You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri

(1)

. Kehamilan ektopik dapat

mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan
ektopik terganggu (2).
Kehamilan ektopik saat ini adalah penyebab utama kematian terkait kehamilan pada
trimester pertama di Amerika Serikat, terhitung 9% dari semua kematian terkait kehamilan.
Sejak tahun 1970, frekuensi kehamilan ektopik meningkat 6 kali lipat, dan sekarang terjadi
pada 2% dari seluruh kehamilan.(3) Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada
tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan.(4)
Dari penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo di RSUP Cipto Mangunkusumo
(RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987 dilaporkan 153 kehamilan ektopik terganggu dalam
4007 persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan. Ibu yang mengalami kehamilan ektopik
terganggu tertinggi pada kelompok umur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai 14.6%. (1)
Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil padang selama 3 tahun (tahun
1992-1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612 kehamilan.(5)
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di
ampula dan isthmus

(6)

. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus.

Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang


panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,
kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi (5)
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari
implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut
dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan
kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu
jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.(5)

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 46 tahun dengan diagnosa kehamilan
ektopik terganggu, yang selanjutnya ditatalaksana untuk laparotomi. Selanjutnya akan
dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai dengan literatur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Kehamilan ektopik berasal dari kata Yunani ektopos, yang berarti tidak pada

tempatnya, dan mengacu pada implantasi telur yang subur di lokasi di luar rongga rahim. (3)
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh diluar endometrium kavum uteri

(1)

. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan

ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada
dinding tuba.
2.2.

Epidemiologi
Tingkat tertinggi kehamilan ektopik terjadi pada wanita usia 35-44 tahun, 3 sampai 4

kali lipat meningkatan risiko terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan dengan wanita usia
15-24 tahun. Salah satu teori yang diajukan bahwa myoelectrical yang terlibat pada kegiatan
di tuba, bertanggung jawab untuk motilitas tuba. Penuaan dapat mengakibatkan hilangnya
progresif kegiatan myoelectrical sepanjang tabung tuba.(3)
Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik
terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena
prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi
kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6%.(4)
Penyakit radang panggul. Penyebab paling umum adalah infeksi yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis. PID juga dapat jugaa disebabkan oleh organisme lain, seperti
Neisseria gonorrhoeae, yang meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Sejarah salpingitis
meningkatkan risiko kehamilan ektopik 4 kali lipat.(3)
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi
perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga
menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba.
(5)

Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap


persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi
untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah
persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif

meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak
mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.(5)
Merokok telah terbukti menjadi faktor risiko untuk perkembangan kehamilan ektopik.
Penelitian telah menunjukkan peningkatan risiko berkisar 1,6-3,5 kali dibandingkan yang
bukan perokok. Mekanisme ini mencakup satu atau lebih hal berikut: tertunda ovulasi,
perubahan motilitas tuba dan rahim.(3)
Riwayat KET. Setelah satu kehamilan ektopik, seorang pasien beresiko 7 sampai 13
kali lipat peningkatan kemungkinan kehamilan ektopik lain. Secara keseluruhan, pasien
dengan kehamilan ektopik sebelumnya memiliki kemungkinan 50-80% mengalami
kehamilan intrauterine berikutnya, dan kemungkinan 10-25% kehamilan tuba berikutnya.(3)
2.3

Etiologi
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap risiko terjadinya kehamilan ektopik.

Secara teori, segala sesuatu yang menghambat migrasi embrio ke rongga endometrium dapat
mempengaruhi terjadinya kehamilan ektopik.(3)
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampula tuba, dan
dalam perjalalan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih dituba,
atau nidasinya di tuba dipermudah.(5)
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut(5) :
1. Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometrium tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubaedapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu.
3. Faktor di luar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapt menyempitkan lumen tuba
4. Faktor lain :

a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus,
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantsi prematur
b. Fertilisasi in vitro
2.3.

Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum

uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.(5)
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi
dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,
lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, atau
kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian
kehamilan ektopik.(5)
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secara utuh atau berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan
desidua yang degeneratif.(5)
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin
janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi
adalah(5)
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh
apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan dinding pembuluh darah oleh vili korialis
pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut
bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam tuba dan kemudian didorong oleh darah
kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi
telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koialis kearah peritoneum biasanya terjadi
pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampularis lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhanhasil konsepsi dibandingkan dengan
bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah
ini akan berkumpul dalam kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi
pada kehamilan muda. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis
ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan, atau
karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi
perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit kadang-kadanga banyak, sampai
menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah maka terjadi pula
perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir kedalam rongga perut melalui ostium
tuba abdominale.

2.4.

Klasifikasi
Sarwono

Prawirohardjo

dan

Cuningham

masing-masing

mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain(1,4):

dalam

bukunya

1. Tuba Fallopii
a) Pars-interstisialis
b) Isthmus
c) Ampula
d) Infundibulum
e) Fimbrae
2. Uterus
a) Kanalis servikalis
b) Divertikulum
c) Kornu
d) Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a) Primer
b) Sekunder
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu
paling banyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%).
Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%), servikal
(0,5%).(4)
2.5.

Gejala klinis
Trias klinis klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri abdomen, amenore, dan

perdarahan pervaginam abnormal. Tapi hanya sekitar 50% pasien yang memberikan ketiga
keluhan klasik tersebut.(3)
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan
ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan
yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya pada abortus tuba

nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula tersapat pasa satu
sisi, setelah darah masuk kedalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
seluruh perut bawah.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uteru biasanya tidak banyak dan berwarna
cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukkan human chorionic gonadotropin. Jika
plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya
amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita
tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha
usaha menggerakkan servik uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian pula kavum douglas
menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu
tumor di samping uterus dengan berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel
retrouterina dapat diraba sebagai tumor dikavum douglas.
Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut smapai gejalagejala yang samar, sehingga sukar membuat dianosis.
2.6.

Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan

diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan


ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.(1)
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara
lain dengan melihat(1,3,4,6,7):
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis kehamilan ektopik lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Riwayat terlambat haid,
gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam,
ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada
banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik

Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. Adanya
tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya
tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding abdomen.
3. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uterus kanan dan kiri.
4. Pemeriksaan penunjang
1.

HCG-
Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.

2.

Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.

3.

Dilatasi dan Kuretase


Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup
lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.

4.

Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil
penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan.
Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.

5.

Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah
kavum Douglas berisi cairan.

6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat
diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto
lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi

Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin
diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu
sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine).
2.7.

Diagnosis banding
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah(5):
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu
rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada
kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah
amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan
subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke
arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat
diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya
tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan
ektopik terganggu.
4. Appendisitis
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri seperti
yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada
apendisitis terletak pada titik McBurney.

2.8.

Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa

penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan

operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul
di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan
dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah
dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari
salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan
terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun
jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk
dikoreksi supaya tuba berfungsi.(5)
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan
umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin
dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.(5)
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan
tindakan sistektomi ataupun oovorektomi.(4) Sedangkan kehamilan ektopik terganggu
berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan
histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan
melakukan terapi konservatif.(5)
2.9.

Komplikasi
Komplikasi dari kehamilan ektopik dapat sekunder karena kesalahan diagnosis,

keterlambatan diagnosis, atau pengobatan yang salah. Kegagalan dalam diagnosis kehamilan
ektopik yang lebih awal dapat mengakibatkan tuba atau rahim pecah, tergantung pada lokasi
kehamilan, yang dapat menyebabkan perdarahan, shock, disseminated intravascular
koagulopati (DIC), dan kematian. Kehamilan ektopik adalah penyebab utama kematian ibu
pada trimester pertama, terhitung 9-13% dari semua kehamilan kematian terkait. Di Amerika
Serikat, sekitar 30-40 perempuan meninggal setiap tahun dari kehamilan ektopik. Komplikasi
lain yang dapat terjadi yaitu : infeksi, dan kerusakan pada sekitar organ-organ, seperti usus,
kandung kemih, dan ureter.(3)
2.10.

Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan

dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik

terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi
steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.(5)
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.
Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik
berulang.(1)
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826
kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka
kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari
120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan
ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.(1,8)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu


Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005;
250-8.
2. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 198-10.
3. Sepilian,

V.P.,

2009.

Ectopic

Pregnancy.

Available

from

http:/www.emedicinehealth.com. (Accessed : February 25, 2010).


4. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri
William (Williams Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005; 599-26.
5. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 323-37
6. Moechtar R. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam: Sinopsis
Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC. 1998; 226-37
7. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271
8. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal.226-235.

You might also like