Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi
telah meningkat pesat. Kemajuan dibidang teknologi membawa manfaat yang
besar bagi manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan kendaraan
bermotor yang tidak seimbang menyebabkan jumlah korban kecelakaan lalu
lintas meningkat, tetapi peningkatan jumlah tertinggi lebih banyak terjadi di
negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan
menyebabkan
angka
kejadian fraktur semakin tinggi, dan salah satu kondisi fraktur yang paling
sering terjadi adalah fraktur ekstremitas, yang termasuk dalam kelompok
tiga besar kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan
harus menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan efek nyeri
setelah operasi. (Novarizki, 2011)
Berdasarkan Depkes RI 2007 badan kesehatan dunia (WHO) mencatat
tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang yang meninggal di karenakan
insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecatatan fisik.
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi
yakni insiden fraktur ekstremitas bawah sekitar 46,2% dari insiden
kecelakaan yang terjadi. Penyebab yang berbeda dari hasil survey tim
Depkes RI di dapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian
45% mengalami cacat fisik ,15% mengalami stress psikologis karna cemas
dan
bahkan
depresi
dan
10%
(Rohimin ,2009).
Kebanyakkan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan,
terutama tekanan membengkok, memutar dan menarik. Gerakan fragmen
patah tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
pendarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan
dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar
fraktur. (Arif Mutaqin, S. kep, 2007)
1
badan,
mencari perawatan
kesehatan. Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami
nyeri yang sama. Untuk itu perawat
membantu
serta menolong
pasien
dalam
memenuhi
kebutuhan
oleh
rehabilitasi
atas
fisik,
mengekspresikan
dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien
dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman,
pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang
rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat
transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf
perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya
berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen
nyeri non farmakologi. Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif
dalam menurunkan nyeri pasca operasi.
Berdasarkan uraian di atas maka saya tertarik untuk memberikan
teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien
fraktur.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang di uraikan sebelumnya, maka ditarik perumusan
masalahn adalah Apakah ada pengaruh pemberian teknik relaksasi napas
dalam untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien fraktur ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui pemberian teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan
tingkat nyeri pada pasien fraktur.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui nyeri pada pasien fraktur.
b. Untuk mengetahui teknik relaksasi nafas dalam pada pasien fraktur.
c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian teknik relaksasi untuk
menurunkan tingkat nyeri pada pasien fraktur.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah sakit.
Diharapkan memberikan perubahan pada praktik keperawatan tentang
pentingnya tehnik relaksasi pada pasien pasca operasi dan post operasi dan