajari dan

konseling pasien tentang diet terapi. Sedangkan dukungan


moral dari keluarga pasien juga sangat dibutuhkan.
Semangat, pikiran positif dan simpati diberikan untuk
dukungan moril pasien.
Pasien dengan GGK stage akhir, berada dalam resiko
kekurangan asupan makanan, karena resep terbatas pada
nutrisi rendah protein dan tinggi pada nutrisi lain seperti
karbohidrat. Penting untuk evaluasi secara periodik
kedisiplinan diet dan status nutrisi pasien. Evaluasi
termasuk status nutrisi protein-energi, metabolisme tulang
dan mineral, status paratiroid dan densitometry tulang,
faktor resiko kardiovaskular (peningkatan phosporr dan
level CRP), serta ekskresi urin albumin termasuk
mikroalbuminuria.
Untuk pasine GGK stage 3-5, harus sering di evaluasi
tiap bulan oleh dokter dan ahli nutrisi agar terapi diet
tetap cukup dan monitor cairan-elektrolit serta status
nutrisi dan klinis terkontrol. Sedangkan untuk pasien
dengan GGK ringan atau sedang boleh evaluasi lebih
jarang.
Studi banding menyatakan diet asupan protein dan
energy mulai turun dan status protein energy mulai buruk
ketika GFR turun secara kasar 1,5 kali normal (50-55
mL/menit). Perbaikan pada status nutrisi progresif dan
perlahan hingga GFR <10mL/menit dan menjalani terapi
dialisis. Walaupun status nutrisi mengalami perbaikan
selama beberapa bulan awal terapi dialisis, status nutrisi
protein-energi merupakan prediktor nutrisi untuk 2-3
tahun kedepan. Sebaiknya diberika tambahan asupan
nutrisi yang baik sebelum terapi dialisis dan mingguminggu awal terapi dialisis.
Derajat CKD Tanda, gejala dan terapi
1
GFR normal/meningkat. GFR 90 mL/menit
Terjadi hiperfiltrasi dengan peningkatan
tekanan kapiler di glomerulus. Ginjal lebih
besar. Terdapat protein dalam urin dan

serum kreatinin menandai progresifitas


kerusakan ginjal.
Pada derajat ini dianjurkan untuk mengubah
pola hidup sehat.
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan
fungsi ginjal. GFR 60-89 mL/menit.
Glomerulus mengalami kerusakan. Biasanya
tekanan darah masih normal.
Terdapat albuminuria <30mg/d
Kerusakan ginjal dengan penurunan sedang
fungsi ginjal. GFR 30-59 mL/menit.
Terdapat albuminuria 30-300 mg/d.
Fungsi ginjal makin mengalami penurunan,
terdapatnya uremia, hipertensi, anemia,
osteodistrofi.
Asupan protein dibatasi 0,8g/kgbb
Penurunan berat fungsi ginjal. GFR 15-29
mL/menit.
Terdapat nefropati, proteinuria >300 mg/d,
hipertensi, peningkatan kreatinin (1,11,3mg/dL)
Asupan protein dibatasi 0,8g/kgbb
Gejala: mual, muntah, nafas uremic,
anoksia, sulit konsentrasi, neuropaty
Terapi : kontrol setiap 3 bulan untuk
kreatinin, hemoglobin, kalsium dan fosfat
serum.
Dilakukannya hemodialisa dan transplantasi
ginjal.
Asupan protein dibatasi 0,8 g/kgbb
Gagal ginjal atau end stage ranal disease.
GFR <15 mL/menit
Gejala: anoreksia, mual dan muntah, sakit
kepala, lemah, anuria, pembengkakan pada
mata dan tungkai, otot kram, pigmentasi dll.
Terapi: hemodialisa, perotoneal dialisis,
transplantasi ginjal.

Tabel 4: penganganan diet berdasarkan derajat CKD


(dikutip dari pustaka no. 11)

B. Pengelolaan Nutrisi pada GGK Sebelum Memulai Program


Dialisis
Tujuan dari terapi nutrisi pada GGK yang belum menjalani
program dialisis, adalah :
Menjaga keseimbangan nitrogen
Keseimbangan
nitrogen
menggambarkan
keseimbangan metabolisme protein. Artinya adalah
degradasi
protein
harus
seimbang
dengan
asupannya. Dalam keadaan seimbang maka pasien
yang sudah anefrik, ekskresi kreatinin dalam urin
harus seimbang dengan creatinin generation
(pembentukan kreatinin dalam tubuh).

Memperlambat progresivitas GGK


Pada GGK dimana sebagian besar nefron sudah
rusak, nefron sisa yang masih ada akan
mengalami hiperperfusi. Ini merupakan usaha
kompensasi untuk memperbaiki fungsi ginjal.
Laju filtrasi suatu unit nefron disebut sebagai
Single nephron Glomerular Filtration Rate
(SNGFR). Keadaan hiperperfusi ini akan diikuti
oleh hiperfiltrasi glomeruli. Bila keadaan ini
berlanjut, akan terjadi kenaikan tekanan
intraglomeruli
yang
selanjutnya
akan
mengakibatkan
proses
glomerulosklerosis
dipercepat.
Makin
cepat
proses
glomerulosklerosis akan makin progresif pula
GGK secara klinis. Dari percobaan didapatkan
bahwa DRP dapat menurunkan SNGFR 5. Di lain
pihak, Ando dkk (1989) membuktikan bahawa
pemberian diet protein tinggi, yaitu 1,2-1,5
g/kgBB/hari dapaat menaikan SNGFR akibat
peninggian glukagon plasma. Terbukti bahwa
DRP dapat mempengaruhi progresifitas GGK
karena efek langsungnya terhadap SNGFR.

Lamanya progresifitas GGK dapat dihambat oleh


DRP tergantung banyak faktor, antara lain;
aktifitas penyakit dasarnya, komposisi DRP,
kepatuhan pasien terhadap DRP dan adanya
faktor predisposisi.
Mempertahankan Status nutrisi secara normal
Terjadinya malnutrisi pada pasien gagal ginjal
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara laian;

Asupan nutrisi yang kurang atau tidak


seimbang
Adanya gangguan metabolisme yang
menyertai
Adanya
kondisi
penyakit
lain
yabg
menyertai seperti infeksi, stres dan lainlain.
Terjadinya malnutrisi menimbulkan percepatan
progresifitas penyakit mauoun penurunan daya
tahan pasien. Sebaliknya mempertahankan
status nutrisi dengan baik dapat memperbaiki
penyakit yang menyertai, seperti gangguan
kardiovaskular dan lain-lain.
C. Perumusan Menu Diet
a. Protein
Pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus lebih dari
70mL/1,73m/min tidak terdapat data rekomendasi
untuk jumlah optimal dari protein dan fosfor yang dapat
dikonsumsi. Saat ini tidak ada pembatasan untuk
pasien gangguan ginjal kronik pada stadium ini, tetapi
dapat diberikan protein 0,8-1g/kgBB/hari.
Pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus 7525mL/1,73m/min diet rendah protein dan fosfor dapat
menunda penggunaan hemodialisa, transplantasi atau
hemodialisa tetap. Anjuran protein yang diberikan
adalah 0,6 g/kgBB/hari. Bila pasien tidak bisa tahan
terhadap diet ini, kadar protein dapat ditingkatkan
menjadi 0,75-0,8 g/kgBB/hari. Bila pasien masih tidak

bisa tahan dengan pola diet ini dapat diberikan pola


alternatif berupa pemberian suplementasi sembilan
asam amino esensial sejumlah 7-10 g/hari, disertai 0,50,73 g/kgBb/hari protein berkualitas rendah untuk
meningkatkan palabilitas makanan protein.
Pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus dibawah
25 mL/1,73 m/mnt tanpa hemodialisa, metabolit toksik
dari nitrogen sudah bertambah banyak. Diet rendah
protein (LPD) yang mengandung fosfor dan kalium yang
lebih sedikit akan mengurangi metabolit toksik dari
nitrogen dan menunda penggunaan hemodialisa.
Rekomendasi
intake
protein
adalah
0.60.75g/KgBB/hari, dimana mengandung >0.35 g/kg/hari
protein dengan kandungan asam amino esensial yang
baik. Sebagai alternatif apabila terdapat suplementasi
asam amino esensial dapat diberikan sejumlah
0.28g/kgBB/hari disertai dengan diet protein kualitas
rendah sebesar 0.3gr/kg/hari.
Pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus sekitar
5ml/1.73m2/min diet rendah protein tidak lagi
memberikan efek baik bila dibandingkan dengan
penggunaan hemodialisa dan intak protein yang tinggi.
Penggunaan hemodialisa atau transplantasi ginjal
direkomendasikan pada grading ini.
Pada pasien dengan maintenance dyalisis therapy
membutuhkan protein dalam jumlah yang lebuh banyak
karena lebih banyak protein yang terbuang pada proses
dialisa. Rekomendasi saat ini menganjurkan pemberian
protein sebesar 1.1-1.2g/kgBB/hari. Pada pasien dnegan
chronic peritoneal dyalisis 1.2-1.3 g/kg/hari. Dimana
50% dari semua protein yang diberikan harus memiliki
nilai biologik yang tinggi.
b. Energi 10
Rekomendasi yang ada saat ini menganjurkan pasien
yang berusia sampai 60 tahun yang sedang menjalani
hemodialisa mendapatkan 35 kkal/kg/hari dan pasien
yang berusia 60 tahun ke atas mendapatkan 30kkal/

kg/hari. Rekomendasi ini juga dapat digunakan pada


pasien tanpa hemodialisa dengan laju filtasi glomerulus
dibawah 50 ml/1.73m2/min. Pasien yang obese dengan
berat badan tanpa edem >120% dari berat badan ideal
dapat
dikurangi
intake
kalorinya.
Usahakan
mengkonsumsi makanan tinggi energi, rendah protein
dan fosfor. Intake karbohidrat sebaiknya sebesar 5060% total kalori dan berasal dari polisakardia. Serat
sebesar 20-30gr/hari.
c. Lemak
Rekomendasi yang ada saat ini menganjurkan target
kadar LDL pada pasien dengan gagal ginjal kronik
adalah 70mg/dL, menganjurkan pemberian energi
lemak sebesar 25-35% total kalori. PUFA memberikan
ontribusi 10% dari total kalori. MUFA 20% dari total
kalori. Lemak jenuh kurang dari 7% total kalori, dan
kolesterol sebesar 200mg/hari atau kurang. Pada pasien
gagal ginjal kronik dengan kadar trigliserida >400mg/dL
dan LDL >100mg/dL, sebaiknya segera dimulai terapi
perubahan pola diet atau obat. Asam lemak pmega 3
yang dapat ditemukan di minyak ikan dapat
menurunkan kadar trigliserida serum dan kadar
kolesterol total. Minyak ikan juga menghambat agregasi
trombosit dan menghasilkan reaksi anti inflamasi.
Pasien dengan kadar trigliserida yang meningkat dapat
dilakuakn pemeriksaan L-carnitine. Apabila kadar Lcarnitine rendah dapat diberikan suplementasi sebesar
0.5-1 g/hari. Pada pasien yang menjalani hemodialisa
dapat diberikan L-carnitine sebesar 1.5g/hari secara
oral atau parenteral pada akhir dari sesi dialisa.
d. Karbohidrat10
Pada pasien ini polisakarida berguna untuk
menurunkan kadar trigliserida, menurunkan intake dan
fruktosa. Untuk jumlah karbohidrat sudah disebutkan di
bagian energy.

e. Serat
Serat yang laut seperti pectin, psylium dan beberapa
gums dapat menurunkan total kolesterol, LDL pada
pasien hiperkolesterolemia. Dan mungkin dapat
menurunkan kadar trigliserida puasa pada pasien
hipertrigliseridemia diserati diabetes mellitus. Pada saat
ini serat yang direkomendasikan sejumlah 25-30gr/ hari.
f. Fosfor10
Nilai normal : 2.5-4.8 mg/dL. Untuk pasien dialisis : 36 mg/dL. Ditemukan di produk susu, biji-bijian kering,
kacang, dan daging. Berpengaruh dalam pembentukan
tulang dan penghasil energi. Jumlah yang dapat
diterima tergantung berbagai faktor, yaitu jumlah
calsium, kadar pTH dan kadar fosfor dalam diet. Bila
jumlah calsium dan kadar PTH normal, jumlah fosfor
yang sedikit lebih tinggi diperbolehkan. Perubahan diet
jika kadar fosfor tinggi; Batasi konsumsi susu dan
produk susu menjadi 1 sajian perhari. Ingatkan pasien
menggunakan pengikat fosfor sesuai anjuran. Namun
jika rendah tambahkan 1 sajian produk susu atau
sumber tinggi fosfor lain perhari atau kurangi pengikat
fosfor. 5
Diet tinggi fosfor pada pasien dengan gagal ginjal
kronis dapat meningkatkan depot kalsium fosfat di
jaringan lunak termasuk pembuluh darah arteri.
Hiperfisfatemia juga dapat menurunkan kadar kalsium
serum sehinnga dapat menyebabkan hiperparatiroid.
Diet rendah fosfor dan kadar normal fosfor dalam serum
sudah dinyatakan oleh beberapa sumber dapat
menurunkan laju progresi dari gagal ginjal kronik.
Untuk mendapatkan kadar normal serum fosfat pada
pasien gagal ginjal kronis dengan stadium 3 sampai 5
biasanya membutuhkan diet rendah fosfat sekitar 8001000 mg/hari. Terutama pada saat kadar serum fosfat
4.6mg/dL pada stadium 3-4, dan 5.5mg.dL pada
stadium 5. Kadar fosfat dalam serum sebaiknya

dipantau tiap bulan setelah inisiasi diet rendah fosfat


untuk menajag fosfat tetap dalam range normal.
Pada pasien stadium 5 yang menjalani diet rendah
fosfat biasanya tidak mempertahankan fosfat dalam
nilai normal, sehingga memerlukan phospate binder.
Yang dapat digunakan antara lain alumunium karbonat,
dan alumunium hidroksida.
Biasa 1 butir 500mg
dimakan 2-4 kali butir 3-4 kali sehari. Alumunium fosfat
dapat menyebabkan osteomalasia, anemia, sehingga
digunakan sebagai pilihan terakhir.
g. Kalsium, Vitamin D, dan paratiroid hormon 16
Nilai normal kalsium : 8.5 -10.5 mg/dL. Ditemukan
pada produk susu dan pada sayuran hijau. Berpegaruh
dalam pergerakan otot dan pembentukan tualng.
Vitamin D bentuk aktif diperlukan untuk absorbsi.
Jumlah calsium dikalikan dnegan jumlah fosfor tidak
diperbolehkan melewati angka 5.5 agar tidak terjadi
deposit di dalam jaringan lunak. Perubahan diet jika
kadar kalsium tinggi. Periksakan ke dokter apakah
pasien mendapatkan suplemen calsium atau vitamin D
aktif harus dihentikan sementara. Namun jika rendah
periksakan ke dokter apakah pasie perlu suplemen
calsium atau vitamin d aktif.
Pasien dengan CKD termasuk dalam terapi
maintenance dialissi biasanya memiliki asupan kalsium
yang tinggi karena defisiensi vitamin D. Kelainan ini,
membuat
gangguan
penyerapan
kalsium
dan
diperparah dengan diet rendah kalsium pada pasien
uremia.
Pasien non dialisis dengan CKD stage 5 biasanya
memerlukan 1200-1600 mg/hari kalsium kecuali kalau
mereka
mengkonsumsi
suplemental
1,25
Dehydroxycholesterol (calsitriol) atau analog vitamin D
aktif lain. Pasien dengan CKD stage 3-5, termasuk
pasien dengan dialisis pemeliharan harus menerima
suplememental calcitriol atau analog vitamin D/

cholecalciferos
atau
ergocalciferol
dan
sekitar
800mg/hari dari kalsium kecuali dalam vitamin D tinggi,
kecuali kalau diambil alih oleh hiperparatiroid.

Vitamin D dan Analognya


Kalsitriol meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfor di usus, meningkatkan serum

kalsium, menurunkan PTH serum, menurunkan aktifitas alkali fosfatase serum, mengurangi
resopsi tulang, mengurangi fibrosis entosteal, dan sering memperbaiki osteomalasia. Terapi
kalsitriol atau vitamin D aktif lain diindikasikan untuk hiperparatiroidisme, osteitis fibrosa,
osteomalasia campuran dan hipokalsemia berat.
Sebagian pasien dengan CKD dan kekurangan vitamin D menimbulkan miopati
terutama pada otot proksimal anggota gerak, dan mungkin menyebabkan kelemahan umum.
Anak dengan CKD derajat 3-5 membutuhkan analog vitamin D untuk tumbuh. Dari studi
observasional mengindikasikan vitamin D dan analognya memiliki banyak keuntungan pada
populasi umum dan kemungkinan juga pada pasien dengan CKD. Efeknya termasuk
peningkatan kekuatan tulang dan otot. Mengurangi resiko CHD dan kemungkinan hipertensi
dan kanker.
Sekarang, suplemen vitamin D3 (cholecalciferol) 800 IU/hari, direkomendasikan
untuk pasien dengan CKD derajat 3-5. Pasien dengan CKD derajat 3-5 juga diperiksa serum
kalsitriolnya, jika rendah vitamin D aktif dapat diberikan.
Terapi dari nondialisispasien dengan CKD derajat 3-5 dengan kalsitriol atau vitamin
D lainnya biasanya dimulai 0,25-0,5 ug/hari. Serum kalsium harus dimonitor hati-hati, dan
jika rendah dan tidak melebihi 0,5 mg/dL dengan dosis tertentu, dosis dapat dinaikkan 0,250,5 ug/hari tiap 4-6 minggu.
Sindrom aplastik atau hipoplastik bone disease telah ditemukan pada pasien pengguna
dialisis kronik. Ditandai dengan rendahnya konsentrasi PTH serum, kurangnya osteoblas,
dan menandai reduksi dalam turnover tulang.

Magnesium

Orang dengan CKD derajat 5 memiliki absorbsi sekitar 50% magnesium dari usus.
Ekskresi magnesium terutama melalui ginjal. Hipermagnesemia dapat terjadi pada CKD.
Karena pembatasan diet pada pasien CKD adalah rendah magnesium (100-300 mg/hari
untuk setiap 40 gr protein), serum magnesium biasanya normal atau sedikit meningkat
kecuali kalau mengkonsumsi antasid atau laksatif. Pasien non-dialisis dapat diberikan
sekitar 200 mg/hari dari magnesium.

Garam dan Air


Garam adalah mineral yang bebas terfiltrasi dari glomerulus (ditemukan pada garam

dan makanan berpengawet). Ginjal normal dapat memfiltrasi 99% garam. Diet tinggi
natrium menyebabkan rasa haus hingga pasien meminum banyak air (nilai normal : 135-145
mEq/L). Akibat tinggi natrium dan air berupa peningkatan tekanan darah, dapat terjadi
volume overload, udem pulmonal dan CHF (perubahan diet : periksa status hidrasi). Bila
tinggi anjurkan pasien mengurami konsumsi garam. Bila rendah anjurkan pasien
mendapatkan cairan sebanyak <4% BB.
Kerusakan ginjal dan penurunan GFR menyebabkan penurunan juga dari reabsorbsi
tubular secara progresif. Ketika End Stage Renal Disease pasien tidak dapat
mengekskresikan garam dengan cukup sehingga terjadi edem, hipertensi, gagal jantung
kongestif. Sindrom ini terjadi jika GFR 4-10 mL/menit.
Pasien dengan CKD derajat 4-5 non dialisis sering tidak dapat mempertahankan kadar
garam normal. Asupan rendah garam tidak cukup untuk mengganti kehilangan garam secara
urinari dan eksternal. Pada pasien non dialisis dengan gagal ginjal tingkat lanjut, asupan
harian garam antara 1000-3000 mg (40-130 mEq) dan air sekitar 1500-3000 mL akan
mempertahankan keseimbangan garam dan air. Pasien dengan CPD lebih toleransi terhadap
garam, karena setiap hari dapat di bersihkan melalui dialisis harian.

Kalium
Normalnya, ginjal mengadakan rute ekskresi mayor dari kalium (nilai normal : 3,5-5,5

mEq/L dan kalium dapat ditemukan pada makanan tinggi protein, buah-buahan dan sayur).

Mempengaruhi kontraksi otot terutama otot jantung. Jumlah yang tinggi dapat
menyebabkan jantung berhenti berkontraksi. Jumlah rendah dapat menyebabkan gejalagejala kelemahan otot dan fibrilasi atrial. Setelah perubahan diet jika tinggi pastikan tidak
ada penyebab lain yang menyebabkan kadar kalium tinggi seperti perdarahan saluran cerna,
trauma atau obat. Anjurkan pasien menghindari makanan dengan kandungan kalium >250
mg/sajian dan batasi asupan harian <2000mg. Pertimbangkan menurunkan kadar kalium.
Jika rendah tambahkan 1 makanan tinggi kalium per hari.
Sumber makanan yang mengandung kalium :
o Buah-buahan
Tinggi kalium : alpukat, pisang, belewah, melon, kiwi, mangga, jeruk,
pepaya
Rendah kalium : apel, beri, anggur, lemon, persik,pir, nanas, semangka
o Sayuran
Tinggi kalium : kacang-kacangan, labu, kentang, bayam, ubi, tomat
Rendah kalium : wortel, kol, kembang kol, timun, kacang hijau,
bawang
o Lain-lain
Tinggi kalium : susu, yoghurt, coklat, sirup, kacang, garam, kecambah
Rendah kalium : donat, nondairy creamer, sorbet, dll
Dalam CKD, potasium terjadi retensi dan dengan cepat membuat hiperkalemia. Ada 2
faktor yang mempengaruhinya dalam gagal ginjal. Pertama, selama urin keluar 1000
mL/hari atau lebih, sekresi kalium di tubular dalam sisa fungsi nefron cenderung meningkat,
dan karena itu pembersihan kalium tidak jatuh seiring dengan GFR. Kedua, ekskresi kalium
fekal meningkat karena sekresi usus besar meningkat. Jadi pasien dengan CKD biasanya
tidak menjadi hiperkalemi kecuali dalam keadaan intak kalium yang besar, acidemia,
oliguri, atau hipoaldosteron. Pasien dengan CKD derajat 4 atau 5 (GFR <29 mL/menit)
termasuk dalam penggunaan MHD.

Elemen Trace
Anemia dapat terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik karena gangguan

pada ginjal dapat menyebabkan gangguan produksi EPO yang berguna untuk menstimulasi
sumsum tulang belakang untuk memproduksi sel darah merah. Terapi oral biasanya
diberikan ferrosus sulfat 300 mg sampai 3x perhari, satu setengah jam sehabis makan.

Namun asupan zat besi saja umumnya tidak cukup untuk mengatasi anemia pada ESRD.
Bentuk sintesis dari EPO, recombinant human EPO (rHuEPO), biasanya digunakan untuk
mengatasi anemia ESRD. Tranfusi darah tidak dianjurkan pada pasien ESRD karena anemia
yang terjadi disebabkan oleh depresi EPO pada sumsum tulang, dapat menyebabkan
overekspansi dari volume darah, resiko trafusi, mempengaruhi kadar potasium, resiko
terjadi hemokromatosis dan hemosiderosis yang menyebabkan peningkatan penyaluran besi.
Serum feritin merupakan indikator yang akurat untuk menilai kadar besi pada paien dengan
gagal ginjal. Pasien yang mendapat tranfusi umumnya memiliki nilai feritin serum sekitar
800-5000 ng/ml (normalnya 68ng/ml untuk wanita dan 150ng/ml untuk laki-laki). Bila
kadar feritin <100 ng/ml, zat besi IV umumnya diberikan.
Banyak elemen trace yang dikeluarkan terutama dari urin, dan akan terakumulasi
karena gagal ginjal. Elemen seperti besi, zinc dan copper dimana berikatan dengan protein,
dapat kehilangan kuantitas ketika sebagian besar protein hilang, contohnya pada sindrom
nefrotik.
Suplemen besi oral, sering diberikan pada pasien dengan defisiensi besi atau sebagai
rutinitas terapi kepada pasien yang berkecenderungan defisiensi besi. Dosis ferrosus sulfat
300 mg sampai 3x perhari, satu setengah jam sehabis makan.
Zinc mengisi kebanyakan jaringan normal dalam gagal ginjal. Pada pasien nondialisis
dengan CKD, pecahan ekskresi zinc di urin meningkat, namun karena GFR berkurang, total
ekskresi dari zinc di urin cenderung normal atau berkurang. Fekal zinc meningkat dan
asupan dietary zinc lebih besar dari referensi Dietary Reference Intake (DRI) mungkin
penting untuk mempertahankan persediaan normal zinc tubuh.
Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, pada pasien dengan CKD nondialisis dan pada
mereka yang menerima maintanance dialisis, peningkatan beban tubuh alumunium telah
terlibat sebagai penyebab sindrom progresif demensia, osteomalasia, kelemahan otot-otot
tungkai proksimal, dan anemia. Sekarang pengikat fosfat dari alumunium kemungkinan
menjadi masalah utama kelebihan alumunium dalam tubuh. Banyak nefrologi sekarang
menggunakan pengikat alumunium terpisah dan mengandalkan diet rendah fosfor dan
pengikat fosfat nonalumunium untuk mengontrol serum level fosfor. Alumunium toksisitas,
tidak lagi menjadi masalah serius, mungkin pengobatan pengurangan asupan alumunium
dan IV infusion desferrioxamine (sebuah chelator dari alumunium). Chelator ini dapat
dilepaskan dari tubuh dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

IV infusion desferrioxamine (sebuah chelator dan alumunium). Chelator ini dapat dilepaskan
dari tubuh dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
n. Vitamin (Selain Vitamin D)10
Pasien dengan CKD lanjut (stage 3-5) cenderung kekurangan vitamin larut air kecuali jika
diberikan suplemen. Defisiensi vitamin terjadi karena beberapa alasan, yakni:
I.

Asupan vitamin sering rendah karena anoreksia dan asupan makanan rendah dan juga
karena banyak makanan dengan tinggi vitamin larut air sering merestriksi elevasi

II.
III.

kalium.
Metabolisme vitamin larut air tertentu cenderung berubah pada CKD.
Banyak obat-obatan yang mengganggu penyerapan di usus, metabolisme, atau aksi

IV.

dari vitamin.
Terapi dialisis mengurangi vitamin larut air.

Vitamin B6, vitamin C dan asam folat adalah larut air paling banyak kekkurangan pada pasien
dengan CKD nondialisis dan pasien dalam terapi maintenance dialisis. Defisiensi vitamin B12
tidak biasa pada CKD karena kebutuhan perharinya kecil (2,4 ug/ hari pada non hamil, nonmenyusui), penyimpanan B12 relatif besar dalam tubuh, dan B12 berikatan dengan protein
plasma sehingga sedikit terdialisis. Umumnya suplemen vitamin A tidak direkomendaiskan.
Suplementasi vitamin E pada gagal ginjal kronik diduga dapat melindungi sel darah merah
pada pasien uremik, namun fungsi ini belum jelas maka suplementasi vitamin E juga tidak
terlalu dianjurkan. Suplemen

vitamin K harus dihindari karena umumnya pasien ini

mendapat terapi antikoagulan seperti warfarin.


Anjuran suplementasi vitamin untuk mencegah atau koreksi defisiensi vitamin:

Pyridoxine hydrochloroide, 5 mg pada CKD nondialisis dan 10mg pada maintanance

hemodyalysis atau chronic peritoneal dialysis.


Asam folat 1 mg
Vitamin B12 3 ug/hari
Vitamin C 70mg/hari lebih rendah dari RDA
Vitamin lain sesuai recommended dietary allowance (RDA)

D. Asidosis Dan Alkali

Asidosis metabolik sering terjadi pada pasien CKD nondialisis karena kemampuan ginjal
mengeksresikan asam metabolik terganggu. Akibat asidosis metabolik:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)

Peningkatan katabolisme protein dan mengurangi protein tubuh;


Penyakit tulang dan kehilangan mineralisasi tulang;
Mempercepat progresif gagal ginjal;
Multiple endokrin disorder;
Peningkatan sitokin proinflamasi;
Inflamasi sistemik;
Penambahan beta2-microglobulin;
Hipertrigliseridemia;
Hipotensi (asidosis berat);
Malaise dan kelemahan (asidosis berat).

NKF KDOQI Clinical Practice Guidelinespada nutrisi dalam penyakit ginjal dan
metabolisme tulang dan mineral dalam gangguan ginjal merekomendasikan bikarbonat
dipertahankan pada 22 mEq/L atau lebih.3,14
Mengkonsumsi diet rendah nitrogen dapat mencegah atau mengurangi keparahan dari
asidosis dengan mengurangi generasi endogen dari produk asam dari metabolisme protein.
Suplemen alkali seringnya penting untuk mencegah atau mengobati asidosis pada CKD.
Berikan Sodium citrate tang setara dengan 1,0 mEq dari bikarbonat/kgBB/hari dan terbagi
dalam 3 dosis. Studi yang lain mengatakan keperluan rata-rata sodium bikarbonat sekitar 22
mmol/hari terbagi dalam 3 dosis.11,14
E. Tujuan Prioritas Diet
Kecenderungan target dari terapi diet adalah seringkali terdaftar menurut prioritas. Kontrol
asupan garam, kalium, protein, fosfor, energi, kalsium, dan magnesium umumnya ditekan.
Kebutuhan asupan kalsium dan magnesium dapat direstriksi dengan mudah pada pasien yang
diet rendah protein, terkadang juga diperlukan pengikat kalsium fosfat. Kebutuhan vitamin
dapat dengan mudah dipenuhi dengan suplemen vitamin. Pengecualian, jika pasien memiliki
gangguan lipid yang berisiko tinggi terhadap penyakit atherosklerosis, rekomendasi tentang
kebutuhan karbohidrat dan lemak biasanya memiliki prioritas rendah. Diet tinggi serat juga
menjadi prioritas bawah.10,11
F. Indikasi Inisiasi Dialisis Berdasarkan Status Nutrisi

Inisiasi dialisis biasanya disepakati bila klirens telah mencapai 5 cc/menit. Tetapi untuk
menghindari telah terjadinya malnutrisi sebelum inisiasi dialisis, maka Bonomini dkk (1970)
menganjurkan inisiasi dialisis lebih awal, yaitu pada saat klirens kreatinin 10-15 cc/menit.15
Berdasarkan panduan dari national kidney foundation/ dialysis outcomes quality initiative,
inisiasi program dialisis bila telah tercapai nPNA (protein equivalent of total nitrogen
appearance normalized to bodyweight) kurang dari 0,8 g/kgBB/hari atau kira-kira bila telah
mencapai Kt/V urea kurang dari 2,0/ minggu (ekuivalen dengan klirens kreatinin 14 cc/menit
nPNA dikalkulasi dari besarnya urinary nitrogen output dan non-urea nitrogen losses. Dialisis
sebaiknya dimulai sebelum terjadi malnutrisi. Bila kadar albumin menurun sampai 40 g/liter
pada saat inisiasi survival pasien akan menurun.15
G. Terapi Nutrisi Pada GGK Dengan Dialisis
Bila terapi konservatif pada pasien GGK tidak berhasil, maka perlu dimulai terapi pengganti
ginjal yang dapat berupa dialisis atau cangkok ginjal. Tujuan terapi nutrisi pada dialisis
adalah:16
1. mengurangi akumulasi toksin uremi, cairan, elektrolit diluar waktu dialisis.
2. memperbaiki status nutrisi, mencegah defisiensi asam amino, vitamin, dan lain-lain.
Hasil terapi nutrisi untuk jangka pendek adalah membantu meregulasi dan menghindari
akumulasi dari zat toksin maupun ekses air dan elektrolit yang seharusnya dieksresi oleh
ginjal. Akumulasi air dalam tubuh dapat mengakibatkan edema paru akut, sedangkan
hiperkalemi dapat menimbulkan aritmia jantung. Kedua komplikasi ini adalah yang paling
sering menimbulkan kematian pasien. Untuk jangka panjang diharpkan terapi nutrisi dapat
menghindarikan terjadinya malnutrisi atau gangguan metabolisme lain. Adanya melnutrisi
menurunkan daya tahan dan mempermudah komplikasi infeksi. Gangguan metabolisme
lemak anatara lain hipertrigliseridemia mempermudah terjadinya arterosklerosis pada pasien.
Terjadinya defisiensi kalsium dan kelebihan fosfat akan menimbulkan kelainan tulang
(osteodistrofi renal).16

Protein

GGK tanpa dialisis


Dengan dialisis
Rendah protein 0,6-0,75 g/kgBB/hari; 1,1-1,2 g/kgBB/hari 50%

0,35 g/kgBB/hari protein dengan nilai protein dengan nilai biologi


biologic tinggi, asam amino esensial/ tinggi
ketoacid; 0,28 g/kgBB/hari suplemen
diresepkan dengan diet protein yang
Energy
Lemak
Perbandingan
jenuh dan jenuh
Karbohidrat
Total serat
Mineral
Sodium
Potasium
Phospor
Calsium
Magnesium
Fe
Zink
Air
Vitamin
Thiamin
Ribovlavin
Panthothenic acid
Niasin
Piridoksin HCl
Vitamin B12
Vitamin C
Asam folat
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K

sangat rendah (0,3 g/kgBB/hari)


35 kkal/kgBB/hari kecuali persentase BB pasien > 120% BB atau
pasien tidak ingin meningkatkan BB
30-40%
tak 1:1

30-40%
1:1

Sisa dari kalori non-protein


20-25 gr

20-25 gr

1000-3000 mg/hari
40-70 mEq/hari
5-10 mg/kg/hari
800 mg/hari
200-300 mg/hari
10-18 mg/hari
15 mg/hari
3000 ml/hari sesuai toleransi

750-1000 mg/hari
40-70 mEq/hari
8-17 mg/kgBB/hari
800 mg/hari
200-300 mg/hari
Lihat teks
15 mg/hari
750-1500 ml/hari

1,5 mg/hari
1,8 mg/hari
5 mg/hari
20 mg/hari
5 mg/hari
3 mikrogram/ hari
70 mg/hari
1 mg/hari
Tidak ada tambahan
Lihat teks
15 IU/hari
Tidak ada

10 mg/hari atau 5 mg/hari

You might also like