Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).
(Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang
dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu
yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur,
parasit dan virus.
1.2 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain
dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi
HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke
dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
1.3 Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik
sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai
superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah
bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti
infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat
berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke
organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat
viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi
terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan
terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral,
selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif,
dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,
kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase
akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait
HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis
vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun priode
inkubasi atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi
imun
sering
tampak
pada
saat
tes,
terutama
berkenaan
dengan
fungsi
sel
B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anakanak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin
secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4
sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik.
Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15%
pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang
normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan
frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
1.4 Pathway (Terlampir)
hepatomegali
dan
splenomegali,
limfadenopati
generalisata
(didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak
bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang
terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala ini,
kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the European
Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan
bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang
tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik
antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang
tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang
terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.
oral
persisten,
stomatitis
herpes
rekuren,
atau
zoster
multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau
limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati,
gangguan hematologi)
Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan
berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan
menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6
bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
mungkin normal saat terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa
derajat kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan
hidup yang
lama.
Profilaksin
PCP dengan
trimetoprim-
infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering
menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya
untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa
tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang
timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering
terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan
parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi
bakteri rekuren adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses
internal, atau infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak
dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus
rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi.
Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak
yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia
pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yang
terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang menganggu
imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody yang
efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang
terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin
intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV
dapat munculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya,
infeksi ini dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada
tahun pertaman dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan,
terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting
sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat
memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion
basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak
berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukan
menyebabkan perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan deficit
perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.
Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif
yang dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau
tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV.
Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki
antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi virologi
diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada
serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody
spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi
seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody
itu sendiri.
1.7 Komplikasi
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik
sternum (nyeri retrosternal).
2.
Neurologik
ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam
respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3.
Gastrointestinal
Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai
kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6.
Sensorik
efek
nyeri
yang
berhubungan
dengan
mielopati,
meningitis,
ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
Western blot (positif)
P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2.
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
1.10
Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
1.11
Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan
akan memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang
dapat diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV
adalah target esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara
remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien
dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah
aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari
The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics
yang dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi
yang lebih besar pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat
dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus
menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini
penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol
pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara
signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1
mengurangi penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan
zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu
kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus
(180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien
palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat
bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk
penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah
penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa
kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih
besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan
menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam
diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan
selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin
untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg
setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir).
Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai
pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang
mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah
24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk
kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai
kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia
ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang
tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan
seksual.
Pencegahan
penularan
seksual
mencakup
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS
2.1
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
a.
b.
c.
Pengkajian
Data Subjektif, mencakup:
Pengetahuan klien tentang AIDS
Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
Dispneu (serangan)
Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
Data Objektif, meliputi:
Kulit, lesi, integritas terganggu
Bunyi nafas
Kondisi mulut dan genetalia
BAB (frekuensi dan karakternya)
Gejala cemas
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran TTV
Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
i.
Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare
j.
k.
l.
m.
n.
2.3
Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada
anak dengan HIV antara lain:
1)
3)
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4) Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan
5) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik
dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
6) Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya
organisme infeksius dan imobilisasi
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi,
9)
ensefalopati, pengobatan).
10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit yang mengancam hidup.
2.4
Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain
(Rencana Keperawatan Terlampir)
Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
oleh seorang perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV
antara lain :
1.
Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIV-AIDS
I.
3.1 PENGKAJIAN
Identitas Klien :
Nama/nama panggilan
Tempat tanggal lahir/usia
: An. A.
: Poasia, 27 Mei 2005/ 6 bulan 8 hari
Jenis Kelamin
Aga ma
: Laki-laki
: Islam
II.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
Pendidikan
:-
Alamat
Tanggal masuk
: 18 Mei 2011
Tanggal pengkajian
: 19 Mei 2011
Diagnosa Medik
: HIV-AIDS
III.
N a m a
-
Usia
-
Hubungan
-
Status Kesehatan
-
Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan
demam.
IV.
Riwayat Kesehatan.
mau menyusu. Dengan alasan tersebut orang tua klien membawa klien ke RS
untuk di periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1) Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan 3 kali
Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
Riwayat terkena sinar tidak ada
Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
Imunisasi 2 kali
Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A
2) N a t a l
Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal
Penolong persalinan Dokter Kebidanan
Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit
perdarahan daerah vagina).
3) Post Natal
Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm
Pada saat lahir kondisi anak baik
(untuk semua usia)
Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
Imunisasi belum lengkap
Alergi belum nampak
Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama
VI.
VII.
Keterangan :
Perempuan
--------
= Serumah
Laki-laki
Meninggal
Klie
Garis
keturunan
Penjelasan :
Generasi I = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang
Jenis Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis
Waktu
Reaksi
Pemberian
1 bulan
Lupa
lupa
pemberian
Demam
Demam
lupa
Pertumbuhan Fisik
Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm
setelah
3.
: 5 bulan
: belum
: belum
: belum
: belum
: lupa
: belum
: masih di bantu ibunya
secara penuh
VIII.
a.
1.
2.
3.
4.
Riwayat Nutrisi
Pemberian ASI
Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
Cara Pemberian
: Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
Lama Pemberin
: 15-20 manit
Diberikan sampai usia : sampai saat ini
Us i a
0 - saat ini
Jenis Nutrisi
Asi
Lama Pemberian
Masih berlangsung saat ini
Aktivitas Sehari-hari
Nutrisi
Kondisi
1.
Keinginan Menyusu
Sebelum Sakit
Baik
Saat sakit
Kurang
2.
7 kali
Tidak pernah
Kondisi
1.
Jenis minuman
Sebelum sakit
ASI
Saat sakit
Tidak ada
2.
Frekwensi minum
Sering
3.
Kebutuhan cairan
Tidak diketahui
Tergantung
4.
Cara pemberian
ASI
Infuse
Frekwensi Menyusui
b. Cairan
c.
Kondisi
1. Tempat pembuangan
2.
Sebelum sakit
Kain sarung
Saat sakit
Popok
Frekwensi/waktu
BAK= sering BAB = 2 x BAK = sering, BAB =
3.
Konsistensi
sehari
4-6x sehari
4.
Kesulitan
Sering encer
Encer
5.
Obat pencahar
Tidak ada
Tidak ada
d. Istirahat/Tidur
Kondisi
1.
Jam tidur
2.
Sebelum sakit
Saat sakit
Siang
12.00 14.00
Jam 14.00-15.00
Malam
Jam 21.00-7.30
Pola tidur
3.
4.
Kesulitan tidur
dilaksanakan
Menyusu
hari
Menyusu
Gelisah
Sering
terbangun
karena
popoknya
Olahraga
Tidak dikaji
f. Personal Hygiene
Kondisi
1.
Mandi
Cara
Sebelum sakit
Saat sakit
pernah mandi
2.
3.
frekwensi
2 x sehari
1 x sehari/melap badan
alat mandi
Sabun
Cuci rambut
Kadang-kadang
belum
frekwensi
Tidak menentu
dilakukan
Cara
pernah
Gunting kuku
frekwensi
belum
Cara
4. Gosok gigi
tua
Frekwensi
Cara
pernah
g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji
3.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak
Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
b. Tanda-tanda vital:
Suhu
: 38,5 C
Nadi
: 120x/m
Pernafasan
: 28x / m
TD
: 95/60 mmHg
c. Antropometri
- Panjang badan
: 50 cm
- Berat badan
: 5 kg
- Lingkaran lengan atas
: tidak dikaji
- lingkaran kepala
: tidak dikaji
- lingkaran dada
: tidak di kaji
pernah
- Lingkaran perut
- Skin fold
: tidak dikaji
: tidak dikaj
d. Head To Toe
Kulit :
Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal
Kepal dan leher :
I: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada
Peradangan.
P: Normal, tidak ada benjolan dikepala
P: A: Kuku : Jari tabuh
Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi
penciuman normal
Telinga
:
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
Mulut dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien
nampak kering dan bibir pecah-pecah
Leher:
Terjadi peradangan pada eksofagus.
Dada :
I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada
P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya pembesaran hati
P: nada sonor
A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan
Tidak ada retraksi dinding dada (+).
Abdomen :
I : Nampak normal, simetris kiri kanan
P: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
P : Bunyi timpany (+). Kembung (-)
A: terdengar bunyi peningkatan peristaltic/ bising usus dan tidak ada krepitasi
abdomen.
Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan extremitas
bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit
I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah
jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah
P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
P: reflek tendon kurang
A: Skala kekuatan otot
e. Sistem Pernafasan
Hidung
: Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub
mandibula.
Dada :
o Bentuk dada : Normal
o Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
o Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
o
Wh
Rh
Suara nafas
: ronki
f. Sistem kardiovaskuler :
Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler ,
tekanan vena jugularis : tidak meninggi
Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
Capillary refilling time > 2 detik
g. Sistem pencernaan:
Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus
yang menyerang usus
Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1.
Mata : agak cekung
2.
Hidung : Penciuman kurang baik,
3.
Telinga
o Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit
o Fungsi pendengaran kesan baik
i. Sistem Saraf
2.
Fungsi serebral:
Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
Bicara : Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti
perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I Nervus
3.
4.
XII.
Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang
5.
6.
7.
tua
Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.
j.
1.
2.
3.
4.
k. Sistem integumen
warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l. Sistem endokrin
Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
Tidak ada riwayat diabetes
m. Sistem Perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
Tidak ditemukan odema
Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan
gatal
o. Sistem Imun
Klien tidak ada riwayat alergi
Imunisasi lengkap
Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
Riwayat transfusi darah tidak ada
XIII.
1. 6 tahun ke atas
a. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal ini
dibuktikan dengan klien sering bermain bola bersama teman-temannya waktu
sebelum sakit.
b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan sendirinya
XIV.
Infus RL 20 tts/m
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti
vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif
(IPV)
Keperawatan :
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Hasil Laboratorium tanggal 28 Maret 2011: Tidak dikaji
XV. Klasifikasi Data
Data Subjektif
Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu
anaknya di bawa ke RS.
Data Objektif
Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi
: 120x/m, P : 28x /m dan
TD : 95/60 mmHg
Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk badannya
yang gatal.
Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5 kg menjdi
4 kg.
Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-5/hari
Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
XVI.
Analisa Data
No
Data
Etilogi
Masalah
DS
Ibu
Kandidiasis
klien
mengatakan
Aktivitas bronkus
berkurang
Penumpukan sekret
Batuk
2
DS
Ibu
inefektif
Kuman
Hipertermi
:
klien
anaknya
mangatakan
demam
terus-
menerus
DO
endotoksin
suhu
38,5
Merangsang
C,
: 120x/m, P :
28x / m dn TD : 95/60
mmHg
mengeluarkan
pengeluaran zat
pirogen oleh leukosit
pada jaringan yg
meradang
Melepas zat IL-1,
prostaglandin E2
(set point)
kandidiasis
DS :
Perubahan nutrisi
kurang dari
tidak
kebutuhan tubuh
mau
makan
Ibu klien
anaknya
akibat
makan/malas
mengatakan
susah
luka-luka
Lesi oral
menelan
pada
mulutnya
DO :
Klien nampak cengeng bila
Ketidakmampuan
menyusu
Perubah
kg dari 25kg.Inter
an indra pengecap
Menurunkan
5
DS
Ibu
keinginan menyusu
Timbul jamur dan Kerusakan integritas
:
klien
mengatakan
muncul bercak-bercak di
tubuh anaknya
DO
kulit
bintik-bintik
Lesi kulit
menggaruk
DS :
Dermatitis
AIDS
Cemas
khawatir
dengan
DO :
Keluarga
gelisah
menanyakan
anaknya.
klien
dan
nampak
selalu
kondisi
Merasa
ketakutan
akan penyakit anaknya
4.
5.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis
dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak
tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian
imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter
spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan
jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal
masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen
Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang,
hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai
nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2
bulan), parotitis, dan diare.
.
4.2 Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
DAFTAR PUSTAKA
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.