You are on page 1of 14

Buncitnya Perut Manajerku

SARTONI
405070052

Definisi dan epidemiologi Obesitas

Definisi
Obesitas peningkatan berat badan melebihi
batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat
akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh.
(dorland edisi 29)

Epidemiologi
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh
dunia dengan IMT = 30 kg/m2 melebihi 250 juta
orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang
dewasa di dunia. Insidensi obesitas di negaranegara berkembang makin meningkat, sehingga
saat ini banyaknya orang dengan obesitas di
dunia hampir sama jumlahnya dengan mereka
yang menderita karena kelaparan. Beban
finansial, resiko kesehatan, dan dampak pada
kualitas hidup berhubungan dengan epidemi
tersebut.

Classification
Regulatory Obesity
-> Mekanisme pengaturan masuknya makanan.
Metabolic Obesity
-> Kelainan metabolisme lemak & karbohidrat
Tanda2 khas : fat (walau tidak makan banyak)
fat mobilisasi

Classification Of BMI
Category
severely underweight
underweight
normal
overweight
obese class I
obese class II
severely obese
morbidly obese
super obese
hyper obese

BMI Rate
less than 16,5
from 16,5 to 18,5
from 18.5 to 25
from 25 to 30
from 30 to 35
from 35 to 40
from 40 to 45
from 45 to 50
from 50 to 60
above 60

www.caringm

Tanda & Gejala

wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap


leher relatif pendek
dada membusung dengan payudara membesar
perut membuncit
pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia
pubertas dini
genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua
pangkal paha bagian dalam saling menempel dan
bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

Etiologi

Patofisiologi
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi
yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Gangguan keseimbangan energi ini dapat
disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer)
sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen
(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan
hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi
10%).
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh
hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu :
1.
2.
3.

pengendalian rasa lapar dan kenyang,


mempengaruhi laju pengeluaran energi dan
regulasi sekresi hormon.

Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyalsinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal
aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal
tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan
pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi
makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi
lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin
(CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur
penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan
adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di
hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide Y (NPY), sehingga
terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan
energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan
terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita
obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan.

CARA PEMERIKSAAN
1. Anamnesis :
Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja
Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous)
Adanya keluhan : ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul
Riwayat gaya hidup :
a)
b)

Pola makan/kebiasaan makan


Pola aktifitas fisik : sering menonton televisi

Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan resiko seperti
penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes
melitus tipe II
2. Pemeriksaan fisik :
Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas
3. Pemeriksaan penunjang : analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi
paru (jika ada tanda-tanda kelainan).
4. Pemeriksaan antropometri :
1.
2.
3.
4.

Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI adalah berat
badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB > 120% BB Ideal.
Pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT P > 95 kurva IMT berdasarkan
umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.
Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps P > 85.
Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri

Penyulit
1.

Kardiovaskuler
Terkait dengan: peningkatan kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta
penurunan kadar HDL- kolesterol.

2.

Diabetes Mellitus tipe-2


Jarang ditemukan pada anak obesitas, tetapi hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus
tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau P > 99.

3.

Obstructive sleep apnea


Sering dijumpai dengan gejala mengorok. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.

4.

Gangguan ortopedik
Disebabkan tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan
terbatasnya gerakan panggul akibat kelebihan berat badan.

5.

Pseudotumor serebri
Adanya gangguan jantung dan paru pada obesitas, menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan
peningkatan tekanan intrakranial, yang dapat menimbulkan sakit kepala, papil edema, diplopia,
kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.

6. Problem psikososial.
Karena obesitas merupakan bentuk tubuh yang tidak menyenangkan serta adanya anggapan bahwa
anak obesitas identik dengan malas, jorok, bodoh, jelek, pembohong dan curang, sehingga anak
yang
obesitas sering mengalami diskriminasi, fungsi sosial berkurang serta penurunan prestasi belajar,
kebugaran dan kesehatan.

PENATALAKSANAAN
Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,
dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi
pola hidup.

1. Bluher, S., et al. Type 2 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents: The European Perspective,
Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 170-180.
2. Candrawinata, J., (2003), When Your Patients Start To Do The Popular Diets. Dalam Naskah
Lengkap National Obesity Symposium II, Editor: Tjokroprawiro A., dkk. Surabaya, 2003; 29-39.
3. Dietz, W.,H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition, IInd ed, Suskind, R.,M.,
Suskind, L.,L. (Eds). New York : Raven Press, 1993; 279-84.
4. Freedman,D.,S. Childhood Obesity and Coronary Heart Disease. Dalam Obesity in Childhood and
Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel : Karger AG, 2004; 160-9.
5. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Childrens Fat Mass. Am J Clin Nutr, 2002; 75 : 451452.
6. Kopelman, G.D. Obesity as a Medical Problem, NATURE, 2000; 404 : 635-43.
7. Kiess W., et al. Multidisciplinary Management of Obesity in Children and Adolescents-Why and How
Should It Be Achieved?. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence, Kiess W., Marcus C.,
Wabitsch
M., (Eds). Basel : Karger AG, 2004; 194-206.
8. Syarif, D.R. Childhood Obesity : Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National
Obesity Symposium II, Editor : Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123-139.
9. Surasmo, R., Taufan H. Penanganan obesitas dahulu, sekarang dan masa depan. Dalam Naskah
Lengkap National Obesity Symposium I, Editor : Tjokroprawiro A., dkk. Surabaya, 2002; 53-65.
10. Taitz, L.S. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D.,
Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London : Churchill Livingstone, 1991; 485-509.
11. WHO. Obesity : Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical Report Series 2000;
894, Geneva.

You might also like