You are on page 1of 30

BAB II

KONSEP DASAR
A. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat kronis
ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit
reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma.
(Davey, 2003)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang
luas, termasuk bronkitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan
kondisi yang tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas
fisik dan mengurangi aliran udara . (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya.Bronkitis
kronis, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang
disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).(Sylvia Anderson
Price, 2005)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting
adalah bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronkial. (Muttaqin, 2008)

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan


1. Anatomi sistem pernafasan

Gambar :
http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfis
pernafasan

a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke
belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari
jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.

e. Bronkus

Gambar :
http://www.google.co.id/imgres?q=ppok.http://medianers.blogspot.com/2011/08/ppokpenyakit-paru-obstruktif-kronik

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2


buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus
itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus

10

bercabang-cabang,

cabang

yang

lebih

kecil

disebut

bronkiolus

(bronkioli).Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung


bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama :
bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya
menjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting
lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa
dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang
mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil
salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding
fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran
yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai
berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium
yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam
dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu . kantong udara atau alveoli
itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah
hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah
kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.Pembuluh darah
dalam paru-paru. Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak
mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru; cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk

11

jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung
udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit , maka praktis dapat
dikatakan sel-sel darah merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak
lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran
yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang
merupakan fungsi pernafasan.Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi
sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena
pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen
ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh tubuh melalui aorta.
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa
darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna
memberi makan dan menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-paru
sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang
tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri
pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena
pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru oleh vena
bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan
demikian paru-paru mempunyai persendian darah ganda.
Hilus (tampuk) paru-paru dibentuk oleh struktur berikut : Arteri
pulmonaris,yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru
untuk diisi Oksigen,vena pulmonalis yang mengembalikan darah berisi

12

oksigen dari paru-paru ke jantung.Bronkus yang bercabang dan beranting


membentuk pohon bronkial, merupakan jalan utama udara.Arteri bronkialis,
keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru.Vena
bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava
superior.

Pembuluh

limfe,

yang masuk

keluar paru-paru,

sangat

banyak.Persyarafan . Paru-paru mendapat pelayanandari saraf vagus dan


saraf simpati.Kelenjar limfe. Semua pembuluh limfe yang menjelajahi
struktur paru-paru dapat menyalurkan kedalam kelenjar yang ada ditampuk
paru-paru.
Pleura,setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua yaitu
pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam fisura, dan
dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini
kemudian dilipat kembali disebelah tampuk paru-paru dan membentuk
pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang
melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma
adalah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura
servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran
suprapleuralis (fasia sibson) dan diatas membran ini terletak arteri
subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk
minyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada yang sewaktu bernafas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua
lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan . ruang atau rongga pleura

13

itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal atau
cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas.
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak
didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut
dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada
clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae
rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar
yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang
menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa
belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan
paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu elastis,berpori, dan seperti spons.
2. Fisiologi pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida .
pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat
dengan darah didalam kapiler pulmonaris.Hanya satu lapisan membran,
yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah.

14

Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua
bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100
mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di

dalam

paru-paru,karbondioksida,

salah

satu

hasil

buangan

metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan


setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung
dan mulut.Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner
atau pernafasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah
tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2
lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih
banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau
sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya
dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak
untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi
ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

15

Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan


hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan
akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
memungut

oksigen

dari

hemoglobin

untuk

memungkinkan

oksigen

berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi,


yaitu karbondioksida.Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi
udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan
eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang
dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan
badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang
dikeluarkan).
Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru
ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4 sampai 5 liter udara. Hanya sebagian
kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut
(tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan
biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk
dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paruparu. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5
liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada
penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru),
dan kelemahan otot pernafasan.

16

C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi -1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer, 2001)
D. Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini
dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada
bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm
menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini
terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit
karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru
penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
(Mansjoer, 2001)
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu:
inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan,
kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan,
area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara

17

kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi


oksigen

mengakibatkan

hipoksemia.

Pada

tahap

akhir,

eliminasi

karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan


karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran
masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke
luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif
dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.
(Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000)
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas
(mansjoer, 2001)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40%
kasus.

18

c. Pemberian

terapi

oksigen

jangka

panjang

selama

>16

jam

memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien


dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan
nafas. (Davey, 2002)
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan (Doenges, 2000)
G. Komplikasi
Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1. Bronkhitis akut
2. Pneumonia
3. Emboli pulmo
4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil
(Lawrence M. Tierney, 2002)

19

H. Pengkajian Fokus
1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh
adanya sesak nafas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami
pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis
atau penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada
yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang
lain yang ada di dalam keluarga.
6. Pola fungi kesehatan
Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :
a. Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

20

b. Pola aktivitas dan latihan


Pola aktivitas perlu dikaji karena

pada klien dengan Bronkhitis

mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas


gangguan karena adanya dispnea yang dialami.
c. Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi
fowler. Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat
karena untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas
yang berlebih.
d. Pola nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada
pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh
yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
e. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan
pada kebiasaan BAB dan BAK.
f. Pola hubungan dengan orang lain
Akibat

dari

proses

inflamasi

tersebut

secara

langsung

akan

mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.

21

g. Pola persepsi dan konsep diri


Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif
untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi
(Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
h. Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.
i. Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang
baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan
mengganggu kebiasaan ibadahnya.
k. Pemeriksaan Fisik
1) paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi
ronchi, atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa
didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
2) kardiovaskuler

: TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu

pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan


adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada.

22

3) neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke


apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya
kelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas.
4) perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan
eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.
5) pencernaan
Inspeksi

:kaji

adanya

mual,muntah,kembung,adanya

distensi

abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.


Auskultasi

: kaji adanya peningkatan bunyi usus.

Perkusi

:kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya


kembung.

Palpasi

:adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi


adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan
pada abdomen.

6) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya


sianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.

23

I.

Patways Keperawatan
Asap rokok,polusi udara,
riwayat infeksi saluran pernafasan

gangguan pembersihan paru

peradangan bronkus

kelenjar mensekresi lendir dan


sel goblet meningkat
produksi sekret berlebihan
batuk tidak efektif
sekret tidak bisa keluar
terjadi akumulasi
secret berlebihan
obstruksi jalan nafas

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

batuk, sesak nafas


pertukaran gas O2 dan CO2

nafas pendek

tidak adekuat

Pola nafas tidak


efektif
Gangguan
pertukaran gas

mual,muntah

suplay oksigen
dalam jaringan kurang

anoreksia
kelemahan
intake tidak adekuat

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Intoleransi
aktivitas

(sylviaAnderson Price, 2005)

24

I. Fokus Intervensi dan Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi/kelemahan (Doenges, 2000).
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret
Intervensi:
a. Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi,
krekles, ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius, misalnya penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya
bunyi nafas (asma berat).
2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi
akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara gelisah,
ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

25

Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada


tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan
di rumah sakit, misalnya infeksi, reaksi alergi.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan
distress berat dan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan
bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger
episode akut.
6) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
7) Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek,
basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila
pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

26

8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi


jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan, sebagai
pengganti makanan.
Rasional:

Hidrasi

mempermudah

membantu

menurunkan

pengeluaran.

Cairan

kekentalan

selama

makan

sekret,
dapat

meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.


b. Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai indikasi
a) Bronkodilator,

misalnya

-agonis:

epinefrin

(Adrenalin,

Vaponefrin), albuterol (Proventil, Ventolin), terbutalin (Brethine,


Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
Obat-obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi.
b) Xantin,

misalnya

aminofilin,

oxtrifilin

(Choledyl),

teofilin

(Bronkodyl, Theo-Dur).
Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos
dengan peningkatan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan
kelemahan

otot/kegagalan

pernafasan

dengan

meningkatkan

kontraktilitas diafragma. Meskipun teofilin telah dipilih untuk


terapi,

penggunaan

teofilin

mungkin

sedikit

atau

tidak

menguntungkan pada program obat -agonis adekuat. Namun, ini


dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai penurunan efek dosis

27

antar

-agonis.

Penelitian

saat

ini

menunjukkan

teofilin

menggunakan korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di


rumah sakit.
c) Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema
dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.
d) Steroid oral, IV, dan inhalasi, metilprednisolon (Medrol),
deksametason (Decadral), antihistamin misalnya beklometason
(Vanceril, Beclonent), triamsinolon (Azmacort)
Rasional: Kortikostiroid digunakan untuk mencegah reaksi
alergi/menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat dan
frekuensi spasme jalan nafas, inflamasi pernafasan, dan dispnea.
e) Antimikrobial
Rasional:

Banyak

antimikrobial

dapat

diindikasikan

untuk

mengontrol infeksi pernafasan/pneumonia.


(1)Analgesik, penekan batuk/antitusif misalnya kodein, produk
dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine)
Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk
menghemat energi dan memungkinkan pasien untuk istirahat.
(2)Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer ultranik,
humidifier aerosol ruangan.
Rasional:

Kelembaban

mempermudah

menurunkan

pengeluaran

dan

kekentalan
dapat

sekret

membantu

28

menurunkan/mencegah

pembentukan

mukosa

tebal

pada

bronkus.
(3)Bantu pengobatan pernafasan, misalnya IPPB, fisioterapi dada
Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk
membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi
pada segmen dasar paru.
(4)Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada
Rasional:

Membuat

dasar

untuk

pengawasan

kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.


2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan
kerusakan alveoli (Doenges, 2000)
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi:
a. Mandiri
1) Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori,
nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau
kronisnya proses penyakit.

29

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi


yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas
bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas,
dispnea, dan kerja nafas.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau
bunyi tambahan
Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara
atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme
bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar menunjukkan
cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6) Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan
atau udara terjebak.

30

7) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan


Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada
hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan
disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan
kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi
selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara
bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu
Rasional: Selama distress pernafasan berat/akut/refraktori pasien
secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena
hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih
penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan
untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
9) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
b. Kolaborasi
1) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan
PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan
derajat lebih kecil atau lebih besar.

31

2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA


dan toleransi pasien
Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia
3) Berikan penekan SSP (misalnya antiansietas, sedatif, atau narkotik)
dengan hati-hati
Rasional: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang
meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
4) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan
pindahkan ke UPI sesuai intruksi untuk pasien
Rasional: Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang
memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,
mual/muntah (Doenges, 2000)
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Kriteria hasil:

Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup

untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.


Intervensi:
a. Mandiri
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makan. Evalusi berat badan dan ukuran tubuh

32

Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena


dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM
mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan
membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.
Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat
malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan
perototan kurang.
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan
mortilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan
dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus
untuk sekali pakai dan tissue
Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah
utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah
dengan peningkatan kesulitan nafas.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan
dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori
total.
5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat

33

Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu


nafas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan
dispnea.
6) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin
Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme
batuk.
7) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun
tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Kolaborasi
1) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan
yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi parenteral.
Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal
dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
2) Kaji pemeriksaan laboratorium, misalnya albumin serum, transferin,
profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen,
glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin atau
mineral/elektrolit sesuai indikasi
Rasional: Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi

34

Rasional: Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan


meningkatkan masukan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (Doenges, 2000)
Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan tidak adanya dispnea dan tanda
vital dalam rentang normal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan pasien beraktivitas.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional :mengurangi rasa sesak.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
Rasional :istirahat mengurangi rasa sesak.
d. Bantu pasien memilih aktivitas
Rasional : mengurangi rasa sesak.
e. Bantu aktivitas diri yang diperlukan
Rasional :mengurangi rasa sesak.
5. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplay oksigen dalam
jaringan kurang ditandai dengan sianosis , konjungtiva anemis.
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali dan batuk
berkurang

35

Intervensi
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian okigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

36

You might also like