Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dari suatu studi di Amerika,didapatkan 13% abses hati dari 48% abses
viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter ataupunmultipel. Sekitar 90% dari abses
lobus kanan hepar merupakan abses soliter, sedangkan abseslobus kiri hanya 10%
yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen
maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.
Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amuba dan abses hati piogenik.
Angka kejadian abses hati piogenik lebih tinggi dibandingkan abses hati amuba.
Angka kejadian abseshati amuba hanya sekitar 20% dari semua abses hati.
Pada 25% kasus tidak diketahui penyebab yang jelas (kriptogenik).
Penyebab lainnya adalah infeksi sekunder bakteri pada abses hati amuba dan kista
hidatidosa.Sedangkan abses hati amuba muncul sebagai salah satu komplikasi
amebiasis ekstraintestinalyang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia.
1.2 TUJUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan
oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit,
gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi
abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas
setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat
kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.
2.2 ETIOLOGI.
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati
pyogenik.
a. Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba
histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E.
Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar (Aru W
Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif
atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia.
Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam.
Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar
sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
(T >
38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis
yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan
dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan
keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
(http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.html di akses pada tanggal 7
April 2013).
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.5 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Derivat
nitroimidazole
dapat
memberantas
tropozoit
intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau
intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1.
2.
Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
3.
2.
Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium
atau peritoneum.
3.
3.
Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila :
1.
2.
3.
4.
aspirasi
ini
dilakukan
dengan
tuntunan
intraperitoneum, selanjutnya
Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang
terjadi.
4.
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
2.8 Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar,
meliputi:
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi,
penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi
jantung ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi
abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap
pekat.
d. Makanan/cairan,
menunjukkan
adanya
anoreksia,
tidak
toleran
terhadap
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan proses
penyakit.
f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
g. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
h. Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi pengembangan
toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.
3.
Rencana Keperawatan
DX.I : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Klien menunjukkan perbaikan terhadap aktifitas.
Kriteria hasil :
a.
b.
otot.
Rencana keperawatan dan rasional
Intervensi
Rasional
1. Tingkatkan tirah baring, ciptakan1. Meningkatkan ketenangan istirahat
lingkunga yang tenang.
dan
menyediakan
energi
yang
Tiarah
baring
lama
dapat
Membantu
menurunkan
kadar
pada
potensial
resiko
berulang.
DX.II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah
Tujuan : Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :
a. Nafsu makan baik.
b. Tidak ada keluhan mual/muntah.
c. Mencapai BB , mengarah kepada BB normal .
Intervensi
Awasi
keluhan
anoreksia,1.
mual/muntah.
2.
Rasional
Berguna dalam mendefinisikan
derajat, luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
Makan banyak
mengatur
klien
untuk
anoreksia.
3.
bila
sulit
hari,
membuat
masukan
Intervensi
Rasional
membantu dan proses penyembuhan.
DX.III : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema Tujuan : pemulihan
kepada volume cairan yang normal
Rencana keperawatan dan rasional
Intervensi
Rasional
1. Batasi asupan Natrium dan cairan 1. Meminimalkan pembentukan asites
jika Diinstruksikan
dan edema.
yg normal.
4. Ukur dan catat lingkar abdomen 3. Menilai efektivitas terapi dan
setiap hari.
kecukupan asupan cairan.
4. Memantau perubahan pembentukan
asites dan pembentukan cairan
DX.IV : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam
jaringan .
Tujuan : Klien menunjukkan jaringan kulit yang utuh.
Kriteria hasil :
a.
Intervensi
Rasional
Lakukan perawatan kulit dengan1.
Mencegah kulit kering berlebihan.
sering,hindari sabun alkali.
2.
Instruksikan
menggunakan
ujung
jari
Untuk
menurunkan
resiko
menekan pada kulit bila sangat perlu adalah sumber ketidak nyamanan
menggaruk
3.
Intervensi
Rasional
Pertahankan liner dan pakaian
kering.
b.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pemahaman proses1.
Mengidentifikasi area kekurangan
penyakit,
harapan
3.
suhu
tubuh
Intervensi
Rasional
efinefrin yang melepaskan pirogen
3.
3.
terdapat
pembulu
darah
sehingga
cepat
Intervensi
Kaji tingkat nyeri
1.
Rasional
Mengetahui persepsi dan reaksi
klien terhadap nyeri serta sebagai
3.
4.
relaksasi
5.
3.
sentuhan
lembut
dapat
Untuk
mengalihkan
perhatian.
kemampuan
Intervensi
Rasional
mengatasi rasa nyeri dan stress
dalam periode yang lama
5.
Analgetik
berfungsi
untuk
DX.VIII : Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi pengembangan toraks
akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.
Tujuan : Perbaikan status pernapasan Intervensi
Rencana keperawatan dan rasional
Intervensi
Rasional
1.
Tinggikan bagian kepala tempat
1.
Mengurangi tekanan abdominal
2.
3.
tidur.
pada diafragma dan memungkinkan
Hemat tenaga pasien
pengembangan toraks dan ekspansi
Bantu pasien menjalani dalam
paru yg maksimal.
Paresentesis dan torakosintesis
2.
Mengurangi kebutuhan metabolic
4.
tindakan
bagi
pasien.
yang
Bantu
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Seorang laki laki berusia 55 tahun datang kerumah sakit diantar oleh
keluarganya dengan mengeluhkan demam menggigil, tidak nafsu makan, mual/muntah,
keringat malam, diare, nyeri tekan kuadran kanan atas, sklera kununing, perut
membesar (asites),pemeriksaan fisik yang didapat berat badan 40 kg tinggi badan 176
cm,tekanan darah 130/80 mmHg,pernafasan 27x/menit,nadi 76x/menit,suhu 38 c. Hasil
pemeriksaan laboratorium hemoglobin : 16 mg/dl,leukosit 19000 mg/dl,SGOT 75
U/L,SGPT 111U/L, hasil pemeriksaan foto polos abdomen terdapat hepatomegali.
Diagnosa medis sementara adalah abses hepar.
Terapi yang diberikan : metronidazole : 3x750 mg, kloroquin fosfat : 1 g/hr, nebulizer
(ventholin).
3.2 Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus
Diagnosa Keperawatan
Pola napas tidak efektif
berhubungan
dengan
Kriteria Hasil
Mempertahankan pola
Mandiri
abdomen (asites)
Di tandai dengan :
DO :
-RR : 27x/ menit
DS : -
Intervensi
Awasi
frekuensi,
pernafasan
Auskultasi bunyi nafas,
catat
rentang normal
krekels,
mengi,
ronki
Selidiki
tingkat kesadaran
Pertahankan
kepala
perubahan
miring
Ubah posisi
seing,
Menunjukan peningkatan
berat badan progresif
mencapai tujuan dengan
dengan
dorong
nafas
kalori
Ukur tinggi berat badan
anoreksia, mual/muntah
Di tandai dengan
kulit trisep(atau
pengukuran
DO :
antropometrik lain
sesuai indikasi)
BB : 40 Kg
TB : 176 cm
Bandingkan perubahan
DS :
berat badan.
Bantu dan dorong
tambahan..
Berikan makan sedikit
dan sering
Batasi masukan kafein,
makanan yang
menghasilkan gas atau
berbumbu dan terlalu
-
setelah makan
Berikan perawatan
mulut sering dan
sebelum makan
Anjurkan menghentikan
mengkonsumsi alcohol.
Identifikasi pasien yang
mengalami
mual/muntah yang
diantisipasi
Hipertermia berhubungan
Mengembalikan suhu
Kolaborasi
Mandiri
kebatas normal
Tidak mengalami
komplikasi yang
hangat hindari
berhubungan
penggunaan alcohol
Kolaborasi
-Berikan antipiretik
misalnya ASA (aspirin),
Asetaminofen(Tylenol)
DO:
Suhu : 380C
RR : 27x/menit
DS :
-Demam
Resiko penyebaran infeksi
Menyatakan pemahaman
Mandiri
berhubungan dengan
faktor resiko
Menunjukkan teknik,
menghindari pemajanan
bakteri/patogen
Ditandai dengan
DO :
-WBC : 19.000
melakukan perubahan
pola hidup untuk
menghindari infeksi
ulang/transmisi ke orang
lain
DS :
-Demam
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jamur,
maupun nekbrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi,
infeksi dalam perut, dsb. Adapun gejala-gejala yang sering timbul di antaranya demam
tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dll. Dan pada umumnya diagnosis yang
di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan
laboratorium. Secara konvensional penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase
terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas.
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat. Jakarta :
Balai Penerbitan FK-UI.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Cameeron. (1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius. Halaman 512.
Sherwood. (2001). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Jakarta :
EGC. Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Abses hepar. (online). (http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.html di akses
pada tanggal 7 April 2013).
(http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.html di akses pada tanggal 7 April
2013).