You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Tujuan Percobaan
- Mengetahui efek analgetik dengan menggunakan metode Woolfe Mac Donald

1.2

Latar Belakang
Sebagian besar obat analgetik merupakan obat yang bersifat simptomatis
(bekerja untuk menghilangkan gejala, tetapi tidak menghilangkan penyakit).
Analgesik merupakan obat penghalang/ penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran penderita. Obat analgetik-antipiretik serta obat anti-inflamasi non-steroid
merupakankelompok obatyang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda
secarakimia.Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan
dalam efek terapi maupun efek samping karena kerjanya berdasarkan penghambatan
biosintesa prostaglandin. Prototipe obat AINSadalah aspirin, karena itu obat golongan
ini seringdisebut juga sebagai obat miripaspirin (aspirin-like drugs).Kebanyakan obat
AINS yang tersedia menghambat enzimcyclooxygenase 1 (COX-1 yang bersifat
konstitutif) dan cyclooxygenase 2(COX-2 yg dirangsang olehinflamasi). Obat yang
hanya menghambat COX-2 dinamakan obat AINS yang bersifat selektif.

1.3

Hipotesis
Diduga pemberian asetosal pada hewan coba akan menimbulkan efek
analgetik sedangkan NaCl tidak berefek analgesik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Dasar Teori
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri
merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan,
berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang
menggambarkan kerusakan tersebut. Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat
menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik
mempunyai efek antipiretik.
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk
menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri
pasca bedah dan pasca bersalin, dismenor (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri
hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgesik ternyata memiliki efek
antipiretik dan antiinflamasi.
Asam salisilat, paracetamol mampu menangani nyeri ringan sampai sedang
sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan analgesik sentral yaitu analgesik narkotik.
Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada
keadaan demam sedangkan sifat antiinflamasi berguna untuk mengobati radang sendi
termasuk pirai/gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada daerah sendi terjadi
pembengkakan dan timbul rasa nyeri.
Analgesik antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan sintesis
prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri tersebut dapat dibedakan dalam 3
kategori:
1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid), dapat diobati dengan
asetosal, paracetamol bahkan placebo.

2. Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik), memerlukan analgesik perifer


kuat.

3.

Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker),
harus diatasi dengan anlgesik sentral atau analgesik narkotik.

Analgetik dibagi dalam 2 golongan besar:


1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghilang nyeri
yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum
(mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa
nyaman (euforia). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan
oleh analgetik narkotik kecuali sensasi kulit. Harus hati-hati menggunakan
anlgetika ini karena mempunyai resiko besar terhadap ketergantungan obat
(adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan
untuk penggunaan insidentiil pada rasa nyeri hebat (trauma hebat, patah
tulang, nyeri infark).
Penggolongan analgetika narkotik adalah sebagai berikut:
a. Alkaloid alam
: morfin, codein
b. Derivat semi sintetis
: heroin
c. Derivat sintetik : metadon, fentanil
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin
2. Analgetik non opioid (non narkotik)
Disebut juga nalgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan
saraf pusat. Semua nalgetika perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik yaitu
menurunkan suhu badan saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi
perifer di kulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya
banyak keringat. Misalnya paracetamol, asetosal. Dan berkhasiat pula sebagai
antiinflamasi.
Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik, digunakan sebagai anti nyeri atau
rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat, ibuprofen. Anti radang yang lebih
kuat contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja srentak sebagai anti radang
dan analgetik contohnya indometazin. Berdasarkan rumus kimiamya analgetik perifer
digolongkan menjadi:
a. Golongan salisilat
b. Golongan para-aminophenol

: asetosal
: paracetamol, fenasetin

c. Golongan pirazolon (dipiron)


: fenilbutazon
d. Golongan antranilat
: asam mefenamat
AINS adalah obat-obat analgesik yang selain memiliki efek analgesik njuga
memiliki efek antiinflamasi, sehingga oba0obat jenis ini digunakan dalam pengobatan
rheumatik dan gout. Contohnya ibuprofen, diklofenak, fenilbutazon dan piroxicam.
Sebagian besar penyakit rheumatik membutuhkan pengobatan simptomatis, untuk
meredakan rasa nyeri penyakit sendi degeneratif seperti osteoartritis, analgesik
tunggal atau campuran masih bisa digunakan. Tetapi bila nyeri dan kekakuan
disebabkan penyakit rheumatik yang meradang harus diberikan pengobatan dengan
AINS.
Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar
tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan
NSAIDs secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam
peradangan. Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi
prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang
berbeda.

Parasetamol

dapat

menghambat

biosintesis

prostaglandin

apabila

lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus,


sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi
peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus
aktif serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap
penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu mengadakan
regenerasi enzim siklo-oksigenase.
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Efek samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem
biosintesis prostaglandin. Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih
banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan
jaringan inflamasi. Efek samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit
akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat terjadinya

perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi
terhadap thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkus
lambung dan perdarahan saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat
hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektan.

BAB III
METODOLOGI
3.1

Alat dan Bahan


A. Alat
o Jarum suntik
o Timbangan hewan coba
o Kain serbet
o Tissue
o Stopwatch
B. Bahan
o Mencit
o Larutan Asetosal 2%
o Larutan NaCl

3.2

Cara Kerja
1. Setiap kelompok mendapatkan 1 ekor mencit.
2. Diamati keadaan biologi dari hewan coba meliputi; bobot badan, frekuensi
jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri dan gejala
lainnya bila ada.
3. Dihitung dosis yang akan diberikan pada hewan coba
a. Asetosal 0,52 mg / Kg BB 2%
b. NaCl
4. Disuntikkan masing-masing zat pada hewan coba secara intra peritonial
5. Diamati waktu reaksi pada 10, 20, 30, 40, 50, 60 menit setelah perlakuan.
6. waktu reaksi adalah waktu saat mencit diletakkan diatas plat panas dengan
suhu 55C sampai memberikan respon pada kaki.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Data Pengamatan

Pengamatan
Berat Badan
Frekuensi Jantung
Laju Nafas
Refleks
Tonus Otot
Kesadaran
Rasa Nyeri
Gejala Lain :
Salifasi
Urinasi
Defekasi
Kejang

Mencit
28 g
37 x 4 = 208
33 x 4 = 132
+++
+++
+++
+++
V
V
V
-

Asetosal
Kelompok
1
3
5
7

0
8
72
19,86
13,56

10
20
53
28,30
68,79

20
41
20
24,15
15,45

30
86
11
13,26
16,54

40
20
15
40,21
44,11

50
11
22,25
-

60
25,24
26,45

0
5
7
17
5

10
9
18
16
5

20
13
33
15
5,42

30
23
22
19
20

40
28
23
21
26,45

50
32
10
20
-

60
35
7
20
-

- NaCl
Kelompok
2
4
6
8

Perhitungan Dosis
- Asetsal 2% (0,00052 mg/KgBB)
Dosis konversi

0,00052mg
1000 gr

X mg
28 g

5
= 1,3 x 10

Zat yang d suntikkan =

0,002 1,3 x 105


100
x

= 0,65 ml
4.2

Pembahasan
Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau

menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaaran. Asetosal merupakan obat


hepatotosik ( obat yang menyebabkan kelainan pada hepar dan tergantung psds
besarnya dosis ). Asetosal bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan
risiko ulkus (luka) lambung, pendarahan , hingga perforasi (kebocoran akibat
terbentuknya lubang di dinding lambung), serta menghambat aktivitas trombosit
( berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko pendarahan.
Asetosal paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai
sedang. Ia bekerja secara peifer melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi mungkin
juga menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkotikal.
Pada percobaan ini, dilakukan evaluasi terhadap efek analgesic yang di
injeksikan pada mencit melalui intraperitoneal. Pertama mencit di masukkan ke
dalam hot plate untuk mengukur waktu berapa lama mencit merasa kesakitan tanpa di
beri obat. Kemudian mencit disuntikkan asetosal sebagai analgesic sesuai dosis , lalu
di masukkan lagi ke dalam hot plate belum ada perubahan dari yang sebelumnya
waktu mecit merasakan sakit masih 8 detik efek pada obat belum mucul. Pada menit
ke 10 ada perubahan dari mencit waktu yang di butuhkan mencit cukup lama begitu

pula pada menit ke 20 dan 30. Tetapi pada menit ke 40 waktu mencit untuk
merasakan sakit sudah menurun kemungkinan efek asetosal pada menit ke 40 sudah
berkurang dan pada menit ke 50 mencit sudah kembali normal merasakan kesakitan
ketika di masukkan ke hot plate pada 11 deitk.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat pada mencit yang di beri asetosal
memiliki daya analgetik kuat dari golongan analgetik non-narkotika karena dari hasil
pengamatan menunjukkan waktu kesakitan yang ditunjukkan mencit cukup lama atau
tidak merasa sakit setelah di berikan asetosal. Karena asetosal ini menghambat
biosintesis prostaglandin yang menstimulasi SSP sehingga dapat menghambat
terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang
mengalami kesrusakan. Pembentukkan dihambat dengan menghambat enzim
siklooksigenase yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi endoperoksida
(PGG2/ PGH). PGH akan memproduksi prostaglandin sehingga secara tidak langsung
obat anlgesik menghambat pembentukkan prostaglandin. Prostaglandin berperan pada
nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan inflamasi dan menyebabkan
sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Jika di bandingkan asetosal dengan Nacl, asetosal merupakan control positf
sedangkan Nacl merupakan control negative dimana Nacl tidak memberikan efek
hilangnya rasa nyeri dan asetosal positif memberikan efek hilangnya rasa nyeri .

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum kali ini dapat di peroleh kesimpulan sebagai berikut :
Analgetik merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada
tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisik.
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika di bagi dalam dua kelompok yaitu
analgetika sentral ( narkotik) dan analgetika perifer ( non-narkotik).
Asetosal merupaka analgetik golongan non-narkotik dan memiliki daya analgetik
paling kuat.
Pada pemberian asetosal dengan dosis 0,65 ml pada mencit waktu yang di
butuhkan atau durasi efek asetosal bekerja selama 30 menit kemudian kondisi
mencit kembali normal dapat mersakan kesakitan lagi dalam waktu yang cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna. G Sulistia,.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta : Gaya


baru.P.109.
Malole, M. B. M,. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium.
Bandung : ITB. P.94-95.
Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal. 351.
Drh . Mien R,.M,Sc,Ph.D. 2015. Penuntun praktikum farmakologi system dan organ.
Bogor : FMIPA unpak
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : ulasan bergambar ed-2. Jakarta : widya medika

You might also like