You are on page 1of 40

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).
(Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang
dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu
yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur,
parasit dan virus.
1.2 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain
dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi
HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke
dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).

1.3 Patofisiologi

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik
sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai
superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah
bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti
infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat
berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke
organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat
viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi
terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan
terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral,
selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif,
dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,
kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase
akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait
HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis
vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun priode
inkubasi atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada

infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi
imun

sering

tampak

pada

saat

tes,

terutama

berkenaan

dengan

fungsi

sel

B;

hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anakanak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin
secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4
sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik.
Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15%
pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang
normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan
frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
1.4 Pathway (Terlampir)

1.5 Tanda Dan Gejala


Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara
klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis
tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian
imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter
spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan
jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal
masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu,
pajanan obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi
dapat membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting
untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila
mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak
terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi
jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For
Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan
berkembang,

hepatomegali

dan

splenomegali,

limfadenopati

generalisata

(didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak
bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang
terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala ini,
kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the European
Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan
bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang
tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik
antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang
tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang
terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.

PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI


HIV PADA ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda
infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin
memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal
berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare
rekuren atau persistem yang tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren,
kandidiasis

oral

persisten,

stomatitis

herpes

rekuren,

atau

zoster

multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau
limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati,
gangguan hematologi)
Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan
berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan
menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6
bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
mungkin normal saat terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa
derajat kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan

perkembangan, adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan


keadaan kecacatan, dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama.
Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi
AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan AIDS merupakan kebergunaan yang
sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV, tetapi
penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya perkembangan
penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan perkembangan
penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit
indicator AIDS paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi
yang terinfeksi. Usia rata untuk munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan,
meskipun puncaknya sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang
berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini
biasanya merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala
subkutan atau mendadak dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit
dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini, dan karena trimetoprimsulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada awal perjalanan
penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese bronkoalveolar
diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran
klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal penelitian
dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali
bahwa penyakit yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan
kelangsungan

hidup yang

lama.

Profilaksin

PCP dengan

trimetoprim-

sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan


kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi
muda dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.
Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik
telah ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil,
tetapi terjadi pada sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan
dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan perjalanan kronik
eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara

infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering
menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya
untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa
tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang
timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering
terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan
parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi
bakteri rekuren adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses
internal, atau infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak
dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus
rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi.
Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak
yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia
pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yang
terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang menganggu
imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody yang
efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang
terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin
intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV
dapat munculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya,
infeksi ini dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada
tahun pertaman dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan,
terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting
sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat
memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion
basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak
berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukan
menyebabkan perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan deficit
perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.

Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV


lanjut terjadi pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu
multifaktorial. Deficit system saraf pusat dari latergi sampai kelemahan dalam
mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi dan diare akibat infeksi
HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang diinduksi
infeksi sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini.
Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik
memenuhi AIDS, meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah
esofagistis

kandida, terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks,

Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV diseminata dan lama


pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren dan ekstensif
sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit
berat dan lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim,
mencakup virus sinsitial respiratorius, jarang menyebabkan penyakit yang
berkomplikasi.
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric
sering mengambil bentuk organ yang membesar sedang sampai berat,
transaminitis berfluktuasi. Yang jarang adalah hepatitis kolestatik berat yang
terjadi pada bayi yang terinfeksi pada tahun pertama, dengan prognosis buruk.
Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan CMV, HCV,
atau HBV, oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit
ginjal yang sering terjadi, paling sering bermanifestasi protenuria. Perubahan
mesangial dan glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi sebagai patologi
yang paling sering terjadi pada anak dengan AIDS. Kelainan jantung dapat
diperhatikan pada separuh anak semua usia penyakit HIV, meskipun insiden
kardiomiopati simtomatik hanya 12 sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan
fungsi ventrikel merupakan kelainan ekokardiografi yang paling sering
ditemukan. Meskipun frekuensi penyakit paru kronik pada pasien ini, terkenanya
vertikel kiri beberapa kali lebih sering daripada yang kanan. Tekanan HIV
langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama dengan virus miotropik
semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena autoimun mencakup

anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan


kanker sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.
1.6 Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan
awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada
perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan
bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan
konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta
pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam
mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat
menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis
infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV), atau
adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai
polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer
dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya)
diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan
dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan
dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada
tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial.
Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic
dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua
diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji
laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV
tampak dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun,
diagnosis HIV harus dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa
infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak
yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua berkenang
dengan uji serologi.

Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif
yang dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau
tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV.
Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki
antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi virologi
diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada
serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody
spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi
seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody
itu sendiri.
1.7 Komplikasi
1.

Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik
sternum (nyeri retrosternal).

2.

Neurologik

ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam
respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3.

Gastrointestinal

Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang


diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB
> 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan
yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain
yang dapat menjelaskan gejala ini.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatalgatal dan diare.
4.

Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.

5.

Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai
kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.

6.

Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis


sitomegalovirus berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan

efek

nyeri

yang

berhubungan

dengan

mielopati,

meningitis,

sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.


1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji
HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian
Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi
HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western
blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24
(polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu
HIV.
1.

Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
Western blot (positif)
P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2.

Tes untuk deteksi gangguan system imun.

LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)


CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
Kadar immunoglobulin (meningkat)
1.9 Penatalaksanaan
1) Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:

Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
1.10

Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.

Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan


perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik
dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3) tanda
supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa
bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada
jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden,
2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan
terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan
pneumonia interstisiel. Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC)
adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan
DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan
dan profilaksi pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah
infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi
disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin
poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif (IPV)
(Betz dan Sowden, 2002).

1.11

Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan

akan memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang
dapat diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV
adalah target esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara
remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien
dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah
aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari
The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics
yang dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi
yang lebih besar pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat
dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus
menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini
penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol
pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara
signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1
mengurangi penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan
zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu
kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus
(180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien
palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat
bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk
penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah
penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa
kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih
besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan
menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam
diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan

selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin
untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg
setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir).
Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai
pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang
mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah
24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk
kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai
kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia
ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang
tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan

seksual.

Pencegahan

penularan

seksual

mencakup

penghindaran pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral


program yang mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa
perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa
pada remaja yang terinfeksi HIV-1.

BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS
2.1
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
a.
b.
c.

Pengkajian
Data Subjektif, mencakup:
Pengetahuan klien tentang AIDS
Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
Dispneu (serangan)
Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
Data Objektif, meliputi:
Kulit, lesi, integritas terganggu
Bunyi nafas
Kondisi mulut dan genetalia
BAB (frekuensi dan karakternya)
Gejala cemas
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran TTV
Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung

kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.


d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri
dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot,
kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium,
meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal

i.

Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare

j.
k.
l.
m.
n.

kronis, pembesaran limfa.


Pengkajain Renal
Pengkajaian Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
Pengkajian Hematologik
Pengkajian Endokrin

4. Kaji status nutrisi


a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
2.2

Dapatkan riwayat imunisasi


Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anakanak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk
darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku
resiko tinggi.
Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
Infeksi bakteri berulang
Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter
interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
Diare kronis
Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

2.3

Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada
anak dengan HIV antara lain:
1)

Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder

terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi


2) Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)

3)

Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan

pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4) Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan
5) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik
dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
6) Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya
organisme infeksius dan imobilisasi
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi,
9)

stigma sosial terhadap HIV


Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal:

ensefalopati, pengobatan).
10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit yang mengancam hidup.
2.4

Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain
(Rencana Keperawatan Terlampir)
Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
oleh seorang perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV
antara lain :
1.

Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa

dari orang ke orang tidak menularkan HIV


2. Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan
tubuh lain dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan
darah atau cairan tubuh, pakai masker dengan pelindung mata jika ada
kemungkinan terdapat aerosolisasi atau terkena percikan darah atau cairan tubuh,
cuci tangan setelah terpajan darah atau cairan tubuh dan sesudah lepasa sarung

tangan, sampah-sampah yang terrkontaminasi darah dimasukkan ke dalam


kantong plastik limbah khusus.
3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan
cara lakukan skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan
batasi pengunjung dengan penyakit infeksi.
4. Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi
badan, berat badan, lingkar kepala
5. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan
terhadap perencanaan pengobatan
6. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat
tanda-tanda dan gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga memberitahu
dokter tentang adanya efek samping
7. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak lanjut :
nama dan nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain yang sesuai,
tanggal dan waktu serta tujuan kunjungan pemeriksaan tindak lanjut
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum
terinfeksi HIV antara lain :
1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom
2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama
secara bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan
5.

spontan/normal sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya


HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan (kontak
sosial), berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin, berbagi makanan
atau menggunakan peralatan makan bersama, gigitan nyamuk atau serangga lain,
berenang bersama, dan memakai toilet bersama sehingga tidak perlu takut dan
khawatir tertular HIV.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIV-AIDS

I.

3.1 PENGKAJIAN
Identitas Klien :
Nama/nama panggilan
Tempat tanggal lahir/usia

: An. A.
: Poasia, 27 Mei 2005/ 6 bulan 8 hari

Jenis Kelamin
Aga ma

: Laki-laki
: Islam

II.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

3.

Pendidikan

:-

Alamat

: BTN Kendari Permai Blok J No.14

Tanggal masuk

: 18 Mei 2011

Tanggal pengkajian

: 19 Mei 2011

Diagnosa Medik

: HIV-AIDS

Identitas Orang Tua


Ayah
N a m a
: Tn. T.L.
U m u r
: 27 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Agama
: Islam
Al amat
: BTN Kendari Permai Blok J No.14
Ibu
N a m a
: Ny. R
Usia
: 25 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
Al amat
: BTN Kendari Permai Blok J No.14

Identitas Saudara Kandung


No.
1.

III.

N a m a
-

Usia
-

Hubungan
-

Status Kesehatan
-

Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan
demam.

IV.

Riwayat Kesehatan.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB kurang, dan
sejak 2 hari yang lalu diare semakin parah diserta dengan demam, terdapat bercakbercak terasa gatal pada kulit, diare diikuti dengan batuk, sesak dan klien tidak

mau menyusu. Dengan alasan tersebut orang tua klien membawa klien ke RS
untuk di periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1) Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan 3 kali
Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
Riwayat terkena sinar tidak ada
Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
Imunisasi 2 kali
Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A
2) N a t a l
Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal
Penolong persalinan Dokter Kebidanan
Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit
perdarahan daerah vagina).
3) Post Natal
Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm
Pada saat lahir kondisi anak baik
(untuk semua usia)
Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
Imunisasi belum lengkap
Alergi belum nampak
Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama
VI.
VII.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV
Genogram

Keterangan :
Perempuan

--------

= Serumah
Laki-laki

Meninggal
Klie

Garis

keturunan

Penjelasan :
Generasi I = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang

sama dengan klien


Generasi II = Saudara laki-laki dari bapak klien meninggal karena kecelakaan

tidak ada riwayat penyakit yang sama dengan klien


Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini di
rasawat di RS dengan diangnosa postif HIV.

VI. Riwayat Imunisasi


No.
1.
2.
3.
4.
5.
VII.
a.
1.
2.

Jenis Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis

Waktu

Reaksi

Pemberian
1 bulan
Lupa
lupa

pemberian
Demam
Demam
lupa

Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan Fisik
Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm

setelah

3.

Waktu tumbuh gigi pertama : belum


b. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling
2. Duduk
3. Merangkak
4. Berdiri
5. Berjalan
6. Senyum kepada orang lain pertama kali
7. Bicara pertama kali
8. Berpakaian tanpa bantuan

: 5 bulan
: belum
: belum
: belum
: belum
: lupa
: belum
: masih di bantu ibunya

secara penuh
VIII.
a.
1.
2.
3.
4.

Riwayat Nutrisi

Pemberian ASI
Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
Cara Pemberian
: Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
Lama Pemberin
: 15-20 manit
Diberikan sampai usia : sampai saat ini

b. Pemberian Susu Formula : SGM


Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :
1.

Us i a
0 - saat ini

Jenis Nutrisi
Asi

Lama Pemberian
Masih berlangsung saat ini

IX. Riwayat Psiko Sosial


Anak tinggal di rumah sendiri
Lingkungan berada di tepi kota
Rumah tidak ada fasilitas lengkap
Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan,
anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya
Hubungan antar anggota kelurga baik
Pengasuh anak adalah orang tua
X. Riwayat spiritual
1. Anggota Keluarga tidak taat melaksanakan ibadah
2. Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan
XI. Reaksi Hospitalisasi

a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap


1. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan
anaknya yang demam terus
2. Dokter menceritakan sebagaian kecil kondisi anaknya dan kelihatannya orang
tua belum mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan
pertanyaan yang timbul sekitar keadaan anaknya
3. Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan
selalu menanyakan kondisi anaknya
4. Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga
yang lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
1. Anak belum mampu berbicara
XII.
a.

Aktivitas Sehari-hari

Nutrisi
Kondisi
1.
Keinginan Menyusu

Sebelum Sakit
Baik

Saat sakit
Kurang

2.

7 kali

Tidak pernah

Kondisi
1.
Jenis minuman

Sebelum sakit
ASI

Saat sakit
Tidak ada

2.

Frekwensi minum

Setiap kali haus

Sering

3.

Kebutuhan cairan

Tidak diketahui

Tergantung

4.

Cara pemberian

ASI

Infuse

Frekwensi Menyusui

b. Cairan

c.

Eliminasi (BAB & BAK)

Kondisi
1. Tempat pembuangan
2.

Sebelum sakit
Kain sarung

Saat sakit
Popok

Frekwensi/waktu
BAK= sering BAB = 2 x BAK = sering, BAB =

3.

Konsistensi

sehari

4-6x sehari

4.

Kesulitan

Sering encer

Encer

5.

Obat pencahar

Tidak ada

Tidak ada

Tidak pernah digunakan

d. Istirahat/Tidur
Kondisi
1.
Jam tidur

2.

Sebelum sakit

Saat sakit

Siang

12.00 14.00

Jam 14.00-15.00

Malam

Jam 20.00- 06.00

Jam 21.00-7.30

Pola tidur

3.

Kebiasaan sebelum tidur

4.

Kesulitan tidur

Tidur dilaksanakan padaTidur

dilaksanakan

siang dan malam hari

pada siang dan malam

Menyusu

hari
Menyusu

Gelisah
Sering

terbangun

karena

popoknya

basah oleh feses.


e.

Olahraga
Tidak dikaji
f. Personal Hygiene
Kondisi
1.
Mandi
Cara

Sebelum sakit

Saat sakit

Dikerjakan oleh orang tua Tidak

pernah mandi

hanya dilap badan

2.

3.

frekwensi

2 x sehari

1 x sehari/melap badan

alat mandi

Sabun

Pake air hangat

Cuci rambut

Kadang-kadang

belum

frekwensi

Tidak menentu

dilakukan

Cara

Dikerjakan oleh orang tua

pernah

Gunting kuku
frekwensi

Setiap kali kuku terlihat


panjang

belum

Cara

Di kerjakan oleh orangdilakukan

4. Gosok gigi

tua

Frekwensi
Cara

pernah

Setiap kali mandi


Dikerjakan oleh orang tua Belum
dilakukan

g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji
3.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak
Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
b. Tanda-tanda vital:
Suhu
: 38,5 C
Nadi
: 120x/m
Pernafasan
: 28x / m
TD
: 95/60 mmHg
c. Antropometri
- Panjang badan
: 50 cm
- Berat badan
: 5 kg
- Lingkaran lengan atas
: tidak dikaji
- lingkaran kepala
: tidak dikaji
- lingkaran dada
: tidak di kaji

pernah

- Lingkaran perut
- Skin fold

: tidak dikaji
: tidak dikaj

d. Head To Toe
Kulit :
Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal
Kepal dan leher :
I: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada
Peradangan.
P: Normal, tidak ada benjolan dikepala
P: A: Kuku : Jari tabuh
Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi
penciuman normal
Telinga
:
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
Mulut dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien
nampak kering dan bibir pecah-pecah
Leher:
Terjadi peradangan pada eksofagus.
Dada :
I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada
P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya pembesaran hati
P: nada sonor
A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan
Tidak ada retraksi dinding dada (+).
Abdomen :
I : Nampak normal, simetris kiri kanan
P: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
P : Bunyi timpany (+). Kembung (-)

A: terdengar bunyi peningkatan peristaltic/ bising usus dan tidak ada krepitasi
abdomen.
Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan extremitas
bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit
I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah
jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah
P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
P: reflek tendon kurang
A: Skala kekuatan otot

e. Sistem Pernafasan
Hidung
: Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub
mandibula.
Dada :
o Bentuk dada : Normal
o Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
o Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
o
Wh

Rh
Suara nafas

: ronki

Suara nafas tambahan : ronki

Tidak ada clubbling finger

f. Sistem kardiovaskuler :
Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler ,
tekanan vena jugularis : tidak meninggi
Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
Capillary refilling time > 2 detik
g. Sistem pencernaan:
Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus
yang menyerang usus
Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1.
Mata : agak cekung
2.
Hidung : Penciuman kurang baik,
3.
Telinga
o Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit
o Fungsi pendengaran kesan baik
i. Sistem Saraf
2.
Fungsi serebral:
Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
Bicara : Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti
perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I Nervus

3.

4.

XII.
Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang

5.
6.
7.

tua
Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.
j.

1.
2.

Sistem Muskulo Skeletal


Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas

3.
4.

bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.


Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik
Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif

k. Sistem integumen
warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l. Sistem endokrin
Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
Tidak ada riwayat diabetes
m. Sistem Perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
Tidak ditemukan odema
Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan
gatal
o. Sistem Imun
Klien tidak ada riwayat alergi
Imunisasi lengkap
Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
Riwayat transfusi darah tidak ada
XIII.

Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

1. 6 tahun ke atas
a. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal ini
dibuktikan dengan klien sering bermain bola bersama teman-temannya waktu
sebelum sakit.
b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan sendirinya
XIV.

Terapi Saat ini :

Infus RL 20 tts/m
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti
vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif
(IPV)
Keperawatan :

Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Hasil Laboratorium tanggal 28 Maret 2011: Tidak dikaji
XV. Klasifikasi Data
Data Subjektif
Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu
anaknya di bawa ke RS.
Data Objektif
Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi
: 120x/m, P : 28x /m dan
TD : 95/60 mmHg
Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk badannya
yang gatal.
Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5 kg menjdi
4 kg.
Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-5/hari
Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

XVI.

Analisa Data
No

Data

Etilogi

Masalah

DS
Ibu

Kandidiasis

klien

mengatakan

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

anaknya batuk-batuk dan


sesak
DO

Klien selama di RS nampak Menginfeksi bronkus


batuk terus dan gelisah
nampak sesak sesak
Tanda-tanda vital:
Suhu : 38,5 C
Nadi : 120x/m
Pernafasan : 28x / m
TD : 95/60 mmHg

Aktivitas bronkus
berkurang

Penumpukan sekret

Batuk
2

DS
Ibu

inefektif
Kuman
Hipertermi

:
klien

anaknya

mangatakan

demam

terus-

menerus
DO

endotoksin

Klien nampak teraba panas


dengan
Nadi

suhu

38,5

Merangsang

C,

: 120x/m, P :

28x / m dn TD : 95/60
mmHg

mengeluarkan

pengeluaran zat
pirogen oleh leukosit
pada jaringan yg
meradang
Melepas zat IL-1,

prostaglandin E2

(pirogen leukosi &


pirogen endokrin
Mencapai hipotalamus
3

(set point)
kandidiasis

DS :

Perubahan nutrisi

ibu klien mengatakan, klien

kurang dari

tidak

kebutuhan tubuh

mau

makan
Ibu klien
anaknya
akibat

makan/malas
mengatakan

susah
luka-luka

Lesi oral

menelan
pada

mulutnya
DO :
Klien nampak cengeng bila

Ketidakmampuan

inbin diberi makan dan

menyusu

porsi makannya tidak habis


serta BB turun menjadi 20

Perubah

kg dari 25kg.Inter
an indra pengecap

Menurunkan
5

DS
Ibu

keinginan menyusu
Timbul jamur dan Kerusakan integritas

:
klien

mengatakan

muncul bercak-bercak di
tubuh anaknya
DO

kulit
bintik-bintik

Nampak terlihat bercak-

Lesi kulit

bercak dan klien selalu


menangis

menggaruk

badannya yang gatal


6

DS :

Dermatitis
AIDS

Cemas

Keluarga klien mengatakan


sangat

khawatir

dengan

kondisi anaknya, maka dari


itu anaknya di bawa ke RS.
Gelisah

DO :
Keluarga
gelisah
menanyakan
anaknya.

klien
dan

nampak
selalu
kondisi

Merasa
ketakutan
akan penyakit anaknya

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
3.

terhadap reaksi antigen dan antibody


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan

4.

penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral


Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan

5.

herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument


Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis
dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak
tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian
imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter
spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan
jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal
masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen
Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang,
hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai
nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2
bulan), parotitis, dan diare.
.
4.2 Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping

pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan


dalam tugas dapat dicapai

DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.

You might also like