You are on page 1of 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAN MAKAN SISWI

RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL NEGERI 3 TELADAN


BUKITTINGGI TAHUN 2012
Nelfi Fitria*, Jhon Amos**
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kebiasaan makan siswi R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi. Studi pendahuluan yang
penulis lakukan terhadap 20 orang siswi R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi didapatkan
56,6% siswi yang memiliki kebiasaan makan yang kurang baik. Jenis penelitian ini bersifat
analitik dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Februari 2012 terhadap siswi R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi dengan jumlah
populasi 342 orang dan tekhnik pengambilan sampel secara Stratified Random Sampling
dengan jumlah sampel 75 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara.
Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi
Square.Hasil penelitian diperoleh, kebiasaan makan siswi kurang baik sebanyak 69,3%,
pendidikan orang tua yang rendah sebanyak 14,7%, pekerjaan orang tua yang tidak tetap
sebanyak 62,7%, pengetahuan gizi yang kurang baik sebanyak 37,3% dan persepsi tubuh
yang kurang baik sebanyak 44%. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
gizi dan persepsi tubuh dengan kebiasaan makan siswi.
*Mahasiswi Gizi Poltekkes Kemenkes Padang
**Staf Pengajar Prodi DIII Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Padang
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Pengertian remaja menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak
dan masa dewasa, ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum dan perkembangan
kognitif serta sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah
antara usia 12-21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu
usia 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan usia 18-21
tahun merupakan masa remaja akhir (Marat, 2009 dalam Isnani, 2011: 19).
Worthington, Robert (2000) dalam FKMUI (2008: 182) menyebutkan banyak faktor
yang mempengaruhi kebiasaan makan pada remaja khususnya remaja puteri. Pertumbuhan
remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial, dan aktivitas remaja dapat
menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat
membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih
suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja adalah faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi remaja
tersebut. Karakteristik keluarga diantaranya yaitu pendidikan orang tua dan pekerjaan orang

tua. Faktor internal yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja yaitu persepsi tubuh
remaja tersebut (Worthington, Robert, 2000 dalam FKMUI, 2008: 182)
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
diharapkan pengetahuan gizi menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena
ketidaktahuan atau kurang informasi gizi yang memadai. Pendidikan orang tua yang tinggi
diharapkan akan memberi dampak terhadap konsumsi anaknya (FKMUI, 2008: 186-187).
Pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi kebiasaan makan keluarga. Orang tua
yang bekerja mengakibatkan terjadi peningkatan ketergantungan terhadap makanan cepat
saji (fast food) dari luar rumah yang cara penyediaannya dilakukan dengan pemanasan
tinggi dan waktu masak yang singkat. Makanan semacam ini cenderung tinggi lemak
sehingga merugikan remaja yang mengkonsumsi makanan tersebut (Subardja, 2005 dalam
Manurung, 2009: 43).
Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi gizi didasarkan atas tiga kenyataan
yaitu; (1) status gizi yang cukup penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; (2) setiap orang
akan cukup gizi jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi; (3) ilmu gizi memberikan
fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik
bagi pebaikan gizi (Suhardjo, 1986 dalam FKMUI, 2008: 187).
Berkaitan dengan perkembangan fisik, remaja adalah masa ketika seseorang mulai
memperhatikan keadaan tubuhnya dan berpengaruh terhadap persepsi mereka tentang
tubuh. Hasil penelitian Deni (2008), remaja putri Kota Bogor sebanyak 40% merasa bahwa
tubuhnya ideal atau normal, sebanyak 50% merasa tubuhnya kurus, dan 10% merasa
tubuhnya gemuk. Padahal berdasarkan perhitungan antropometri, tidak ditemukan remaja
yang termasuk dalam status gizi gemuk/overweight. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
remaja memiliki persepsi yang kurang terhadap tubuh sendiri. Mengenai kepuasan terhadap
tubuh, sebanyak 60 % remaja merasa kurang puas dengan bentuk tubuhnya sekarang.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja dapat berpengaruh terhadap
kebiasaan makannya. Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhan akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan perilaku dalam memilih
makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberi dampak pada distribusi makanan
bagi anggota kelompok (Khumaidi (1994) dalam Manurung 2008: 39).
Studi pendahuluan yang penulis lakukan terhadap 20 orang siswi R-SMA BI Negeri 3
Teladan Bukittinggi didapatkan 56,6% siswi yang memiliki kebiasaan makan yang kurang
baik. Sebanyak 55% siswi memiliki frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari, 55%
siswi memiliki kebiasaan makan pagi kurang dari 3 kali dalam seminggu dan 60% siswi
memiliki kebiasaan makan jajanan cepat saji 4 sampai 7 kali dalam seminggu. Berdasarkan

hal yang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mempelajari lebih jauh faktor-faktor
yang berhubungan dengan kebiasan makan siswi R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasan makan siswi RSMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi.
Tinjauan Pustaka
Remaja
Menurut Marat (2009) dalam Isnani (2011: 19) istilah remaja menunjukkan suatu
tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, ditandai oleh perubahanperubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Batasan usia remaja yang
umum digunakan oleh para ahli adalah antara usia 12-21 tahun. Rentang waktu usia remaja
ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu usia 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun
masa remaja pertengahan, dan usia 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir.
Masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak
dan dewasa. Masa ini merupakan sebuah dunia yang lengang dan rentan dalam artian fisik,
psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan perubahan fisik, memicu berbagai
kebingungan (Arisman 2004: 63).
Kebiasaan Makan Remaja
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan akan
makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan perilaku dalam memilih makanan.
Kebiasaan makan dalam kelompok memberi dampak pada distribusi makanan bagi anggota
kelompok (Khumaidi (1994) dalam Manurung 2008: 39).
Karakteristik Keluarga
Menciptkan suatu lingkungan yang sehat dan membentuk perilaku masyarakat yang
sehat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pekerjaan, pengetahuan dan
pendidikan, besar keluarga, serta lingkungan sosial budaya. Keluarga adalah suatu
kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh hubungan perkawinan,
hubungan darah (keturunan), maupun karena adopsi (pengangkatan) dan tinggal dalam
satu rumah tangga (Effendy, 1995 dalam Isnani, 2011: 5).

Pengetahuan Gizi Remaja

Pengetahuan merupakan hasil tahu atas sesuatu yang diperoleh dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoadmodjo, 2003: 121).
Persepsi tubuh
Persepsi tubuh tidak hanya berkaitan dengan aspek penampilan fisik, daya tarik
maupun kecantikan tetapi lebih dari itu, yaitu berkaitan dengan gambaran mental, pikiran,
perasaan, kesadaran remaja mengenai tubuhnya. Penelitian Kim 2001 menemukan bahwa
remaja putri yang memiliki gambaran mental negatif mengenai berat badannya cenderung
mengalami depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki
gambaran mental positif terhadap tubuhnya (Naimah dan Rahardjo, 2008 dalam Isnani,
2011: 13).
Alat

ukur

yang

digunakan

untuk

menilai

persepsi

tubuh

adalah

dengan

menggunakan metode Body Shape Quesionnaire (BSQ). BSQ merupakan metode penilaian
persepsi tubuh yang dikembangkan oleh Cooper et al. pada tahun 1987. Kuesioner ini
terdiri dari 34 pertanyaan mengenai persepsi tubuh dan penampilan seseorang selama 4
minggu terakhir. Skala rentang yang digunakan dalam BSQ adalah rentang 1 (tidak pernah)
sampai rentang 6 (selalu) (Goodheart et al., 2011: 84).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional
study karena variabel independen dan dependen diukur dalam waktu yang bersamaan.
Penelitian ini dilaksanakan di R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi, penelitian
dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2011 sampai bulan Agustus 2012.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X dan XI R-SMA BI Negeri 3
Teladan Bukittinggi sejumlah 347 orang siswi. Hal ini dengan pertimbangan bahwa siswi
kelas XII tidak diambil sebagai subjek penelitian karena mereka harus mempersiapkan
berbagai ujian sebagai syarat kelulusan.
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus finit diperoleh jumlah sampel sebanyak
75 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Stratified Random Sampling
yaitu dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik umum dari anggota populasi,
kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakteristik unit-unit tersebut.
Berdasarkan rumus didapatkan jumlah sampel pada kelas X sebanyak 36 orang
siswi dan jumlah sampel pada kelas XI sebanyak 39 orang siswi. Setelah ditentukan jumlah
sampel pada masing-masing kelas, dilakukan pengambilan sampel secara Simple Ramdom

Sampling dimana dengan metode ini tiap unit dalam populasi, mempunyai peluang yang
sama terpilih sebagai sampel.
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masingmasing variabel yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan gizi, persepsi
tubuh dan kebiasaan makan.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dan
variable dependen yaitu hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kebiasaan

makan uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Apabila p value < 0,05 maka mendapat hubungan yang bermakna antara variable dependen
dengan variable independen.
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Lokasi Penelitian
SMA Negeri 3 Bukittinggi terletak di Jalan Prof. M. Yamin, SH Bukittinggi. Sekolah ini
dibangun tahun 1957 dengan luas tanah 8008 m2. SMA Negeri 3 Bukittinggi terletak di
samping Terminal Aur Kuning yang merupakan pusat keramaian kota Bukittinggi. Posisi
SMA 3 Bukittinggi yang bersebelahan langsung dengan terminal ini membuat pihak sekolah
memberi julukan kepada SMA Negeri 3 Bukittinggi sebagai Berlian di Sisi Terminal.
Sekolah ini dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang dibantu oleh 56 guru dan 13
orang tata usaha. R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi memiliki murid sebanyak 654
murid dengan rincian:
Tabel 1
Jumlah Siswa R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi Tahun Ajaran 2011/2012
Kelas
Laki- Perempua
Jumla
laki
n
h
X
68
164
232
XI
35
183
218
XII
47
157
204
Jumlah 150
504
654

Hasil Penelitian

Kebiasaan Makan Siswi


Kebiasaan makan siswi dikategorikan menjadi dua yaitu baik (mean) dan tidak baik
(<mean) yang dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Makan Siswi di R-SMA BI Negeri 3
Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kategori Kebiasaan Makan Siswi
N
%
Kurang Baik
52
69,3
Baik
23
30,7
Jumlah
75
100
Tabel 2 memperlihatkan bahwa kebiasaan makan siswi yang paling banyak adalah
kategori kurang baik (69,3%).
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua siswi dikategorikan menjadi dua yaitu rendah yang terdiri dari
tidak sekolah, SD serta SMP dan tinggi yang terdiri dari SMA dan Perguruan Tinggi dapat
dilihat pada tabel 3
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Siswi Berdasarkan Pendidikan Orang Tua di R-SMA BI Negeri 3
Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kategori Pendidikan Orang Tua
n
%
Rendah
11 14,
7
Tinggi
6
85,
4
3
Jumlah
7 100
5
Tabel 3 memperlihatkan bahwa pendidikan orang tua siswi yang paling banyak
adalah kategori tinggi yaitu pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi (85,3%).
Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua siswi dikategorikan menjadi dua yaitu tidak tetap yang terdiri
dari tidak bekerja, buruh, tani dan wiraswasta serta tidak tetap yang terdiri dari pegawai
negri dan swasta dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Siswi Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua di R-SMA BI Negeri 3
Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kategori Pekerjaan Orang Tua
n
%
Tidak tetap
47 62,
7
Tetap
28 37,
3
Jumlah
75 100
Tabel 4 memperlihatkan bahwa pekerjaan orang tua siswi yang paling banyak adalah
kategori tidak tetap yaitu tidak bekerja, buruh, tani dan wiraswasta (62,7%).
4.2.2.1

Pengetahuan Gizi Siswi

Pengetahuan gizi siswi dikategorikan menjadi dua yaitu baik (80%) dan tidak baik
(<80%) yang dapat dilihat pada tabel 5
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Siswi Berdasarkan Pengetahuan Gizi di R-SMA BI Negeri 3
Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kategori Pengetahuan Gizi Siswi
n
%
Kurang Baik
2
37,
8
3
Baik
4
62,
7
7
Jumlah
7 100
5
Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebaian besar (62,7%) siswi memiliki pengetahuan
gizi yang baik.
Persepsi tubuh siswi
Persepsi tubuh siswi dikategorikan menjadi dua yaitu baik (mean) dan tidak baik
(<mean) yang dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Siswi Berdasarkan Persepsi Tubuh di R-SMA BI Negeri 3 Teladan
Bukittinggi Tahun 2012
Kategori Persepsi Tubuh Siswi
N
%
Kurang Baik
33 44,
0
Baik
42 56,
0
Jumlah
75 100
Tabel 6 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (56,0) persepsi tubuh siswi yang
paling banyak adalah kategori baik.

Hubungan antara Pendidikan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan Siswi


Hubungan antara pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan siswi R-SMA BI
Negeri 3 Teladan Bukittinggi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Hubungan antara Pendidikan Orang Tua dengan Kebiasaan
Makan Siswi di R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kebiasaan Makan
Kurang
Pendidikan Orang tua
Baik
Total
Baik
n
%
n
%
n
%
Rendah
7
63,
4
36,
11 10
6
4
0
Tinggi
45
70,
19 29,
6
10
3
7
4
0
Jumlah
52
69,
23 30,
7
10
3
7
5
0
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 11 siswi terdapat 63,6% mempunyai kebiasaan
makan yang kurang baik dengan pendidikan orang tua rendah, sedangkan dari 64 siswi
terdapat 70,3% mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik dengan orang tua
berpendidikan tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan siswi (p>0,05).
Hubungan antara Pekerjaan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan Siswi
Hubungan antara pekerjaan orang tua dengan kebiasaan makan siswi R-SMA BI
Negeri 3 Teladan Bukittinggi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Hubungan antara Pekerjaan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan
Siswi di R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kebiasaan Makan
Pekerjaan Orang tua
Kurang Baik
Baik
Total
n
%
n
%
n
%
Tidak Tetap
31
66,0
16 34,0
47
100
Tetap
21
75,0
7
25,0
28
100
Jumlah
52
69,3
23 30,7
75
100
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 47 siswi terdapat 66,0% mempunyai kebiasaan
makan yang kurang baik dengan pekerjaan orang tua tidak tetap, sedangkan dari 28 siswi
terdapat 75,0% mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik dengan pekerjaan orang

tua tetap. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
pekerjaan orang tua dengan kebiasaan makan siswi (p>0,05).

Hubungan antara Pengetahuan Gizi Siswi dengan Kebiasaan Makan Siswi


Hubungan antara pengetahuan gizi siswi dengan kebiasaan makan siswi R-SMA BI
Negeri 3 Teladan Bukittinggi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9
Distribusi Frekuensi Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan
Siswi di R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kebiasaan Makan
Pengetahuan gizi siswi
Kurang Baik
Baik
Total
n
%
n
%
n
%
Kurang Baik
25
89,3
3
10,7 28 100
Baik
27
57,4
20
42,6 47 100
Jumlah
52
69,3
23
30,7 75 100
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari 28 siswi terdapat 89,3% mempunyai
kebiasaan makan yang kurang baik dengan pengetahuan gizi yang kurang baik, sedangkan
dari 47 siswi terdapat 57,4% mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik dengan orang
tua pengetahuan gizi yang baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan
bermakna antara pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan siswi (p<0,05).
Hubungan antara Persepsi Tubuh Siswi dengan Kebiasaan Makan Siswi
Hubungan antara persepsi tubuh siswi dengan kebiasaan makan siswi R-SMA BI
Negeri 3 Teladan Bukittinggi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Hubungan antara Persepsi Tubuh dengan Kebiasaan Makan
Siswi di R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi Tahun 2012
Kebiasaan Makan
Persepsi siswi
Kurang Baik
Baik
Total
n
%
n
%
n
%
Kurang Baik
28
84,8 5
15,2 33 100
Baik
24
57,1 18 42,9 42 100
Jumlah
52
69,3 23 30,7 75 100
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 33 siswi terdapat 84,8% mempunyai kebiasaan
makan yang kurang baik dengan persepsi terhadap tubuh sendiri yang kurang baik,
sedangkan dari 42 siswi terdapat 57,1% mempunyai kebiasaan makan kurang baik dengan

orang tua persepsi terhadap tubuh sendiri baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan bermakna antara pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan siswi (p<0,05).

Pembahasan
Analisis Univariat
Berdasarkan penelitian kebiasaan makan siswi banyak yang kurang baik(69,3%).
Kebiasaan makan yang kurang baik meliputi frekuensi makan sehari (60,0%) dan frekuensi
makan jajanan (84,0%). Hal ini sejalan dengan penelitian Indriani (2009: 134) ditinjau dari
frekuensi makan per hari, cukup banyak remaja yang makan kurang dari tiga kali per hari,
yakni sebanyak 45,85% dan mengkonsumsi jajanan yang lebih dari 4 kali seminggu yaitu
sebesar 84,75%.
Banyak remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi. Mereka sering menggantikan
makan pagi dengan makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi
lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak. Berdasarkan hasil penelitian
Djoyonegoro (1995) yang dikutip Khomsan (2003), bahwa ada sekitar 60% anak Indonesia
tidak sarapan pagi sebelum berangkat kesekolah dan itu menjadi perhatian penuh, sebab
sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan
tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral.
Berdasarkan penelitian pendidikan orang tua siswi banyak yang tinggi yaitu
pendidikan SMA sampai perguruan tinggi (85,35%). Menurut Purwaningrum (2008)
karakteristik orang tua

(pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga) turut

menentukan pola aktivitas anaknya.


Hasil penelitian pekerjaan orang tua banyak yang tidak tetap (62,7%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Anonim (2012) dari 3.709 orangtua dari remaja yang disurvei para peneliti
yang kebanyakan berasal dari kelompok minoritas ras atau etnis dan pendapatan yang lebih
rendah hanya 64% ayah dan 46% ibu yang bekerja penuh waktu. Ibu bekerja penuh waktu
dilaporkan lebih sedikit menyediakan makanan untuk keluarga. Ibu bekerja cenderung lebih
sering menggunakan makanan cepat saji untuk makan keluarga. Selain itu, adanya
dorongan yang kurang untuk menyediakan makanan yang sehat bagi anak remaja mereka .
Pengetahuan gizi siswi banyak yang baik (62,7%) yaitu dapat menjawab 80%
pertanyaan. Pertanyaan tentang zat gizi yang banyak menghasilkan kalori merupakan
pertanyaan yang paling sulit dijawab, karena terdapat 77,3% yang menjawab tidak tepat.
Berdasarkan penelitian Hendrayati (2012: 38) persentase tingkat pengetahuan gizi siswa

SMPN 4 Tompobulu pada umumnya baik(77,1%). Kelompok remaja yang yang memiliki
pengetahuan gizi yang cukup akan memiliki konsep ilmu gizi yang cukup juga.
Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan saling berinteraksi membentuk
pola perilaku yang khas. Pengetahuan gizi pada remaja sangat penting karena setiap orang
akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, karena pengetahuan gizi memberikan
informasi yang berhubungan dengan gizi, makanan dan hubungannya dengan kesehatan.
Berdasarkan penelitian, persepsi tubuh siswi banyak yang baik (56,0%), hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Setyorini (2008) sebanyak 51,6% siswi SMAN 4 Semarang
memiliki persepsi tubuh yang baik. Ketidakpuasan dan kepuasan terhadap bentuk tubuh
serta penampilan biasanya berimplikasi kepada tingkat kepercayaan diri remaja. Data
penelitian menunjukkan persepsi tubuh yang negatif akan. dapat mempengaruhi tindakan
seseorang untuk melakukanupaya pengurangan konsumsi makan.
Secara psikologis, individu yang mempunyai persepsi tubuh yang baik mempunyai
kepercayaan diri yang baik pula, sehingga dapat berpikir dengan baik dan dapat
mengarahkan perilakunya ke arah yang positif dalam rangka memenuhi kebutuhan
fisiologisnya. Dengan demikian remaja tersebut memiliki kemampuan untuk memilih
kebiasaan yang tepat untuk dirinya. Sebaliknya individu yang mempunyai persepsi tubuh
yang kurang baik,

merasa tidak puas terhadap tubuh yang dimilikinya, sehingga

menyebabkan timbulnya keinginan untuk melakukan segalanya demi penampilan seperti


halnya remaja yang melakukan diet ketat tanpa memperhitungkan nutrisi yang dibutuhkan
tubuh dengan tidak memperhatikan kesehatannya (Purwaningrun 2008: 55-56).
Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan Siswi
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa kebiasaan makan yang kurang baik lebih
besar pada pendidikan orang tua yang tinggi (70,3) dibandingkan dengan pendidikan orang
tua yang rendah (63,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan siswi dengan p-value
sebesar 0,929 (p>).
Hal ini sejalan dengan penelitian Isnani (2011) dari hasil penelitian terhadap 150
siswi SMA Negeri 1 Bogor dari 58 responden yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah
terlihat sebanyak 86,2% responden memiliki kebiasaan makan yang kurang baik dan 13,8%
memiliki kebiasaan makan yang baik. Sedangkan dari 92 responden dengan pendidikan
orang tua yang tinggi terlihat sebanyak 72,8% responden memiliki kebiasaan makan yang
kurang baik dan 27,2% responden memiliki kebiasaan makan yang baik.
Pendidikan orang tua belum tentu mempengaruhi kebiasaan makan remaja.
Pendidikan yang tinggi tidak bisa menjamin orang tua untuk dapat menjelaskan tentang

kebiasaan makan yang baik kepada anaknya, sama halnya dengan pendidikan orang tua
rendah. Faktor yang menyebabkan kurang baiknya kebiasaan makan remaja adalah
keterpaparan mengenai kebiasaan makan melalui media elektronik maupun media cetak.

Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan Siswi


Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa kebiasaan makan siswi yang kurang baik
lebih banyak pada pekerjaan orang tua yang tetap (75,0%) dibandingkan dengan pekerjaan
orang tua yang tidak tetap (66,0%). Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa
tidak terdapat hubungan antara pekerjaan orang tua dengan kebiasaan makan siswi dengan
p-value sebesar 0,57 (p>).
Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa kebiasaan makan siswi yang kurang baik
belum tentu disebabkan oleh pekerjaan orang tua siswi yang tidak tetap. Hal ini sejalan
dengan penelitian Kusumajaya (2008: 117) bahwa sebagian besar pekerjaan Ayah
responden mempunyai pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil dengan kebiasaan makan
responden yang makan kurang dari 3 kali sehari.
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan Siswi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan gizi
yang kurang juga memiliki kebiasaan makan yang kurang(89,3%), berbeda secara
bermakna dengan responden yang memiliki pengetahuan gizi yang kurang mempunyai
kebiasaan makan yang baik(10,7%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan dengan pvalue sebesar 0,008 (p<)
Menurut penelitian Arum (2008) pengetahuan gizi yang kurang berpengaruh
terhadap kebiasaan makan yang kurang. Arisman (2009: 77) mengungkapkan pengetahuan
gizi pada remaja merupakan hasil tahu terhadap gizi melalui penginderaan remaja.
Penginderaan remaja terhadap gizi dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan
pengetahuan yang dapat berpengaruh terhadap persepsi remaja tentang gizi. Selain itu,
pengetahuan gizi memberikan bekal pada remaja bagaimana memilih makanan yang sehat
dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi, kesehatan dan tumbuh
kembang. Beberapa masalah gizi pada saat dewasa sebenarnya bisa diperbaiki pada saat
remaja melalui pemberian pengetahuan gizi yang benar.
Hubungan Persepsi Tubuh dengan Kebiasaan Makan Siswi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa responden yang memiliki


persepsi tubuh yang kurang baik juga memiliki kebiasaan makan yang kurang baik(84,8%),
berbeda secara bermakna dengan responden yang memiliki persepsi tubuh yang kurang
mempunyai kebiasaan makan yang baik(15,2%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi tubuh dengan kebiasaan makan siswi
dengan p-value sebesar 0,02 (p<)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Setyorini (2010), persepsi yang kurang
berpengaruh terhadap kebiasaan makan yang kurang baik. Persepsi setiap remaja terhadap
tubuh bisa positif ataupun negatif. Ada bagian-bagian yang mereka sukai dan ada bagian
yang tidak mereka sukai dan ingin mereka rubah. Banyak juga remaja yang tidak terlalu
peduli dengan bagian tubuhnya. Perasaan yang baik tentang persepsi tubuh merupakan
langkah yang penting dalam membangun kepercayaan diri, keberhasilan diri dan
kepribadain yang positif (Sumanto, 2009 dalam Isnani, 2011: 14).
Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan
siswi R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi dengan nilai p value sebesar 0,929 (p>
2.

).
Tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan orang tua dengan kebiasaan makan
siswi R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi dengan nilai p value sebesar 0,57 (p> ).

3. Ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi siswi dengan kebiasaan makan siswi
R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi dengan nilai p value sebesar 0,008 (p< ).
4. Ada hubungan bermakna antara persepsi tubuh siswi dengan kebiasaan makan siswi RSMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi dengan nilai p value sebesar 0,02 (p> ).

Saran
1. Pihak R-SMA BI Negeri 3 Teladan Bukittinggi perlu meningkatkan kegiatan UKS (Unit
Kesehatan Sekolah) sehingga pengetahuan dan kesadaran kebiasaan makan yang baik
pada remaja dapat ditingkatkan melalui kegiatan di UKS tersebut seperti penyuluhan dan
membuat media tentang gizi dan kesehatan. Peningkatan kesadaran akan persepsi
tubuh yang baik bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan gizi.
2. Sebaiknya orang tua memberikan pengetahuan gizi kepada anaknya agar dapat
meningkatkan kebiasaan makan yang baik pada anaknya.
3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kebiasaan makan pada remaja.

Daftar Pustaka
Arisman. 2004
Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC: Jakarta.
Arum, Puspito.2008
Perbedaan Pengetahuan Gizi, Body Image dan Perilaku Makan Remaja Putri.
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. [Online]. Dari:
http://www.undip.ac.id/. [6 Desember 2011]
Barasi, Mary E. 2009
At a Glance Ilmu Gizi. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Damayanti, Denidya. 2011
Makan Enak Tanpa Takut Gemuk. Araska: Yogyakarta.
Deni. 2008
Pentingnya Pendidikan Gizi dalam Pembentukan Persepsi Positif Body Image pada
Remaja Puteri di Kota Bogor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. [Online]. Dari:
http://www.ipb.ac.id/. [6 Desember 2011].
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007
Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2008
Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Depkes RI. 1997
Di Pertro, Monico; Da Silveira. 2008
Internal Validity Dimensionality and Performance of the Body Shape Questionnaire
in a Group of Brazillian Collage Students. Sao Paulo: Departement of Psychiatry
Universidade
Federal
de
Sao
Paulo.
[Online].
Dari:
http://
repository.upi.edu/operator/upload/. [8 Februari 2012].
Goodheart et al. 2011
Eating Disorders in Women and Children. New York: CRC Press.
Hendrayati. 2010
Pengetahuan Gizi, Pola Makan dan Status Gizi Siswa SMP Negeri 4 Tompobulu
Kabupaten Banteang. Jakarta: Media Pangan Gizi.

Isnani, Fitri. 2011


Praktik Hidup Sehat dan Persepsi Tubuh Ideal Remaja Putri SMA Negeri 1 Kota
Bogor. Institut Pertanian Bogor. [Online]. Dari: http://www.ipb.go.id/. [7 Januari
2011].
Irmanda, Evyana Kusuma. 2009
Hubungan antara Citra Raga dan Interaksi Teman Sebaya dengan Motivasi Senam
pada Remaja di Sanggar Senam 97 Sukoharjo. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta. [Online]. Dari: http://www.ums.ac.id/. [6 Desember
2011].
Khomsan, Ali. 2000
Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Lembaga Penerbitan Jurusan Gizi
Masyarakat dan Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Manurung, Nelly Katharina. 2009. Hubungan Karakteristik Remaja, Genetik, Pendapatan
Keluarga, Pendidikan Ibu, Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian
Obesitas di SMU RK Tri Sakti Medan 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara.
[Online]. Dari: http://www.usu.ac.id/. [2 Februari 2012].
Marasabessy, N. 2006
Hubungan Ukuran Tubuh Aktual dan Ekspose Media Massa Terhadap Body Image
Mahasiswa Putra dan Putri IPB. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Online]. Dari:
http://www.ipb.ac.id/. [6 Desember 2011].
Notoatmodjo, Soekidjo, 1997
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Proverawati, Atikah. 2010
Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Nuha Medika: Yogyakarta.
Purwaningrum, Nur Fadjria. 2008
Hubungan Citra Raga dengan Perilaku Makan pada Remaja Puteri. [Skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadyah Surakarta.
Riningsih, Husni Novia. 2010
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Makan pada Remaja di SMAN 1
Sungai Tarab. Padang: Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes RI Padang.
Setyorini, Kartika. 2010
Hubungan Body Image dan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Makan Remaja
Putri (Studi Kasus di Kelas X Dan XI SMAN 4 Semarang) . Semarang: Universitas
Diponegoro [Online]. Dari: http://www.undip.ac.id/. [2 Februari 2012].
Soekirman & Atmawikarta A. 2004
Pedoman umum gizi seimbang (PUGS). www.gizinet.com [9 Agustus 2012].
Suhardjo. 1989
Sosio Budaya Gizi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Walgito, Bimo. 2011
Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

You might also like