Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang
didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga
yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi
nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas
yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan
penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan
menjadi akut dan kronik. Disebut akut apabila perlangsungannya terjadi
dalam waktu
terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses
paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul
karena nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma)
ataupun pneumonia pada orang normal. Disebut abses sekunder apabila
disebabkan kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis
sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis
ataupun pada kasus imunokompromis.
EPIDEMIOLOGI
Mortalitas/Morbiditas
Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan
antibiotik, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.
Faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia
lanjut, kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain
imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat
kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar atau
obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai
75%.
Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat
menghasilkan prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan
tingkat kematian abses paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan
gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.
Seks
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses
paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
Umur
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan
meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan
aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di
pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia ratarata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.
Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi,
debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan
antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis
yang paling buruk.
ETIOLOGI
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia
aspirasi
Bacteriodes melaninogenus
Bacteriodes fragilis
Peptostreptococcus species
Bacillus intermedius
Fusobacterium nucleatum
Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
b. Kelompok bakteri aerob
Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
Staphillococcus aureus
Streptococcus micraerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumoniae
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari
kondisi lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma
bronkogenik); penyebaran hematogen (endokarditis bakterial,
IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum,
subphrenic).
apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya
kadang-kadang saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri.
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia
aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya
memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri
yang berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan
menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi
semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh
sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang tidak sadar
atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau
penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita
gangguan sistem saraf.
Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 714 hari kemudian akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan
pembentukan abses.
Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi
atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada
bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran
hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya
disebabkan oleh stafilokokus.
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan
menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah
paru kanan dan rongga pleura.
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia
yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi
terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas
besar dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada
bentuk perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih
banyak terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta
lebih banyak berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan
adanya pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di
basal dan tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh
penyebaran hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang
bagian paru manapun.
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan
udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi
empiema yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.
DIAGNOSIS
Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan
diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses
paru.
1. Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan
sampai demam tinggi, batuk purulen dengan bau amis dan
penurunan berat badan.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi saluran nafas atas,
infeksi gigi, serangan epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan
dengan sedasi.
3. Pemeriksaan laboratorium. Peningkatan jumlah leukosit yang
umumnya
mencapai
10.000-30.000/mm3.
Anemia
dapat
c.
e.
f.
jalan napas
Anemia
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu
makan, namun lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada
Gambar 4. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto
X-ray posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang
tipis dan terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.
Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki
bentuk yang bulat. Dinding abses umumnya tebal dan permukaan
dalamnya irreguler. Pembuluh darah bronkus dan bronkus sendiri
dapat menjadi dinding dari abses.
Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur
dengan udara sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila
abses mengalami ruptur akan terjadi drainase abses yang tidak
sempurna ke dalam bronkus, yang akan memberikan gambaran
kavitas dengan batas udara dan cairan di dalamnya (air fluid level).
Secara umum terdapat perselubungan di sekitar kavitas, meskipun
begitu pada terapi kavitas akan menetap lebih lama dibanding
perselubungan di sekitarnya.
Gambar 5. Abses Paru posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid
level pada lapangan paru kiri atas.
b.
CT-Scan
CT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam
c.
Ultrasound
Ultrasound tidak memiliki peran yang signifikan dalam
yang
berisi udara
yang
akan
menghalangi
visualisasi
Tumor Paru
10
Empiema
Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang
terus berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada
pneumonia. Area ini dapat begabung membentuk area supuratif yang
singel maupun multipel yang mewakili abses paru. Ketika inflamasi
berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses dikeluarkan sebagai sputum
11
II.
PENATALAKSANAAN
a.
Terapi antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat
ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang
baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan
dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:
Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
Metronidazol 4x500 mg, atau
Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.
b.
Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,
dengan produksi sputum purulen.
c.
Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun
PROGNOSIS
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan
oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang
disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era
preantibiotika dan sampai 15 20 % pada era sekarang.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu
faktor predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas
pada Abses paru sebagai berikut :
13
14