Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja
yang menyebabakan fragmen patah tulang pelvis mncederai buli-buli. Ruptur kandung kemih
dapat bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal
biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur ulang pelvis pada dinding depan kandung kemih
yang penuh. Kateter urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang kedalam
kandung kemih yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin.
Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa,
khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan urinasi.
Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain, yaitu: untuk
menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk
memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase
pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara untuk
memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat (Smelzterm, 2001)
Smith (2003) melaporkan pemasangan kateter dilakukan lebih dari lima ribu pasien setiap
tahunnya, dimana sebanyak 4 % penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah dan
sebanyak 25 % pada perawatan akut. Sebanyak 15 -25% pasien di rumah sakit menggunakan
kateter menetap untuk mengukur haluaran urin dan untuk membantu pengosongan kandung
kemih (The Joanna Briggs Institute, 2000). Tindakan pemasangan kateter membantu pasien
yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. Namun
tindakan inibisa juga menimbulkan masalah lain seperti infeksi, trauma pada uretra, dan
menurunnya rangsangan berkemih. Menurunnya rangsangan berkemih terjadi akibat
peasangan kateter dalam waktu yang lama mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi
dan berkontraksi sehingga pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila
hal ini terjadi dan kateter dilepas, maka otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan
pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran urinnya (Smelzter, 2001).
Ketidakmampuan mengontrol pengeluaran urin atau inkontinensia jarang dikeluhkan
oleh pasien atau keluarga karena dianggap sesuatu yang biasa, malu atau tabu untuk
diceritakan pada orang lain maupun pada dokter, dianggap sesuatu yang wajar tidak perlu
diobati. Inkontinensia urine bukan penyakit, tetapi merupakan gejala yang menimbulkan
gangguan kesehatan, sosial, psikologi serta dapat menurunkan kualitas hidup (Rochani,
2002).
Menurut data dari WHO, 200 juta penduduk dunia mengalami inkontinensia urin. Di
Amerika Serikat, jumlah penderita inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 persen
diantaranya perempuan. Jumlah ini sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi sebenarnya,
sebab masih banyak kasus yang tidak dilaporkan(PDPERSI, 2001). Di Indonesia sekitar 5,8
persen penduduk Indonesia menderita inkontinensia urin. Jika dibandingkan dengan Negara negara Eropa, angka ini termasuk kecil. Hasil survey yang dilakukan di rumah sakit -rumah
sakit menunjukkan, penderita inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7 persen atau
sekitar 5 -7 juta penduduk dan enam puluh persen diantaranya adalah wanita. Meski tidak
berbahaya, namun gangguan ini tentu sangat mengganggu dan membuat malu, sehingga
menimbulkan rasa rendah diri atau depresi pada penderitanya (PDPERSI, 2002).Universitas
Sumatera Utara Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak
yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus,
risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah
diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).
Penanganan inkontinensia urin sebagian besar tergantung kepada penyebabnya. Salah
satu usaha untuk mengatasi kondisi ini berupa program latihan kandung kemih atau bladder
training (Long, 1996). Bladder training atau latihan kandung kemih merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk mencegah kejadian ini. Bladder training atau latihan
kandung kemih merupakan upaya mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami
gangguan, ke keadaan normal atau fungsi optimalnya sesuai dengan kondisinya semula
(Lutfie, 2008).
Penelitian yang dilakuka n oleh Fantl (1991) mengenai efektivitas bladder training
didapatkan, bahwa sebanyak 50 % dari sampel percobaan menjadi mampu mengontrol
kencing, dan 12 % menjadi total kontinen. Sedangkan penelitian yang dilakukan Hariyati
(2000) mengenai pengaruh bladder training dengan proses pemulihan inkontinensia urin
pasien stroke diperoleh lama inkontinensia urin rata - rata 13,11 hari pada pasien yang diberi
bladder training sedangkan di ruangan kontrol 22,7 hari. Melihat akibat yang dapat
ditimbulkan, maka peneliti tertarik untuk melihat pengaruh bladder training terhadap
minimalisasi terjadinya inkontinensia urin pada pasien post kateter urin.
B.
Tujuan penulisan
1.
Tujuan umum
Setelah membahas Asuhan Keperawatan tentang trauma kandung kemih ini
diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penyakit trauma kandung
kemih
2.
Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian dari
trauma kandung kemih.
b. Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan
trauma kandung kemih.
C. Batasan Masalah
Masalah-masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah tentang defenisi,
etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan
BAB II
LANDASAN TEORI
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A.
DEFINISI
Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomic
buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang
mengalami cedera. ( R. Sjamsuhidayat, 1998)
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi. Kemungkinan
cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila kandung kemih
penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif muttaqin : 211)
B.
ETIOLOGI
Ruptur kandung kemih terutama terjadi sehingga akibat trauma tumpul pada panggul,
tetapi bisa juga karena trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh senjata tajam,
dan cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang panggul. Pecahan-pecahan tulang
panggul yang berasal dari fraktur dapat menusuk kandung kemih tetapi rupture kandung
kemih yang khas ialah akibat trauma tumpul pada panggul atas kandung terisi penuh. Tenaga
mendadak atas massa urinaria yang terbendung di dalam kandung kemih yang menyebabkan
rupture. Penyebab iatrogenic termasuk pascaintervensi bedah dari ginekologi, urolodi, dan
operasi ortopedi di dekat kandung kemih. Penyebab lain melibatkan trauma obstetric pada
saat melahirkan.
C.
PATOFISIOLOGI
Trauma vesikaurinaria terbanyak karena kecelakaan lalu lintas/kecelakaan kerja yang
menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Trauma vesika urinaria
tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama bila kandung kemih penuh atau
terdapat kelainan patelegik sepetrti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga menyebabkan
rupture. Trauma vesika urinaria tajam akibat luka trusuk atau luka tembak lebih jarang
ditemukan. Luka dapat melalui daerah suprapubik ataupun transperineal dan penyebablain
adalah instrumentasi urologic.Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau
rupture kandung kemih, pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli
dengan hematuria tanpa eksravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat bersifat
intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya
akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh.
Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal.
D.
KLASIFIKASI.
a.
b.
c.
E.
b.
c.
Tidak bisa buang air kecil kadang keluar darah dari uretra.
d.
Nyeri suprapubik
e.
f.
F.
a.
Urosepsis.
Keracunan septic dari penahanan dan absorbs substansi urin.
b.
G.
Hematokrit menurun.
Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pindah atau tertekan.
H.
PENATALAKSANAAN
1.
2.
3.
Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal
dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.
II.
PENGKAJIAN.
Kaji mekanisme dari riwayat trauma pada kandung kemih. Kaji keluhan nyeri di daerah
suprasimfisis, miksibecampur draah atau mungkin pasian tidak dapat miksi.pemeriksaan
secara umum sering didapatkan adanya syok hipovolemik yang berhubungan dengan fraktur
pelvis dan perdarahan dalam massif. Sering didapatkan adanya tanda dan gejala sepsis
peritonesis akibat masuknya urine kedalam peritoneum.tanda-tanda klinis cedera landing
kemih relative spesipik, trias gejala ( gross hematuria, nyeri suprapubik, kesulitanvata
ketidakmampuan untuk miksi).
Inspeksi lokalis terdapat adanya tanda fraktur pubis, hematom perivesika. Pada urine
output didapatkan adanya hematuria, penurunan jumlah urine sampai anuria. Klien terlihat
nyeri saat berkemih.
Pemeriksaan abdominal distensi, guarding, rebound tenderness, hilangnya/ penurunan
suara usus dan tanda-tanda iritasi [eritoneal menunjukan kemungkinan pecahnya kandung
kemih intraperitoneal.
Pemeriksaan dubur harus dilakukan untuk mengevalasi posisi prostat. Posisi prostat
yang melayang atau pada posisi anatomis normal mengidinkasikan adanya cedera kandung
kemih disertai adanya cedera kandung kemih disertai adanya ruptur pada uretra.
Pemeriksaan rigiditas cincin panggul dilakukan untuk menentukan stabilitas panggul
apabila didapatkan adanya riwayat trauma paggul.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) s/d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada daerah bladder,
ditandai dengan :
1.
Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.( Rasional : Perubahan
dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan adanya komplikasi ).
2.
Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.( Rasional : Mmemudahkan drainase
cairan / luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan ).
3.
4.
Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya.( Rasional : Mengidentifikasi fungsi
kandung kemih, fungsi ginjal dan keseimbangan cairan ).
2.
Observasi adanya darah dalam urine.( Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan /
ginjal dapat menyebabkan sepsis ).
3.
4.
3.
1.
Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 4.( Rasional : Untuk menentukan tingkat
aktifitas dan bantuan yang diberikan ).
2.
Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.( Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh
tubuh dan mencegah penekanan pada daerah tubuh yang menonjol ).
3.
Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.( Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma
dan mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus ).
4.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.( Rasional : Bantuan yang memberikan
sangat bermanfaat untuk menghemat energi yang dapat digunakan untuk membantu proses
penyembuhan luka )
Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaran pasien.( Rasional : Terjadinya
perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hypovolemia dan
penurunan curah jantung).
2.
Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.( Rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat
memperbaiki curah jantung).
3.
4.
5.
Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk pikirkan tindakan bedah.( Rasional :
Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan yang lebih memburuk ).
berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tekhnik cuci tangan yang baik.
( Rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi nasokomial ).
2.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti adanya inflamasi.( Deteksi dini
perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan segera dan pencegahan
terhadap komplikasi selanjutnya ).
3.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan menggigil.( Rasional : Dapat
mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan
dengan segera ).
4.
Berikan antibiotik sesuai indikasi.( Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada
pasien yang mengalami trauma / perlukaan ).
Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktifitas perawatan.( Rasional : Menurunkan beban
kerja miokard dan konsumsi oksigen )
2.
Pantau frekwensi dan irama jantung, perhatikan disritmia.( Rasional : Bila terjadi
tachikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem syaraf simpatis untuk menekan respons
dan menggantikan kerusakan pada hypovolemia relatif dan hipertensi).
3.
Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer.( Rasional : Pada awal nadi cepat / kuat
karena peningkatan curah jantung, nadi dapat menjadi lemah dan lambat karena hipotensi
terus menerus ).
4.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny.B
DENGAN TRAUMA VESIKA URINARIA
I.
BIODATA
A.
IDENTITAS KLIEN
Nama
: Ny.B
Umur
: 29 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku / Bangsa
: Banjar / WNI
Pendidikan
: SLTA
Bahasa
: Banjar
Alamat
: Batung Mandingin
Kiriman dari
: IGD
Tgl masuk RS
Tgl pengkajian
No. Register
: 4383/12
Diagnosa medis
A.
: Tn.K
Umur
: 31 tahun
Pekerjaan
: PNS
Agama
: Islam
: suami
Alamat
: Batung Mandingin
II.
A.
Kecelakaan lalu lintas dan nyeri abdomen bagian bawah dan keluar darah dari alat kelamin.
B.
KELUHAN UTAMA
Nyeri abdomen bagian bawah dan klien tidak mampu BAK serta keluar darah dari alat
kelamin.
1.
Provocative / Palliative
Disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan terbentur setang sepeda motor pada bagian pelvis,
nyeri akan bertambah jika klien melakukan pergerakkan, usaha yang dilakukan untuk
menghindari faktor penambah nyeri seperti hanya berdiam di tempat tidur, kadang-kadang
untuk mengurangi nyeri orang tua klien mengelus elus bagian yang nyeri.
2.
Quality / Quantity
Nyeri dirasakan apabila klien banyak bergerak, nyeri seperti ditusuk - tusuk dan klien terlihat
meringis apabila nyeri itu timbul.
3.
Regional
Nyeri dirasakan pada bagian abdomen bagian bawah.
4.
Severity Scale
Berdasarkan pengkajian tanggal 13 april 2012 jam 10.00 WITA klien terlihat meringis
kesakitan dengan skala nyeri 2 (sedang), skala keparahan :
0 = tidak terdapat nyeri 2 = nyeri sedang
1 = nyeri ringan
5.
3 = nyeri berat
Timing
Nyeri timbul sesudah klien kecelakaan dan nyeri dirasakan sewaktu klien melakukan
pergerakkan dan lamanya nyeri yang dirasakan klien tidak menentu.
III.
A.
RIWAYAT KESEHATAN
RIWAYAT KESEHATAN SEBELUM SAKIT
Sebelum dirawat klien tidak pernah mengalami sakit yang serius dan tidak ada riwayat alergi
obat atau makanan.
B.
C.
Genogram
KET :
= perempuan
= Laki-laki
serumah
= Klien
= tinggal
IV.
A.
Di rumah : pola makan klien 3 x sehari, dengan makanan yang pokok sehari-hari seperti nasi,
lauk pauk, sayur mayur dan juga bila ada buah-buahan. Klien minum air putih
7 9 gelas /hari
Di RS
: klien mengalami penurunan nafsu makan, porsi makan yang disediakan hanya 2
3 sendok yang dimakan. Klien minum 4 5 gelas/hari. Diet yang diberikan
adalah bubur biasa (TKTP).
B.
: pada saat pengkajian klien tidak ada BAB, dan klien tidak mampu BAK melalui
kateter dan hanya darah segar didalam urinebag klien.
C.
D.
: klien istirahat cukup, hanya diam di tempat tidur dan klien bisa tidur.
AKTIVITAS
Di rumah
Di RS
: klien tidak dapat beraktivitas karena mengalami nyeri pada bagian abdomen
bawah akibat benturan, terdapat lecet pada tangan dan lutut klien, serta skala
aktivitas 2 (dibantu orang lain)
E.
KEBERSIHAN DIRI
Di rumah : mandi 2 kali sehari, gosok gigi setelah habis makan, cuci rambut tiap hari dan
potong kuku bila dirasa klien panjang.
Di RS
: klien tidak pernah mandi tapi klien hanya diseka oleh orang tuanya atau
keluarganya.
F.
REKREASI
Dirumah : klien sering menonton TV, mendengarkan musik, dan jalan-jalan.
Di RS
: selama dirawat klien tidak pernah nonton TV dan mendengarkan musik maupun
jalan-jalan.
V.
A.
PSIKOSOSIAL
PSIKOLOGIS
Klien berharap semoga penyakitnya akan segera sembuh dan menganggap bahwa kejadian ini
adalah suatu cobaan dari Allah SWT. Keadaan klien tampak lemah dan emosi klien tampak
stabil, klien juga dapat beradaptasi dengan lingkungan RS dan dapat menerima segala
tindakan yang diberikan untuk kesembuhannya.
B.
SOSIAL
Klien dapat diajak bekerja sama dengan baik demi kesembuhannya, hubungan klien dengan
keluarga klien baik ini terlihat dari banyaknya keluarga yang menjenguk dan menemaninya
saat klien dirawat di RS dan hubungan klien dengan tenaga medis cukup baik.
C.
SPIRITUAL
Klien beragama Islam, selama dirawat klien tidak dapat melaksanakan shalat tetapi klien
hanya berdoa untuk kesembuhannya.
VI.
PEMERIKSAAN FISIK
: Compos Menthis
Penampilan
: lemah
TD : 110/80 mmhg
Temp 36,7 C.
Nadi : 80 x / mnt
Resp : 24 x / mnt.
BB MRS : 51 kg
BB sebelum MRS : 52 kg
TB klien : 157 cm
B. Head to Too
A.
Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala tegak dapat digelengkan ke
kiri / kekanan, tidak terdapat luka jahitan.
B.
Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
C.
Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi penglihatan baik, sklera
tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, klien tidak memakai alat bantu penglihatan /
kacamata, dan visus mata 6/6.
D.
Hidung (Penciuman).
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, polip dan tidak ada
peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda asing atau secret serta kotoran yang menempel)
E.
Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat luka danj klien tidak
mengguanakan alat bantu pendengaran.
F.
G.
Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat pembesaran getah bening
maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada keterbatasan gerak pada leher.
H.
I.
Abdomen
Inspeksi
J.
Perkusi
:-
Palpasi
Reproduksi
Klien berjenis kelamin perempuan, terpasang kateter dan keluar darah saat BAK melalui
kateter.
K.
Ekstremitas
Atas
Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua lutut dan nyeri apabila
digerakkan.
L.
Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo matang, suhu 36,7 C, dan
terdapat hematume serta lesi.
VII.
: 11,9 gram
( Normal
Lekosit
: 7.430 / mm
Thrombosit : 271.830 / mm
Gula darah Sewaktu : 104 mg/dl
( Normal
: 6 10 ribu/ mm
( Normal
: 200 50.000 / mm
( Normal
)
)
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Trauma buli-bulu atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomic
buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang
mengalami cedera. ( R. Sjamsuhidayat, 1998)
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi. Kemungkinan
cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila kandung kemih
penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada satu kosong (arif muttaqin : 211)
B.
SARAN
Semoga dengan makalah para pembaca dapat mengambil ilmu dan apabila terdapat
kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini agar kiranya pembaca dapat
memberikan saran dan kritik yag membangun untuk kebaikan semua
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, (2007). Askep pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perizalium. Jakarta: Salemba
Medika
Trisanti, dkk. (2009). Askep Gawat Darurat. Jakarta: TIM
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
http://noviethadhewi.blogspot.com/2012/09/trauma-vesika-urinaria.html