You are on page 1of 12

BAB III

PERAN TEH HIJAU DALAM MENGHAMBAT PERKEMBANGAN


PENYAKIT ARTRITIS REUMATOID DITINJAU DARI AGAMA ISLAM

3.1. Artritis Reumatoid Menurut Pandangan Islam


Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang ditandai
oleh peradangan sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan
target utama. Gejala klasik artritis reumatoid adalah poliartritis simetris
yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki (Suarjana,
2009).
Penyebab artritis reumatoid tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa
bukti menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan berperan
dalam perkembangan penyakit artritis reumatoid. Beberapa virus dan bakteri
juga diduga sebagai agen penyebab penyakit AR. Dengan memperhatikan
faktor-faktor penyebabnya, maka dapat dirumuskan AR merupakan penyakit
jasmani (Suarjana, 2009).
Dengan adanya beberapa penelitian mengenai penyakit artritis reumatoid,
dapat dikembangkan banyak ilmu pengetahuan yang belum terkuak secara
luas, sehingga lebih memicu manusia untuk mengadakan usaha lebih lanjut
agar AR yang merupakan salah satu penyakit autoimun dapat disembuhkan
secara sempurna, sehingga penyakit ini tidak menimbulkan progresif yang
terlalu lama dan kemudian menimbulkan kecacatan, juga penderita dapat
beraktivitas dan tidak menghalangi kewajibannya untuk beribadah kepada
Allah SWT.

Sakit dan penyakit merupakan suatu peristiwa yang selalu menyertai


hidup manusia, khususnya penyakit kronik, seperti artritis reumatoid (AR).
Penyakit merupakan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya
untuk menguji keimanan. Menyikapi penyakit kronis selain dianjurkan
untuk berusaha mengobatinya juga disarankan untuk bersabar dan
bertawakal. Sesuai dalam firman Allah SWT :

Artinya : Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya : (Ya


Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang. Maka Kami pun memperkenankan semuanya itu,
lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipatgandakan
bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami. (Q.S.
Al-Anbiya : 83-84)
Ayat di atas menyatakan bahwa penyakit yang diberikan oleh Allah SWT
merupakan suatu ujian kepada hamba-Nya dan apabila seorang umat
berikhtiar, bertawakal, dan berdoa kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT
akan mengabulkan doa dan memberikan kesembuhan. Dalam keadaan sakit
pun, terdapat suatu hikmah yaitu agar selalu mengingat Allah dan sakit
dapat menghapuskan dosa.
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menempuh jalan
yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu yang berlaku dalam bidang yang
diusahakan, dengan disertai doa kepada Allah agar usahanya berhasil.

Dalam ikhtiar, terkandung pesan takwa, yaitu bagaimana kita menuntaskan


masalah dengan mempertimbangkan apa yang baik menurut Islam, dan
kemudian menjadikannya sebagai pilihan. Maka dari itu, jika kita
dihadapkan pada suatu cobaan, dalam hal ini menghadapi penyakit seperti
artritis reumatoid, kita tidak boleh berputus asa, melainkan kita harus
berikhtiar dan berdoa kepada Allah agar diberikan jalan yang terbaik. Ikhtiar
yang dimaksud disini yaitu dengan mencari pengobatan agar dapat
meningkatkan kualitas hidupnya. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia
bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan yang merupakan bagian
dari menjaga Al-Dharuriyat Al-Kham.
Pengertian dari tawakal ialah kesungguhan hati dalam bersandar kepada
Allah SWT untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik
menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Dari pengertian tawakal tersebut
dapat dipahami pada saat menderita suatu penyakit kronis, bertawakal
bukan berarti meniadakan usaha, melainkan Allah memerintahkan hambaNya untuk berusaha sekaligus bertawakal. Berusaha dengan seluruh anggota
badan untuk mencari pengobatan sebaik-baiknya sesuai dengan syariat
Islam agar tidak berputus asa akan penyakitnya dan bertawakal dengan hati
menyerahkan segala pengobatan yang telah dilakukan kepada Allah dengan
mengharapkan kesembuhan.
Syarat tawakal adalah adanya kesungguhan hati bersandar kepada Allah
dan melakukan sebab yang diizinkan syariat, ada empat hal yang harus
dilakukan oleh pasien yang bertawakal (Zuhroni, 2010) :

1. Berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat


kepadanya
2. Berusaha memelihara manfaat sesuatu yang dimilikinya
3. Berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan
menimbulkan mudarat (bahaya)
4. Berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya
Selain berikhtiar dan bertawakal, perlu adanya sifat sabar dalam
menghadapi penyakit kronis. Menurut istilah, sabar bermakna menahan jiwa
dari perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh-kesah, dan menahan
anggota badan dari tindakan jahiliyah (Al-Jauziyah, 2008). Keutamaan
bersabar pada pasien yang menghadapi penyakit kronis antara lain, Allah
memuji orang-orang sabar dan menjanjikan mereka pahala yang tidak
terputus, Allah senantiasa menyertai mereka dengan hidayah, pertolongan,
dan kemenangan yang dekat.
Ikhtiar, tawakal, berdoa, dan sabar merupakan hal-hal yang dilakukan
dalam menghadapi penyakit kronis. Harapan yang diinginkan yaitu
memperoleh kesembuhan, sehingga tubuh kita menjadi sehat dan dapat
beraktivitas secara normal. Anggota badan manusia pada hakikatnya adalah
milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya. Di satu sisi, Allah memerintahkan untuk menjaga kesehatan dan
kebersihan fisik, di sisi yang lain Allah juga memerintahkan untuk menjaga

kesehatan mental dan jiwa (rohani). Kesehatan manusia dapat diwujudkan


dalam beberapa dimensi, yaitu jasmaniah material melalui keseimbangan
nutrisi, kesehatan fungsional organ dengan energi aktivitas jasmaniah,
kesehatan pola sikap yang dikendalikan oleh pikiran, dan kesehatan emosiruhaniah yang disembuhkan oleh aspek spiritual keagamaan (Riyadi, 2012).
Orang sakit membutuhkan penyembuhan (kuratif), dan orang sehat
membutuhkan upaya promotif (peningkatan), preventif (pencegahan),
rehabilitatif (perbaikan), serta konservatif (pemeliharaan). Pendidikan
Rasulullah SAW tentang perilaku hidup sehat di antaranya adalah agar
dibiasakan hidup bersih dan sehat, upaya mencegah penyakit, memelihara
kesehatan pribadi, pengaturan makan dan minum, rumah dan lingkungan,
udara, gerak, dan istirahat (Riyadi, 2012).
Menjaga kesehatan tubuh merupakan salah satu cara memelihara jiwa
(hifzh al-Nafs). Memelihara jiwa merupakan sarana utama dan parameter
kemukalafan seseorang. Untuk menjaga eksistensi kehidupannya, maka
dianjurkan untuk selalu menjaga eksistensinya dan memenuhi hak-haknya, di
antaranya dianjurkan menikah dan berketurunan. Memelihara kehidupan ini
sejalan dengan tujuan utama dari ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan, yakni
untuk mempertahankan kehidupan. Namun demikian, yang harus diyakinkan
bahwa pengobatan tidak berarti menunda kematian, sebab kematian
merupakan takdir Allah, tetapi hanya sebatas mempertahankan kualitas hidup.

Beberapa tingkat kepentingan dan prioritasnya, memelihara jiwa dapat


dibedakan sebagai berikut :

Memelihara jiwa peringkat Dharriyyah (primer), seperti berobat saat


sakit, khususnya sakit yang dapat mengancam jiwa. Jika tindakan itu
diabaikan maka akan mengancam jiwa manusia.

Memelihara jiwa peringkat hjjiyah (sekunder), seperti diperbolehkan


berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal.
Mengonsumsi makanan secara seimbang, berolahraga, menjaga
kesehatan, dan lain-lain. Jika kegiatan itu diabaikan, tidak akan
mengancam jiwa manusia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.

Memelihara jiwa peringkat tahsniyyah (tersier), seperti ditetapkannya


cara dan etika makan dan minum. Batasan itu hanya berhubungan
dengan kesopanan dan etika, seperti membaca basmalah di awal
makan seraya niat dan doa. Jika batasan-batasan tersebut tidak
dilakukan, tidak akan mengancam jiwa manusia, ataupun mempersulit
kehidupan manusia.

3.2. Teh Hijau Menurut Pandangan Islam


Teh hijau, yang didapatkan dari tanaman Camellia sinensis, merupakan
teh yang dalam proses pengolahannya tidak mengalami fermentasi dan
banyak dikonsumsi orang karena nilai medisnya. Teh hijau kerap digunakan
untuk membantu proses pencernaan dan juga karena kemampuannya dalam

membunuh bakteri. Kandungan polifenol yang tinggi dalam teh hijau


dimanfaatkan untuk membunuh bakteri-bakteri perusak (Kushiyama, 2009).
Allah SWT berfirman :

Artinya : Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun,


kurma, anggur, dan buah-buahan lain selengkapnya.
Sesungguhnya pada hal-hal yang demikian terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan. (Q.S.
An-Nahl : 11)
Firman Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 69 :

Artinya : Dan makanlah oleh kamu bermacam-macam sari buah-buahan,


serta tempuhlah jalan-jalan yang telah digariskan tuhanmu
dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar minuman madu yang
bermacam-macam jenisnya dijadikan sebagai obat untuk
manusia. Di alamnya terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
orang-orang yang mau memikirkan. (Q.S. An-Nahl : 69)
Kedua ayat tersebut mempunyai makna bahwa Allah menciptakan
tanaman untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini teh hijau yang dapat digunakan sebagai obat dalam
menghambat perkembangan penyakit artritis reumatoid. Dengan adanya
beberapa penelitian mengenai efek teh hijau bagi tubuh, dapat
dikembangkan banyak ilmu pengetahuan yang belum terkuak secara luas.

Hingga saat ini pun teh hijau masih sering dijadikan bahan penelitian akan
efek medisnya.
Senyawa katekin pada teh hijau terutama EGCG memiliki banyak
dampak positif bagi tubuh, yaitu sebagai antioksidan, menekan proses
inflamasi, anti-karsinogenik, anti-bakteri, menurunkan resiko terjadinya
stroke dan penyakit jantung koroner, proteksi terhadap penyakit
neurodegeneratif, menurunkan kadar kolesterol dan hipertensi, dan
sebagainya. Teh hijau umumnya dianggap aman dan tidak bersifat toksik
(Pham-Huy, 2008).
Islam mengajarkan berobat bila sakit dan harus berobat kepada yang ahli.
Adapun mengkonsumsi obat dalam perseptif Islam, hanya sebagai upaya
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit serta memulihkan
kesehatan dari penyakit yang diderita. Rasulullah SAW bersabda :


Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat yang tepat diberikan, dengan izin
Allah, penyakit itu akan sembuh. (HR. Ahmad dan Hakim)
Hadits tersebut memiliki makna bahwa kita dianjurkan untuk berobat
ketika sakit, karena seperti yang telah dikatakan dalam hadits, setiap
penyakit ada obatnya, namun penyakit tersebut dapat sembuh jika
pengobatannya tepat. Obat yang diberikan melebihi dosis atau tidak sesuai
dengan penyakitnya dapat menimbulkan jenis penyakit lain. Jika dosis yang
diberikan kurang dari yang dibutuhkan, maka tidak akan cukup untuk

menyembuhkan penyakit itu. Jika penyakit dan penderitanya tidak ditangani


dengan obat dan penyembuhan yang cocok, maka penyembuhan itu tidak
akan terjadi. Begitu pula jika waktu perawatan tidak cocok, jika tubuh tidak
sanggup menerima atau tidak cocok dengan obat yang diberikan,
pengobatan tidak akan efektif (Al-Jauziyah, 2008).
Untuk mendapatkan kesembuhan, selain dengan pengobatan yang tepat,
berobat juga harus kepada yang ahli. Firman Allah SWT :

Artinya : Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad),


melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka;
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl : 43)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa jika kita ingin mengetahui akan
sesuatu, sebaiknya bertanya kepada yang ahli di bidangnya. Sama halnya
seperti berobat, agar mendapat pengobatan yang tepat, maka kita harus
berobat kepada yang ahli, dalam hal ini yaitu dokter.
Secara umum, perintah berobat oleh fukaha dipahami berbeda, antara
hukum wajib, sunnah atau sekedar imbauan. Ibn Taimiyyat, dan ulama lain
cenderung memahami hukum berobat bersifat fleksibel dan kondisional,
secara khusus dapat berlaku 5 hukum taklifi: haram, makruh, mubah,
sunnah, dan kadang-kadang bisa wajib. Hukum tersebut tergantung pada
illat, tetap bertahan hidup atau tidaknya jika berobat, juga berdasarkan
kadar sakit serta pengaruh obat, dapat disembuhkan atau tidak.

3.3. Peran Teh Hijau Dalam Menghambat Perkembangan Penyakit


Artritis Reumatoid Menurut Pandangan Islam
Efek teh hijau dalam menghambat perkembangan penyakit artritis
reumatoid telah terbukti secara medis, walaupun hingga saat ini penelitian
tersebut masih terus dilakukan. Dalam bidang kedokteran, terapi untuk
menyembuhkan penyakit artritis reumatoid belum ditemukan, tetapi obat
baru yang efektif telah tersedia untuk mengobati gejala yang timbul dan
mencegah deformitas (perubahan bentuk) sendi. Begitu juga dengan teh
hijau, yang berguna dalam mencegah progresivitas penyakit artritis
reumatoid.
Dalam ikhtiar mencari kesembuhan, wajib menggunakan metode
pengobatan yang tidak melanggar syariat Islam. Obat yang digunakan untuk
kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal
(MUI, 2013).
Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam memilih atau
meneliti kehalalan thoyyiban sebuah produk yang akan dikonsumsi. Pertama
adalah kehalalan suatu makanan dan minuman telah dinaskan dalam AlQuran. Allah SWT berfirman :

10

Artinya : Katakanlah: Tidak kudapati di dalam apa yang diwayuhkan


kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua
itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan
tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha
Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. Al-Anam : 145)
Ayat diatas menerangkan bahwa terdapat kelompok makanan yang
diharamkan untuk dikonsumsi. Teh hijau mengandung zat-zat yang tidak
diharamkan dalam islam (metilxantin, polifenol, vitamin, protein, dan asam
amino).
Kedua, proses pengolahan atau pembuatan (penyembelihan, cara
mengolah, media yang digunakan, cara pembuatan) makanan dan minuman
yang dikonsumsi dengan cara yang dihalalkan dan sesuai syariat Islam. Kita
patut mengetahui unsur-unsur lain dalam makanan yang hendak dikonsumsi,
apakah tercampur dengan unsur yang diharamkan atau tidak. Selain itu,
perlu diperhatikan juga apakah bahan makanan yang diolah itu masih layak
dikonsumsi atau masih layak menjadi bahan pembuatan makanan. Jangan
sampai bahan dasar yang hendak dijadikan makanan adalah bahan yang
sudah rusak, busuk, ataupun sudah kadaluarsa. Teh hijau yang dijadikan
sebagai bahan obat, diolah tanpa mengalami proses fermentasi dan tidak ada
campuran bahan-bahan yang diharamkan menurut Islam.
Dan yang ketiga adalah bersih dan bebasnya suatu produk makanan dan
minuman dari bahan yang mengandung zat yang membahayakan tubuh,
karena

makanan

thoyyib

dapat

diartikan

sebagai

makanan

yang

mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak mengandung zat

11

yang membahayakan tubuh dan pikiran. Dalam bahasa sederhana adalah


makanan yang bergizi, higienis, dan tidak beracun.
Dari ketiga kriteria di atas, teh hijau termasuk ke dalam makanan dan
minuman yang layak dan halal untuk dikonsumsi. Maka, konsumsi teh hijau
sebagai obat dalam menghambat perkembangan penyakit artritis reumatoid,
termasuk pengobatan yang bermanfaat dan baik, karena banyak memberi
maslahah dan tidak mengandung bahan yang diharamkan.

12

You might also like