You are on page 1of 3

Al-Quran merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat

muslim. Al-Quran mempunyai fungsi dan peranan penting dari berbagai sisi kehidupan yang
terus berkembang. Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum, inspirasi, pedoman,
kepribadian, kekuatan dan dasar dalam masyarakat muslim. Al-Quran menyimpan semua
rahasia isi alam. Alam menjadi kajian dan pembahasan yang menarik bagi para ilmuwan dan
teknolog dalam perjalanan perkembangan zaman. Rahasia yang ada di alam seolah-olah tidak
pernah habisnya. Sejarah telah membuktikan bahwa pada abad pertengahan umat Islam
mencapai puncak peradabannya.
Proses Pembentukan Generasi Qurani, didasarkan pada ayat berikut:
Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu, yang
membacakan kepada kamu sekalian ayat-ayat Kami, membersihkan kamu,
mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan megajarkan
kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui. (QS. 2: 151).
Ayat ini memformulasikan sistematika pembentukan manusia qurani dalam empat
tahapan dan proses yang dapat dilakukan secara simultan:
Pertama: Proses pembacaan (Penguasaan informasi berupa konsep, teori,
dan paradigma dasar). Ini adalah langkah pertama proses pembelajaran. Untuk
itu membacakan ayat-ayat mengisyaratkan kepada penguasaan informasi yang
sudah terumuskan. Oleh karena itu penguasaan nama-nama: benda, sifat dan
pekerjaan, berarti penguasaan terhadap rumusan-rumusan dan tanda-tanda (ayatayat) dari segala bentuk dan jenis kehidupan yang pertama kali diajarkan Allah
kepada manusia pertama Dan Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama
seluruhnya. (QS.2:31).
Kedua: Proses penyucian (Purifikasi). Proses pembersihan yang diisyaratkan
dalam ungkapan ayat dan membersihkan kamu ini sangat diperlukan dalam
menetralisir pemikiran, perasaan dan moral dari muatan-muatan negatif yang akan
mengganggu dan merusak jaringan hidup manusia. Dengan demikian maka
potensi-potensi manusia akan teroptimasi ke arah dan tujuan yang lebih efektif dan
efisien.
Ke tiga: Proses pengajaran (Penguasaan Epistemologi dan Methodologi
Ilmu Pengetahuan sciences dan Kebijaksanaan wisdom). Penguasaan
bidang-bidang ini merupakan langkah jauh dari proses pembentukan generasi
manusia agar lebih siap dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya.
Memahami ilmu tentang asal-usul (epistemolosi) Ilmu Pengetahuan diperlukan
untuk mengetahui sources sumber-umber murni dan dapat
dipertanggungjawabkan sisi keilmiahan dan argumen-argumen yang
mendukungnya. Dan penguasaan methodologi Ilmu diperlukan dalam upaya
memahami cara bagaimana ilmu pengetahuan itu dirumuskan menjadi formula
kehidupan yang dapat dipelajari dan diterapkan.

Ke empat: Proses Penguasaan Informasi dan Masalah-masalah Baru dan


Dinamis. Ini diisyaratkan dalam ungkapandan mengajarkan kepadamu apa-apa
yang belum pernah kamu ketahui. Proses ini merupakan langkah antisipatif
terhadap masa depan dan dinamika kehidupan yang terus berkembang.
Penguasaan informasi masalah-masalah yang belum pernah diketahui terutama
oleh bangsa lain adalah cara terbaik dalam mengungguli dan mendahului
seseorang dan bangsa tersebut sehingga siap berkompetisi dalam meraih peluang
masa depan.
Pembentukan Masyarakat Madani, masih mengacu kepada sejarah Masyarakat
Madinah. Proses pengintegrasian SDM di atas dibimbing langsung oleh Allah dengan
suatu guideline yang esensinya terpusat pada paradigma terbentuknya ummatan
wasatha dengan tahapan proses sebagai berikut:
Kesatuan pemikiran, orientasi dan visi sebagai ikatan dasar konsolidasi
dan institusi. Lihat ayat; 142-146, 168-150).
1. Kemurnian referensi sebagai dasar terbentuknya konstitusi, hukum
dan etika. Lihat ayat; 147.
2. Kesiapan kompetensi sebagai dasar persaingan di tataran aksi. Lihat
ayat; 148.
Semua tahapan proses ini dilakukan dengan dua pendekatan:
Petama: pendekatan kultural yang berorientasi membentuk kesadaran dan habit
(kebiasan) hidup yang selalu interaktif dan kondusif dengan Islam. Di tataran
individu pendekatan ini lebih difokuskan pada terbentuknya kepribadian Islami
(Syakhshiah Islamiyyah), sedangkan di tataran masyarakat dan negara
diorientasikan ke arah terbentuknya peradaban Islam (Hadlarah Islamiyyah).
Ke dua: pendekatan struktural yang berorientasi membentuk sebuah
masyarakat yang terstruktur dengan sebuah otoritas dan konstitusi yang lebih
berdaulat. Dalam proses selanjutnya masyarakat ini diarahkan kepada sistem yang
lebih mandiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan terbentuknya
Khilafah Islamiyyah

Dari keempat poin ini maka Islamisasi ilmu pengetahuan adalah pembebasan umat Muslim dari
nilai-nilai ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Dalam bahasa
Al-Attas, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah Dewesternisasi Ilmu Pengetahuan
(Dewesternitation of Knowledge).
Menurut Mulyadhi Kartanegara, Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan naturalisasi sains (ilmu
pengetahauan) untuk meminimalisasikan dampak negatif sains sekuler terhadap sistem
kepercayaan agama dan dengan begitu agama menjadi terlindungi.
Menurut aI-Faruqi, islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengislamkan ilmu pengetahuan modern

dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan sains-sains ilmu pasti dengan
memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin harus
dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya, dalam
strateginya, dalam data-datanya dan problem-problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan
kembali sehingga mengungkapkan relevensi Islam yang bersumberkan pada tauhid.[24]
Dari penjabaran diatas, disimpulkan bahwa Al Faruqi mendefinisikan islamisasi ilmu
pengetahuan lebih kepada objek ilmu itu sendiri. Yaitu dengan cara USAHA untuk
mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikir kembali argumen dan rasionalisasi yang
berhubungan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan
kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini
memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cita-cita.

You might also like