You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang
terjadi tetapi berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani
berdasarkan manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali
tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien
biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh
demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase
lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai
dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya
terjadi sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi
keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3%
dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak
dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian
orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa
laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien
yang dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan
dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme
terbanyak dan merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi
sistem organ lain, melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk
menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid
didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal
lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis
fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terusmenerus. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
1

yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan


penatalaksaannya.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Krisis Tiroid.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui tentang pengertian Krisis Tiroid.
b) Untuk mengetahui tentang etiologi Krisis Tiroid.
c)

Untuk mengetahui tentang manifestasi klinik Krisis Tiroid.

d) Untuk mengetahui tentang patofisiologi Krisis Tiroid.


e)

Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang Krisis Tiroid

f)

Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Krisis Tiroid

g) Untuk mengetahui tentang pencegahan Krisis Tiroid


h) Untuk mengetahui tentang komplikasi Krisis Tiroid
i)

Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan Krisis Tiroid

C. Pembatasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu yang disediakan, maka pada makalah
ini penulis hanya membicarakan tentang anatomi fisiologi dan konsep
dasar Krisis Tiroid.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan tersebut masalah yang dapat kita rumuskan adalah :
1) Apa yang dimaksud dengan pengertian Krisis Tiroid.
2) Apa saja etiologi Krisis Tiroid.
3) Apa saja manifestasi klinik Krisis Tiroid.
4) Apa saja patofisiologi Krisis Tiroid.
5) Apa saja pemeriksaan penunjang Krisis Tiroid
6) Apa saja penatalaksanaan Krisis Tiroid
7) Apa saja pencegahan Krisis Tiroid
8) Apa saja komplikasi Krisis Tiroid
9) Apa saja asuhan keperawatan Krisis Tiroid

E. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh bahan atau sumbersumber pembahasan dari berbagai media yang ada, antara lain seperti
internet dan beberapa literatur yang ada. Kemudian kami saling
menghubungkan satu sama lain dalam pembahasan sehingga menjadi
karangan lengkap, objektif dan akurat.

F. Sistematika Penulisan
Pada penyajian makalah ini akan kami sajikan terdiri dari tiga bagian.
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Bab III Penutup

BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin


1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4
cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari
lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami decencus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
3

Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari


foramen sekum di basis lidah.
Pada umumnya duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi
pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi kelenjar disepanjang
jalan ini, yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya dengan basis lidah.
Dengan demikian sebagai kegagalan desensus atau menutupnya duktus
akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang abnormal,
persistensi duktus tiroglosus, tiroid lingual, tiroid servikal, sedangkan
desensus yang terlalu jauh akan memberikan tiroid substernal. Branchial
pouch keempat pun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid dan merupakan

asal sel-sel parafolikuler atau sel C yang memproduksi kalsitonin.


Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus,
yang dihubungkan oleh ismus sehingga bentukya menyerupai kupu-kupu
atau huruf H, dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat
kelenjar ini kira-kira 20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini
pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti
dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat inilah yang
digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.
Pengaliran darah ke kelenjar berasal dari a. Tiroidea superior dan a.
Tiroidea inferior. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala
kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari
4

pleksus perifolikular. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan


secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah
nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke kelenjar getah
bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening
brakiosefalikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga
penyebaran keganasan yang berasal dari tiroid.
2. Fisiologis Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan
kecepatan metabolisme tubuh. Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan
metabolisme tubuh melalui 2 cara :
a. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.
b. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel. Jika sel-sel
bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat.
Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan
iodium yaitu elemen yang terdapat di dalam makanan dan air. Iodium
diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan kira-kira sepertiga
hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid, sedangkan sisanya
dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui penyatuan
satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino
tirosin. Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin.
Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis
hormon tiroid dalam darah yaitu :
a. Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid,
hanya memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme
tubuh.
b. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk
aktif, yaitu triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang
terkandung (tiga untuk T3 dan empat untuk T4). Sebagian besar (90%)
hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara
fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun T4 dibawa ke sel-sel sasaran
mereka oleh suatu protein plasma.
5

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid Ada 7 tahap, yaitu:


1) Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.
Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara
dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2) Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang
telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).
Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma.
Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak
pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel,
iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan
lebih banyak daripada T4.
3) Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin
(T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis
dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang
terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh
sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses
eksositosis granula.
4) Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
6

mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi


TSH.
5) Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan
residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih
menghemat pemakaian iodium.
6) Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.
7) Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid
Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25%
dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP
kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP.
Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar
hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat
bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid
untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan
kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang
meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit
ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang
sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
Efek Primer Hormon Tiroid

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di


dalam tubuh. Efek primer hormon tiroid
adalah:
a) Merangsang laju metabolik sel-sel
sasaran

dengan

meningkatkan

metabolisme protein, lemak, dan


karbohidrat.
b) Merangsang

kecepatan

pompa

natrium-kalium di sel sasaran.


c) Kedua fungsi bertujuan untuk
meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi peningkatan laju
metabolisme basal, pembakaran kalori, dan peningkatan produksi
panas oleh setiap sel.
d) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin
sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
e) meningkatkan responsivitas emosi.
f) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan
kecepatan kontraksi otot rangka.
g) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.
Pengaturan Faal Tiroid
Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
a) TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan
dibuat di hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadangkadang juga Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH).
b) TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di
permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek
hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi, coupling,
proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
c) Umpan balik

sekresi hormon Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di


tingkat hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis
terhadap rangsangan TRH. Tubuh memiliki mekanisme yang rumit
untuk menyesuaikan Kadar hormon tiroid. Hipotalamus menghasilkan
Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan kelenjar hipofisa
mengeluarkan

TSH.

TSH

merangsang

kelenjar

tiroid

untuk

menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu,


maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih
sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar
hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.

B. KONSEP DASAR KRISIS TIROID


1. Definisi Krisis Tiroid
Krisis tiroid

merupakan

suatu

keadaan

klinis

hipertiroidisme yang paling berat mengancam jiwa, umumnya ini


timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus :
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia,
partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis,
tromboemboli paru, penyakit serebrovaskuler/strok, palpas tiroid
terlalu kuat. (Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Volume 2, Edisi 8, EGC, Jakarta.)
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm

adalah

kedaruratan medis yang disebabkan oleh eksaserbasi akut dari


gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat berakibat fatal dan
mematikan.

Namun

dilaksanakan

dan

jarang

terjadi

pengobatan

apabila
diberikan

deteksi

dini

secepatnya

(Hannafi,2011).
2. Etiologi
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus, peningkatan TSH akibat malfungsi
9

kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena


umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan
gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena
umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat
malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi
disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
1. Penyebab utama
a. Penyakit Grave
Penyakit grave dimediasi oleh antibody reseptor tirotopin
yang menstimulasi sintesis hormon tiroid menjadi berlebih
dan tidak terkendali (T3 dan T4)
b. Toxic multinodular
Sebuah gondok multinodular toksik adalah gangguan yang
bisa terjadi ketika ada pembesaran kelenjar tiroid yang
disebabkan oleh pertumbuhan beberapa nodul tiroid yang
memproduksi dan mengeluarkan jumlah kelebihan hormon
tiroid . Dalam dan dari dirinya sendiri , gondok
multinodular cukup umum . Menurut definisi , nodul tiroid
individu hadir dalam goiter multinodular adalah jinak .
Tidak ada resiko bahwa sel-sel folikel dalam nodul tersebut
akan menyebar untuk menyerang bagian lain dari leher atau
tubuh . Seperti sel-sel folikel dalam nodul tersebut
membelah dan berkembang, mereka secara bertahap mulai
melarikan diri dari kontrol normal yang diberikan oleh
kelenjar pituitari . Proses ini bisa berlanjut hingga sel-sel
folikel ini mencapai titik di mana mereka dianggap mandiri
berfungsi , memproduksi dan mensekresi hormon tiroid
secara tidak terkendali . Jika jumlah hormon tiroid secara
kolektif disekresikan oleh sel-sel folikel ini melebihi
kebutuhan normal , pasien mungkin hadir dengan bukti
10

hipertiroidisme atau hipertiroidisme subklinis . Beracun


gondok multinodular mencapai sekitar 5 % dari semua
kasus hipertiroid di Amerika Serikat . Kebanyakan pasien
yang datang dengan gondok multinodular toksik cenderung
lebih tua
c. Solitary toxic adenoma
Sebuah adenoma tiroid dibedakan dari goiter multinodular
tiroid dalam adenoma biasanya soliter, dan merupakan
neoplasma yang dihasilkan dari mutasi genetik (atau
kelainan genetik lainnya) dalam sel prekursor tunggal.
Sebaliknya, gondok multinodular biasanya dianggap hasil
dari respon hiperplastik dari seluruh kelenjar tiroid terhadap
rangsangan, seperti defisiensi yodium
2. Penyebab lain
a. Tiroiditis
b. Penyakit troboblastis
c. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
d. Pemakaian yodium yang berlebihan
e. Kanker pituitari
f. Obat-obatan seperti Amiodarone
3. Manifestasi klinik
a. Peningkatan frekuensi denyut jantung
b. Peningkatan

tonus

otot,

tremor, iritabilitas,

peningkatan

kepekaan terhadap katekolamin


c. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan
panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
d. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
e. Peningkatan frekuensi buang air besar
f. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
11

g. Gangguan reproduksi
h. Tidak tahan panas
i. Cepat letih
j. Tanda bruit
k. Haid sedikit dan tidak tetap
l. Pembesaran kelenjar tiroid
m. Mata melotot (exoptalmus)
n. Takikardia berat (>130X/menit)
o. Kolaps kardiovaskuler akibat gagal jantung, shock kardiogenik,
hipovolemia, aritmia jantung.
p. Hipertermia (>38,5C)
4. Patofisiologi
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang
jelas bahwa kadar hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada
yang

terlihat

memperburuk

pada

tirotoksikosis

keadaan

tirotoksik.

tanpa

komplikasi,

Tampaknya

yang

kecepatan

peningkatan hormon tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar


absolut. Perubahan yang mendadak dan kadar hormon tiroid akan
diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada
pasca bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit
nontiroid sistemik juga ditemukan produksi penghambat ikatan
hormon bebas akan meningkat.
Kemungkinan lain adalah pelepasan hormon tiroid yang
cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah pemberian
yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon
tiroid. Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan
ambilan selular hormon tiroid. Di pihak lain, kemungkinan juga
terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga
berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik
tampaknya berperan juga, mengingat pemberian penghambat
adrenergik memberikan respons yang dramatik pada krisis tiroid.

12

Pathway
G3 organik kelenjar
tiroid

G3 Fungsi Hipotalamus
/hipofisi

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone
tiroid meningkat

Proses glikogenesis
meningkat

Metabolisme tubuh
meningkat

Produksi kalor
meningkat

Aktifitas GI
meningkat

13

Proses pembakaran
lemak meningkat

Peningkatan
suhu tubuh
Nafsu makan
meningkat

Suplai nutrisi yang


tidak adekuat

Penurunan berat
badan

G3 body image

G3 rasa nyaman
panas

Perubahan pola
nutrisi

Perubahan pola
kerja jantung dan
paru
G3 pola kognitif

Ketidakstabilan
emosi

5. Pemeriksaan penunjanng
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4),
TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
a. TSH(Tiroid Stimulating Hormone)
b. Bebas T4 (tiroksin)
c. Bebas T3 (triiodotironin)
d. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrabunyi untuk
memastikan pembesaran kelenjar tiroid

14

e. Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid


f. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum.
Penurunan

kepekaan

terhadap

insulin,

yang

dapat

menyebabkan hiperglikemia.
6. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
1) Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon
tiroid.

Jika

dosis

berlebih,

pasien

mengalami

gejala

hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :


a. Thioamide
b. Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
c. Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 600 mg/hari, dosis
maksimal 2.000 mg/hari
d. Potassium Iodide
e. Sodium Ipodate
f. Anion Inhibitor
2) Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk
mengurangi gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol
b. Surgical
1) Radioaktif iodine.
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang
hiperaktif
2) Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid
yang membesar
Penatalaksanaan krisis tiroid mempunyai 4 tujuan :
menangani factor pencetus, mengontrol pelepasan hormone tiroid
15

yang berlebihan, menghambat pelepasan hormone tiroid, dan


melawan efek perifer hormone tiroid. Tindakan tersebut antara
lain : pemberian obat anti tiroid, terapi oksigen, penatalaksanaan
shock, periksa AGD, pengobatan sesuai tanda dan gejala
(penurunan panas, terapi cairan, selimut dingin) dan managemen
stress.
Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme,
yang

dapat

menyebabkan

dekompensasi

system

organ,

keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya system


neurologist. Dalam tindakan ini termasuk penurunan stimulasi
eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara
keseluruhan dengan mengatur tingkat aktivitas klien. Setelah
peroide krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan
pencegahan memburuknya penyakit.
7.

Pencegahan
Pencegahan

dilakukan

dengan

melakukan

terapi

tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan. Operasi


dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade
hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi
RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat:
1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari
sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya)
2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak
3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali
lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para
ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid
merupakan penyebab utama krisis tiroid.
Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid
(termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI
dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian
kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat
menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu
pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur
operatif dilakukan

pada pasien yang

berisiko mengalami
16

hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCuneAlbright).


8. Komplikasi
Komplikasi Krisis tiroid yang dapat mengancam nyawa adalah
krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara
spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang
tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang
sangat

besar

yang

menyebabkan

takikardia,

agitasi,

tremor,

hipertermia (sampai 106F), dan, apabila tidak diobati, kematian.


Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat
antitiroid. Krisis tiroid : mortalitas
A. ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS TIROID

1. Pengkajian
1. Aktivitas atau istirahat
a.

Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah,


gangguan koordinasi, Kelelahan berat

b.

Tanda : Atrofi otot

2. Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis
tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa
nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran
kemih berulang, nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat,
kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria

17

jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk


(infeksi), Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
4. Integritas / Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak
mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran
thyroid

(peningkatan

kebutuhan

metabolisme

dengan

pengingkatan gula darah), bau halitosis atau manis, bau buah


(napas aseton).
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan
b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma
( tahap lanjut), gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau
mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun; koma).
Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat),
Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
a.

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan /


tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)

b.

Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum


purulen (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat.

18

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme,
peningkatan beban kerja jantung
b. Kelelahan

berhubungan

dengan

hipermetabolik

dengan

peningkatan kebutuhan energi


c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu
makan/pemasukan dengan penurunan berat badan)

3. Perencanaan / Intervensi.
Dx. I :
a.

Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan


berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai
akibat dari vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan
volume sirkulasi

b.

Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang


dikeluhkan pasien.
Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen
oleh otot jantung atau iskemia

c.

Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya suara yang


tidak normal (seperti krekels)
Rasional : S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan
curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik

19

Dx. II :
a. Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat
aktivitas.
Rasional : Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat ,
takikardia mungkin ditemukan
b. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat
menimbulkan agitasi, hiperaktif, dan imsomnia
c. Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas
Rasional : Membantu melawan pengaruh dari peningkatan
metabolisme

Dx. III :
a. Catat adanya anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : Peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan
gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan
hiperglikemia
b. Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap

hari.
Rasional : Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan
masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap
terapi antitiroid
c. Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat
dan vitamin.
Rasional : Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin
pemasukan zat-zat

20

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa
dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem
saraf, dan sistem saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan
krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul
saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang
menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,
terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus
menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan
suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk menstabilkan homeostasis
dan membalikkan dekompensasi multi organ. Angka kematian keseluruhan
21

akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan


diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.
B.

Saran
Adapun yang dapat sarankan adalah agar mahasiswa dapat lebih
meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
Asuhan Keperawatan pada Krisis Tiroid , asuhan keperawatan yang
diberikan dapat menyeluruh (komprehensif).

DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta.
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
(Edisi 2), EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan
Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

22

You might also like