Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperaratan pada anak dengan respiratory distress syndrome.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada
Respiratoty distress syndrome
h.
i.
Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Respiratoty distress
syndrome
j.
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Respiratoty
distress syndrome
BAB II
TINJAUAN TEORI
Nasofaring
Adalah lokasi dibagian samping bawah palatum, inferior dasar dari tengkorak dan
sebelah anterior vertebra servikalis 1 dan 2 yang menerima udara dari rongga
hidung.
-
Orofaring
Laringofaring
Adalah kelanjutan orofaring pada bagian bawah yang merupakan bagian dari faring
yang terletak tepat dibelakang laring dan dengan ujung bawah esophagus.
v Laring = Pangkal Tenggorok
Laring sering disebut kotak suara ( Voice Box ). Laring juga melindungi jalan napas
bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk, bagian atas
berhubungan dengan faring dan bagian bawah berhubungan dengan trakea. Terdiri
dari atas :
Epiglotis (Daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah lain selama
menelan)
-
Kartilago Tiroid (Kartilago terbesar pada trakea sebagian dari kartilagi ini
membentuk jakun ( Adams Apple ))
Kartilago Krikoid(Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
( terletak dibawah kartilago tiroid ))
Kartilago Aritenoid(Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid)
-
Pita Suara
Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara ; pita
suara melekat lumen laring. Suara merupakan hasil dari kerja sama antara rongga
mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Pergerakan ini dibantu oleh otot-otot
laring, udara yang dari paru-paru dihembuskan dan menggetarkan pita suara,
getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar masuk. Perbedaan suara
seseorang tergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh
lebih tebal fari pita suara wanita.
Terdiri dari:
-
Trakea memanjang dari laring setingkat vertebra torak 7 dibagi menjadi 1 pasang
(bronkus kanan dan kiri) yang cabang-cabangnya dilapisi dengan silia yaitu
epithelium yang menghasilkan lendir. Di pertahankan terbentuk oleh cincin-cincin
kartilago berbentuk huruf C.
-
Paru
Dinding bronkus mengandung tulang rawan sedikit otot polos dan juga dilapisi
epitel bersilia yang mengandung kelenjar mucus dan serosa. Terdiri dari bronkhiolus
terminal (tidak didapati kelenjar epitel, dindingnya tidak mengandung tulang rawan
tetapi banyak mengandung otot polos) dan bronkhiolus respiratorius (epitel bersilia)
yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan
udara pergukaran gas. Sampai pad titik ini jaln udara konduksi mengandung 150
ml udara dalam percabangan trakheobronkial yang tidak ikut serta dalam prtukaran
gas.Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran O2
dan CO2 terjadi di alveoli.
Paru terdiri dari paru dextra dan sinistra yang keduanya terletak dirongga torax
disamping jantung yang dihubungkan oleh otot untuk mengatur pernapasan. Mucus
disekresi oleh permukaan dan sel goblet, 100 ml setiap hari. Setiap paru terdiri
dari lobus atas dan lobus bawah yang dipisahkan oleh fisura obliqus. Paru kanan
dibagi oleh fisura horizontal yang terletak dilobus kanan tengah. Paru kanan terdiri
dari 3 lobus yaitu superior, medial dan inferior. Paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu
superior dan inferior. Paru terbungkus oleh suatu membrane yaitu pleura. Pleura
dibagi menjadi pleura visceral ( membungkus paru dan fisura diantara lobus paru )
dan pleura parietal ( membungkus setiap sisi hemitorax, mediastinum dan bagian
atas diafragma dimana disana ada hilus. Dalam rongga pleura terdapat cairan yang
berfungsi sebagai pelican agar keduanya dapat bergeser bebas selama ventilasi.
Jika terjadi peningkatan jumlah / terakumulasinya cairan, udara, darah atau nanah
didalam rongga torax maka akan menekan paru menyebabkan sulit bernapas.
Alveoli
Parenkim paru yang terdiri dari beribu unit alveoli berada disepanjang jaringan
paru. Jumlah alveoli ketika lahir 24 juta alveoli, umur 8 tahun 300 juta alveoli dan
berukuran 360-860 mm2. Suplay darah ke alveoli berasal dari ventrilel kiri jantung.
Terdapat 3 jenis sel-sel alveolar :
Sel-sel alveolar tipe I :Adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar
Sel-sel alveolar tipe III :Adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis
yang besar yang memakan benda asing ( misal : lendir, bakteri ) dan bekerja
sebagai mekanisme pertahan yang penting.
B. DEFINISI PENYAKIT
Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah suatu
keadaan dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat tetap
terbuka karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan.
Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar
alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli
yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi
pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Berasal dari manusia, di dapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio Caesar dari
ibu dengan kehamilan cukup bulan
2.
Surfaktan eksogen
yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (venticute), belum pernah ada penelitian tentang
keduanya untuk digunakan pada bayi premature.
Surfaktan eksogen semi sintetik
Berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan DPPC, tripalmitin, dan
palmitic misalnya surfaktan TA, Survanta.
Surfaktan eksogen biologic
Surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact,
BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf.
Berdasarkan klasifikasi Bomsel terdapat 4 derajat pada penyakit membran hialin :
Stadium I
: Bentuk ringan, terdapat sedikit bercak retikulo graluner, dan
bronkogram udara
Stadium II
: Bentuk sedang, bercak retikulogranuler homogen pada kedua
lapangan paru dan gambaran bronkogram udara terlihat lebih jelas meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium III
: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opak, bayangan jantung hampir tidak terlihat,
bronkogram udara lebih luas.
Stadium IV
dilihat.
C. ETIOLOGI
Etiologi untuk penyakit RDS atau PMH sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti (idiopatik). Tetapi dapat diketahui beberapa faktor predisposisi penyebab
sindrom ini dapat terjadi yaitu :
Kelainan faktor pertumbuhan (kematangan paru belum sempurna)
Bayi dengan prematuritas
Ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya
ibu yang menderita diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesar,
dan perdarahan antepartum
Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna
(IKA-FKUI, 1985)
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan
paru yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnyaibu dengan: diabetes,
toxemia, hipotensi, perdarahan, sebelumya melahirkan bayi dengan PMH.
Penyakit membrane hialin atau RDS ini diperberat dengan: asfiksia pada
perinatal, hipotensi, infeksi, bayi kembar.
(http://health.blogspot.com)
Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur, semakin
prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. Sindroma gawat
pernafasan juga cenderung banyak ditemukan pada bayi yang ibunya menderita
diabetes. Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk memulai proses
pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku. Bayi yang lebih
besar bisa memulai proses pernafasan, tetapi karena paru-paru cenderung
mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada bayi
baru lahir adalah :
Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau sebentar setelah lahir bisa
mengenai satu lobus paru atau yang mengenai satu lobus paru
Pematangan paru yang kurang sempurna pada bayi baru lahir
Pada bayi premature alat-alat tubuhnya belum matur dan terbentuk kurang
sempurna baik anatomic maupun fisiologik
Pembentukkan substansi surfaktan yang tidak sempurna
Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam pengembangan paru
dan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah
lesitin. Zat ini terbentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum
pada minggu ke-35
Tidak lancarnya absorbsi cairan paru
Pusat pernapasan di medulla yang belum matur
Sering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk pernapasan ini sering
ditemukan pada bayi dengan berat badan < 2000 gram atau masa gestasi < 36
minggu, jarang timbul dalam 24 jam pertama kelahiran dan dapat berlangsung
sampai kira-kira 6 minggu.
Belum menutup duktus arteriola
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus
alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Gambaran radiologi nampak adanya retikulogranular kerana atelektasis, dan air
bronchogram. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan kembali dalam
paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36
jam pertama. Selanjutnya apabila situasi stabil dalam 24 jam maka akan membaik
dalam 60-72 jam dan sembuh pada akhir minggu pertama.
E. MANIFESTASI KLNIS
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi
dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. Syndrom ini berhubungan dengan
kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang
interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya terjadi tanda-tanda
atelektasis.
Pernafasan cepat
Cuping hidung
F. BAGAN PATOFISIOLOGI
Terlampir
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemberian oksigen
Diit 60 kcal/kg per hari (sesuaikan dengan protokol yang ada) dengan asam
amino yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis
endogenous
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi gangguan
pernapasan, kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya infeksi,
kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).
1.
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis,
jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna
maka bayi sangat mudah kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi harus
dirawat didalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36,5-37C
2.
Pada bayi prematur walaupun gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu
lahir, harus tetap waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala pertama
biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan makin berat
dalam 48 jam untuk kemudian menetap sampai 72 jam. Setelah itu berangsurangsur keadaan klinik pasien membaik, karena itu bayi memerlukan observasi yang
terus-menerus sejak lahir agar apabila terjadi gangguan pernapasan dapat segera
dilakukan upaya pertolongan
3.
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi tersebut
belum mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena organ
pencernaan belum sempurna. Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka atas
persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10% banyaknya sesuai
umur dan berat badan. Bila keadaan klinis bayi telah membaik dan sudah
diperbolehkan minum, maka minum dapat diberikan melalui sonde
4.
Bayi prematur yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi karena zatzat kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan untuk bayi
harus steril seperti kateter untuk menghisap lendir sonde
5.
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya tindakan
penghisapan lendir atau pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus
dilakukan oleh perawat yang berpengalaman.
I. KOMPIKASI
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi
Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi kebocoran udara pneumothorak ,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
bradikardia atau adanya asidosis yang menetap
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
Intrakranial dan leukomalacia periventrikuler : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40 % bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS
dengan ventilasi mekanik
PDA (Patent ductus arteriosus ) dengan peningkatan shunting pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya
Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
gestasi, adanya hipoksia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Perdarahan di dalam otak. Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika
sebelum persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.
Kemampuan bernapas
Kemampuan reflek
Warna kulit
b.
Jumlah volumenya
c.
Pemeriksaan plasenta
Menentukan nilai kelainan dalam tali pusat (vena dan arteri, adanya tali simpul)
e.
Pengukuran antropometri
gangguan pernafasan,
g.
Pemeriksaan kulit
h.
Pemeriksaan TTV
Nadi
Pernapasan (RR)
Suhu
2.
Frekuensi pernapasan
Kedalaman napas
Kemudahan napas
Pernapasan sulit
Irama pernapasan
Bukti infeksi
Mengi (wheezing)
Sianosis
Sputum
3.
Takipnea
Retraksi substernal
Krekels inspirasi
Mengorok ekspiratori
Sianosis
4.
Pernapasan sulit
Bila penyakit berlanjut
Pernapasan sulit
Tidak responsif
Gangguan termoregulasi
5.
6.
Radiografi
K.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Utama
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret atau sputum
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru, imaturitas SSP,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
3.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun, saturasi O2 dalam darah menurun
Diagnosa Keperawatan Tambahan
1.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan pengeluaran energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan
cokelat berkurang
3.
Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa berhubungan dengan
peningkatan PaCO2
4.
5.
Resiko tinggi gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan proses hospitalisasi
NO.
DIAGNOSA
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Bersihan jalan napas inefektif b/d peningkatan produksi sekret atau sputum
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat :
1. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas
2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Misalnya :
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Mandiri :
7. Puasakan anak
Kolaborasi :
1. Berikan ekspektoran jika diresepkan
2. Lakukan fisioterapi (Misal: drainase postural, dan perkusi area yang sakit, tiupan
botl atau spirometri insentif) bila diinstruksikan
3. Berikan bronkodilator (Misal: amonifilin, alboterol, asetikistein)
Mandiri :
1. Untuk mengetahui obstruksi jalan napas dan dimana letaknya
2. Untuk memungkinkan reoksigenasi
Kolaborasi :
1. Untuk mengencerkan sekret
2.
Pola nafas tidak efektif b/d imaturitas paru, imaturitas SSP, defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat :
1. Menunjukkan oksigenasi yang adekuat
2. Menunjukkan frekuensi dan pola napas dalam batas yang sesuai dengan usia
dan berat badan
Mandiri :
1.
Lakukan penghisapan
5.
6.
Kolaborasi :
1. Beri surfaktan sesuai petunjuk pabrik
2. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan
3. Lakukan regimen yang diresepkan untuk terapi oksigen suplemental
Kolaborasi :
1. Untuk menurunkan tegangan permukaan alveolar
2. Untuk meningkatkan absorbsi ke dalam alveolar
3. Untuk mempertahankan konsentrasi O2 sampai pada tingkat FiO2 minimum
berdasarkan gas darah arteri, SaO2 dan oksigen transkutan (tePO2)
4. Untuk memantau respon bayi terhadap terapi
3.
Gangguan perfusi jaringan b/d suplai O2 ke jaringan menurun, saturasi O2 dalam
darah menurun
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat :
Menunjukkan tingkat perfusi sesuai secara individual, (Misal: status mental biasa
atau normal, irama jantung atau frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal,
tidak adanya sianosis sentral dan perifer, kulit hangat atau kering, haluaran urine
dan berat jenis dalam batas normal
Mandiri :
1. Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya irama jantung ekstra
5. Evaluasi ekstremitas untuk ada atau tidaknya kualitas nadi. Catat nyeri tekan
betis atau pembengkakan
Kolaborasi :
1. Berikan cairan IV atau oral sesuai indikasi
Kolaborasi :
1. Untuk menurunkan hiperviskositas darah (potensial pembentukan thrombus)
atau mendukung volume sirkulasi atau perfusi jaringan
2. Mengevaluasi perubahan fungsi organ dan mengawasi efek terapi
4.
Nyeri b/d proses inflamasi dan penimbunan asam laktat
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan :
1. Bayi tidak mengalami nyeri dan nyeri menurun sampai ke tingkat yang dapat
diterima
2. Bayi beristirahat dengan tenang atau tidak menunjukkan tanda-tanda
ketidaknyamanan, skala nyeri menurun
3. Gunakan tindakan nonfarmakologis yang sesuai dengan usia dan kondisi bayi,
ubah posisi, membedong, melindungi, menimang, mengayun, memainkan musik,
mengurangi stimulasi lingkungan, tindakan kenyamanan taktil (mengayun,
menepuk) dan penghisapan non nutritif (empeng)
4. Kaji efektivitas tindakan nyeri non farmakologis
5. Anjurkan orang tua untuk memberikan tindakan kenyamanan bila mungkin
1. Untuk mengetahui apakah bayi mengalami nyeri atau tidak
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan pengeluaran energi
yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan lemak cokelat berkurang
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi mendapat
nutrisi yang adekuat dengan masukan kalori untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen positif dan menunjukkan pertambahan berat badan yang tepat dengan
kriteria hasil :
1. Bayi menunjukkan penambahan BB yang mantap (20-30 gr/hari)
2. Otot kuat
3. Lingkar lengan > 9,5 cm
4. Lingkar dada > 33 cm
1. Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam dengan jumlah
cairan pertama kali 1-5ml/ jam dan jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit
setiap 12 jam
2. Sebelum pemberian minuman pertama harus dilakukan penghisapan cairan
lambung
3. Pemberian minuman sebaiknya sedikit demi sedikit tapi frekuensinya lebih
sering
4. Banyaknya cairan yang diberikan 60 ml/kgBB/hari dinaikkan sampai 200
ml/kg/BB/hari sampai akhir minggu kedua
5. Bila bayi belum dapat disusui ASI dipompa dan dimasukkan ke dalam botol steril
6. Asistensi ibu ketika menyusui bila mungkin dan diinginkan
7. Bila ASI tidak ada maka diganti dengan susu buatan yang mengandung lemak
yang mudah dicerna oleh bayi dan mengandung 20 kalori per 30 ml air atau
sekurang-kurangnya bayi mendapatkan 110 Kkal/kg/BB/hari
8. Gunakan pemberian makanan nasogastrik bila bayi mudah lelah, mengalami
penyakit hisapan, reflek muntah atau menelan yang lemah
9. Bila daya hisap dan menelan mulai baik, maka nasogastrik berangsur-angsur
dapat diganti dengan pipet, sendok, botol, atau dengan dot
5. Agar bayi tidak mengalami diare dan susu lebih bisa dicerna oleh bayi
6.
Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa b/d peningkatan PaCO2
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat
bernapas dengan normal, dengan kriteria hasil :
1. Pernapasan 30-60x/menit
2. Napas regular
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan anak dapat
mencapai tumbuh kembang yang sesuai dengan usia perkembangannya dengan
kriteri hasil :
1. Anak menunjukkan kenyamanan
2.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan orang tua
dapat memahami penyakit anak dan pengobatannya serta mampu memberikan
perawatan dengan kriteria hasil :
Orang tua dapat mengetahui tentang penyakit anaknya dan cara merawat anaknya
1. Berikan informasi kepada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan
terapeutiknya
2. Ajarkan orang tua untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada anak
KASUS RDS
Selasa, 5 january 2010 di rumah sakit Kartini Jepara , tepat pukul 00.00 Wib nyonya
Diah melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan dengan berat badan
1500 gram, panjang 38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Nyonya diah
melahirkan secara spontan dengan gravidarum II, usia kehamilan 28 minggu. Bayi
lahir dalam keadaan yang memperihatinkan, keadaan umum tampak
lemah,gerakannya pun tampak lemah, mukosa bibir tampak pucat, frekuensi nafas
55 X/menit dan terdengar suara meringis saat bernafas dan bayi Nyonya Diah
dimasukkan inkubator.
Setelah 5 hari dalam inkubator bayi menurut keterangan perawat yang merawat
bayi kami, mengalami penurunan, BB menjadi 1300 gram dan nafas 60 X/menit,
Nadi 140 X/menit, bayi tampak lemah dan oleh dokter dikatakan mengalami BBLR
dan Distress pernafasan. Dan denagn segera mendapat pertolongan. Bayi diberikan
surfaktan melalui NGT. Sampai saat ini belum ada kepastian dari pihak RS tentang
bayi kami.
(http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010)
Data fokus
Etiologi
Masalah
1.
Do.
Ds.
Pemberian surfaktan
Ds.
Defisiensi surfaktan
4.
Do.
Diagnosa keperawatan
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
imaturitas sistem pencernaan.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan defisiensi
surfaktan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan suplai oksigen kejaringan menurun
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
imaturitas sistem pencernaan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi mendapat nutrisi yang
adekuat dan menunujukan pertambahan BB yang tepat dengan kriteria hasil:
Otot kuat
5. Bila bayi belum dapat ASI, ASI dipompa dan dimasukan kedalam botol steril.
6. Bila ASI tidak ada maka diganti dengan susu buatan yang mengandung lemak
dan mudah dicerna yang mengandung 0 kalori / 30ml air atau 110 kkal/kg/BB/hari
7. Gunakan makanan nasogastrik bila bayi mudah lelah, mengalami penyakit
hisapan, reflek muntah dan menelan yang lemah.
1. Menghindari terajdinya hipoglikemi dan hiperbilirubinme
5. Agar bayi tidak mengalami diare dan susu bisa lebih dicerna.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi mampu
1. menunjukan pola napas yang adekuat.
2. Menunjukan frekuensi dan pola napas dalm batas yang sesuai usia dan BB
dengan kriteria hasil.
BBL frek napas 30-60x/menit
Frek napas saat tidur 35x/menit
1.
2.
3.
Observasi adanya penyimpangan dari fungsi pernapasan misal mengorok,
sianosis, pernapasan cuping hidung,apnea.
4.
Lakukan penghisapan
5.
6.
Kolaborasi:
1. Beri surfaktan sesuai petunjuk pabrik.
1.
Karena posisi ini menghasilkan perbaikan oksigenasi, mengatur pola tidur atau
istirahat dan mencegah adanya penyempitan jalan napas.
2.
3.
4.
Untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaraing trachea dan
selang endotracheal
5.
6.
1. Auskultasi frek dan irama dan irama jantung , catat terjadinya irama jantung
ekstra.
Kolaborasi :
1. Berikan cairan IV atau oral sesuai indikasi
1.
Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan
aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan
hipoksemia.
2. Gelisah dan perubahan sensori atau motorik dapat menunjukan gangguan aliran
darah, dan hipoksia.
3. Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau lidah menunjukan
vasokontriksi atau syok.
4. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal yang
dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urin dengan BJ normal/ meningkat.
1.
2.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Diseasa. Respiratory Distres Syndrom hampir selalu
terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar kemungkinan
terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan.
B. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada
khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan
respiratory distress syndrome dengan baik dan sesuai dengan prosedur
keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek tertentu yang
berhubungan dengan prosedur yang dilakukan. Semoga Bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Abdul dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. FKUI; Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. FKUI; Jakarta