Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Fadhillah Syafitri Suhatril
1102011091
Pembimbing :
Dr. H. Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD,MH.Kes, FINASIM.
Sesak napas adalah kesulitan bernapas atau dalam medis disebut sebagai
dispnea. Sesak napas dapat disebabkan oleh kondisi respirasi (saluran napas dan paruparu) atau sirkulasi (jantung dan pembuluh darah). Batuk merupakan proses refleks
dari pertahanan tubuh akibat adanya iritasi atau peradangan pada paru. Perkembangan
dari anatomi rongga dada menunjukkan adanya kelainan di dada yang dapat berakhir
buruk bila tidak ditanggulangi. Sesak dapat terdiri dari dua penyebab yaitu
berdasarkan kelompok organik dan non-organik. Diagnosis sesak dan batuk dapat
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratoruim dan pemeriksaan radiologi.
Maka untuk mengetahui penyebab dari sesak dan batuk, dokter harus
mengetahui beberapa penyakit yang dapat menyababkan sesak dan batuk salah
satunya asma bronkial, pneumonia, tuberkulosis paru, pneumothoraks, dan efusi
pleura, serta dapat menentukan tindakan yang tepat dari penyakit tersebut baik
tindakan konservatif maupun operatif untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sesak napas (dispnea) merupakan suatu keadaan yang sering dikeluhkan pada
gangguan sistem pernapasan, Dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan
penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Sesak napas
dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar berdasarkan penyebabnya: 1
a. organik (kelainan pada organ tubuh) Jantung, ginjal, gangguan
metabolisme
1 Amin Z. Manifestasi Klinik dan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan
Sistem Pernapasan. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Ed.V,
Interna Publishing, Jakarta Pusat. 2009. h: 21892195
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Sangat
berat
Derajat
Kriteria
sentral
akan
hemoglobin
(sulfhemoglobin,
methemoglobin,
napas.
Pada
infeksi
basal
metabolic
rate
meningkat
sehingga
paru menurun.
pernapasan ditingkatkan.
metabolisme bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit dalam darah
meningkat.
Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan
Batuk. Batuk merupakan suatu refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi
percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang
penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah, dan segala jenis batuk yang
lebih dari tiga minggi harus diselidiki untuk memastikan penyebabnya. Rangsangan yang
biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan.
Inhalasi debu, asap, dan benda-benda asing lainnya paling sering menimbulkan batuk.
Perokok paling sering menderita batuk kronik karena terus-menerus menghisap benda
asing (asap) dan saluran napas nya mengalami peradangan kronik. Rangsangan mekanik
dari tumor (ekstrinsik maupun instrinsik) terhadap saluran napas merupakan penyebab
lain yang dapat menimbulkan batuk. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia
merupakan penyakit yang secara tipikal memiliki batuk sebagai gejala yang mencolok.
Batuk dapat bersifat produktif, pendek, tidak produktif, keras dan parau.
Diagnosis
Anamnesis. Gejala yang terkait seperti sakit telinga, hidung tersumbat, sakit
tenggorok, nyeri ulu hati atau sakit perut membantu melokalisir tempat iritasi tersebut.
Batuk berdahak (sputum mukopurulen) menunjukkan adanya kelainan saluran napas
bawah.
Table 2. sebab-sebab batuk
Penyakit saluran napas akut
- Faringitis
- Laryngitis
- Bronchitis
- bronkiolitis
Penyakit saluran napas kronik
- bronkitis
- bronkiektasis
Penyakit parenkimal
- pneumonia
- abses
- parasit
Penyakit kardiovaskular
- edema paru
- infark paru
Infark lingkungan
- gas
- debu
- perubahan temperature
Benda asing
- saluran napas
- membran timpani
1. ASMA BRONKIAL 2
1.1.
Definsi
Suatu kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hipersensitivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak, dan rasa berat di dada
terutama pada malam hari.
1.2.
Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat
300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Menurut Global Initiative
for Ashtma (GINA), Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan
prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak. Sedangkan menurut data studi
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, asma
menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersamasama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di
Indonesia atau sebesar 5,6%. Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita
asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini
konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 515%.
Etiologi
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma adalah:
a. Imunitas dasar
b. Jenis Kelamin
c. Faktor pencetus
d. Status sosioekonomik
1.4.
Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinik secara umum pada
1.3.
orang dewasa
Derajat
Intermitten
VEP1 80% nilai
Gejala
Bulanan
gejala <1 kali/minggu
Gejala malam
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variabiliti APE <20%
Persisten ringan
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variabiliti APE 2030%
Persisten sedang
VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-80%
nilai terbaik
Variabiliti APE >30%
Persisten Berat
VEP1 60% nilai
prediksi
APE 60% nilai
terbaik
Variabiliti APE
>30%
2 kali
Sebulan
Mingguan
gejala >1 kali/minggu
tetapi <1 kali/hari
Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
>2 kali
Sebulan
Harian
Gejala setiap hari
serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
bronkodilator setiap hari
>2 kali
Sebulan
Kontinu
Gejala terus-menerus
sering kambuh aktivitas
fisik terbatas
Sering
Ringan
Sedang
Berat
Berjalan
Berbicara
Posisi
Bisa berbaring
Lebih suka
duduk
Bicara
Kalimat
Mungkin
irritable
Tidak ada
Penggal kalimat
Biasanya
irritable
Tidak ada
Istirahat
Duduk
bertopang
lengan
Kata-kata
Biasanya
irritable
Ada
Kesadaran
Sianosis
Ancaman henti
napas
Kebingungan
Nyata
10
Wheezing
Penggunaan
otot bantu
napas
Sedang, hanya
pada akhir
ekspirasi
Biasanya tidak
Nyaring,
sepanajang
ekspirasi dan
inspirasi
Biasanya ya
retraksi
Dangkal, retraksi
interkostal
Frekuensi napas
Frekuensi nadi
Pulsus
paradoksus
takipneu
Normal
Tidak ada
(<10mmHg)
Sedang
ditambah
retraksi
suprasternal
takipneu
Takikardi
Ada
(10-20mmHg)
PEFR atau
FEV1
>60%
>80%
40-60%
60-80%
SaO2%
PaO2
PaCO2
>95%
91-95%
Normal
(biasanya tidak
>60 mmHg
perlu diperiksa)
<45 mmHg
<45 mmHg
(Sumber: PDPI, 2006)
Sangat nyaring,
tanpa stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
ya
Gerakan
paradoktorakoabnominal
Dalam,
ditambah napas
cuping hidung
Dangkal/hilang
takipneu
Takikardi
Ada
(10-20mmHg)
<40%
<60%
Respon <2 jam
<90%
Bradipneu
Bradikardi
Ada
(10-20mmHg)
<60 mmHg
>45mmHg
1.5.
Patofisiologi
Gambar 1. Patofisiologi asma bronkial
11
(sumber: http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma_files/image025.gif)
1.6.
Diagnosis Klinis
Diagnosis asma meliputi frekuensi serangan asma untuk dapat menentukan
klasifikasi asma. Gejala, tanda, dan faktor risiko yang mengarah ke diagnosis
asma diantaranya:
- Mengi saat ekspirasi
- Riwayat batuk yang lebih memberat saat malam hari menyebabkan mengi
-
12
debu, tungau, hewan, jamur, bahan kimia, asap rokok, stres emosional.
- Terdapat perbaikan kondisi setelah pemberian anti-asma
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan:
a. Spirometri
Indikasi: untuk menegakkan diagnosis, menilai derajat berat asma dan
pemantauan. Dilakukan saat awal, setelah stabil pasca tatalaksana eksaserbasi
dan berkala setiap 1-2 tahun untuk mnegetahui perjalanan penyakit.
b. Peak Flow Flow (PEF)
Indikasi: untuk membantu menegakkan diagnosis dan monitoring.
Idealnya hasil PEF dibandingkan dengan hasil PEF yang dilakukan pasien
sendiri setiap harinya dengan PEF.
c. Pemeriksaan tambahan lain
Skin test dengan mengukur IgE spesifik di serum untuk menentukan ada atau
tidaknya alergi dan identifikasi faktor risiko.
Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana antara lain untuk mencapai dan mempertahankan kendali
1.7.
gejala klinis asma dalam jangka panjang. Kriteria asma terkontrol penuh antara
lain:
-
13
paru
Reliever
Penilaian, terapi dan pengawasan asma
Indikasi: untuk mengatasi gejala akut seperti
sesak, mengi, dada terasa terikat/tertekan,
Terapi serangan akut asma (eksaserbasi)
atau batuk
2. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)3
2.1.
Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik ditandai dengan hembatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif non-reversible atau reversible parsial. Hambatan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/berbahaya.
- PPOK dengan eksaserbasi akut terdapat gejala: sesak napas yang bertambah,
kadang disertai mengi, batuk yang bertambah sering disertai meningkatnya
produksi sputum dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna
Gejala non-spesifik: malaise, insomnia, kelelahan, depresi
Spirometri: fungsi paru sangat menurun
2.2.
Etiologi
Etiologi eksaserbasi:
a. Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama Streptococcus pneumonia,
-
Epidemiologi
Indonesia belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya
Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK
bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki Tingkat morbiditas dan
mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia. Hal ini di buktikan dengan
14
besarnya kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat
8 juta penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit
Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian sendiri juga
semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena
PPOK sebesar 59.936 vs 59.118 peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak
di Indonesia.
Klasifikasi 4
2.4.
Tabel 4. Klasifikasi PPOK menurut National heart, lung and blood institute dan
World Heart Organisation (WHO)
Stadium
0
Derajat PPOK
Berisiko PPOK
PPOK ringan
I
PPOK sedang
II
III
PPOK berat
2.5.
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik:
- Pernapasan pursed lips
- Takipnea
- Batuk kronik
- Sputum yang kronik
- Dada emfisematous atau barrel chest
15
Farmakologis
a.Bronkodilator
- 3 golongan:
Agonis -2: fenopterol,
salbutamol, terbutalin,
Antikolinergik:
ipratropium bromid
Metilxantin: teofilin lepas
lambat, bila komb. -2
dan steroid belum
memuaskan
Dianjurkan bronkodilator
kombinasi Daripada
meningkatkan dosis
Non-farmakologis
a. Rehabilitasi: latihan
fisik, latihan
endurance, latihan
pernapasan,
rehabilitasi
psikososial
b. Terapi oksigen jangka
panjang (>15jam
sehari): pada PPOK
stad.III, AGD:
- PaO2 <55mmHg atau
SaO2 88% dengan
atau tanpa
16
bronkodilator monoterapi.
b.Steroid
- PPOK yang mneunjukkan
respons pada uji steroid
- PPOK dengan FEV1 <50%
prediksi (stad. IIA,IIB)
- Eksaserbasi akut
c.Obat-obat tambahan lain
- Mukolitik : ambroksol, gliserol
iodide
- Antioksidan : N-asetil-sistein
- Imunoregulator
(imunostimulator,
imunomodulator) : tidak rutin
- Antitusif : tidak rutin
- Vaksinasi : influenza,
pneumokok
-
PPOK
eksaserbasi
akut
Dirumah
Bronkodilator seperti pada PPOK
stabil, dosis 4-6kali 2-4hirup
sehari.
- Steroid oral diberikan selama
10-14hari
- Bila infeksi: berikan
antibiotik spectrum luas
(termasuk S. pneumonia, H.
influenza, M. catarrhalis)
hiperkapnia
PaO2 55-60mmHg
atau SaO2 88%
disertai hipertensi
pulmonal, edema
perifer karena gagal
jantung, polisitemia
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada
PPOK berat (bila
dapat memperbaiki
fungsi paru atau
gerakan mekanin
paru)
-
Di rumah sakit
Terapi oksigen
terkontrol, melalui
kanul nasal atau
venture mask
Bronkodilator:
inhalasi aginis 2
(dosis dan frekuensi
ditingkatkan)
+antikolinergik (pada
eksaserbasi akut
berat: +aminofilin
0,5mg/kgbb/jam)
Steroid: prednisolone
30-40mg PO selama
10-14hari
(Steroid intravena:
pada keadaan berat).
3. TUBERKULOSIS PARU 1
3.1.
Definisi
17
Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus
baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil
Tahan Asam) positif. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan
merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992
disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara
SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama
pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke
subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun, 2001 terdapat 50.443 penderita
BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 49 tahun. Saat ini Indonesia masih
menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.
3.3.
Klasifikasi
a. Tuberculosis dibagi dalam:
TB paru dengan kelainan paru luas
TB paru dengan kelainan paru sedikit
b. Berdasarkan organ selain paru yang terserang, TB paru dibagi dalam:
TB ekstra paru ringan: TB kelenjar limfe, TB tulang non-vertebra, TB
sendi, TB adrenal
TB ekstra paru berat: meningitis, TB milier, TB diseminata, pericarditis,
pleuritic, peritonitis, TB vertebra, TB usus, TB genitourinarius
c. Berdasarkan riwayat pengobatannya, TB paru dibagi dalam:
Kasus baru
Kambuh (relaps)
Drop-out default
18
Gagal terapi
Kronis
3.4.
Manifestasi klinis
Keluhan yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ yang terlibat, dan
komplikasi):
a. gejala awal non-spesifik: malaise, kelelahan, anoreksia, penurunan berat
badan. Gejala spesifik yaitu batuk disertai sputum mukoid.
b. Gejala lain: hemoptosis ringan berulang, nyeri pleura, demam ringan atau
kadang-kadang, sesak saat aktivitas. Ditemukan pula tanda-tanda pada
stadium lanjut tetapi tidak spesifik yaitu ronki di apeks, tanda konsolidasi,
efusi pleura atau kavitasi.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik:
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ yang terlibat, dan
3.5.
komplikasi):
- Keadaan umum lemah, kakeksia, takipnea, febris.
- Paru: ditemuakn tanda-tanda konsolidasi (redup, fremitus mengeras/melemah,
suara napas bronchial/melemah, ronkhi basah/kering)
Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium
- LED meningkat
b. Mikrobiologis :
- BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS
- Kultur Mycobacterium tuberculosis positif (diagnosis pasti)
Pada kategori 1 dan 3: sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke2,4, dan 6
Pada kategori 2: sputum BTA diulang akhir bulan ke 2,5 dan 8
Kultur BTa sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi
c. Radiologi
- Foto thoraks PA lateral (hasil bervariasi): infiltrate, pembesaran KGB
hilus/KGB paratrakeal, milier, atelectasis, efusi pleura, kalsifikasi,
-
bulan
d. Imuno-serologis
19
Uji kulit dengan tuberculin (mantoux) positif >15mm pada orang dewasa
yang imunokompeten
Tes PAP, ICT-TB positif : positif
Penatalaksanaan 5
a. Terapi umum: istirahat,
3.6.
stop
merokok,
hindati
polusi,
tatalaksana
Kategori
Penderita baru TB paru, sputum BTA positif
Penderita TB paru, sputum BTA negative, rontgen positif dengan kelainan
paru luas
Penderita TB ekstra paru berat diterapi dengan 2RHZE/ 4RH-2RHZE/
4R3H3-2RHZE/ 6HE
Penderita kambuh
Penderita gagal
Penderita after default
Terapi dengan:
- 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5RHE
- 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5R3H3E3
Penderita baru TB paru, sputum BTA negative, rontgen positif dengan
kelainan paru tidak luas
Penderita TB ekstra paru ringan diterapi:
- 2RHZ/ 4RH
- 2RHZ/ 4R3H3
- 2RHZ/ 6HE
Penderita TB kronik
Terapi dengan:
- H seumur hidup
- Bila mampu: OAT lini kedua
4. PNEUMONIA 6
4.1.
Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
5 Sulistia, G.G. Farmakologi Dan Terapi. Ed. 5. Departemen Farmakologi
dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
20
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komunitas yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhirakhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komunitas adalah
bakteri gram negatif.
4.3.
Klasifikasi
Table 7. Klasifikasi pneumonia
Klinis dan
epidemiologis
Bakteri
penyebab
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
Predileksi
a.
Pneumonia komuniti
Pneumonia nasokomial
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita immunocompremised
Pneumonia bakterial/ tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang
yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphylococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia atipikal, disebabkan mycoplasma, legionella dan
chalmydia
Pneumonia virus
Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang
21
infeksi
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen kemungkinana sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus, misalnya: pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan.
b. Bronkopneumonia: ditandai dengan bercak-bercak infiltrat
pada lapang paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
4.4.
Diagnosis
Gambaran klinis:
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan: batuk, sputum mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, peluritis dan sesak tetapi sesak jarang
ditemukan pada manula. Gejala lainnya berupa demam, takipnea (>20
kali/menit), ronki dan tanda konsolidasi.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
c. Pemeriksaan penunjang
- Rontgent thoraks : menunjukkan adanya infiltrate. CT scan lebih sensitif
dan mungkin berguna untuk mendeteksi penyakit interstisial, kavitasi, atau
-
empiema
Analisa gas darah : untuk menilai keparahan dan menunjukkan kebutuhan
pemberian oksigen
Hitung sel darah : jumlah leukosit meningkat 15x10 9/L merupakan
tanda infeksi bakteri. Jumlah sel darah >20x10 9/L merupakan tanda
22
pada sepertiga pasien dan hasilnya sering negatif, khususnya jika setelah
4.5.
-
pemberian antibiotik.
- Kultur darah
Penatalaksanaan
Oksigen
Antibiotik: pengobatan seharusnya dimulai segera dan harus mengatasi
Streptococcus pneumonia. Pada pneumonia tanpa komplikasi, pengobatan
biasanya dimulai dengan amoxicillin oral atau makrolid (eritromisin atau
klaritromisin). Pengobatan pada pneumonia yang berat dengan intravena,
seringkali menggunakan makrolid (eritromisin) dan sefalosporin gen. II atau
5. EFUSI PLEURA 8
5.1.
Definisi
Merupakan suatu keadaan dimana terdapat cairan di rongga pleura >15mL, akibat
ketidakseimbangan gaya starling, abnormalitas struktur endotel dan mesotel,
drainase limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma).
Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi:
a. Transudat
Dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
5.2.
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
b. Eksudat
7 Naucler P, Darenberg J, Morfeldt E, rtqvist . Contribution of host,
bacterial factors and antibiotic treatment to mortality in adult patients
with bacteraemic pneumococcal pneumonia; 2013.
8 Uyainah A. Efusi Pleura. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, Mansoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 1999;210-1
23
Disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, infark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
c. Hemoragis
Dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, TB.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
seperti: kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, dan TB.
5.3.
Klasifikasi
tipe-tipe efusi pleura antara lain:
a. efusi transudatif: cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi
protein atau molekul besar lain rendah). Efusi tipe ini terjadi karena adanya
perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorbs
cairan pleura.
Penyebabnya adalah:
- gagal jantung kongestif
- sindrom nefrotik
- sirosis hepatis
- efusi maligna/paramaligna: karena terjadi ateletaksis pada obstruksi
bronchial atau stadium awal obstruksi limfatik.
b. efusi eksudatif: cairan pleura bersifar eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi
dari transudat). Efusi tiper ini terjadi karena perubahan faktor lokal yang
24
radiologi
konvensional,
memperlihatkan
parenkim
paru,
25
6.3.
26
dari merokok
Pneumothoraks spontan sekunder : pada penderita PPOK, TB paru,
asma, dll.
b. Pneumothoraks traumatic: merupakan pneumothoraks yang didahului
trauma, termasuk: biopsi transtorakal, ventilasi mekanik, pemasangan
kateter vena sentral, torakosintesis, biopsi transbronchial.
c. Menurut jenis fistula:
- Pneumothoraks ventil
- Pneumothoraks terbuka
- Pneumothoraks tertutup
6.4.
Manifestasi klinis
Gejala yang ditemukan antara lain: Nyeri dada akut, terlokalisir, batuk,
hemoptosis, dan dispnea (pada pneumothoraks ventil gejala timbul secara tibatiba dan makin hebat).
Diagnosis
a. Anamnesis
- Nyeri dada pleuritik dengan onset mendadak
- Sesak napas
b. Pemeriksaan fisik
Takipnea
Sisi yang terkena:
- Statis
: lebih menonjol
- Dinamis : pergerakan berkurang/menghilang
- Fremitus : menurun /menghilang
- Perkusi
: hipersonor
- Auskultasi : suara napas melemah - menghilang
Tanda tension pneumothoraks
- Keadaan umum sakit berat
- Denyut jantung >140 /menit
- Hipotensi
- Takipnea, pernapasan berat
- Sianosis
- Distensi vena leher
c. Pemeriksaan penunjang
a. Foto thoraks; paling jelas tampak difoto saat ekspirasi
b. CT scan: untuk membedakan pneumothoraks terokulasi dari kista atau
6.5.
bullae
27
6.6.
thoraks
(Pneumothoraks spontan); seringkali tidak diperlukan pengobatan jika
pneumothoraks kecil dengan gejala ringan. Pemulihan spontan terjadi
dalam 3-4 minggu.
Aspirasi: anestesi local di intercostalis 2 anterior (garis midclavicula)
aspira dengan kateter 16F atau 18F, hingga tidak ada gas yang keluar.
Indikasi aspirasi udara, yaitu:
- Tension pneumothoraks
- Sesak berat
- Kolaps paru lebih dari 50% lapang paru total pada rontgen thoraks
Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar: konsul bedah
DAFTAR PUSTAKA
28
29