You are on page 1of 20

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.

id/artikel_detail-35840-Kep
%20Pencernaan-Askep%20Apendisitis.html

Askep Apendisitis
diposting oleh Nuzulul Zulkarnain Haq pada 19 October 2011
di Kep Pencernaan - Copyright (c) 2015 Nuzulul Zulkarnain Haq. All rights
reserved.

Lihat komentar

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) APENDISITIS


NUZULUL ZULKARNAIN HAQ
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, diantaranya


appendisitis dan divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit
inflamasi pada apendiks diakibanya terbuntunya lumen apendiks.
Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran cerna
terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi
penyebabnya berbeda. Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen
apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena terjepitnya apendiks,
sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras
dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk
tonjolan-tonjolan divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila
sampai terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir
menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi
52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan

pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang


serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada
balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat
remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang
dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada
sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di
Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik
orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah
apabila kita mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang
perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care giver yang nantinya
hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit
saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan
yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang
penyakit apendisitis dan diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat
dapat lebih mudah memahami tentang pengertian, etiologi, patofisiologi,
tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis pada
pasien dengan apendisitis dan diverticulitis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep apendisitis ?
1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?

1.3 Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
1.3.2 Tujuan khusus
Mengidentifikasi definisi dari apendisitis
Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis
Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis
Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis
Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis
Mengidentifikasi proses keperawatan dari apendisitis

1.4 Manfaat
1.4.1

Mahasiswa mengetahui dasar konsep dasar apendisitis

1.4.2
Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan
pada apendisitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian
usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim,
Apendisitis, 2007)

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis


Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo
saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada

pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior.


Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3
tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi
apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di
daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1
cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus
apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal.
Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus
vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini
mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus
(Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin
(suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks
menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang
dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah
Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi
pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh,
khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan
pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut,
di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces
yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam
tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering
ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah
faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid.
Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri
untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia
sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia
Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu.(Anonim,2008)

Klasifikas pendisitis
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya
akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.

Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua


syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50
persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik.

Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena


sering penderita datang dalam serangan akut.

Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma
yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.

Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke

limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi


harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan

2.4 Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk
dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus
f. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i, Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.

k. Kelainan katup di pangkal appendiks.


Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras
dari feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami
edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan
darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks
mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah
tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini
menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka
akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut
yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi
yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

WOC (Web of Cause)


DOWNLOAD : WOC APENDISITIS

2.5 Maninfestasi klinis


Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
Anoreksia biasanya tanda pertama.
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam
bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan
bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak
semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya
bersifat meriang, atau mual-muntah saja
Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag
dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan
terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa
mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut
yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista
iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus
buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu
menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi
nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila
posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan
tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa
nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu
(Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiology:
Pemeriksaan fisik.
Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah
kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000

18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka


kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun
pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan
diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak.
Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT
scan (93 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran
apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen,
USG abdomen dan apendikogram.

2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di
lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah
meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan
manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop.
Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%.
Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis.
Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan
klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani
yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

STUDY KASUS
Tn. RJ berusia 28th datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
pada perutnya, nyeri terus bertambah hingga menjalar sampai ke perut
sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan Tn.RJ terus menerus dan
dirasakan 3 hari sebelum ke rumah sakit. Selain nyeri Tn.RJ juga

mengeluh rasa mual dan muntah. Disertai demam tinggi ketika nyeri
dirasakan.

3.2 PENGKAJIAN
3.1.1

Anamnesa

Data demografi
Nama

Tn. RJ

Umur

27 th

Jenis kelamin

Laki-Laki

Status

Kawin

Agama

islam

Suku bangsa

jawa

Pendidikan

Pekerjaan

Sarjana
swasta

Alamat

kenjeran baru 2A

Dx medis

apendisitis

Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus.
Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien
sekarang.
Riwayat penyakit sekarang

3.1.2

Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing)
: Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

B2 (Blood)

: Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.

B3 (Brain)
: Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
Data psikologis Klien
nampak gelisah.
B4 (Bladder)

: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang

B5 (Bowel)
: Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau
tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk
menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone)
: Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

3.1.2

Pemeriksaan diagnostic

leukosit diatas 12.000/mm3. Neurofil meningkat sampai 75%. Foto


abdomen dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks
(fekalit), ileus terlokalisir

3.2 PERAWATAN PERIOPERATIF


1.Persiapan operasi (inform consent)
2.kecemasan menjelang operasi
3.Memberikan informasi tentang prosedur tentang
pembedahan/prognosis, kebutuhan pengobatan, dan potensial komplikasi

3.3 PERAWATAN POSTOPERATIF


Diagnosa keperawatan
: infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama pada apendisitis, pembentukan abses.
kriteria hasil
dengan benar, bebas tanda

: meningkatkan penyembuhan luka

infeksi/inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam

Intervensi
Rasional

Mandiri
Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental, meningkatkan nyeri abdomen.
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic.
Berikan perawatan paripurna.
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein (bisa
dimasukkan), adanya eritema.
Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.

Kolaborasi
Ambil contoh drainase bila diindikasikan.

Berikan antibiotic sesuai indikasi.

Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis

Menurunkan resiko penyebaran bakteri.

Memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan/atau pengawasan


penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungn emosi,
membantu menurunkan ansietas.

Kultur pewarnaan Gram dan sensitivities berguna untuk


mengidentifikasikan organism penyebab dan pilihan terapi.
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism
(pada infeksi yang telah ada pertumbuhannya pada rongga abdomen.
Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

Diagnose keperawatan : kekurangan volume berhubungan


dengan muntah preoperasi
kriteria hasil
: mempertahankan
keseimbangan cairan dibuktikan oleh .
kelembaban membrane mukosa, tugor kulit baik, tanda-tanda vital dan
secara individual haluaran.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Awasi tekanan darah nadi.

Lihat membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.


Awasi masukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.

Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.


Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada
perlindungan bibir.
Kolaborasi
Pertahankan penghisapan gaster/usus.

Berikan cairan IV dan elektrolit

Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume


intravaskuler.
Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah

Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan


pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan
istirahat usus, mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit

Diagnose keperawatan
bedah
kriteria hasil

: nyeri berhubungan dengan adanya insisi


: nyeri menghilang atau terkontrol

Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, berat (skala 0-10). Sakit dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler.

Dorong ambulasi dini.

Berikan aktivitas hiburan.

Kolaborasi
Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal
Berikan analgesic sesuai indikasi

Berikan kantong es pada abdomen.

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.


Perubahan pada kerakteristik nyeri menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi.

Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau


pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi terlentang.
Meningkatkan normalitas fungsi organ, contoh merangsang peristaltic
dan kelancaran flatus, menurunkan ketidak nyamanan abdomen.
Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.

Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan iritasi


gaster/muntah.
Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama intervensi terapi lain
contoh ambulasi, batuk.
Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung
saraf.

Diagnose keperawatan : kurang pengetahuan tentang


pengobatan berhubungan dengan
kurang mengenal sumber informasi

kriteria hasil
penyakit, pengobatan dan

: menyatakan pemahaman proses


berpartisipasi dalam program

Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi

Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan


hindari enema
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembatasan
mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan
nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam

Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali


rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
Membantu kembali ke fungsi usus semula mencegah ngejan saat
defekasi
Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan terapi, meningkatkan
penyembuhan

Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi lambatnya penyembuhan


peritonitis.

Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk
mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan

segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan


keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus
pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan
fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana
fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu
yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan
fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat
berdasarkan atas pesan orang lain.
Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang
telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan
keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari
bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien
sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
(Harnawatiaj,2008)
Perlu dipahami juga hal-hal yang penting dalam evaluasi dan harus
dicatat dalam dokumentasi yakni:
Jam: WIB
Prilaku verbal pasien
Prilaku non verbal
Kebutuhan untuk dibantu
Tindakan keperawatan(Abubakar,2010)

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian
usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:
1
Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya
mual dan muntah.
2
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan tubuh.
3

Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

4
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan
dengan informasi kurang.
5
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
menurun.
6
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang
dirasakan
Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan
keluar abnormal berbentuk katong yang terbentuk dari lapisan usus yang
meluas sepanjang defek di lapisan otot, merupakan penonjolan dari
mukosa serta submukosa. Divertikulitis terjadi bila makanan dan bakteri
tertahan di suatu divertikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi
yang dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi
atau pembentukan abses.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan yakni:
Nyeri berhubungan dengan diverticulitis
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan komplikasi sekunder
terhadap penyakit divertikuler

1.2 Saran

Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar


penyakit apendisitis dan diverkulitis ini sebelum benar-benar
mempraktekkannya di rumah sakit.

Daftar Pustaka

L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular disease (online)


(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada
28 Nov 2010 pukul 19.30)
_____,2009. Colonic Diverticular Disease. (online)
(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonicdiverticular-disease/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)
Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online)(http://askepmahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses
pada 28 Nov 2010 pukul 19.46)

Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi


8,-volume 2, Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,
Vol 2, Jakarta : EGC.
RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online)
(http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses pada 29 Nov
2010 pukul 20.03)

Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis. (online)


(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/ diakses
pada 28 Nov 2010 pukul 20.07)

Putri,2010.Askep Apendisitis (online)


(http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-ususbuntu/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 13.50)
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.

You might also like