You are on page 1of 39

A.

Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengertian
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (WHO, 1969; Mubarak dkk.,
2006).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman,1998;
Suprajitno, 2004).
Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah
dalam kedekatan yang konsisten dan berhubungan erat.(Heivi,1981, Mubarak
dkk, 2006).
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI,
1998; Mubarak et al, 2006).
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawatan professional
melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif dengan klien dan tenaga
kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup dan
wewenang dan tanggung jawab. Salah satu praktik keperawatan adalah
asuhan keperawatan keluarga (Suprajitno, 2004).
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada

berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan


dasar manusia, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan,
berpedoman pada standar praktik keperawatan, dilandasi etik dan etika
keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan
(Suprajitno, 2004).
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang
diberikan melalui praktik keperawatan-keperawatan dengan sasaran keluarga.
Asuhan ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami
keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan (Suprajitno,
2004).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri.
b. Tujuan Khusus
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam:
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.
2) Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan
keluarga.
3) Melakukan tindakan keperawatan kesehatan kepada anggota keluarga
yang

sakit,

mempunyai

gangguan

fungsi

tubuh

atau

yang

membutuhkan bantuan/asuhan keperawatan.


4) Memelihara dan memodifikasi lingkungan (fisik, psikis dan sosial)

sehingga dapat menunjang peningkatan kesehatan keluarga.


1) Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat misalnya
Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu atau sarana pelayan
kesehatan lainnya untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan keluarga.
3. Prinsip Asuhan keperawatan keluarga
a. Bekerjasama secara kolektif dengan keluarga.
b. Mulai sesuai dengan kemampuan keluarga.
c. Sesuai NCP (Nurse Care Plannning) dengan tahap perkembangan
keluarga.
d. Terima dan akui struktur keluarga.
e. Menekankan pada kemampuan keluarga.
4. Sasaran
Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga-keluarga yang
rawan kesehatan yaitu keluarga yang mempunyai masalah kesehatan atau
yang beresiko terhadap timbulnya masalah kesehatan. Sasaran dalam keluarga
yang dimaksud adalah individu sebagai anggota dan keluarga itu sendiri.
5. Persiapan pemberian asuhan keperawatan
a. Menetapkan keluarga yang menjadi sasaran kunjungan serta menentukan
kasus-kasus yang perlu ditindaklanjuti di rumah, melalui seleksi kasus di
Puskesmas sesuai prioritas.
b. Menetapkan jadwal kunjungan
1) Membuat jadwal kunjungan dan identitas keluarga yang akan

dikunjungi.
2) Membuat kesepakatan dengan keluarga tentang waktu kunjungan dan
kehadiran anggota keluarga pengambil keputusan.
c. Menyiapkan perlengkapan lapangan
1) Mempelajari riwayat penyakit klien (individu/anggota keluarga) dari
rekaman kesehatan keluarga di Puskesmas dan pencatatan lain yang
ada kaitannya dengan klien tersebut.
2) Membuat catatan singkat tentang masalah klien dan keluarga sebagai
dasar kajian lebih lanjut di keluarga.
3) Formulir atau catatan pengkajian keluarga dan catatan lain yang
diperlukan.
4) Kit Primary Health Nursing (PHN) yang berisi peralatan dan obatobatan sederhana.
5) Alat bantu penyuluhan.
6. Metodologi proses keperawatan
Metodologi proses keperawatan merupakan metodologi penyelesaian
masalah kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan pengetahuan ilmiah serta
menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan meliputi:
a. Tahap pengkajian
Pengkajian adalah tahap ketika seorang perawat mengumpulkan
informasi secara terus-menerus tentang keluarga yang dan merupakan
langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga (Suprajitno,
2004).

1) Metode pengumpulan data


a)

Wawancara.

b)

Observasi fasilitas dalam rumah.

c)

Pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga.

d)

Data sekunder (hasil laboratorium, hasil foto rongent, dll).


2) Hal-hal yang dikaji keluarga
a) Data umum
(1) Meliputi nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan dan
pendidikan kepala keluarga, komposisi keluarga yang terdiri
dari nama, jenis kelamin, hubungan dengan KK, umur,
pendidikan dan status imunisasi dari masing-masing anggota
keluarga serta genogram.
(2) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala
atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
(1) Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan
kesehatan.
(2) Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
(3) Status sosial ekonomi keluarga

Ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga


maupun anggota keluarga lainnya, kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki
oleh keluarga.
(6) Aktivitas rekreasi keluarga
Tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersamasama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun
dengan menonton televisi dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas keluarga.
b) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
(1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
(2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang
terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.
(3) Riwayat keluarga inti
Riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masingmasing anggota dan sumber pelayanan yang digunakan
keluarga.
c) Pengkajian lingkungan
(1) Karakteristik rumah
Identifikasi rumah meliputi luas, tipe, jumlah ruangan,
pemanfaatan ruangan, jumlah ventilasi, peletakan perabotan

rumah tangga, sarana pembuangan air limbah dan kebutuhan


mandi, cuci, dan kakus (MCK), sarana air bersih, air minum
yang digunakan dan denah rumah.
(1) Karakteristik tetangga
Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan
komunitas setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik,
aturan penduduk setempat dan budaya yang mempengaruhi
kesehatan.
(2) Mobilitas geografi keluarga
Ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah
tempat.
(4) Perkumpulan

keluarga dan interaksi

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga


untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada.
(5) Sistem pendukung keluarga
Meliputi jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas
fisik, psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan
fasilitas-fasilitas sosial atau dukungan masyarakat setempat.
d) Struktur keluarga
(1) Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota
keluarga.
(2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan


mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.
(3) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga
baik secara formal maupun informal.
(1) Nilai dan norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga
yang berhubungan dengan kesehatan.
e) Fungsi keluarga
(1) Fungsi afektif
Mengkaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan memiliki keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, kehangatan pada keluarga dan
keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
(2) Fungsi sosial
Bagaimana hubungan dalam keluarga dan sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma atau budaya perilaku.
(3) Fungsi perawatan kesehatan
Sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian
dan perlindungan terhadap anggota keluarga yang sakit,
pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit, kesanggupan
keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga,
yaitu:

(a) Mengenal masalah kesehatan.


(b) Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang
tepat.
(c) Merawat anggota keluarga yang sakit.
(d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat.
(e) Menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan di
masyarakat.
(4) Fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah
anggota keluarga, metode apa yang digunakan keluarga dalam
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
(5) Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan
sandang, pangan dan papan, dan memanfaatkan sumber yang
ada di masyarakat dalam upaya meningkatkan status kesehatan
keluarga.
f) Stressor dan koping keluarga
(1) Stressor jangka pendek dan jangka panjang
Stressor jangka pendek yaitu yang memerlukan penyelesaian
dalam waktu 6 bulan dan jangka panjang yaitu yang
memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.

(1) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor.

(2) Strategi koping yang digunakan


Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
(4) Strategi adaptasi disfungsional
Adaptasi disfungsi yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
g) Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan terhadap
petugas kesehatan yang ada.

b. Perumusan diagnosa keperawatan keluarga


Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang dirumuskan data
yang terkumpul dan berupa rumusan tentang respons klien terhadap
masalah kesehatan serta faktor penyebab (etiologi) yang berkontribusi
terhadap

timbulnya

masalah

yang

perlu

diatasi

dengan

tindakan/intervensi keperawatan (Suprajitno, 2004).


Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian
terhadap

adanya

masalah

dalam

tahap

perkembangan

keluarga,

lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping


keluarga, baik yang bersifat aktual, risiko maupun sejahtera di mana
perawat memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan
tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga dan berdasarkan
kemampuan

dan

sumber

daya

keluarga.

Komponen

diagnosis

keperawatan meliputi: problem atau masalah, etiologi atau penyebab, sign


atau tanda (Mubarak, 2006).
1) Tipologi dari diagnosis keperawatan
a)

Diagnosis aktual
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan
gejala dari gangguan kesehatan di mana masalah kesehatan yang
dialami oleh keluarga memerlukan bantuan untuk segera ditangani
dengan cepat.
b) Diagnosis risiko/risiko tinggi
Masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda
untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan
cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.
c) Diagnosis potensial (wellness/sejahtera)
Suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah
mampu memenuhi kebutuhan kesehatan-nya dan mempunyai
sumber

penunjang

kesehatan

yang

memungkinkan

dapat

ditingkatkan.
2) Contoh perumusan diagnosis keperawatan
a) Contoh diagnosis aktual
(1) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada ibu B
keluarga

bapak

Am

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang


nyaman untuk istirahat dan tidur.

(2) Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas gerak pada anak


Des

keluarga

bapak

Rm

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan keluarga memodifikasi (menata) lingkungan


yang aman untuk latihan berjalan anak Des.

b) Contoh diagnosis risiko/risiko tinggi


(1) Risiko terjadinya serangan ulang yang berbahaya pads lansia
Er

keluarga

bapak

Li

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan


kesehatan (Puskesmas) yang dekat dengan tempat tinggal
keluarga.
(2) Risiko tinggi konflik antara orang tua dan anak remaja
keluarga

bapak

Kar

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunitas yang


tepat bagi anak remaja-nya.
c) Contoh diagnosis potensial (wellnes/sejahtera)
(1)Potensial peningkatan kesejahteraan ibu Ju yang sedang hamil
keluarga bapak Man.
(2)Potensial peningkatan status kesehatan balita keluarga bapak
Kin.
3) Skoring (penilaian) diagnosis keperawatan
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosis
keperawatan lebih dari satu. Proses skoring menggunakan skala yang

telah dirumuskan oleh Bailon dan maglaya (1978) yang dikutip oleh
Suprajitno (2004).
a) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat.
b) Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikaitkan
dengan bobot.
Skor yang diperoleh

X bobot

Skor tertingi
c) Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan
jumlah bobot, yaitu 5).
Tabel 1. Skoring (penilaian) diagnosis keperawatan
No.
Kriteria
1. Sifat masalah
Skala : Tidak/kurang sehat
Ancaman kesehatan
Keadaan sejahtera
2. Kemungkinan masalah dapat
Diubah
Skala : Mudah
Sebagian
Rendah
3.

Skor

Bobot

3
2
1

2
1
0

3
2
1

Potensial masalah untuk

Skala : Tinggi
Cukup
Rendah
4. Menonjolnya masalah
Skala : Masalah berat, harus
segera ditangani
Ada masalah tetapi
tidak perlu ditangani
Masalah tidak
Dirasakan
c. Perencanaan keperawatan keluarga

2
1
0

Perencanaan asuhan keperawatan adalah acuan tertulis yang terdiri


dari berbagai intervensi keperawatan (Suprajitno, 2004).
Rencana keperawatan keluarga adalah merupakan kumpulan
tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam
menyelesaikan atau mengatasi masalah kesehatan atau masalah
keperawatan yang telah diidentifikasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
keperawatan keluarga:
1) Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisa yang menyeluruh
tentang masalah atau situasi keluarga.
2) Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat dilaksanakan dan
dapat menghasilkan apa yang diharapkan.
1) Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah instansi
kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan pada daerah tersebut tidak
memungkinkan pemberian pelayanan cuma-cuma maka perawat harus
mempertimbangkan hal tersebut dalam menyusun perencanaan.
3) Rencana keperawatan dibuat bersama dengan keluarga. Hal ini sesuai
dengan prinsip bahwa perawat bekerja bersama keluarga bukan untuk
keluarga.
2) Sebaiknya rencana keperawatan dibuat secara tertulis, selain berguna
untuk perawat juga berguna untuk anggota tim kesehatan lainnya
khususnya dalam mengingat perencanaan yang telah disusun dan
dapat membantu dalam mengevaluasi perkembangan masalah

keluarga.
Langkah-langkah dalam mengembangkan rencana keperawatan
keluarga:
1) Menentukan sasaran atau global
Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan akhir yang
akan dicapai melalui segala upaya dan harus ditentukan bersama
keluarga.
2) Menentukan tujuan atau objektif
Ciri tujuan atau objektif yang baik adalah spesifik, dapat diukur,
dapat dicapai, realistik dan ada batasan waktu.
3) Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan.
Dalam keperawatan kesehatan keluarga tindakan yang dilakukan
ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan sebab-sebab yang
mengakibatkan timbulnya ketidaksanggupan dalam melaksanakan
tugas-tugas kesehatan.
4) Menentukan kriteria dan standar kriteria
Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunakan untuk
mengukur pencapaian tujuan, sedangkan standar menunjukkan tingkat
performance yang diinginkan untuk membandingkan bahwa perilaku
yang menjadi tujuan tindakan keperawatan telah tercapai.

d. Tahapan pelaksanaan keperawatan keluarga

Pelaksanaan merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan,


yaitu perawat melakukan tindakan sesuai rencana di mana tindakan
tersebut berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasar klien (Suprajitno,
2004).
Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan
keluarga

di

mana

perawat

mendapatkan

kesempatan

untuk

membangkitkan minat keluarga untuk mengadakan perbaikan kearah


perilaku hidup sehat.
Tindakan keperawatan keluarga mencakup :
1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah
dan

kebutuhan

kesehatan

dengan

memberikan

informasi,

mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, juga


mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
dengan cara: mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan,
mengidentifikasi

sumber-sumber

yang

dimiliki

keluarga

dan

mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.


3) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang
sakit dengan cara: mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan
alat dan fasilitas yang ada di rumah dan mengawasi keluarga
melakukan perawatan.
4) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat
lingkungan menjadi sehat dengan cara: menemukan sumber-sumber

yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan


keluarga seoptimal mungkin.
5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada dengan cara: mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di
lingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada.
Faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat minat
keluarga untuk bekerjasama melakukan tindakan kesehatan :
1) Keluarga kurang memperoleh informasi yang jelas atau mendapatkan
informasi tetapi keliru.
2) Keluarga mendapatkan informasi tidak lengkap, sehingga mereka
melihat masalah hanya sebagian.
3) Keliru tidak dapat mengaitkan antara informasi yang diterima dengan
situasi yang dihadapi.
4) Keluarga tidak mau menghadapi situasi.
5) Anggota keluarga tidak mau melawan tekanan dari keluarga atau
sosial.
6) Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku.
7) Keluarga gagal mengaitkan tindakan dengan sasaran atau tujuan
upaya keperawatan.
1) Kurang percaya dengan tindakan yang diusulkan perawat.
Kesulitan dalam tahap pelaksanaan dapat pula diakibatkan oleh
faktor-faktor yang berasal dari petugas, antara lain :

1) Petugas cenderung menggunakan satu pola pendekatan atau petugas


kaku dan kurang fleksibel.
2) Petugas kurang memberikan penghargaan atau perhatian terhadap
faktor-faktor sosial budaya.
3) Petugas kurang mampu dalam mengambil tindakan atau menggunakan
bermacam-macam teknik dalam mengatasi masalah yang rumit.
e. Tahap evaluasi
Evaluasi, merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna, apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Suprajitno, 2004).
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan
penelitian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/ belum berhasil perlu
disusun rencana baru yang sesuai.
1) Macam-macam evaluasi
a) Evaluasi kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah
pelayanan atau kegiatan yang telah dikerjakan. Evaluasi kuantitatif
sering dipakai dalam kesehatan karena lebih mudah dikerjakan
bila dibandingkan dengan evaluasi kualitatif. Pada evaluasi
kuantitatif jumlah kegiatan dianggap dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Contoh: jumlah keluarga yang dibina.
b) Evaluasi kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat

difokuskan pada salah satu dari 3 dimensi yang saling terkait,


yaitu:
(1) Struktur atau sumber
Evaluasi struktur atau sumber terkait dengan tenaga
manusia,

atau

bahan-bahan

yang

diperlukan

dalam

pelaksanaan kegiatan.
Dalam upaya keperawatan ini menyangkut antara lain:
(a) Kecakapan atau kualifikasi perawat
(b) Minat atau dorongan
(c) Waktu atau tenaga yang dipakai
(d) Macam dan banyaknya peralatan yang dipakai.
(e) Dana yang tersedia.
(2) Proses
Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
untuk

mencapai

tujuan.

Misalnya

mutu

penyuluhan

kesehatan yang diberikan lansia dengan masalah nutrisi.


(3) Hasil
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya
kesanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas
kesehatan-nya.

2) Luasnya evaluasi
Evaluasi sebagai proses dipusatkan pada pencapaian tujuan

dengan memperhatikan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang


telah diberikan.
a) Efisiensi atau ketepatgunaan
Evaluasi ini dikaitkan dengan sumber daya yang digunakan.
Misalnya uang, waktu, tenaga atau bahan.
a) Appropriateness atau kecocokan
Evaluasi ini dikaitkan dengan kesesuaian antara tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan pertimbangan profesional.
a) Adequaoy atau kecukupan
Evaluasi ini dikaitkan dengan kelengkapan tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan atau hasil
yang diinginkan.

B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan


darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi
(Manjsoer, 1999)
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140
mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 120 mmHg (Sharon. L, Rogen, 1996)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,
1996)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg
atau lebih (Barbara Hearrison, 1997)
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg.
2. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi adalah genetik obesitas, stress lingkungan.
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 (dua) golongan
yaitu:
a. Hipertensi esensial (primer)
Hipertensi esensial primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya disebut dengan hipertensi idiopatik, terdapat sekitar 95%
kasus.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal
Terdapat sekitar 5%, kasus penyebab spesifiknya diketahui, seperti
penggunaan

estrogen,

penyakit

ginjal,

hipertensi

vaskuler

renal

hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma,

koarktasioaorta hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lainlain (Arif Mansjoer, 1999. hal: 158)
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula dari saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai ketakutan
dan kecemasan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstroktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstroksi. Medula
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan
penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional
pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
arterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
4. Manisfestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migren, rasa
berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, lemah dan letih. Suhu
tubuh rendah (http://Kumpulan-Asuhan-Keperawatan.blogspot.com/2009/03).
5. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Tabel 1. Kalsifikasi Hipertensi sesuai WHO
Klasifikasi

Sistolik (mmHg)

Normal tensi
< 140
Hipertensi Ringan
140-180
Hipertensi Perbatasan
140-160
Hipertensi Sedang dan Berat
> 180
Hipertensi Sistolik Terisolasi
> 140
Hipertensi Sistolik Perbatasan
140-160
(Arif Mansjoer, 1999)

Diastolik
(mmHg)
< 90
90-105
90-95
> 105
< 90
< 90

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hb/H Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas)

dan

dapat

mengindikasikan

faktor

resiko

seperti:

hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatinin Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
c. Glukosa untuk

Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

d. Urinalisa Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan


ada DM
e. CT Scan untuk mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
f. EKG Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan
ginjal.
h. Photo dada : menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
(http// kumpulan asuhan keperawatan blogspot.com/ 2010/03)
7. Penatalaksanaan
Menanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2
(dua) jenis penatalaksanaan yaitu:
a. Penatalaksanaam non farmakologi atau perubahan gaya hidup
1) Menurunkan berat badan bila berlebihan (indek masa tubuh 27)
2) Membatasi alkohol
3) Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)
4) Mengurangi asupan natrium
5) Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari)
6) Mempertahankan kalium dan magnesium yang adekuat
7) Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol
dalam makanan
(Waspadji, Sarwono. (ed). 2001.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.)
b. Penatalaksanaan farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberian atau pemilihan obat antihipertensi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Mempunyai efektivitas yang tinggi


Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal
Memungkinkan penggunaan obat secara oral
Tidak menimbulkan intoleransi
Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita
Memungkinkan penggunaan dalam jangka panjang

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi


seperti golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi angiotensin (Waspadji,
Sarwono. (ed). 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hal: 213).
9. Komplikasi
Organ-organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain
mata berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan, gagal jantung dan pecahnya pembuluh darah otak (Waspadji,
Sarwono. (ed). 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai

sumber

mengidentifikasi

status

kesehatan

klien

(Nursalam, 2001).
Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisir yang meliputi
tiga aktivitas dasar, yaitu: mengumpulkan data secara sistematis, menyortir
dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam
format yang dapat dibuka kembali (Doenges, dkk, 1998)
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala
Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
2) Tanda
a) Frekuensi jantung meningkat
b) Perubahan irama jantung
c) Takipnea
b. Sirkulasi
1) Gejala
a) Riwayat
hipertensi,
aterosklerosis,
koroner/katup dan penyakit serebrovaskuler.
b) Episode palpitasi, perspirasi
2) Tanda

penyakit

jantung

Kenaikan tekanan darah


c. Integritas ego
1) Gejala
a) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, efuforia,
atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)
Faktor-faktor stres multipel (hubungan, keuangan, yang
berkaitan dengan pekerjaan)
2) Tanda
a) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,
tangisan yang meledak
b) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar
mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
1) Gejala
1) makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng, keju, telor) gula-gula yang berwarna hitam,
kandungan tinggi kalori.
2) Mual muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini
4) Riwayat penggunaan diuretik
2) Tanda
a) Berat badan normal atau obesitas
b) Adanya edema (mungkin umum atau tertentu), kongesti vena,
DVJ, glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah
diabetik)
f. Neurosensori
1) Gejala
a) Keluhan pening/pusing
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam)

c) Episode bebas dan/atau kelemahan pada satu sisi


d) Gangguan penglihatan
e) Episode epistaksis
2) Tanda
a) Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola isi/bicara,
efek, proses pikir, atau memori (ingatan)
b) Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan
atau reflek tendon dalam
c) Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/ penyempitan
arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan
edema palpiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada
berat/lamanya hipertensi.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi

(indikasi

ateriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah)


3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
4) Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)
h. Pernapasan
1) Gejala
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja
b) Takipnea, ortopnea nuktornal paroksismal
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
d) Riwayat merokok
2) Tanda
a) Distres respirasi/penggunan otot akselarasi pernapasan
b) Bunyi nafas tambahan (krakles/mengi)
c) Sianosis
i. Keamanan
1) Keluhan/gejala :
a) Gangguan koordinasi/cara berjalan
b) Episode parestesia unilateral transien
c) Hipotensi postural
d) Pembelajaran/penyuluhan
2) Gejala :

a) Faktor-faktor

resiko

penyakit

jantung,

keluarga:

hipertensi,

diabetes

aterosklerosis,

melitus,

penyakit

serebrovaskuler/ginjal
b) Faktor-faktor resiko etnik, seperti orang Afrika-Amerika, Asia
Tenggar
c) Penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan obat/alkohol
j. Pertimbangan Rencana Pemulangan
1) DRG menunjukkan setara lamanya dirawat: 4,2 hari
2) Bantuan dengan pemantauan tekanan darah
3) Perubahan dalam terapi obat
4) Prioritas keperawatan
5) Mempertahankan/meningkatkan fungsi kardiovaskular
6) Mencegah komplikasi
7) Memberikan informasi tentang proses/prognosis dan program
pengobatan
8) Mendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi
Tujuan pemulangan
1)
2)
3)
4)

Tekanan darah dengan batas yang dapat diterima untuk individual.


Komplikasi kardiovakular dan sistemik dicegah/diminimalkan
Proses/prognosis penyakit dan regimen terapi dipahami
Perubahan yang diperlukan dalam hal gaya hidup/perilaku
dilakukan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah
(Capernito, 2001).
Secara umum diagnosa keperawatan pada klien dengan Hipertensi
yang dijumpai menurut Doengoes (2000) adalah :
a. Curah jantung, penurunan, risiko tinggi terhadap peningkatan afterload,
vasokonstriksi,

iskemia

miokardia,

hipertrofi/rigiditas

(kekakuan)

ventrikuler berhubungan dengan iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas


(kekakuan) ventrikuler
b. Intoleran

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan

umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


c. Nyeri, (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskular serebral.
d. Nutrisi, perubahan, lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik, pola
hidup monoton, keyakinan budaya
e. Koping,

Individu,

inefektif

berhubungan

dengan

krisis

situasional/maturasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak


adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit atau tidak pernah olah
raga, nutrisi buruk, harapan yang tidak terpenuhi, kerja berlebihan,
persepsi tidak realistik, metode koping tidak efektif.
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi, rencana
pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat,
misinterprestasi informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah yang diidentifikasi pada diagnosa
keperawatan (Nursalam, 2001).
a. Curah jantung, penurunan, risiko tinggi terhadap peningkatan afterload,
vasokonstriksi,

iskemia

miokardia,

hipertrofi/rigiditas

(kekakuan)

ventrikuler berhubungan dengan iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas


(kekakuan) ventrikuler.
Intervensi :
1) Pantau tekanan darah. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi
awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih

lengkap

tentang

keterlibatan/bidang

masalah

vaskular.

Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai


peningkatan tekanan sistolik sampai 130; hasil pengukuran diastolik
di atas 130 dipertimbangkam sebagai peningkatan pertama,

kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor risiko


yang ditentukan untuk penyakit serebrovakular dan penyakit iskemi
jantung bila tekanan diastolik 90-115
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentarl dan perifer
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis
mungkin termati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) atau
kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertrofi atrium. Perkembangan S3 menunjukan hipertrofi
ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakles, mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru sekundr terhadap terjadinya atau
gagal jantung kronik.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
5) Catat edema umum/tertentu
Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal
atau vaskular.
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan
lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis
meningkatkan relaksasi.
7) Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat

di tempat

tidur/kursi; jadwal periode istirahat tanpa gangguan; bantu pasien


melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : Menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi
tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
8) Lakukan tindakan yang nyaman, seperti pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.

Rasional : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan


rangsang simpatis.
9) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
10) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
Rasional : Respon terhadap terapi obat stepped (yang terdiri atas
diuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada individu
dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka penting
untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis
paling rendah.
b. Intoleran

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan

umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi
lebih dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan
tekanan darah yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan
sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20
mmHg); dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang
berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
Rasional : Menyebutkan parameter membantu mengkaji respons
fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan
indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, misal
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan
energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan


kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
c. Nyeri, (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskular serebral.
1) Mempertahan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala, misal dengan kompres dingin pada dahi, pijat punggung,
dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi
(panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang.
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral
dan yang memperlambat/memblok respon simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan

aktivitas

vasokontriksi

yang

dapat

meningkatkan sakit kepala misal mengejan saat buang air besar,


batuk panjang, membungkuk.
Rasional

Aktivitas

yang

meningkatkan

vasokontriksi

menyebabkan sakit kepala pada adnya peningkatan tekanan


vaskular serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan
dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode
hipotensi postural.
5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan
untuk menghentikan perdarahan.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung
dapat mengganggu menelan atau membutuhkan nafas dengan

mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan


membran mukosa.
6) Kolaborasi dalam mnemberikan Analgetik
Rasional : Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsang sistem saraf simpatis.
d. Nutrisi, perubahan, lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik, pola
hidup monoton, keyakinan budaya.
1) Kaji pemahanan pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.
Rasional : Kegemukan adalah risiko tambahan pada tekanan darah
tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan
curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.
Rasional : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi
untuk hipertensi dan komplikasinya misal stroke, penyakit ginjal,
gagal jantung. Kelebihan masukan garam memperbanyak volume
cairan intravaskular dan dapat merusak ginjal, yang lebih
memperburuk ginjal.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.
Rasional : Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.
Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila
tidak maka program sama sekali tidak jalan.
4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program
diet terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu
untuk penyesuaian/penyuluhan.
5) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistuk dengan
pasien, misal penurunan berat badan 0,5 kg perminggu.

Rasional : Penurunan masukan kalori seorang sebanyak 500 kalori


per hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5
kg/minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara
merubah kebiasaan makan.
6) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan dimakan.
Rasional : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi
yang dimakan, dan kondisi emosi saat makan. Membantu untuk
memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat
mengontrol perubahan.
7) Instruksikan dan bantu memilih makan yang tepat, hindari
makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es
krim, daging) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur,
produk kalengan, jeroan).
Rasional : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
8) Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
e. Koping,

Individu,

inefektif

berhubungan

dengan

krisis

situasional/maturasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak


adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit atau tidak pernah
olah raga, nutrisi buruk, harapan yang tidak terpenuhi, kerja
berlebihan, persepsi tidak realistik, metode koping tidak efektif.
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku.
Rasional : Mekanisme adaptasi perlu untuk mengubah pola hidup
seseorang, mengatasi hipertensi kronik, dan mengintegrasikan
terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari.

2) Catat laporkan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan


konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidak mampuan untuk mengatasi/ menyelesaikan masalah.
Rasional : Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin
merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama tekanan darah diastolik.
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan
kemungkinan strategi mengatasinya.
Rasional : Pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama
dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.
4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri
yang berkelanjutan, memperbaiki ketrampilan koping, dan dapat
meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.
5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup.
Rasional : Fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada
relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang diinginkan.
6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan,
ketimbang tujuan diri/keluarga.
Rasional : Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi, rencana
pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat,
misinterprestasi

informasi,

keterbatasan

kognitif,

menyangkal

diagnosa.
1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang
terdekat.
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi

minat

pasien/orang

terdekat

untuk

mempelajari

penyakit,

kemajuan, dan prognosis. Bila pasien tidak menerima realitas


bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan
perilaku tidak ada dipertahankan.
2) Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal. Jelaskan
tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah,
ginjal dan otak.
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang
peningkatan tekanan darah dan mengklarifikasi istilah medis yang
sering digunakan. Pemahaman bahwa tekanan darah tinggi dapat
terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun merasa sehat.
3) Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah
terkontrol dengan baik saat menggambarkan tekanan darah
pasien dalam batas yang diinginkan.
Rasional : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan penyampaian ide terkontrol akan
membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi.
4) Bantu

pasien

dalam

mengidentifikasi

faktor-faktor

risiko

kardiovaskular yang dapat diubah misal obesitas, diet tinggi


lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan
minum alkohol, pola hidup penuh stres.
Rasional : Faktor-faktor risiko ini telah menunjuk hubungan
dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta
ginjal.
5) Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan
dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut.
Rasional : Kurangnya kerja sama adalah alasan umum kegagalan
terapi

antihipertensif.

Oleh

karenanya,

evaluasi

yang

berkelanjutan untuk kepatuhan pasien adalah penting untuk

keberhasilan pengobatan. Terapi yang efektif menurunkan insiden


stroke, gagal jantung, gangguan ginjal dan kemungkinan MI.
6) Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan tekanan darah
mandiri. Evaluasi pendengaran, ketajaman penglihatan dan
keterampilan manual serta koordinasi pasien.
Rasional : Dengan mengajarkan pasien atau orang terdekat untuk
memantau tekanan darah adalah menyakinkan untuk pasien,
karena hasilnya memberikan penguatan visual/positif akan supaya
pasien.
7) Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional,
dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan,
dan idiosinkrasi.
Rasional : Informasi yang adekuat dan pemahaman bahwa efek
samping adalah umum dan sering menghilang dengan berjalannya
waktu dengan demikian meningkatkan kerja sama rencana
pengobatan.
8) Sarankan untuk sering mengubah posisi, olah raga kaki saat
berbaring.
Rasional : Menurunkan bendungan vena perifer yang dapat
ditimbulkan oleh vasodilator dan duduk/atau berdiri terlalu lama.
9) Anjurkan pasien untuk mengkonsultasikan dengan pemberi
perawatan sebelum menggunakan obat-obatan yang diresepkan
atau tidak diresepkan.
Rasional : Tindak kewaspadaan penting dalam pencegahan
interaksi obat kemungkinan berbahaya. Setiap obat yang
mengandung stimula saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan
darah atau dapat melawan efek antihipertensif.
10) Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan/cairan
tinggi kalium misal; jeruk, pisang, tomat, kentang, aprikot, kurma,
buah ara, kismis, gatorade, sari buah jeruk, dan minuman tinggi

kalsium; susu rendah lemak, yogurt, atau tambahan kalsium


sesuai indikasi.
Rasional : Diuretik dapat menurunkan kadar kalium. Penggantian
diet lebih baik daripada obat dan semua ini diperlukan untuk
memperbaiki kekurangan. Beberapa penelitian menunjukan
bahwa mengkonsumsi kalsium 400-2000 mg per hari dapat
menurunkan tekanan darah sistolik dan distolik. memperbaiki
kekurangan mineral dapat juga mempengaruhi tekanan darah.
11) Jelaskan rasional regimen diit yang diharuskan (biasanya diit
rendah natrium, lemak jenuh, dan kolesterol).
Rasional : Kelebihan lemak jenuh, kolesterol, natrium, alkohol
dan kalori telah didefinikan sebagai risiko nutrisi dalam
hipertensi. Diet rendah lemak, dan tinggi lemak poli-takjenuh
menurunkan tekanan darah, kemungkinan melalui keseimbangan
protaglandin, pada orang-orang normotensif dan hipertensi.
12) Dorong pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein.
Rasional : Kafein adalah stimulan jantung dan dapat memberikan
efek merugikan pada fungsi jantung.
13) Tekankan pentingnya perencanaan/penyelesaian periode istirahat
harian.
Rasional : Dengan menyelingi istirahat dan aktivitas akan
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas.
14) Peragakan penerapan kompres es pada punggung leher dan
tekanan pada sepertiga ujung hidung, dan anjurkan pasien
menundukan kepala ke depan bila terjadi perdarahan hidung.
Rasional : Kapiler nasal dapat ruptur sebagi akibat dari tekanan
vaskular berlebihan. Dingin dan tekanan mengkontriksikan
kapiler, yang melambatkan perdarahan. Menundukan ke depan
menurunkan jumlah darah yang tertelan.
4. Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. (Lyer et al dalam Nursalam, 2001)
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang dibuat sebelumnya dengan mengupayakan rasa aman,
nyaman dan mempertimbangkan keselamatan klien
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor "kealpaan" yang terjadi
selama tahapan pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
(Ignatavicius dan Bayne dalarn Nursalam, 2001)

You might also like