You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Di Indonesia banyak sekali kasus kejadian keracunan makanan yang terjadi

antara tahun 2014 dan tahun 2015 ini saja sudah banyak tercacat kejadian
keracunan makanan yang dilaporkan.

Menurut Sentra Informasi Keracunan

(SIKer) nasional antara bulan Oktober sampai bulan Desember 2014, terdapat 55
berita insiden keracunan di Indonesia yang terjadi di wilayah Indonesia yang
diperoleh dari 138 media massa online keracunan akibat pangan mendominasi
sebanyak 38 insiden.
Keracunan akibat pangan berturut-turut disebabkan oleh jasa boga sebanyak
15 insiden keracunan dengan jumlah korban 543 orang, 5 insiden keracunan
akibat pangan olahan rumah tangga dengan jumlah korban sebanyak 72 orang dan
5 korban diantaranya meninggal dunia. Dua insiden keracunan disebabkan oleh
campuran makanan minuman, yaitu 1 insiden yang terjadi di NTT dimana 300
anak menjadi korban keracunan setelah mengkonsumsi makanan dan minuman
yang disajikan saat acara. Insiden lain terjadi di qSumatera Utara dimana 9 orang
menjadi korban keracunan setelah mengkonsumsi ikan dan minuman keras.
Dan menurut salah satu media massa online liputan 6 publik health
mengatakan pada tahun 2015 sendiri udh tercatat 6 kasus keracunan makanan
besar yang terjadi antara minggu ke 11 sampai minggu ke 12 tahun 2015 yang
terjadi di berbagai daerah di Indonesia, antara lain :
1.

KLB Keracunan Pangan di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah


sebanyak 51 kasus tanpa kematian yang diduga karena menkonsumsi nasi
bungkus.

2.

KLB Keracunan pangan terjadi di Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah


sebanyak 7 kasus tanpa kematian yang diduga karena saus dari mie ayam
pangsit.

3.

KLB Keracunan pangan di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali sebanyak 89


kasus tanpa kematian yang diduga karena mengkonsumsi nasi bungkus
setelah upacara adat.

4.

KLB keracunan pangan di Kabupaten Kolako, Provinsi Sulawesi Tenggara


sebanyak 38 kasus tanpa kematian yang diduga dikarenakan makanan
catering. (http:/ health.liputan 6.com/read/2208781/2015-ini-dia-6-kasuskeracunan-makanan-besar diakses tgl 15 mei 2015 pukul 20.30 WIB).
Keracunan makanan sendiri adalah suatu penyakit yang disebabkan

mengkonsumsi makanan yang berbahaya atau terkontaminasi. Terjadinya penyakit


karena makanan erat kaitannya dengan lingkungan yang digambarkan WHO
sebagai diagram V, yaitu penularan penyakit melalui flay (lalat), fingers (tangan),
fild (tanah), dan food (makanan).
Keracunan makanan adalah penyakit yang timbul karena memakan makanan
yang terkontaminasi atau makanan yang mengandung racun (misalnya jamur,
ikan, dll). Kontaminasi dapat terjadi pada tahap produksi, pemrosesan,
penyimpanan, pengiriman, atau penyiapan makanan.
Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh karena
mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan berbahaya/toksik atau yang
terkontaminasi.Kontaminasi bisa oleh bakteri, virus, parasit, jamur, toksin.
Keadaan yang dapat menyebabkan keracunan makanan, yaitu di mana
terjadinya infeksi yang disebabkan oleh parasit, bakteri, racun, virus dari kuman
yang bisa masuk ke dalam manusia melalui makanan atau air yang sudah
terkontaminasi. Biasanya organisme kausatif menyebabkan keracunan adalah E.
Coli atau Staphylococcus. bila seseorang mengalami gangguan kesehatan setelah
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri atau racun yang dihasilkan
oleh bakteri penyakit. Mikroorganisme ini dapat masuk ke dalam tubuh kita
melalui makanan dengan perantaraan orang yang mengolah makanan atau
memang berasal dari makanan itu sendiri akibat pengolahan yang kurang baik.,
Gejala keracunan makanan bervariasi berdasarkan tingkat keparahannya.
Beberapa gejala dapat berupa nyeri perut biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi, kram otot perut yang disebabkan oleh kekurangan elektrolit, muntah
biasanya disebabkan oleh keracunan makanan akibat S. aureus, B. cereus,
Novovirus, diare biasanya kurang dari 2 minggu, nyeri kepala, demam, feses
berdarah atau feses seperti air cucian beras, Pada kasus yang parah, dapat
menimbulkan gejala neurologik, kerusakan hepar, kerusakan ginjal, hingga

kematian. (Arisman, 2009 ; http://emedicine.medscape.com/article/175569overview).


Penyebab terjadinya keracunan makanan, yaitu membiarkan makanan yang
telah siap saji pada suhu yang baik bagi bakteri untuk tumbuh, kesalahan
memasak atau menghangatkan makanan, kontaminasi oleh tangan pengelola
makanan, intensifikasi pertanian mengakibatkan lebih banyak bahan pangan
terkontaminasi oleh bakteri penyebab keracunan makanan. Bakteri penyebab
keracunan makanan, antara lain : Staphylococus Aureus, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Clostridium Botulinum, Vibro Parahemolyticus, Vibro
Cholerae, Shigela Species, Salmonella species, Camphylobacter jejuni.
Tujuan dari Focus Group Discussion ini adalah untuk mengidentifikasi
kemungkinan jenis makanan yang menjadi pemicu keracunan makanan.
B.

RUMUSAN MASALAH
Apakah jenis-jenis makanan yang menjadi pemicu keracunan makanan?

C.

TUJUAN
Mengidentifikasi kemungkinan jenis makanan yang menjadi pemicu
keracunan makanan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi
Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan, inhalasi atau kontak langsung yang menimbulkan tanda dan
gejala klinis khas. Pada dasarnya semua zat kimia dapat menimbulkan
keracunan tergantung pada jumlah dan caranya masuk kedalam tubuh.
Gejala klinis yang timbul sesuai dengan pengaruh zat racun yang
terkandung pada sistem tubuh. Umumnya pada penyakit akibat keracunan
makanan, gejala-gejala terjadi tak lama setelah menelan bahan peracun
tersebut, bahkan dapat segera setelah menelan bahan beracun itu dan tidak
melebihi 24 jam setelah tertelannya racun. Salah satu penyebab keracunan
bisa disebabkan pengkonsumsian suatu makanan yang mengandung bahan
yang bersifat racun bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah istilah yang diberikan kepada infeksi
dengan bakteri, parasit, virus, atau racun dari kuman yang mempengaruhi
manusia melalui terkontaminasi makanan atau air. Organisme kausatif yang
paling umum adalah Staphylococcus atau Escherechia coli.
Keracunan makanan ini bisa diakibatkan karena adanya bentuk
kerusakan

bahan

pangan

oleh

mikroorganisme.

Pertumbuhan

mikroorganisme pada bahan pangan ataupun makanan dapat menyebabkan


berbagai perubahan fisik dan kimiawi. Apabila perubahan tersebut tidak
diinginkan atau tidak dapat diterima konsumen maka bahan pangan tersebut
dinyatakan telah rusak. Bentuk kerusakan bahan pangan ataupun makanan
oleh karena mikroorganisme adalah sebagai berikut:
a. Berjamur, disebabkan oleh kapang aerobik, banyak tumbuh pada
permukaan bahan.
b. Pembusukan (rots), bahan menjadi lunak dan berair.
c. Berlendir, pertumbuhan bakteri di permukaan yang basah akan dapat
menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan
pangan dengan pembentukan lendir.

d. Perubahan warna, beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni


yang berwarna atau mempunyai pigmen yang memberi warna pada bahan
yang tercemar.
e. Berlendir kental seperti tali.
f. Kerusakan fermentative.
g. Pembusukan bahan berprotein.
Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi
tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi
menjadi 3 golongan :
a. Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia
beracun, misalnya, singkong yang mengandung HCN, ikan dan kerang
yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misalnya Hg dan
Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.
b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat
menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam
kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).
c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi
dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agent penyakit pada
makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan
setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit.
Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri
basiler.
Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) penyakit bawaan
makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar
kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat
penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin rumah sakit,
sekolah atau di pangkalan militer atau pada saat jamuan makan atau pesta (WHO,
2006).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi

Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan


makanan jajanan, yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan
tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Beberapa aspek tersebut sangat
mempengaruhi kualitas makanan.
Menurut Tamaroh (2002) dalam Zulkifli (2008) beberapa faktor yang
menentukan keamanan makanan di antaranya jenis makanan olahan, cara
penanganan bahan makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang
dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik pada bahan makanan mentah maupun
makanan matang dan perilaku penjamah makanan itu sendiri.
Menurut Kusmayadi (2007) terdapat 4 (empat) hal penting yang menjadi
prinsip higiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan bersih orang
yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat
pengolaha Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, di
antaranya adalah menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan
bersih dan lain-lainnya serta makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga
dan tikus dapat menjangkaunya serta pengolah makanan yang sakit atau karier
penyakit (Slamet, 1994).

B. Klasifikasi Keracunan Makanan

Sumber : Taking A Bite out of Food Poisoning, The Canadian journal of CME ,September 2005

C. Penatalaksanaan
Keracunan makanan dapat ditangani dengan cara :
Episode pendek muntah dan sejumlah kecil diare berlangsung kurang dari 24
jam biasanya dapat dirawat di rumah
1. Jangan

makan makanan padat saat masih mual atau muntah tapi

minum banyak cairan.


a)

Minum cairan dengan sedikit dan sering untuk menjaga tubuh agar
tetap rehidrasi.

b) Hindari alkohol, kafein, atau minuman manis.


c)

Obat untuk mengobati mual atau diare seperti teh dengan lemon
dan jahe dapat digunakan untuk mengobati gejala. Tidak ada obat
herbal yang terbukti mengobati keracunan makanan. Konsultasikan
dengan praktisi kesehatan sebelum minum obat herbal untuk
keracunan makanan.

2. Setelah berhasil mentoleransi cairan, maka harus mulai perlahan-lahan


ketika mual dan muntah telah berhenti. Makanan biasa yang mudah
pada

perut

harus

dimulai

dalam

jumlah

kecil.

Awalnya

mempertimbangkan makan nasi, gandum, roti, kentang, sereal rendah


gula, daging, dan ayam (tidak digoreng). Susu dapat diberikan secara
aman, meskipun beberapa orang mungkin mengalami masalah pada
perut karena laktosa intoleransi.
3. Sebagian besar keracunan makanan tidak memrlukan penggunaan
obat-obatan untuk menghentikan diare, tetapi mereka umumnya aman
jika digunakan sesuai petunjuk. Hal ini tidak dianjurkan bahwa obatobat ini digunakan untuk mengobati anak-anak. Jika ada pertanyaan
atau kekhawatiran, selalu periksa dengan dokter.
4. Penggantian cairan yang hilang. Cairan dan elektrolit mineral seperti
natrium, kalium dan kalsium yang menjaga keseimbangan cairan
dalam tubuh. Terutama yang mengalami diare resisten. Anak-anak dan
orang dewasa yang sangat membutuhkan pengobatan dehidrasi di
rumah sakit, dimana mereka dapat menerima garam dan cairan melalui
vena (intravena) bukan melalui per oral. Hidrasi intravena memberikan

tubuh dengan air dan nutrisi penting jauh lebih cepat daripada larutan
oral.
5. Antibiotik jarang diperlukan untuk keracunan makanan. Dalam
beberapa kasus, antibiotik dapat memperburuk kondisi. Hanya
beberapa

penyebab

spesifik

dari

keracunan

makanan

dapat

menggunakan obat-obat ini. Diare pada wisatawan/ traveler's


diarrhea (Shigellae) dapat dikurangi dengan antibiotik,
Keracunan makanan sesungguhnya bukan masalah yang tidak bisa
ditengarai dan sulit dicegah. Dengan mengetahui rantai produksi pangan,
mulai dari tempat pembiakan, tempat penangkapan hingga tersaji di meja
makan, tempat kontaminan menyusup cukup mudah dianalisis. Pada tataran
pengelola makanan dalam jumlah besar (misalnya, pabrik dan jasa boga),
adanya kemungkinan celah tempat kontaminan menyusup ke dalam rantai
makanan perlu dicermati untuk selanjutnya dicari pemecahannya. Pada
tingkat perorangan, resiko keracunan makanan dapat diperkecil dengan jalan
menjaga makanan agar tidak tercemar, mencegah pertumbuhan bakteri yang
terlanjur mencemari makanan, dan membasmi bakteri dalam makanan.
(Arisman, 2009).
D.

Pencegahan Keracunan Pangan


Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan
pangan akibat bakteri patogen adalah:
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah
pangan.
b. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan
makan sebelum dan setelah digunakan.
d. Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan
hewan lainnya.

e. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan


bahan pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang.
f. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan
dalam kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.
g.

Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak


enak.

h.

Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu


tahun untuk mencegah

terjadinya keracunan akibat toksin dari

bakteri Clostridium botulinum.


i.

Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.

j.

Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar


bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai
suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (>70C) selama
minimal 20 menit.

k.

Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari


pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).

l.

Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam,
karena mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu
ruang.

m. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 60C sebelum


disajikan. Dengan menjga suhu di bawah 50C atau di atas 60C,
pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
n.

Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu


pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.

o.

Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim,


ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.

p.

Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari


pendingin.

q.

Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.

r.

Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum


digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.

10

(Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI)


E. Peraturan Pemerintah Tentang Pangan
PP No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Institusi pemerintah
yang bertanggung jawab terhadap peredaran produk panganolahan di seluruh
Indonesia adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI.
Jenis Nomor Pendaftaran
Nomor SP adalah Sertifikat Penyuluhan, merupakan nomor pendaftaran
yang diberikan kepada pengusaha kecil dengan modal dan pengawas diberikan
oleh Dinas Kesehatan/ Kodya, sebatas penyuluhan. Nomor MD diberikan kepada
produsen makanan dan minuman bermodal besar yang diperkirakan mampu untuk
mengikuti persyaratan keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sedangkan nomor ML, diberikan untuk produk makanan dan minuman olahan
yang berasal dari produk impor, baik berupa kemasan langsung maupun dikemas
ulang.
Proses Pendaftaran
Sejauh ini pendaftaran makanan dan minuman untuk seluruh wilayah
Indonesia ditangani langsung oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan
POM. Untuk makanan dalam negeri diperlukan fotokopi izin industri dari
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Penilaian untuk mendapatkan nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan
pangan. Pada dasarnya klasifikasi penilaian pangan ada dua macam, yaitu
penilaian umum dan penilaian ODS (One Day Service). Penilaian umum adalah
untuk semua produk beresiko tinggi dan produk baru yang belum pernah

11

mendapatkan nomor pendaftaran. Penilaian ODS adalah untuk semua produk


beresiko rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran.
Sumber: Subdit. Evaluasi dan Registrasi, DITWAS Makanan & Minuman,
DITHEN POM, DEPKES RI.
Sudah ada UU Nomor 7 Tahun 1996 yang mengatur tentang pangan, pasalpasal dan ayat-ayatnya mengatur kesehatan pangan dan keselamatan manusia.
Tetapi makanan yang busuk dapat menimbulkan akibat yang fatal, muntah, buangbuang air bahkan dapat menimbulkan kematian. Perlindungan konsumen dibidang
makanan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU Barang N0.10 th.1961 dapat diatur berdasarkan atas
peraturan pemerintah mengenai hal berikut :
a) Susunan bahan, bentuk dan kegunaan barang tersebut, bahan baku dan
bahan penolong serta alat yang digunakan dalam memproduksi dan
menjual barang tersebut.
b) Pembungkus, bentuknya, pemakaian alat pembungkus, sifat dan bahan
pembungkus tersebut.
c) Mengenai penandaan (labeling) baik yang menyangkut susunan bahan
sifatnya, bentuknya, banyaknya kegunaan, cara penandaan, pengiklanan,
tempat penjualan dan syarat- syarat lainya.
d) Ketentuan tentang laarangan pedagangan. Pembuatan barang yang tidak
memenuhi syarat baik dilihat dari sudut pandang kesehatan ataupun politik
ekspor.
e) Hal yang

berhubungan

dengan

penyidikan

dan

pengawasan.

12

Berdasarkan UUD No.11 th.1962 tentang hygiene usaha-usaha bagi umum.


Menurut pasal 2 hygiene adalah segala usaha untuk memelihara dan
mempertinggi derajat kesehatan.
Mengenai sanksi, maka yang dicantumkan dalam Peraturan Menkes tersebut
di atas hanyalah sanksi administrasi berupa pencabutan ijin dan pencabutan nomor
pendaftaran. Peraturan Menkes No. 329/Men.Kes./Per./XII/1976 merupakan
peraturan yang memuat ketentuan pokok mengenai makanan yang masih
memerlukan sejumkah peraturan pelaksanaan, yaitu :
1. Wadah harus dibuat dari bahan yang tidak melepaskan zat yang dapat
mengganggu kesehatan.
2. Larangan memproduksi makanan yang tidak memenuhi standar mutu yang
ditetapkan MenKes.
3. Karyawan tidak boleh yang mendaerita penyakit menular atau penyakit
lain yang ditetapkan MenKes.
4. Penandaan (Labeling) tidak boleh yang menimbulkan tafsiran yang salah.
5. Pengiklanan harus menyatakan hal yang benar sesuai dengan kenyataan
yang bersangkutan.
6. Bahan Tambahan makanan tidak boleh melampaui batas tertinggi yang
diperbolehkan.

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.

ANALISIS
13

1. Skenario
Satu keluarga mengadakan pesta ulang tahun dengan mengundang
teman sekantornya, serta tetangga dekat untuk menghadiri makan malam
bersama di sebuah restoran yang cukup terkenal, sejumlah orang yang hadir
dalam pesta tersebut sebanyak 30 orang termasuk anggota keluarga.
Hidangan yang disajikan terdiri dari:
a. Nasi goreng
b. Nasi putih
c. Ayam panggang
d. Burung dara goreng
e. Sup kepiting
f. Salad
g. Gurami asam manis
h. Es cream
i. Air es
j. Es buah
k. Buah buahan
3 jam setelah pesta selesai ada berita bahwa ada keluarga yang
memberitahu tuan rumah bahwa salah satu keluarganya menderita muntah
dan berak sesampainyadi rumah, sehingga terpaksa di rawat di rumah sakit,
keluarga tuan rumahpun dua orang juga terserang mual mual serta sedikit
mules perutnya. Teryata beberapa keluarga lainya juga terserang muntah
berak tetapi sudah sembuh setelah berobat ke dokter praktek
Tuan rumah segera melaporkan kejadian tersebut ke puskesmas
setempat bahwa kemungkinan telah terjadi keracunan makanan setelah
makan di restoran X tersebut.
Puskesmas mengirim tim survailans untuk memeriksa restoran X
tersebut, juga mendata keluarga yang ikut pesta. Tim survailans sudah tidak
menemukan sampel makanan karena sudah di buang. Bahan muntahan dan
feses tidak di temukan. Periode inkubasi antara 3 jam sampai dengan 60
jam.

14

Tim survailans memeriksa kesehatan seluruh pelayan dan penjamah


makanan dengan melakukan swab (hidung, telingg, kulit tangan, mulut dan
rektal) petugas restoran tersebut.
Hasil pendataan terhadap anggota keluarga dan undangan yang makan
di restoran dengan gejala sebagai berikut :
Tabel 1. Prosentase menurut gejala penderita
Gejala

Jumlah
9
8
6
4
2
1
0
30

Nausea
Muntah
Kram perut
Mencret
Dehidrasi
Sub febril
Kejang/gg. Neurologi
Total

%
30
27
20
13
7
3
0
100 %

Hasil pendataan penderitaan (perhitungan attack rate dan relative risk


Penderita yang makan makanan tertentu dan tidak makan makanan
tertentu).
Tabel 2. Attack rate dan relative risk penderita yang makan makanan
tertentu dan tidak makan makanan tertentu.

Jenis
makanan
1.Nasi
Goreng
2.Nasi Putih
3.Ayam
Panggang
4.Burung
Dara
5.Sup
Kepiting
6.Gurami

Makan makanan

Tidak makan

tertentu

makanan tertentu

Sakit

Tidak

AR

sakit

-1

Sakit

Tidak

AR

sakit

-2

10

11

Selisih
AR

RR

(1-2)

15

Asam
Manis
7.Salad
8.Es Cream
9.Es Buah
10.Air Es

3
2
3
2

5
6
1
6

5
1
4
10

7
11
14
2

DIAGRAM SEBAB AKIBAT


Kebersihan
Makanan

Pengolahan

Petugas
Restoran

Kurangnya
hygiene pada
produk pangan

Makanan

Kurangnya
hygiene &
sanitasi
personal

Kematangan
yang kurang
sempurna

Keracuna
n

Makanan
Rendahnya
kualitas bahan
makanan

a.Kontaminasi
b.Pertumbuhan
c.Daya Hidup

Bakteri
Kualitas
Patogen
bahan
B. PEMBAHASAN
makanan

Penyimpanan produk pangan


tertentu pada suhu yang
tidak tepat

Penyimpanan
Produk Makanan

Attributable risk (AR) adalah selisih antara insidens dipopulasi


yang terpapar dan insidens dipopulasi yang tidak terpapar.
Rumus : AR = { a/ (a+b)}- { c/ (c+d)}
Relative Risk (RR) merupakan angka yang menunjukkan berapa
kali lipat insidens dipopulasi yang terpapar jika dibandingkan dengan
populasi yang tidak terpapar.
Rumus : RR = a/ (a+b)
c/ (c+d)
Sakit

Tidak Sakit
16

Makan makanan tertentu


Tidak makan makanan tertentu

A
C
a+b

b
d
b+d

a+b
c+d

Tabel perhitungan attack rate (AR) dan relavite risk (RR) dari masing-masing
makanan

Jenis
makanan
1.Nasi
Goreng
2.Nasi Putih
3.Ayam
Panggang
4.Burung
Dara
5.Sup
Kepiting
6.Gurami
Asam Manis

7.Salad
8.Es Cream
9.Es Buah
10.Air Es

Makan makanan

Tidak makan makanan

tertentu

tertentu

Sakit

Tidak
sakit

AR
-1

Sakit

(%)

Tidak
sakit

AR

Selisih

-2

AR

(%)

(1-2)

RR

10

66,6

60

6,6%

1,1

60

40

20 %

1,5

44,4

63,6

- 19,2 %

0,6

40

20

20 %

11

64,7

66,6

-1,9 %

33,3

50

-16,7 %

0,6

3
2
3
2

5
6
1
6

60

25
75
25

5
1
4
10

7
11
14
2

41,6
8,3
22,2
83,3

18,4 %
16,7 %
52,8 %
-58,3 %

1,4
3,0
3,4
0,3

0,9
7

Tabel urutan jenis makanan yang mempunyai relavite risk (RR) teringgi

Jenis
makanan
1.Es Buah
2.Es Cream
3.Burung
Dara
4.Nasi Putih
5.Salad

Makan makanan

Tidak makan makanan

tertentu

tertentu

Sakit

Tidak
sakit

AR
-1

Sakit

Tidak
sakit

AR

Selisih

-2

AR

RR

3
2

1
6

(%)
75
25

4
1

14
11

(%)
22,2
8,3

(1-2)
52,8 %
16,7 %

3,4
3,0

40

20

20 %

6
3

4
5

60
60

4
5

6
7

40
41,6

20 %
18,4 %

1,5
1,4
17

6.Nasi

10

Goreng

66,6

60

6,6%

1,1

Kesimpulan : RR = 1 Tidak menjadi factor resiko


RR < 1 Merupakan protektif
RR >1 merupakan factor resiko
Berdasarkan hasil perhitungan attack rate (AR ) dan relative risk (RR) dari
masing-masing makanan didapatkan:
1. Nasi goreng dengan relative risk (RR) 1,1 merupakan faktor resiko
terjadinya

keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

Classification,keracunan nasi goreng disebabkan oleh bakteri Bacillus


cereus dengan masa inkubasi 1-16 jam.
2. Nasi putih dengan relative risk (RR) 1,5 merupakan faktor resiko
terjadinya

keracunan

Classification,keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

nasi putih disebabkan oleh bakteri Bacillus

cereus dengan masa inkubasi 1-16 jam.


3. Ayam panggang dengan relative risk (RR) 0,6 merupakan protektif
terjadinya

keracunan

Classification,keracunan

makanan.

Berdasarkan

ayam panggang

Food

Poisoning

disebabkan oleh bakteri

Bacillus cereus dengan masa inkubasi 1-16 jam dan Camphylobacter


jejuni dengan masa inkubasi 24-48 jam.
4. Burung Dara dengan relative risk (RR) 2 merupakan faktor resiko
terjadinya

keracunan

Classification,keracunan

makanan.
burung

Berdasarkan
dara

Food

disebabkan

Poisoning

oleh

bakteri

Camphylobacter jejuni dengan masa inkubasi 24-48 jam.


5. Sup kepiting dengan relative risk (RR) 0,97 merupakan protektif
terjadinya

keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

Classification,keracunan sup kepiting disebabkan oleh bakteri Vibrio


parahaemolyticus dengan masa inkubasi 12 (2-48) jam.
6. Gurami asam manis dengan relative risk (RR) 0,6 merupakan protektif
terjadinya

keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

Classification,keracunan gurami asam manis disebabkan oleh bakteri


Vibrio parahaemolyticus dengan masa inkubasi 12 (2-48)jam.

18

7. Salad dengan relative risk (RR) 1,4 merupakan faktor resiko terjadinya
keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

Classification,keracunan salad disebabkan oleh bakteri Escherichia colli


dengan masa inkubasi 24-96 jam, Shigella sp. dengan masa inkubasi 24
jam dan Staphylococcus aereus dengan masa inkubasi 1-6 jam.
8. Es cream dengan relative risk (RR) 3,0 merupakan faktor resiko terjadinya
keracunan

makanan.

Classification,keracunan

Berdasarkan
es cream

Food

Poisoning

disebabkan oleh bakteri Bacillus

cereus dengan masa inkubasi 1-16 jam


9. Es buah dengan relative risk (RR) 3,4 merupakan faktor resiko terjadinya
keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

Classification,keracunan es buah disebabkan oleh bakteri Bacillus cereus


dengan masa inkubasi 1-16 jam.
10. Air es dengan relative risk (RR) 0,3 merupakan protektif terjadinya
keracunan

makanan.

Berdasarkan

Food

Poisoning

Classification,keracunan air es disebabkan oleh Norwalk virus dengan


masa inkubasi 12-48 jam.
Dari hasil penjabaran di atas diketahui bahwa yang berpontesi menjadi factor
resiko dari jenis-jenis makanan yang adalah Es buah, Es cream, Nasi Putih dan
Nasi Goreng yang mungkin disebabkan oleh bakteri Bacillus cereus, Burung dara
yang mungkin disebabkan oleh bakteri Camphylobacter jejuni, dan Salad yang
mungkin disebabkan oleh bakteri Escherichia colli atau Shigella sp dan atau
Staphylococcus aereus Shigella sp.

19

BAB IV
RENCANA PROGRAM
Keracunan makanan masih merupakan gejala yang merajalela di Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia, walaupun telah banyak menelan korban jiwa
dan para pejabat tidak henti-hentinya memperingatkan kepada para penjual
makanan untuk memperhatikan kebersihan. (Arisman, 2009).
Banyak orang yang bergerak dalam bisnis makanan dan konsumen sendiri
tidak menghiraukan kebersihan dan kesehatan. Masih banyak pula orang belum
menyadari bahwa mereka mempunyai hak utama sebagai konsumen untuk
menolak pengelolaan makanan yang tidak bersih dan sehat. (Arisman,2009).
Tindakan Preventif melalui komunikasi yaitu sesuaikan dengan metode
komunikasi sesuai dengan target grup dan situasi:
1. Informatif, mempengaruhi melalui penerangan. Misalnya penyuluhan untuk
memberikan wawasan dan pengetahuan.
2. Persuasif, mengubah kesadaran/sikap. Contoh penyuluhan keamanan pangan
terhadap target grup yang telah tersugesti terlebih dahulu.
3. Edukatif, mengubah perilaku secara teratur dan terencana dan butuh waktu
lama namun efektif.
4. Kuratif, mempengaruhi dengan cara memaksa. Contoh menyampaikan
pendapat, bahaya dan ancaman tentang kebersihan makanan. (Arisman,2009)
Banyak sekali kondisi atau faktor, yang memengaruhi insidens keracunan
makanan. Faktor-faktor tersebut adalah industrialisasi, urbanisasi, perubahan gaya
hidup, populasi yang padat, perdagangan bebas, higiene lingkungan yang buruk,
kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas menyiapkan makanan (Arisman, 2009).
Selain itu perlu juga perlu juga pengawasan dalam hal mutu dan hiegene
produk makanan yang berdasarkan pada peraturan peraturan yang berlaku
seperti UU Nomor 7 Tahun 1996 yang mengatur tentang pangan dan pengaturan
tentang kesehatan pangan dan keselamatan manusia, UU Nomor 10 Tahun 1961
mengenai susunan bahan pangan, pembungkusnya, pemakaian alat bungkus, sifat
dan bahan pembungkus, dan labeling.

20

Berdasarkan UUD Nomor 11 Tahun 1962 tentang hiegene dan


pemeliharaan

untuk

mempertinggi

No.329/Men.Kes/Per/XII/1976

yang

derajat
memuat

kesehatan.
peraturan

Serta
ketentuan

Menkes
pokok

mengenai makanan (wadah, larangan memproduksi makanan yang tidak


memenuhi standar mutu, karyawan tidak boleh menderita penyakit menular,
penandaan atau labeling tidak boleh menimbulkan tafsiran yang salah, dan bahan
makanan tambahan tidak boleh melampaui batas tertinggi yang diperbolehkan).
Berdasarkan gejala, penyebab, dan derajat keparahan keracunan
makanan; terapi keracunan makanan dapat meliputi: rehidrasi oral, antibiotik, dan
antitoksin. (http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/food-poisoning).
Keracunan makanan dapat ditangani dengan cara :
Episode pendek muntah dan sejumlah kecil diare berlangsung kurang dari 24 jam
biasanya dapat dirawat di rumah
1.

Jangan makan makanan padat saat masih mual atau muntah tapi minum
banyak cairan.
a. Minum cairan dengan sedikit dan sering untuk menjaga tubuh agar tetap
rehidrasi.
b. Hindari alkohol, kafein, atau minuman manis.
c. Obat untuk mengobati mual atau diare seperti teh dengan lemon dan jahe
dapat digunakan untuk mengobati gejala. Tidak ada obat herbal yang
terbukti mengobati keracunan makanan. Konsultasikan dengan praktisi
kesehatan sebelum minum obat herbal untuk keracunan makanan

2.

Setelah berhasil mentoleransi cairan, maka harus mulai perlahan-lahan


ketika mual dan muntah telah berhenti. Makanan biasa yang mudah pada
perut harus dimulai dalam jumlah kecil. Awalnya mempertimbangkan makan
nasi, gandum, roti, kentang, sereal rendah gula, daging, dan ayam (tidak
digoreng). Susu dapat diberikan secara aman, meskipun beberapa orang
mungkin mengalami masalah pada perut karena laktosa intoleransi.

3.

Sebagian besar keracunan makanan tidak memrlukan penggunaan obatobatan untuk menghentikan diare, tetapi mereka umumnya aman jika
digunakan sesuai petunjuk. Hal ini tidak dianjurkan bahwa obat-obat ini

21

digunakan

untuk mengobati

anak-anak.

Jika ada

pertanyaan

atau

kekhawatiran, selalu periksa dengan dokter.


4.

Penggantian cairan yang hilang. Cairan dan elektrolit mineral seperti


natrium, kalium dan kalsium yang menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh. Terutama yang mengalami diare resisten. Anak-anak dan orang
dewasa yang sangat membutuhkan pengobatan dehidrasi di rumah sakit,
dimana mereka dapat menerima garam dan cairan melalui vena (intravena)
bukan melalui per oral. Hidrasi intravena memberikan tubuh dengan air dan
nutrisi penting jauh lebih cepat daripada larutan oral.

5.

Antibiotik jarang diperlukan untuk keracunan makanan. Dalam beberapa


kasus, antibiotik dapat memperburuk kondisi. Hanya beberapa penyebab
spesifik dari keracunan makanan dapat menggunakan obat-obat ini. Diare
pada wisatawan/ traveler's diarrhea (Shigellae) dapat dikurangi dengan
antibiotik.

6.

Keracunan jamur atau makan makanan yang terkontaminasi dengan


pestisida, pengobatan agresif dapat mencakup intravena (IV) cairan,
intervensi darurat untuk gejala yang mengancam jiwa, dan memberikan obatobatan seperti penangkal, seperti karbon aktif. Ini keracunan sangat gawat
dan mungkin memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. (Cunha,2013)
Keracunan makanan sesungguhnya bukan masalah yang tidak bisa

ditengarai dan sulit dicegah. Dengan mengetahui rantai produksi pangan, mulai
dari tempat pembiakan, tempat penangkapan hingga tersaji di meja makan, tempat
kontaminan menyusup cukup mudah dianalisis. Pada tataran pengelola makanan
dalam jumlah besar (misalnya, pabrik dan jasa boga), adanya kemungkinan celah
tempat kontaminan menyusup ke dalam rantai makanan perlu dicermati untuk
selanjutnya dicari pemecahannya. Pada tingkat perorangan, resiko keracunan
makanan dapat diperkecil dengan jalan menjaga makanan agar tidak tercemar,
mencegah pertumbuhan bakteri yang terlanjur mencemari makanan, dan
membasmi bakteri dalam makanan. (Arisman, 2009)

22

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan


pangan akibat bakteri patogen adalah:
a.

Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.

b.

Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.

c.

Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan


sebelum dan setelah digunakan.

d.

Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan


lainnya.

e.

Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan
pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

f.

Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam


kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.

g.

Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.

h.

Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk
mencegah

terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium

botulinum.
i.

Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.

j.

Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat
terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat
pangan mencapai suhu aman (>70C) selama minimal 20 menit.

k.

Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin
(sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).

l.

Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena
mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.

m. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 60C sebelum disajikan.


Dengan menjga suhu di bawah 50C atau di atas 60C, pertumbuhan mikroba
akan lebih lambat atau terhenti.
n.

Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu


pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.

o.

Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam


goreng tepung beku, dll dalam freezer.

p.

Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.

23

q.

Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.

r.

Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan,


terutama yang dikonsumsi mentah.

(Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI)


Selain tips sederhana diatas dan pencegahan yang telah dianjurkan WHO, ada
beberapa hal yang harus pemerintah lakukan berkaitan dengan masalah keracunan
makanan yaitu :
1.

Perlunya upaya perlindungan konsumen makanan secara medis dan yuridis.

2.

Perlunya peningkatan pengetahuan / pendidikan melalui penyuluhan


mengenai makanan, supaya masyarakat tidak membeli makanan yang
kadaluwarsa atau yang sudah rusak kemasannya.

3.

Sebelum diedarkan di masyarakat atau produksi, seharusnya jenis makanan


(dalam kemasan kaleng) diuji secara laboratories oleh pabriknya dan secara
prefentif juga dilakukan oleh Direktorat POM (Pengawasan Obat dan
Makanan). Disini Direktorat POM harus secara rutin dan aktif melakukan
rasia terhadap makanan yang beredar di masyarakat terutama yang tidak ada
registernya. Pemerintah melalui media massa perlu memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai ciri-ciri makanan yang sudah kadaluwarsa.

4.

Didirikan pos pusat pelayanan penanganan kasus keracunan yang tugasnya


memberikan informasi, yaitu pengenalan atas identifikasi kasus serta faktorfaktor penyebabnya, memberikan nasehat-nasehat upaya pertolongan
pertama, memberikan penerangan kepada masyarakat luas tenang upaya
pencegahan timbulnya dampak negatif penggunaan beragam bahan kimia.
(Pratiknjo, 2007)
Dalam hal ini, penderita keracunan makanan dapat ditangani sesuai

kondisi umum penderita. Sedangkan pada penjual makanan dapat dilakukan


penyuluhan dengan: menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan
matang, karena makanan matang yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak
dengan bahan makan mentah, memasak makanan sampai matang, karena banyak
bahan makanan yang tercemar oleh organisme penyebab penyakit, menyimpan

24

makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena makanan yang disiapkan
lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam keadaan panas atau dingin,
memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan
perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang biak
selama penyimpanan dan menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih.
Pasca Kejadian Keracunan Makanan sangat perlu untuk dilakukan :
1. Pelatihan
a. Pelatihan Asisten Epidemiologi Lapangan (PAEL) yang diikuti oleh
petugas dinas kesehatan propinsi, kab/kota
b. Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP)
c. Pelatihan/Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
2. Pembelian alat
Untuk menunjang penanggulangan keracunan makanan diperlukan
peralatan pengambilan dan pemeriksaan sampel makanan dan specimen bagi
BBTKLPM, KKP dan Dinas Kesehatan.
3. Menyusun Pedoman dan Peraturan
Untuk mendukung kegiatan yang dilaksanakan dalam menunjang
investigasi keracunan makanan, maka sangat diperlukan adanya pedoman dan
peraturan.
Langkah-langkah dalam menghadapi informasi/berita KLB keracunan
makanan dari media cetak / elektronik:
1. Menghubungi Petugas Dinas Kesehatan (Propinsi, Kab/Kota) tempat
terjadinya KLB keracunan Makanan melalui Telpon, HP/SMS
2. Mencatat data/informasi tentang :
a.
Penderita
b.
Waktu Kejadian
c.
Tempat kejadian
d.
Upaya yang dilakukan
e.
Solusi / Pemecahan masalah
3. Meminta hasil investigasi lapangan dikirim ke Ditjen PPM & PL (SD-HSMM
& SD SE) melalui fax, surat, e-mail
4. Kunjungan ke lokasi KLB untuk investigasi/ Pasca KLB Keracunan Makanan
(Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013)
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam penanganan kasus keracunan
makanan meliputi seperangkat alat untuk pemeriksaan, perlengkapan transportasi,
25

perkakas pengumpul sampel makanan sisa, serta alat penunjang yang mungkin
diperlukan. Alat pemeriksaan terdiri dari: kuesioner tentang penyakit, kotak
plastik untuk menyimpan materi, kemasan sampel steril, lembar informasi tentang
pengambilan sampel, sarung tangan plastik sekali pakai, sendok plastik, dan
kantung aluminium foil.
Perlengkapan transportasi mencakup freezer kecil, label, data barang,
jadwal perjalanan, dan catatan pengiriman barang. Jika media khusus dibutuhkan,
segera konsultasikan dengan ahli mikrobiologi.
Pengumpul sampel makanan terdiri atas sendok, tongue depressor,
kemasan steril, kantung plastik, swab media tube, termometer digital, kapas
alkohol, sarungan tangan disposable, dan buku catatan tentang segala sesuatu
yang berkenaan dengan sampel.
Perlengkapan penunjang berupa peralatan fotografi, senter, petunjuk jalan,
kartu identitas petugas, buku catatan sampel dan segel pemerintah, buku catatan
petugas, dan buku peraturan perundang-undangan. (Arisman, 2009)
Masalah utama penanganan keracunan makanan:
1.

Koordinasi dan kerjasama antar instalasi yang menangani KLB keracunan


makanan yang meliputi:
a) Koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah/dinas kesehatan
setempat kurang, terutama dengan dihapusnya lembaga Kanwil sebagai
penanggung jawab Tim Penanggulangan Keracunan Pangan di Propinsi
b) Prosedur pelaporan maupun penanganan keracunan pangan belum
dipahami sepenuhnya oleh petugas di lapangan

2.

Penanganan dan analisis sampel, diantaranya:


a) sampel yang diduga sebagai penyebab keracunan sering terlambat atau
tidak dapat diperoleh sehingga tidak dapat dilakukan analisis penyebab
KLB
b) Seringkali balai POM mendapat sampel dari pihak luar/kepolisian yang
umumnya tidak mengetahui bagaimana mengambil dan menangani sampel
tersebut
c) Akses yang terbatas terhadap laboratorium rujukan dan kurang memadai
dalam identifikasi patogen/bahan berbahaya penyebab keracunan makanan

26

3.

Masalah lain seperti:


a) Masih rendahnya kejadian yang dilaporkan
b) Lebih banyak diarahkan untuk menghitung jumlah kasus keracunan
makanan saja
c) Tidak banyak manfaat yang dapat digunakan dalam program keamanan
makanan
d) KLB tidak dapat ditangani secara tuntas (Food Watch Sistem Keamanan
Pangan Terpadu, 2005)

27

BAB V
PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Berdasarkan data yang ada, maka kami menyimpulkan bahwa:
1.

Kemungkinan penyebab keracunan makanan yang terjadi di restaurant


X adalah toksin Bacillus cereus, Champhylobacter jejuni, Vibrio para
haemolyticus, Staphylococcus aureus, Escherichia colli, Shigella Sp.,
dan Norwalk virus.

2.

Jenis makanan yang memiliki factor resiko terjadinya keracunan


makanan (RR > 1) adalah nasi goring, nasi putih, burung dara, salad,
es krim,dan es buah dengan masa inkubasi dan gejala yang bervariasi.

3.

Jenis makanan yang protektif terjadinya keracunan (RR < 1) adalah


ayam panggang, sup kepiting, gurami asam manis dan air es dengan
masa inkubasi dan gejala yang bervariasi.

4.

Tidak didapatkan jenis makanan yang tidak memiliki faktor resiko


keracunan makanan (RR = 1) di dalam skenario ini.

5.

Rencana Program yang dibisa diambil antara lain : Tindakan Preventif


melalui komunikasi, tindakan melalui pengawasan, dan jika sudah
terjadi maka harus bisa melakukan penatalaksanaan terhadap
keracunan makanan.

B.

SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan untuk mencegah terjadinya kasus
yang serupa, antara lain :
1.

Memperbaiki manajemen restaurant dan cetering dengan melakukan


pemilihan dan pengolahan bahan makanan serta penyimpanan
makanan jadi.

2.

Tindakan pencegahan yang dilakukan berupa sanitasi yang baik,


penyuluhan kesehatan, pembinaan dan pengawasan serta pemberian
sanksi.

28

DAFTAR PUSTAKA
Arisman, Dr. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan, cetakan I, Jakarta 2009.
Berita Liputan 6 online, 2015. Di unduh : http://
health.liputan6.com/read/2208781/2015-ini-dia-6-kasus-keracunanmakanan-besar diakses tgl 15 mei 2015 pukul 20.30 WIB
BPOM.2015.peraturan-peraturan pangan dan obat-obatan di unduh :
http://perkosmi.com/wp-content/uploads/2010/12/logo-bpom.jpg
Cunha,

John,

et

all.

2013.

Food

Poisoning.

tersedia

http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/article_em.htm
Departemen Kesehatan RI, 2001, Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan
Bagi Pengusaha Makanan da Minuman, Yayasan Pesan, Jakarta
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pencegahan Keracunan Makanan
pada Industri Katering, wwwnakertrans.go.id/Kkhiperkes.
Dharwiyanti,

2004,

Bahaya

pencemaran

timbal

pada

makanan

dan

minuman,http:// dharwiyanti, blogdrive.com,


Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013. Strategi
Penanggulangan KLB Keracunan Pangan. Jakarta: Badan POM RI
Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu, 2005. Diunduh dari
http://skpt.pom.go.id/v1/berita/4fw/foodwatch2.pdf
Frank C.LU, Toksikologi Dasar, Universitas Indonesia Press 1995 (Termahan Edi
Nugroho).
Keamanan

pangan

Gizi

Buruk

Serta

Dampak

Sosio-Ekonominya,

http://www.gizi.net/makalah/Food_Safety_Dadi.pdf
Pratiknjo, Laksomono. 2007. Keracunan Makanan Merupakan Salah Satu
Indikator Lemahnya Kontrol Pemerintah dan Masyarakat terhadap Produk
Makanan yang Beredar. Dalam Jurnal Ilmiah

[Online], vol 1 (30), 4

halaman.
http://elib.fk.uwks.ac.id/jurnal/edisi/Volume.I.Nomor.2.Januari.2007

[20

Mei 2013]

29

Sentra Informasi Keracunan(SIKer) Nasional, 2015. Di unduh dari


http://ik.pom.gi.id/v2014/berita-keracunan/berita-keracunan-bulan-oktoberdesember-2014 tgl 15 mei 2015 pukul 20.30 WIB.

30

You might also like