You are on page 1of 8

MINGGU 2

Learning Objective Minggu ke-2:


1. Exit Oucome :
a. Mahasiswa mampu menyimpulkan data-data untuk menegakkan
diagnosis penyakit dermatitis, eritroskuamous dan acne
b. Mahasiswa mampu mengobati secara lokal dan sistemik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi prognosis
dan menetapkan tingkat penyakit
2. Intermediete :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan macam-macam bentuk
dermatitis dan eritroskuamous
b. Mahasiswa mampu menjelaskan dermatitis dan eritroskuamous
berdasarkan penyebab, stadium dan konfigurasi klinik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi
berat/ringannya penyakit
d. Mahasiswa mampu menjelaskan maksud stigma atopic
e. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dermatitis atopik menurut
golongan umur
f. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang seringkali terjadi
pada dermatitis atopic
g. Mahasiswa mampu menjelaskan cara tes tempel dan pembacaan hasil
tes temple
h. Mahasiswa mampu menemukan gejala khas bagi tiap penyakit
i. Mahasiswa mampu mengambil bahan dan mengirim bahan untuk
pemeriksaan penunjang
j. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe-tipe penyakit kusta
k. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya kusta
l. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit kusta
m. Mahasiswa mampu menemukan gejala-gejala khas penyakit kusta
n. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis banding

SKENARIO 2
Lhokoq merah yah???
Seorang laki-laki berusia usia 30 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan bercak kemerahan yang terasa tebal pada punggung, paha, lengan,
wajah dan tangannya sejak 6 bulan yang lalu. Sekitar 1 bulan yang lalu
pasien juga mengeluhkan di kakinya terdapat luka yang tidak kunjung
sembuh. Riwayat penyakit dahulu pasien tidak mengetahui apakah dirinya
memiliki riwayat darah tinggi atau kencing manis sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik keadaan umum baik, pada vital sign juga dalam batas
normal. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan makula eritema
berksuama halus dengan batas tegas pada daerah punggung, paha, lengan,
wajah dan tangannya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menegakkan diagnosa pasien tersebut.
Kata Kunci : laki-laki 30 tahun, bercak kemerahan yang terasa tebal, sejak
6 bulan yang lalu, luka tak kunjung sembuh, makula eritema dengan batas
tegas.
Learning Objective :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk klinik penyakit kusta
2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya infeksi
3. Mahasiswa mampu menemukan gejala-gejala khas dan gambaran
histopatologis
4. Mahasiswa mampu menyimpulkan data dan menetapkan diagnosis
banding
5. Mahasiswa mampu mengobati secara sistemik dan lokal
6. Mahasiswa mampu merujuk penderita
7. Mahasiswa mampu
penanggulannya

menjelaskan

tenyang

reaksi

lepra

dan

8. Mahasiswa mampu menetapkan komplikasi dan prognosis berdasarkan


tingkatan penyakit
Pertanyaan Minimal :
1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit dengan manifestasi klinis
bercak kemerahan dan berskuama ?

2. Apa sajakah gejala-gejala khas dari masing-masing diagnosis banding


dan faktor-faktor yang mendasari terjadinya penyakit tersebut?
3. Bagaimanakah cara penegakan diagnosis penyakit tersebut?
4. Bagaimanakah terapi untuk penyakit yang telah ditentukan?
5. Bagaimanakah prognosis penyakit yang telah ditentukan dan cara
pencegahan penyakit?
KUSTA
Dasar diagnosis kusta
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau
cardinal sign, yaitu:
1. lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
kelainan kulit dapat berbentuk bercak hipopigmentasi atau eritematous. Mati rasa
dapat bersifat kurang rasa (hipestesi) atau tidak merasa sama sekali (anestesi).
2. penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf ini merupakan
akibat dari peradangan saraf tepi (neuritis perifer). Neuritis kusta dapat dirasakan
nyeri, namun kadang-kadang tidak (silent neuritis).
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :

gangguan fungsi sensoris :

gangguan fungsi motoris :

gangguan fungsi otonom :


3. basil tahan asam (BTA) positif
bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan
(rutin) dan bagian aktif (tepi) suatu lesi kulit.
biopsi kulit atau saraf untuk tujuan tertentu.

anestesi
parese/paralise
kulit kerinf, retak
kulit (skin smear) asal cuping telinga
Kadang-kadang bahan diperoleh dari

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tandatanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita yang meragukan
dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit, jika masih ragu orang tersebut
diangagap sebagai penderita yang dicurigai (suspek).
1.
a.
b.
c.
d.
e.
2.
a.
b.
c.
d.

A. Tanda-tanda tersangka kusta (suspek)


tanda-tanda pada kulit
bercak kulit yang merah
kulit yang mengkilap
bercak tidak gatal
lesi kulit yang tidak berkeringat atau berambut
lepuh yang tidak nyeri
tanda-tanda pada saraf
rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, atau nyeri
gangguan gerak pada anggota badan atau wajah
cacat/deformitas
ulkus yang tidak kinjung sembuh

Tindakan yang dapat dilakukan untuk seseorang tersangka kusta antara lain:

Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit
tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya
menjadi jelas dan kita dapat memulai MDT.
Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (diagnosis banding)
Rujuk
Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf namun
ada tanda-tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada wajah atau
cuping telinga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan pemeriksaan apusan kulit
(skin smear).

B. Deferensial diagnosis kusta


Manifestasi klinis lesi penyakit kusta melibatkan kulit, saraf perifer dan membran
mukosa. Lesi kusta dapat berupa makula, papula, nodul, infiltrat, ulkus, bercak
anestesi, dsb. Lesi kusta dapat d kelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu makula
(lesi datar), infiltrat (meninggi), dan bentuk noduler.
Lesi kusta mnyerupai banyak lesi penyakit lain dan menyerupai sejumlah penyakit
yang berbeda. Karena itu kusta seringkali salah didiagnosis dengan penyakit lain
dan sebaliknya.
1. DD lesi makular (lesi berbentuk datar)
a. vitiligo
bentuk lesi yang berupa hilangnya sebagian pigmensering kali
dikelirukan sebagai lesi kusta. Tetapi karena sensasi pada bercak kulit
vitiligo normal, maka pemeriksaanyang teliti dapat menghindarkan
terjadinya kekeliruan tersebut. Lesi khas vitiligo, berupa bercak
berwarnaputih menyerupai susu justru sangat mudah didiagnosis. Pola
lesi tidak mengalami perubahan seiring waktu.
b. tinea versicolor (pityriasis versicolor)
merupakan penyakit jamur yang sering terjadi di negeri tropis dan ciri
khasnya berupa bercak pigmentasi bersisik, superficial dengan bentuk
ireguler dan sering berlokasi di leher dan badan. Seringkali dikelirukan
dengan brcak kusta, tetapi fungsi sensasi daerah yang terkena normal.
c. pityriasis alba atau pityriasi simplex
penyakit kulit ini bentuknya khas berupa makula bentuk bundar atau
oval dengan sisik. Infeksi streptococcus superficial, infestasi parasit
dan defisiensi vitamin dicurigai merupakan faktor penyebab penyakit
ini. Wajah leher dan bahu merupakan tempat predileksinya. Fungsi
sensasi daerah kulit yang terkena adalah normal. Lesi penyakit ini
seringkali menyerupai lesi kusta tipe indeterminate.

d. dyschromia nutrisional
lesi hipopigmentasi di daerah wajah yang disebabkan kurang
seimbangnya nutrisi dalam diet sehari-hari seringkali terlihat pada
anak-anak. Seringkali dihubungkan dengan parasit usus halus dan
gangguan saluran cerna. Fungsi sensasi kulit di daerah yang terkena
dan saraf-saraf perifer dilokasi tersebut normal.
2. DD lesi infiltrat yang meninggi
a. granuloma annulare
bentuk penyakit ini menyerupai lesi kusta tipe tuberculoid, terutama
mengenai anak dan dewasa muda. Ciri khasnya berupa pembentukan
papul atau nodul berbentuk annular (cincin). Lesinya indolen dan tidak
menimbulkan keluhan.
b. tinea circinata
ringworm atau tinea circinata sering ditemukan di negara-negara tropis
dan sangat menyerupai kusta tuberculoid. Lesinya gatal dan jamur
terlihat lewat pemeriksaan kerokan kulit. Pinggirnya yang meninggi
sering meradang dan mengandung vesikel atau krusta yang jarang
ditemukan pada lesi kusta. Fungsi sensasi dan keringat normal. Saraf
perifer regional juga tidak menebal.
c. psoriasis
infiltrat eritem berbatas tegas, terutama menyerupai kusta tipe
tuberkuloid jika sisiknya menghilang karena pengobatan. Pada
psoriasis, tidak ditemukan cardinal sign untuk kusta dan jika sisiknya
diangkat akan timbul titik-titik perdarahan. Lesi psoriasis umumnya
gatal, banyak, dan simetris.
3. DD untuk lesi berbentuk noduler
Penyakit Von Recklinghausen : Nodul-nodulnya biasanya
bertangkai. Lesinya mungkin menyerupai kusta lepromatous.

lunak

dan

KLASIFIKASI
A. Penentuan tipe penyakit kusta
Penentuan tipe penyakit kusta pada seorang penderita disebut klasifikasi
penyakit kusta.
1. dasar klasifikasi : penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal yaitu
- manifestasi klinik, seperti jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang terlibat, dsb
- hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam (BTA)
positif atau negatif
- reaksi imunologis, yaitu lepromin test positif atau negatif
- gambaran Histopatologis, yaitu adanya subepidermal clear zone
2. tujuan klasifikasi : tujuan klasifikasi penyakit kusta sangat penting karena
- menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit

menentukan kapan penderita RFT


menentukan
kemungkinan
timbulnya tipe
reaksi
yang
dapat
menyebabkan kecacatan sehingga kita bisa mengantisipasi dan
mewaspadainya.
3. jenis klasifikasi : sebenarnya banyak dikenal jenis klasifikasi penyakit kusta,
misalnya madrid, ridley jopling dan WHO. Disini hanya akan dibahas
klasifikasi yang lazim digunakan, dan untuk kepentingan pengendalian
penyakit kusta nasional maupun global kita cukup menggunakan klasifikasi
sesuai anjuran WHO tahun 1982.
a. klasifikasi madrid
klasifikasi ini dikemukakan pada international leprosy congress di Madrid
pada tahun 1953. Dalam klasifikasi ini semua penderita kusta ditempatkan
sepanjang dua kutub dimana satu kutub terdapat kusta tipe tubercoloid (T)
dan kutub lain tipe lepromatous (L). Diantara kedua tipe ini terdapat tipe
tengah yaitu tipe borderline (B). Disamping itu dikenal satu satu tipe yang
menjembatani ketiga tipe tersebut diatas yang disebut tipe intermedinate (I).
Tanpa pengobatan, penderita tipe ini dapat sembuh sendiri atau mengarah ke
salah satu dari 3 tipe yang yang sudah disebut yaitu T, B, L. itulah sebabnya
tipe perantara ini disebut tipe indeterminate (tidak dapat ditentukan).
Dengan demikian kita mengenal 4 tipe dalam klasifikasi Madrid yaitu tipe I, T,
B, L dengan berbagai grup dari masing-masing tipe.
-

b. klasifikasi ridley-jopling (1962)


berdasarkan perbedaan gambaran imunologis, ridley jopling membagi
penderita kusta kedalam 6 kelas yaitu Indeterminate (I), Tuberculoid (TT),
boderline tubercoloid (BT), boderline-boderline (BB), boderline lepromatous
(BL) dan lepromatous-lepromatous (LL).
Klasifikasi ini khusus dimaksudkan untuk kepentingan penelitian. Ciri-ciri dari
masing-masing tipe dapat dilihat dalam bahan bacaan rujukan.
c. klasifikasi WHO (1982, kemudian disempurnakan tahun 1997)
klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun 1982.
Klasifikasi ini khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan.
Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu
tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar dari klasifikasi ini
adalah negatif dan positifnya basil tahan asam (BTA) dalam skin smear.
Namun pada kondisi lapangan, seringkali klasifikasi cukup berdasarkan
gambaran klinik dari penyakit kusta yang diderita.
PEMERIKSAAN
Tahapan pemeriksaan
1. anamnesa
a. nama, umur, jenis kelamin, alamat/daerah asal, pekerjaan
b. riwayat tanda-tanda di kulit dan saraf yang dicurigai
c. riwayat pengobatan sebelumnya

d. riwayat penyakit dalam keluarga


e. riwayat kontak dengan penderita
2. pemeriksaan klinis
a. tempat pemeriksaan harus cukup terang dengan penerangan sinar
matahari tidak langsung (siang hari)
b. sedapat mungkin seluruh permukaan tubuh diperiksa, dengan
memperhatikan batas-batas privasi penderita.
c. pemeriksaan dilakukan secara sistematik, penderita berhadapan
dengan petugas. Pemeriksa mulai dari bagian kepala sampai kaki,
kemudian bagian belakang kepala mulai dari leher, bahu, lengan,
sampai telapak kaki (inspeksi)
3. pemeriksaan rasa raba pada lesi (kelainan) kulit
a. kapas diruncingkan ujungnya, jelaskan pada pasien tujuan dan cara
pemeriksaan ini serta hal yang diharapkan dari pemeriksaan ini.
b. Sentuhalah kulit dengan ujung kapas sedikit membengkok
c. Coba lakukan dengan mata pasien terbuka pada kulit yang normal
hingga ia dapat melihat dengan pasti apa yang dilakukan. Teruskan
hingga pasien mengerti tujuan tes ini.
d. Kemudian lakukan dengan mata pasien tertutup. Pertama coba pada
kulit yang normal, jika ia menunjuk dengan benar, coba sentuh lesinya.
Kemudian lakukan selang seling dengan kulit normal. Pastikan bahwa
pasien tidak melihat tiap sentuhan yang dilakukan.
4. pemeriksaan saraf tepi
beberapa saraf tepi yang sering terlibat :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

n.
n.
n.
n.
n.
n.
n.
n.

facialis
auricularis magnus
radialis
ulnaris
medianus
cutaneus radialis
peroneus communis (poplitea lateralis)
tibialis posterior

PENGOBATAN
Obat-obat kusta
Walaupun telah dikenal berbagai jenis obat kusta (anti leprosy drugs), namun
pada saat ini yang digunakan sebagai obat utama (first line drugs) adalah
DDS/dapsone,
rifampisin,
lamprene/clofazimine,
prothionamide/ethionamide.
Berhubung dengan toksisitas yang tinggi terhadap hepar, prothionamide tidak
digunakan dalam program eliminasi kusta di indonesia.
Beberapa obat baru yang tergolong dalam quinolons (pefloxacine,
ofloxacine), macrolides (clarithromycin, azithromicyn) dan minocycline dilaporkan
cukup potensial terhadap M. Leprae dan masa pengobatannya lebih pendek

daripada obat-obat yang digunakan sekarang. Untuk membenarkan penggunaan


obat-obat tersebut secara umum masih diperlukan data penelitian yang cukup
meyakinkan apalagi mengingat harga obat-obat tersebut cukup mahal.
Berhubung dengan tingginya jumlah kasus resistensi terhadap DDS yang
telah digunakan sejak akhir Perang Dunia II, maka WHO pada tahun 1982 sangat
menganjurkan pemakaian lebih dari 1 jenis obat kusta dalam pengobatan seorang
penderita yang dikenal sebagai multidrug therapy (MDT) atau pengobatan
kombinasi. Disamping unggul dalam masa pengobatan yang jauh lebih pendek,
MDT
dapat
mencegah
dan
menanggulangi
kejadian
resistensi
serta
menanggualangi persistensi.

Efek samping obat


Rifampisin :

Sindroma kulit seperti terasa panas di badan (flushing), gatal (pruritus)


Sindroma perut seperti rasa nyeri, mual, muntah, diare
Sindroma flu seperti demam, menggigil, dan sakit tulang
Sindroma pernapasan seperti sesak, kolaps, hingga syok
Hepatotoksik
Perubahan warna kencing, feces, ludah, air mata dan keringat menjadi
berwarna merah.

DDS
Reaksi alergi seperti dermatitis exfoliative, fixed drug eruptions
Hepatitis, neprhetis, anemia hemolitik, agranulocytosis, neuritis perifer
Clofazimine
Rangsangan dan obstruksi saluran pencernaan
Hiperpigmentasi kulit dan mukosa
Kulit dan mukosa kering sehingga keringat dan airmata berkurang.

You might also like