You are on page 1of 18

Pembuatan Protein Sel Tunggal oleh Bakteri Saccharomyces

cereviceae dari Limbah Nanas


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Protein Sel Tunggal
Protein mikroba sebagai sumber pangan untuk manusia mulai dikembangkan pada
awal tahun 1900. Protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell
Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal. Menurut Tannembaum (1971), Protein Sel Tunggal
adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari
mikroorganisme bersel satu atau banyak yang sederhana, seperti bakteri, khamir, kapang,
ganggang dan protozoa. Sebenarnya ada dua istilah yang digunakan untuk produk mikroba
ini, yaitu PST (Protein Sel Tunggal) dan Microbial Biomass Product (MBP) atau Produk
Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang digunakan tetap berada dan bercampur
dengan masa substratnya maka seluruhnya dinamakan PBM. Bila mikrobanya dipisahkan
dari substratnya maka hasil panennya merupakan PST.
Protein sel tunggal merupakan mikroba kering seperti ganggang, bakteri, ragi, kapang
dan jamur tinggi yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein ini dipakai untuk
konsumsi manusia atau hewan. Produksi itu juga berisi bahan nutrisi lain, seperti karbohidrat,
lemak, vitamin dan mineral.
Teknologi modern untuk membuat protein sel tunggal berasal dari tahun 1879 di
Inggris, dengan diperkenalkannya adonan yang dianginkan untuk membuat ragi roti
(Saccharomyces cerevisiae). Sekitar tahun 1900, di Amerika Serikat diperkenalkan alat
pemusing untuk memisahkan sel ragi roti dari adonan pembiakan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang fisiologi, nutrisi dan genetika mikroba
telah banyak memperbaiki metoda untuk menghasilkan protein sel tunggal dari berbagai
macam mikroba dan bahan mentah. Umpamanya, bakteri dengan kandungan protein yang
tinggi sampai 72 persen atau lebih dapat dihasilkan terus menerus dengan menggunakan
metanol sebagai bahan mentah, dan mikrobanya berupa ragi yang dibiakkan dalam media
yang kadar selnya tinggi sekali, sehingga ini dapat mengurangi biaya energi untuk
pengeringan.
Kecemasan akan kekurangan pangan dan malnutrisi di dunia pada tahun 1970-an
telah meningkatkan perhatian pada sel tunggal. Sebagian besar dari bobot kering sel dari

hampir semua spesies memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu, bobot kering
sel tunggal memiliki nilai gizi yang tinggi.
Mikroorganisme yang dibiakkan untuk protein sel tunggal dan digunakan sebagai
sumber protein untuk hewan atau pangan harus mendapat perhatian secara khusus.
Mikroorganisme yang cocok antara lain memiliki sifat tidak menyebabkan penyakit terhadap
tanaman, hewan, dan manusia. Selain itu, nilai gizinya baik, dapat digunakan sebagai bahan
pangan atau pakan, tidak mengandung bahan beracun serta biaya produk yang dibutuhkan
rendah. Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai protein sel tunggal, antara lain
alga Chlorella, Spirulina, dan Scenedesmus; dari khamir Candida utylis; dari kapang
berfilamen Fusarium gramineaum; maupun dari bakteri.
Protein sel tunggal yang berasal dari kapang berfilamen disebut mikroprotein. Di
Amerika Serikat, mikroprotein telah diproduksi secara komersial bernama quorn. Quorn
dibuat dengan cara menanam kapang ditempat peragian yang berukuran besar. Setelah
membuang air dari tempat peragian, makanan berharga yang tertinggal dicetak menjadi
balok-balok yang mudah dibawa.
Produksi protein sel tunggal sangat bergantung pada perkembangbiakan skala besar
dari mikroorganisme tertentu yang diikuti dengan proses pendewasaan dan pengolahan
menjadi bahan pangan. Ada dua faktor pendukug pengembangbiakan mikroorganisme untuk
protein sel tunggal, yaitu :
a. laju pertumbuhan sangat cepat jika dibandingkan dengan sel tanaman atau sel
hewan dan waktu yang diperlukan untuk penggandaan relatif singkat.
b. berbagai macam substrat yang digunakan bergantung pada

jenis

mikroorganisme yang digunakan.


Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang fisiologi, nutrisi, dan genetika mikroba
telah banyak memperbaiki metode untuk menghasilkan protein sel tunggal dari berbagai
macam mikroba dan bahan mentah. Umpamanya, bakteri dengan kandungan protein yang
tinggi (72% lebih) dapat dihasilkan terus-menerus dengan menggunakan methanol sebagai
bahan mentah, dan mikrobanya berupa ragi yang dibiakan dalam media yang kadar selnya
tinggi sekali, sehingga ini dapat mengurangi biaya energi untuk pengeringan.

1.2 Substrat dan Mikroorganisme dalam Produksi PST


Substrat yang dapat digunakan dalam produksi PST bervariasi, diantaranya adalah
a. Molases dari pabrik gula atau hidrolisa pati
b. Cairan sulfit dari pabrik kertas
c. Hidrolisat asam dari kayu
d. Limbah pertanian (kulit buah, limbah tanaman pertanian, limbah industri pangan)
e. Metana
f. Metanol dan etanol sebagai sumber karbon bagi khamir
g. Parafin atau alkana
h. Minyak bumi
i. Gas pembakaran sebagai sumber CO2 bagi ganggang.
Pertimbangan pemilihan substrat adalah kandungan nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme, jumlah substrat secara kuantitatif dan kontinyu ketersediannya serta harga
substrat.
Mikroorganisme yang biasa digunakan dalam memproduksi PST adalah bakteri,
kapang, khamir dan ganggang. Masing-masing mikroorganisme mermpunyai kelebihan dan
kelemahan jika digunakan dalam produksi PST.
1. Bakteri
kelemahan
a. Penerimaan bakteri sebagai pangan oleh ternak sangat rendah.
b. Ukuran sel bakteri sangat kecil sehingga sukar dipanen.
c. Kandungan asam nukleat bakteri lebih tinggi dibanding mikroorganisme

yang lain.
Keuntungan penggunaan
a. bakteri dapat tumbuh pada berbagai substrat.
b. waktu regenerasi cepat.
c. kandungan protein kasarnya lebihtinggi dibanding mikroorg anisme yang
lain.

2. Gangang
kelemahan
a. Memerlukan suhu yang hangat dan banyak sinar matahari serta
membutuhkan CO2.
b. Dinding selnya tidak dapat dicerna.

kelebihan produksi
a. penerimaan produksi PST oleh ternak lebih baik.
b. kandungan asam nukleat lebih rendah.
c. ukuran sel ganggang lebih besar sehingga lebih mudah dipanen.
3. Kapang dan Khamir
Kelemahan
a. kandungan protein kasar lebih rendah.
b. waktu regenarasi yang lebih lama dibanding bakteri.
keuntungan
a. Penerimaan produksi PST dari kapang dan khamir oleh ternak lebih baik.
b. Kandungan asam nukleat lebih rendah.
c. Ukuran sel kapang dan khamir lebih besar sehingga lebih mudah dipanen
dan konsesntrasinya lebih tinggi.
d. Dapat tumbuh pada substrat dengan pH rendah
Berbagai contoh mikroorganisme dan substrat dalam produksi PST dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel I. Berbagai jenis mikroorganisme dan substrat dalam produksi PST

Mikroorganisme

Substrat

Khamir

Saccharomyces

Molasses

cerevisae(pemecahan hektosa)
Kluyuveramyces

Hidrolisat biji bijian Whey

fragilis(pemecahan laktosa)
Candyda lipolyica

Petrolium alkana, minyak

C.utilis (pemecahan pentose

bumi

dan hektosa

Geotricum candidum

Cairan sulfit

Karbohidrat dan
komponen lain

Kapang

Aspeigillus fumigates
Triechoderma viride
Fusarium sp

Limbah
Limbah, kertas kayu
Biji-bijian

Mikroorganisme

Substrat

Bakteri

Hyrogenimonas sp
Cellulomonas sp
Methylopilus methylopilus

Actinomyces sp
Theremomonaspora fusca

H2 dan CO2
Selulosa
Metanol, sumber karbon dan

ammonia sumber nitraget


Serat, limbah
Pulp kayu

Air gas pembakaran sebagai

Ganggang

Scedesmus acutus
Spirulina maxima

sumber CO2.

Karasteristik yang penting dalam seleksi mikroorganisme dalam produksi PST adalah:
kecepatan dan keemampuan tumbuh
mudah dalam pemeliharaan kultur
membutuhkan media yang sederhana
kandungan protein kasar
kualitas gizi yang lain dalam mikroorganisme.
Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

seleksi

mikroorganisme

dan

substrat

dalam produksi PST banyak sekali. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi :
a. Faktor Nutrisi
Kandungan proten kasar dan asam amino dari mikroorganiosme merupakan
sumbangan nutrisi terbesar. Kandungan lisin dari pst umumnya lebih tinggidari tanaman
sehingga dapat mensuplai kekurangan lisin. Kandungan proteinkasar PST bervariasi
tergantung mikroorganisme yang digunakan seperti terlihat pada tabel.
Tabel 2. Kandungan protein kasar PST dari beberapa mikroorganisme

Tipe Mikroorganisme
Khamir
Bakteri
Ganggang
Kapang

%PK
50-55
50-80
20-80
15-45

Kandungan asam nukleat juga bervariasi tergantung mikroorganisme yang digunakan


dalam produksi PST. Kandungan asam nukleat dalam

Ganggang
bakteri
khamir
kapang

4-6%.
10-16 %.
6-10 % .
2,5-6 %.

Kandungan asam nukleat dalam mikroorganisme merupakan kendala pemanfaatan produk


PST sebagai pangan.
b. Faktor Teknologi
Pakan Faktor teknologi pangan PST dapat dilihat dari warna, aroma, tekstur, kelarutan
dan kesejahjaran dengan bahan pangan lain bahan tersebut merupakan dukungan bagi PST
dari segi nutrisi sebagai pengganti protein. Nutrisi dan kuantitas teknologi PST dapat
dimaksimumkan melalui proses pencucian, dehidrasi dan pemanasan yang berguna untuk
mematikan sel. Hal ini tergantung dari tipe substrat yang digunakan dan tingkat bau (aroma)
yang dapat ditoleransi pada produka akhir serta daya racunnya.masalah lain dalam produksi
PST adalah adanya sel yang masih hidup dan berproduksi dalam usus. Masalah ini dapat
diatasi dengan pemberian panas untuk mematikan sel, seperti pada system high temperature
short time (HTST).
c. Faktor Sosial
Faktor sosial kendala penggunaan PST adalah kandungan asam nukleat yang tinggi
yang menyebabkan terbentuknya asam urat dan menaikkan pembuangan urine. Masalah ini
tidak berarti bila jumlah konsumsi PST kecil dan barumenjadi masalah bila konsumsui PST
mencapai jumlah yang besar.upaya untuk menekan kandungan asam nukleat dilakukan
dengan jalan pemanasan mendadak (heat shock) untuk memecah RNA danmenghancurkan
penghambat pembentukan protein.
d. Faktor Ekonomi
Banyak alternatif proses untuk memproduksi PST. Tabel 2 memperlihatkanmaterial
balance dalam memproduksi PST melalui fermentasi dari substrat hidrokarbon dan
karbohidrat.
Tabel 3. material balance produksi PST melalui fermentasi dari subtract
hidrokarbon dan karbohidrat.
Substrat
Hidrokarbon (CH2)

Input Substrat
100

O2
200

Ouput Sel
100

Karbohidrat (CHO)
200
67
100
Berdasar tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan masa sel yang sama
(100), Substrat karbohidrat membutuhkan dua kali jumlah substrat hidrokarbon (200)
meskipun fermentasi hidrokarbon membutuhkan oksigen tiga kali dari jumlah yang
dibutuhkan dalam fermentasi karbohidrat. Dalam hal ini secara ekonomi penggunaan
hidrokarbon dianggap lebih hemat.

BAB II
PROTEIN SEL TUNGGAL
2.1 PROTEIN SEL TUNGGAL SECARA UMUM
Protein Sel tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang
berasal dari mikroorganisme bersel satu atau banyak yang sederhana , seperti bakteri, khamir
(yeast) , jamur , ganggang dan protozoa. Protein Sel Tunggal dapat digunakan sebagai
tambahan protein pada pangan , pelengkap protein untuk ternak dan ramuan pangan yang
berfungsi sebagai pembentuk cita rasa .
2.2 SPESIFIK BAHAN BAKU
Pada saat ini dan masa mendatang kebutuhan akan protein semakin meningkat
termasuk kebutuhan protein oleh hewan sebagai pakan ternak. Protein sel tunggal dapat
dibuat dari substrat yang mengandung protein, yang dapat diperoleh dari berbagai macam

bahan limbah pertanian seperti buah, limbah tanaman pertanian, limbah industri pangan.
Sehingga dalam penelitian ini akan dicoba pembuatan Protein Sel Tunggal dari limbah nanas
dengan proses fermentasi menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae, hasil Protein Sel
Tunggal yang diperoleh nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai makanan tambahan
pada makanan ternak yang kaya akan protein.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan protein sel tunggal (PST) adalah
sebagai berikut :
2.2.1 Nanas

Klasifikasi
Divisio

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisio

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Classis

: Monocotyledoneae

Ordo

: Bromeliales

Familia

: Bromeliaceae

Genus

: Ananas

Spesies

: Ananas comosus L.
(Steenis, 2005)
Nanas merupakan salah satu jenis buah- buahan yang banyak dihasilkan di Indonesia,

mempunyai penyebaran yang merata. Dari data statistik, produksi nanas di Indonesia dari

tahun 1997 adalah sebesar 542.856 ton dengan nilai konsumsi 18,31 kg/kapita/tahun. Dengan
meningkatnya produksi nanas, maka limbah nanas yang dihasilkan semakin banyak.
Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah buahnya.
Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan
minuman, seperti selai, buah dalam sirop, bahan baku industri pertanian dan lain- lain. Rasa
buah nanas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping
itu, buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim
bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide),
sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging.
Selama ini masyarakat Indonesia memanfaatkan nanas terbatas pada daging buahnya
saja atau sebatas tanaman konsumsi saja, sementara kulit dibuang tidak dimanfaatkan atau
diolah lebih lanjut karena struktur fisik kulitnya yang kasar dan keras.
Untuk itu limbah nanas ini perlu dimanfaatkan lebih lanjut. Limbah nanas banyak
mengandung sukrosa, glukosa dan nutrisi-nutrisi lainnya, limbah nanas tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi yang dapat menghasilkan
Protein Sel Tunggal.
2.2.2 Saccharomyces cerevisiae

Klasifikasi
Kingdom

: fungi

Filum

: Ascomycota

Class

: Saccharomycetes

Ordo

: Saccharomycetales

Famili

: Saccharomycetaceae

Genus

: Saccharomyces

Species

: Saccharomyces cereviceae

Saccharomyces cerevisiae mempunyai sel-sel yang bundar,

lonjong, memanjang

seperti benang dan menghasilkan pseudomiselium, berkembangbiak secara vegetatif dengan


cara penguncupan multilateral. Konjugasi isogami atau heterogami dapat mendahului atau
dapat terjadi dapat terjadi setelah pembentukan askus. Dapat berbentuk tonjolan-tonjolan,
setiap askus dapat mengandung satu sampai empat spora dengan berbagai bentuk, spora dapat
berkonjugasi. (Pelczar, 1988)
Pada penelitian ini digunakan yeast Saccharomyces cereviceae, keuntungan yeast ini
adalah toleran terhadap lingkungan yang lebih asam dengan pH antara 3,5 sampai 5,5
mempunyai suhu pertumbuhan 25o C 30o C. Keuntungan lain yeast mempunyai diameter sel
sekitar 0,0005 cm, dengan diameter sebesar ini yeast mudah dipisahkan dengan cara
sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.(Jean L. Mark, 1991). Saccharomyces
cereviceae dapat hidup pada lingkungan yang lebih asam dan mempunyai kondisi untuk
pertumbuhan pada suhu kamar yaitu 25 30o C.

2.3 KANDUNGAN NUTRISI BUAH NANAS

Tumbuhan buah nanas terdiri dari bagian utama meliputi : akar, batang, daun, bunga,
buah, dan tunas-tunas. Buah nanas mengandung gizi yang cukup tinggi seperti terlihat pada
table 1 berikut :

Dari Tabel 1 diatas , buah nanas yang dapat dimakan hanya 53 % sehingga ada 47 %
yang dibuang sebagai limbah, limbah nanas banyak mengandung sukrosa , glukosa dan
nutrisi-nutrisi lainnya sehingga limbah nanas tersebut sangat potensial dimanfaatkan sebagai
substrat (sumber karbon) untuk produksi Protein Sel Tunggal.

BAB III
METODOLOGI
3.1 BAHAN DAN ALAT
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah nanas yang sesuai bagi
setiap proses fermentasi sehingga menghasilkan media fermentasi yang baik. Limbah nanas
ini diperoleh dari pasar tradisional Demangan kemudian dianalisis dan didapatkan kadar
glukosa 4,94 % dan kadar protein 0,9075 %. Yeast Saccharomyches cerevisiae dibeli dari
Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta. Dalam penelitian ini juga menggunakan
bahan tambahan seperti NaOH , Gula pasir, Aquadest, Asam asetat, Kalium Hidrophosfat,
Ammonium sulfat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian fermentasi Protein Sel Tunggal dari limbah
nanas adalah Shaking Incubator, Autoklaf, Erlenmeyer 500 ml, Alumunium foil,
Spektrofotometer, Conway, Panci stainless steel, Water Bath, Blender.
3.2 METODE PENELITIAN
Proses fermentasi pembuatan Protein Sel Tunggal dari limbah nanas dibagi menjadi 3
tahap:

Tahap pertama proses fermentasi Protein Sel Tunggal dari limbah nanas yaitu tahap
persiapan bahan , pada tahap ini limbah nanas dicuci hingga bersih. Kemudian limbah nanas
yang sudah dicuci bersih di blender hingga halus, lalu disaring. Cairan hasil penyaringan
kemudian dipanaskan sampai mendidih kemudian didinginkan. Cairan yang didinginkan ini
yang disebut sebagai media.
Tahap kedua, pembuatan strater. Pembuatan strater ini dengan sukrosa sebanyak 22,4
gram yang dilarutkan dalam 100 ml aquades. pH larutan diatur sampai 5 lalu ditambah
nutrisi berupa (NH4 )2SO4 dan KH2PO4 lalu larutan dipanaskan untuk sterelisasi sampai
waktunya 1 jam dan kemudian didinginkan , setelah dingin dimasukkan yeast Saccharomyces
Cereviceae kemudian difermentasi dengan cara dishaking selama 2 hari.
Tahap ketiga, Fermetasi. Media fermentasi dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu
ditambah nutrisi (NH4)2SO4 dan KH2PO4 lalu larutan divariasikan pH nya kemudian
disterelisasi dengan dipanaskan selama 1 jam setelah itu didinginkan , larutan ditambah
starter dan difermentasikan selama 2 hari. Setelah 2 hari larutan dianalisis kadar proteinnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENGARUH PH MEDIUM FERMENTASI TERHADAP KADAR PROTEIN
PRODUK
Volume media

: 450 ml

Kadar glukosa

: 4,94 %

Volume starter

: 50 ml

Suhu

: 30 oC

Berat nutrisi

: 0,5 gram

Waktu Fermentasi

: 2 hari
Tabel 1 Pengaruh pH terhadap kadar protein produk.

No

pH

Kadar Protein

0,9468

3,5

0,967

1,5176

4,5

2,4773

1,8975

5,5

1,2468

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
2.5

3.5

4.5

5.5

Gambar 1. Grafik Hubungan pH terhadap kadar protein produk


Dari Tabel 1 dan Gambar 1. terlihat bahwa semakin besar pH sampai pH 4,5 maka
terjadi kenaikan kadar protein hal ini karena semakin besar pH maka semakin sesuai dengan
kondisi pH yang dibutuhkan yeast dan setelah pH 4,5 kadar protein semakin menurun hal ini
karena tekanan osmose larutan lebih besar maka dinding yeast akan pecah dan yeast akan
mati.
4.2 PENGARUH PENAMBAHAN NUTRISI (NH2)SO4 DAN KH2PO4 TERHADAP
KADAR PROTEIN
pH = 4,5
Waktu fermentasi = 2 hari
Tabel 2. Pengaruh penambahan Nutrisi terhadap Kadar protein produk.
No

Nutrisi (g)

Kadar Protein (%)

1,0640

0,4

1,7540

0,8

2,3515

1,2

2,0150

1,6

1,5963

2,0

1,3540

12
10
8
6
4
2
0
0

10

12

Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah nutrisi (g) terhadap kadar protein (%)
Dari Tabel 2 dan Gambar 2 terlihat bahwa semakin banyak nutrisi yang ditambahkan
sampai 1,2 g maka diperoleh kadar protein yang semakin besar hal ini karena yeast dalam
pertumbuhannya memerlukan nutrisi , tetapi setelah penambahan 1,2 g diperoleh kadar
protein semakin menurun hal ini karena penambahan nutrisi yang berlebih dapat menghambat
pertumbuhan yeast.
4.3 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP KADAR PROTEIN PRODUK
pH = 4,5
Berat Nutrisi = 0,8 gram
Tabel 3. Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Kadar protein produk.
No

Waktu (jam)

Kadar Protein(%)

1,264

12

1,3217

18

1,5486

24

1,7584

30

2,0585

36

2,0852

42

2,1563

48

2,4245

2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

10

15

20

25

30

35

40

Grafik 3. Hubungan Waktu fermentasi terhadap kadar protein.


Dari Tabel 3. dan Gambar 3. Diperoleh bahwa semakin lama waktu fermentasi
diperoleh kadar protein yang semakin tinggi hal ini karena yeast melakukan pertumbuhan dan
perkembangbiakan.

BAB V
KESIMPULAN
Limbah buah

nanas dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Limbah nanas banyak

mengandung sukrosa, glukosa dan nutrisi-nutrisi lainnya, limbah nanas tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi yang dapat menghasilkan
Protein Sel Tunggal. Pada proses fermentasi untuk mendapatkan Protein Sel tunggal dari
limbah nanas menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae. Dimana penggunaan yeast
Saccharomyces cereviceae memiliki keuntungan antara lain toleran terhadap lingkungan yang
lebih asam dengan pH antara 3,5 sampai 5,5 mempunyai suhu pertumbuhan 25oC 30 oC.
Keuntungan lain yeast mempunyai diameter sel sekitar 0,0005 cm, dengan diameter sebesar
ini yeast mudah dipisahkan dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.
Pada fermentasi Protein Sel Tunggal dari limbah buah nanas kondisi terbaik
fermentasi pada pH 4,5 kadar protein yang dihasilkan sebesar 2,4773% dengan penambahan
nutrisi 0,8 gram dengan kadar protein sebesar 2,3515 % selama 2 hari.

DAFTAR PUSTAKA
Cooney,C.L., 1981, Growth of Microorganism in Biotechnology, Verlag, Chemie,
Weinheim
Fardiaz, S., 1993. Mikrobiologi Pangan, PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gajah
Mada,Yogyakarta.
Frazier, W.C, Westhoff, D.C, 1979. Food Microbiology , ed.3 , Mc.Graw Hill Publishing
Co.Ltd., New Delhi
Rahayu, E. S., Retno I. Tyas, U. Enis H., Nur C., 1993, Bahan Pangan Hasil Fermentasi,
Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Sudarmadji, Kasmidjo, 1989, Mikrobiologi
Pangan PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Tannenbaun, S.R., 1971, Single Cell Protein , Food for Future , Jurnal Fod Technology
http://eprints.uns.ac.id/6036/1/138901008201010111.pdf/13-Juni-2015

You might also like