Professional Documents
Culture Documents
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar
getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah
penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
[sunting] Penambangan
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari
8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 3575% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai
yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[4]
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan
Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas
(Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan
(Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.
Kadar Kadar
Kadar Zat
air
air
Belerang Nilai energi
Tambang Cekungan Perusahaan
abu terbang
total inheren
(%ad) (kkal/kg)(ad)
(%ad) (%ad)
(%ar) (%ad)
AsamPT Arutmin
Satui
10.00 7.00
8.00 41.50 0.80
6800
asam
Indonesia
PT Arutmin
Senakin
Pasir
9.00 4.00
15.00 39.50 0.70
6400
Indonesia
PT BHP
Petangis
Pasir
Kendilo
11.00 4.40
12.00 40.50 0.80
6700
Coal
PT Bukit
0.50 Ombilin
Ombilin
12.00 6.50
<8.00 36.50
6900
Asam
0.60
PT Allied
10.00 37.30
Parambahan Ombilin
4.00 0.50 (ar) 6900 (ar)
Indo Coal
(ar)
(ar)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat
Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di
Indonesia.
Kadar Kadar
Kadar Zat
air
air
Belerang Nilai energi
Tambang Cekungan Perusahaan
abu terbang
total inheren
(%ad) (kkal/kg)(ad)
(%ad) (%ad)
(%ar) (%ad)
PT Kaltim
Prima
Kutai
9.00
4.00 39.00
0.50
6800 (ar)
Prima Coal
PT Kaltim
Pinang
Kutai
13.00 7.00 37.50
0.40
6200 (ar)
Prima Coal
Roto
PT Kideco
Pasir
24.00 3.00 40.00
0.20
5200 (ar)
South
Jaya Agung
PT Berau
Binungan Tarakan
18.00 14.00
4.20 40.10
0.50
6100 (ad)
Coal
PT Berau
Lati
Tarakan
24.60 16.00
4.30 37.80
0.90
5800 (ad)
Coal
Sumatera
PT Bukit
Air Laya bagian
24.00 5.30 34.60
0.49
5300 (ad)
Asam
selatan
Paringin Barito
PT Adaro
24.00 18.00
4.00 40.00
0.10
5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu
bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara
continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian
ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotorpengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah
secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic
sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk
mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu
bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk
mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari
gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya
adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena
mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar
batu bara.
Pembentukan Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang
mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung
selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil.
Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi
tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi)
tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung
kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh
karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan
lapisannya (coal seam).
Proses Terbentuknya Batubara :
Kutipan:
rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya
akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga
kandungan energinya juga semakin besar.
Metode penambangan batubara
Metode penambang batubara sangat tergantung pada :
- Keadaan geologi daerah antara lain sifat lapisan batuan penutup, batuan lantai batubara dan
struktur geologi.
- Keadaan lapisan batubaradan bentuk deposit.
Pada dasarnya dikenal dua cara penambangan batubara yaitu :
Cara tambang dalam, dilakukan pertama-tama dengan jalan membuat lubang persiapan baik
berupa lubang sumuran ataupun berupa lubang mendatar atau menurun menuju ke lapisan
batubara yang akan ditambang. Selanjutnya dibuat lubang bukaan pada lapisan batubaranya
sendiri.
Cara penambangnnya dapat dilakukan :
a. Secara manual, yaitu menggunakan banyak alat yang memakai kekuatan tenaga
manusia.
b. Secara mekanis, yaitu mempergunakan alat sederhana sampai menggunakan sistem
elektronis dengan pengendalian jarak jauh.
Cara tambang terbuka, dilakukan pertama-tama dengan mengupas tanah penutup. Pada saat ini
metode penambangan mana yang akan digunakan dipilih dan kemungkinan mendapatkan
peralatan tidak mengalami masalah. Peralatan yang ada sekarang dapat dimodifikasikan sehingga
berfungsi ganda . Perlu diketahui pula bahwa berbagai jenis batubara memerlukan jenis dan
peralatan yang berbeda pula. Mesin-mesin tambang modern sudah dapat digunakan untuk
pekaerjaan kegiatan penambangan dengan jangkauan kerja yang lebih luas dan mampu
melaksanakan berbagai macam pekerjaan tanpa perlu dilakukan perubahan atau modifikasi yang
besar.
Pemilihan metode penambangan batubara baik yang akan ditambang secara tambang dalam
ataupun tambang terbuka.
1. METODE PENAMBANGAN SECARA TAMBANG DALAM
Pada penambangan batubara dengan metode penambangan dalam yang peting adalah bagaimana
mempertahankan lubang buka seaman mungkin agar terhindar dari kemungkinan :
- Keruntuhan atap batuan
- Ambruknya dinding lubang (rib spalling)
- Penggelembungan lantai lapisan batubara (floor heave)
Kejadian tersebut diatas disebabkan oleh terlepasnya energi yang tersimpan secara alamiah
dalam endapan batubara. Energi yang terpendam tersebut merupakan akibat terjadinya perubahan
atau deformasi bentuk endapan batubara selama berlangsungnya pembentukan deposit tersebut.
Pelepasan energi tersebut disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan tegangan yang
terdapat pada massa batuan akibat dilakukannya kegiatan pembuatan lubang-lubang bukaan
tambang. Disamping itu kegagalan yang disebabkan batuan dan batubara itu tidak mempunyai
daya penyanggaa di samping faktor-faktor alami dari keadaan geologi endapan batubara tersebut.
Penambangan batubara secara tambang dalam kenyatannnya sangat ditentukan oleh cara
mengusahakan agar lubang bukaan dapat dipertahankan selama mungkin pada saat
berlangsungnya penambangan batubara dengan biaya rendah atau seekonomis mungkin.
Untuk mencapai keinginan tersebut maka pada pembuatan lubang bukaan selalu diusahankan
agar :
- Kemampuan penyangga dari atap lapisan
- Kekuatan lantai lapisan batubara
- Kemampuan daya dukung pilar penyangga.
Namun apabila cara manfaat sifat alamiah tersebut sulit untuk dicapai, maka beberapa cara
penyanggan buatan telah diciptakan oleh ahli tambang.
Metode penambangan secara tambang dalam pada garis besarnya dapat dibedakan yaitu :
a. Room and Pillar atau disebut Bord and Pillar
b. Longwall
Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri terutama pada
keadaan endapan batubara yang dihadapi di samping faktor lainnya yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan metode penambangan tersebut.
a. Metode Room and Pillar
Cara penambangan ini mengandalkan endapan batubara yang tidak diambil sebagai penyangga
dan endapan batubara yang diambil sebagai room. Pada metode ini penambangan batubara sudah
dilakukan sejak pada saat pembuatan lubang maju. Selanjutnya lubang maju tersebut dibesarkan
menjadi ruanganruangan dengan meninggalkan batubara sebagai tiang penyagga. Besar bentuk
dan ruangan sebagai akibat pengambilan batubaranya harus diusahakan agar penyangga yang
dipakai cukup memadai kuat mempertahankan ruangan tersebut tetap aman sampai saatnya
dilakukan pengambilan penyangga yang sebenarnya yaitu tiang penyangga batubara (coal pillar).
Metode ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam besaran jumlah batubara yang dapat
diambil dari suatu cadangan batubara karena tidak semua tiang penyangga batubara dapat
diambil secara ekonomis maupun teknik.
Dari seluruh total cadangan terukur batubara yang dapat diambil dengan cara penambangan
metode Room and Pillar ini paling besar lebih kurang 30-40% saja. Hal ini disebabkan banyak
batubara tertinggal sebagi tiang-tiang pengaman yang tidak dapat diambil. (GambarSketsa
sistem penambangan dengan cara Room and Pillar.)
b. Metode Longwall
Ada dua cara penambangan dengan menggunakan metode Longwall yaitu :
- Cara maju (advancing)
- Cara mundur (retreating)
Pada penambangan dengan metode advancing Longwall terlebih dahulu dibuat lubang maju yang
nantinya akan berfungsi sebagi lubang utama (main gate) dan lubang pengiring (tail gate), dibuat
batubara.
Beberapa tipe tambang terbuka :
Tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka tergantung pada letak dan
kemiringan serta banyaknya lapisan batubara dalan satu cadangan. Disamping itu metode
tambang terbuka dapat dibedakan juga dari cara pemakain alat dan mesin yang digunakan dalam
penambangan.
Beberapa tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka adalah :
a. Contour Mining
Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang terdapat di
pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada suatu singkapan lapisan
batubara dipermukaan atau crop line dan selanjutnya mengikuti garis kontur sekeliling bukit atau
pegunungan tersebut.
Lapisan batuan penutup batubara dibuang kearah lereng bukit dan selanjutnya batuan yang telah
tersingkap diambil dan diangkut. Kegiatan penambangan berikutnya dimulai lagi seperti tersebut
diatas pada lapisan batubara yang lain sampai pada suatu ketebalan lapisan penutup batubara
yang menentukan batas limit ekonominya atau sampai batas maksimum ke dalaman dimana
peralatan tambang tersebut dapat bekerja. Batas ekonomi ini ditentukan oleh beberapa variabel
antara lain :
- Ketebalan lapisan batubara
- Kualitas
- Pemasaran
- Sifat dan keadaan lapisan batuan penutup
- Kemampuan peralatan yang digunakan
- Persyaratan reklamasi
(gambar tambang terbuka tipe Contour Mining .)
Peralatan yang digunakan untuk cara penambangan ini pada umumnya memakai peralatan yang
mempunyai mobilitas tinggi atau dikenal sebagai mobil equipment.
Alat-alat besar seperti :
- Sebagai alat muat : Wheel Loader
Track Loader
Face Shovel
Backhoe
- Sebagai alat angkut jarak jauh : Off Highway Dump Truck
- Sebagai alat angkut jarak dekat : Scraper
Alat-alat tersebut dipergunakan untuk pekerjaan pembuangan lapisan penutup batubara
sedangkan untuk pengambilan batubaranya dapat digunakan alat yang sama atau yang lebih kecil
tergantung tingkat produksinya. Kapasitas alat angkut berupa Off Highway Dump Truck antara
18 ton sampai 170 ton.
Mengingat batuan penutupnya sangat keras maka digunakan sistem peledakan ( Blasting
system), dengan menggunakan beberapa unit alat bor drill blasthole Machine yang mempunyai
kemampuan bor berdiameter sampai 6 inches, sedangkan bahan peledaknya digunakan
Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan batubara yang lapisannya datar dekat
permukaan tanah. Alat yang digunakan dapat berupa alat yang sifatnya mobil atau alat
penggalian yang dapat membuang sendiri. Penambangan batubara khususnya di Kalimantan
akan dimulai dengan cara tambang terbuka yang memakai alat kerja bersifat mobil.
dapat menjalankan rantai pemotong tersebut maju mundur. Mesin penggerak diletakkan pada
level atas, sedangkan pada level bawah tersedia kendaraan penampung serpihan batubara hasil
pemotongan. Penggalian dimulai dari bagian bawah pilar bergerak ke atas sehingga serpihan
batubara mengalir karena gravitasi menuju dua buah corongan yang dapat menampung serpihan
batubara tersebut dan siap dimuatkan secara periodik kedalam kendaraan penampung.Diameter
nominal rantai pemotong berkisar antara 100 sampai 200 mm yang sangat efektif digunakan
untuk menggali lapisan batubara dengan ketebalan 0,5 meter.
b. Sistem Backfilling
Konsep sistem backfilling dipersiapkan untuk lapisan batubara tipis yang relatif datar, untuk itu
harus dipersiapkan suatu sistem pengangkutan yang sesuai dengan ketebalan lapisan
batubaranya.
Teknik penggalian dan penyanggaan yang akan diterapkan mengacu pada sistem longwall, yaitu
suatu sistem dengan proses penambangan dan pengangkutan bergerak maju dan meninggalkan
runtuhan lapisan atap diatap dibelakang penyangga. Dengan mempertimbangkan tipisnya lapisan
batubara dan penyangga yang harus dapat bergerak maju, maka sistem penyangga bertekan udara
diharapkan sebagai jawaban yang tepat. Dasar konsep ini menggunakan seoptimal muingkin
teknik pengontrolan jarak jauh, baik terhadap mobilitas penyangga maupun penggalian, sehingga
tidak diperlukan personil yang bekerja di dalam tambang.
c. Sistem Roof-Fall Tolerant
Seperti halnya sistem backfilling, sistem roof-fall tolerant juga merupakan konsep yang sasaran
utamanya tidak memerlukan adanya karyawan yang bekerja didalam tambang. Bahkan dalam
sistem ini dirancang tidak memerlukan penyangga sama sekali. Konsep sistem Roof-fall tolerant
dibuat atas dasar hipotesis sisipan tipis, yaitu akan terbentuknya rongga dibelakang alat
pemotong secara bertahap dan runtuhan atap terjadi pada toleransi jarak yang cukup aman.
Adanya toleransi jarak runtuhan tersebut merupakan keuntungan karena alat potong dan alat
angkut tidak akan terjepit oleh runtuhan atap. Konsep sisipan tipis ini meliputi seluruh perangkat
penambangan yang diperlukan antara lain rantai pemotong yang panjang dan bergerak memutar
(looping) serta sistem pengangkutnya. Penggalian batubara bergerak dari satu arah sampai jarak
tertentu, kemudian berbalik ke arah yang berlawanan, begitu seterusnya sampai lapisan
batubaranya habis.
Tambang Batu Bara & Lingkungan Hidup
Tambang batu bara terutama tambang terbuka memerlukan lahan yang luas untuk diganggu
sementara. Hal tersebut menimbulkan permasalahan lingkungan hidup, termasuk erosi tanah,
polusi debu, suara dan air, serta dampat terhadap keanekaragaman hayati setempat. Tindakantindakan dilakukan dalam poerasi tambang modern untuk menekan dampak-dampak tersebut.
Perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan menekan dampak pertambangan
terhadap lingkungan hidup dan membantu melestarikan keanekaragaman hayati.
Gangguan Lahan
Dalam praktek yang terbaik, kajian-kajian lingkungan hidup sekitarnya dilaksanakan beberapa
tahun sebelum suatu tambang batu bara dibuka untuk menentukan kondisi yang ada dan untuk
mengidentifikasikan kepekaan dan masalahmasalah yang mungkin akan timbul. Kajian-kajian
tersebut mempelajari dampak pertambangan terhadap air permukaan dan air tanah, tanah dan tata
guna lahan setempat, tumbuhan alam serta populasi fauna (lihat kajian kasus koala pada halaman
30). Simulasi komputer dapat dilakukan untuk melihat dampak-dampak terhadap lingkungan
hidup setempat. Temuan-temuan tersebut kemudian dikaji sebagai bagian dari proses yang
mengarah kepada pemberian izin pertambangan oleh pihak yang berwenang.
Amblesan Tambang
Masalah yang terkait dengan tambang batu bara bawah tanah adalah amblesan, dimana
permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batu bara di bawahnya. Setiap
kegiatan tata guna lahan yang dapat menghadapkan harta benda pribadi atau harta milik sendiri
atau bentang alam yang bernilai pada suatu risiko jelas merupakan suatu masalah.
Suatu pemahaman menyeluruh dari pola penghidupan di suatu daerah memungkinkan untuk
mengukur pengaruh dari tambang bawah tanah terhadap permukaan tanah. Hal ini memastikan
pengambilan sumber daya batu bara sebanyak-banyaknya secara aman sementara melindungi
penggunaan lahan lainnya.
BATUBARA INDONESIA
1. PENDAHULUAN
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi
permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih
melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini
berbahan
bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas
10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya
industriindustri
lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam
negeri akan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari
negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui
PP
No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998.
KEN
mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara
berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy
mix)
yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi
seperti
BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan pemerintah,
salah
satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk mengetahui kondisi
sumberdaya,
pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta permasalahannya, yang dapat digunakan untuk
membuat langkah-langkah yang diperlukan. Dan untuk mendukung kajian tersebut perlu
melakukan
terlebih dahulu membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik
sekunder maupun primer.
2. SUMBERDAYA
Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber
Daya
Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton. Sumber
daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi (Tabel 2.1).
3. KEBIJAKAN
Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025, pemakaian batubara diharapkan mencapai 33%
(Gambar 3.1), Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di
dalam kebijakan pengusahaan batubara, yaitu :
1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional.
2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
3) Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan
Sebagai Bahan Bakar Lain..
Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam
penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :
a) Sumber daya batubara cukup melimpah, yaitu 61,3 miliar ton, dengan cadangan 6,7 miliar ton
(Pusat Sumber Daya Geologi, 2005).
b) Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan
cair (pencairan).
c) Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain.
d) Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang
dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technology).
Gambar 3.1
Sasaran Bauran Energi Nasional 2025
Tabel 2.1 Kualitas, Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia Tiap Propinsi, 2005
Kualitas Sumberdaya ( Juta Ton) Cadangan
No. Provinsi Kriteria
Kelas
(Kal/gr, adb)
Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah (Juta Ton)
Kalori Sedang 5100 - 6100 5,47 2,78 0,00 0,00 10,34 0,00
1. BANTEN Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 2,97 0,00 0,00 2,97 0,00
5,47 5,75 0,00 0,00 13,31 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 0,82 0,00 0,00 0,82 0,00
2 JAWA TENGAH
0,00 0,82 0,00 0,00 0,82 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 0,08 0,00 0,00 0,08 0,00
3 JAWA TIMUR
0,00 0,08 0,00 0,00 0,08 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 20,92 6,70 64,14 91,76 0,00
4 NANGROE ACEH Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 325,43 6,70 26,26 351,69 0,00
DARUSALAM
0,00 346,35 13,40 90,40 443,45 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 0,00 0,00 19,97 19,97 0,00
5 SUMATERA UTARA Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 7,00 0,00 0,00 7,00 0,00
0,00 7,00 0,00 19,97 26,97 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 1.345,69 0,00 268,06 1.613,75 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 30,62 0,00 51,57 82,19 0,00
Kalori Tinggi 6100 - 7100 12,79 359,60 0,00 16,99 389,38 16,54
6RIAU
12,79 1.735,91 0,00 336,62 2.085,32 16,54
Kalori Sedang 5100 - 6100 19,19 284,36 42,72 22,97 369,24 2,83
Kalori Tinggi 6100 - 7100 5,76 164,58 0,00 144,27 314,61 19,24
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 27,00 0,00 14,00 41,00 14,00
7 SUMATERA BARAT
24,95 475,94 42,72 181,24 724,85 36,07
Kalori Rendah <5100 0,00 51,13 0,00 0,00 51,13 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 190,84 1.200,09 36,32 90,24 1.517,49 18,00
Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 210,81 0,00 82,96 293,77 0,00 8 J A M B I
190,84 1.462,03 36,32 173,20 1.862,39 18,00
Lanjutan Tabel 2.1
Kualitas Sumberdaya ( Juta Ton) Cadangan
No. Provinsi Kriteria
Kelas
(Kal/gr, adb)
Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah (Juta Ton)
Kalori Rendah <5100 0,00 11,34 0,00 10,58 21,92 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 0,81 0,00 5,86 6,67 3,79
Kalori Tinggi 6100 - 7100 15,15 100,62 8,11 45,49 169,37 17,33
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 0,32 0,00 0,37 0,69 0,00
9 BENGKULU
15,15 113,09 8,11 62,30 198,65 21,12
Kalori Rendah <5100 326,55 7.400,27 2.300,07 1.358,00 11.384,89 2.426,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 198,93 1.629,28 9.139,87 366,01 11.334,10 186,00
Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 31,00 433,89 14,00 478,89 67,00
10 SUMATERA SELATAN
525,48 9.060,55 11.873,83 1.738,01 23.197,88 2.679,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 14,00 0,00 0,00 14,00 0,00
11 LAMPUNG Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 92,95 0,00 0,00 92,95 0,00
0,00 106,95 0,00 0,00 106,95 0,00
Kalori Tinggi 6100 - 7100 42,12 378,60 0,00 0,00 420,72 0,00
12 KALIMANTAN BARAT Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 104,00 1,32 1,48 106,80 0,00
42,12 482,60 1,32 1,48 527,52 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 483,92 0,00 0,00 483,92 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 296,75 5,08 44,36 354,80 4,05
Kalori Tinggi 6100 - 7100 114,11 262,72 0,00 72,64 449,47 0,00
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 247,62 0,00 77,02 324,64 44,54
13 KALIMANTAN TENGAH
114,11 1.291,01 5,08 194,02 1.612,83 48,59
Kalori Rendah <5100 0,00 370,87 0,00 600,99 971,86 536,33
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 4.793,13 301,36 2.526,46 7.620,95 1.287,01
Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 336,19 33,12 109,64 478,95 44,36
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 17,62 0,00 12,00 29,62 0,14
14 KALIMANTAN SELATAN
0,00 5.517,81 334,48 3.249,09 9.101,38 1.867,84
Lanjutan Tabel 2.1
Kualitas Sumberdaya ( Juta Ton) Cadangan
No. Propinsi Kriteria
Kelas
(Kal/gr, adb)
Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah (Juta Ton)
Kalori Rendah <5100 0,00 201,93 13,76 89,83 305,52 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 2.285,84 10.630,35 121,61 2.609,46 15.682,72 941,62
Kalori Tinggi 6100 - 7100 502,96 2.611,07 191,77 1.558,62 4.918,92 1.064,82
Kalori Sangat Tinggi > 7100 90,11 60,84 4,48 14,40 169,82 65,24
15 KALIMANTAN TIMUR
2.878,90 13.504,19 331,62 4.272,31 21.076,98 2.071,68
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 131,03 32,31 53,10 216,44 0,06
16 SULAWESI SELATAN Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 13,90 0,78 0,00 14,68 0,00
0,00 144,93 33,09 53,10 231,12 0,06
Kalori Rendah <5100 0,00 1,98 0,00 0,00 1,98 0,00
17 SULAWESI TENGAH
0,00 1,98 0,00 0,00 1,98 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 2,13 0,00 0,00 2,13 0,00
18 MALUKU UTARA
0,00 2,13 0,00 0,00 2,13 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 89,40 30,95 0,00 0,00 120,35 0,00
Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 5,38 0,00 0,00 5,38 0,00
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 25,53 0,00 0,00 25,53 0,00 19 P A P U A B A R A T
89,40 61,86 0,00 0,00 151,26 0,00
JUMLAH SUMBERDAYA BATUBARA TIAP PROPINSI 3.899,22 34.320,97 12.679,98
10.371,74 61.365,86 6.758,90
Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi, 2006
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU untuk setiap
tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru
sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 7,67% per tahun.
Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai
dampak
dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi
kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah
merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW hingga akhir
2009.
GAMBAR 4.1
TREND PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI
TAHUN 1992 - 2005
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Produksi
Penjualan DN
Penjualan LN
Juta Ton
TABEL 4.1
KONSUMSI BATUBARA MENURUT JENIS INDUSTRI DI INDONESIA
TAHUN 1998 - 2005
(TON)
JENIS
INDUSTRI 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
PLTU 10,911,341 13,047,717 13,943,613 19,165,256 21,902,161 23,810,054 23,492,328 25.132.174
SEMEN 1,279,973 2,762,831 3,763,884 5,938,172 5,355,460 5,068,194 6,070,825 6.023.248
Industri
Tekstil - - - - - 274,160 381,440 1.307.610
Industri
Kertas 692,737 805,397 766,549 804,202 471,751 1,680,304 1,106,227 2,272,443
METALURGI 144,907 123,226 134,393 220,666 236,802 225,907 122,827 160.490
Briket 29,963 38,302 36,799 31,265 24,708 24,976 23,506 28,267
Lain - Lain 2,600,550 2,573,355 5,545,609 2,407,667 3,792,481 4,715,840 5,237,639 417,583
Jumlah 15,659,471 19,350,828 24,190,847 28,567,228 31,783,364 35,799,436 36,434,791 35.341.816
Sumber : - Hasil Survei Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA), 2006
- Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara (DPPMB), 2006
perkembangan yang meningkat sejalan dengan kondisi produksi perusahaan yang mengalami
turun naik. Tahun 1998 tercatat 144,907 ribu ton, meningkat hingga mencapai 236,802 ribu ton
pada tahun 2002, namun kemudian menurun hingga 112,827 ribu ton tahun 2005.
Di samping industri metalurgi, masih banyak industri lainnya yang menggunakan batubara
sebagai
bahan bakar dalam mendukung proses produksinya, antara lain industri makanan, kimia,
pengecoran logam, karet ban, dan lainnya. Di Propinsi Banten dan Jawa Barat ada 21
perusahaan yang telah menggunakan batubara dengan total kebutuhan diperkirakan mencapai
416.708 ton untuk tahun 2005.
4.2.6 Briket Batubara
Dari data tahun 1998 2005, perkembangan briket batubara berfluktuatif, namun cenderung ada
peningkatan. Konsumsi terendah sebesar 23.506 ton pada tahun 2004 dan tertinggi pada
mencapai 38.302 ton tahun 1999. Pada sisi lain potensi konsumsi BBM yang dapat disubstitusi
briket
batubara untuk IKM dan rumahtangga sebesar 12,32 juta ton, dan jumlah optimisnya sebesar 1,3
juta ton per tahun atau ekivalen dengan 936.000 kilo liter minyak tanah per tahun. Kondisi pasar
akan menentukan bagaimana prospek perbriketan batubara di Indonesia sebagai bahan
alternative substitusi minyak tanah khususnya, bersama-masa dengan energi alternative lainnya
seperti bahan bakar nabati (biofuel) dan LPG.
4.2.7 Upgrading Brown Coal, Gasifikasi, dan Pencairan Batubara
Terkait dengan upaya ketahanan bauran energi nasional, adalah pengembangan teknologi
batubara, dimana skala pilot plantnya dikembangkan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara (tekMIRA) meliputi antara lain upgrading brown coal (UBC), gasifikasi, dan pencairan
batubara. Direncanakan tidak lama lagi akan dirintis ke arah demo plant sebelum skala
komersialisasi.
4.3 Perkembangan Ekspor
Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain dipicu oleh
booming harga dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri yang menggunakan
bahan bakar batubara, serta kran ekspor China ditutup. Hal ini yang mengantarkan Indonesia
sebagai pemasok (eksportir) terbesar pada tahun ini menyaingi Australia dan Afrika Selatan.
Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada
tahun 2005 tercatat sebesar 106,767 juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar
16,00%. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar
95,36%
dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang BUMN sebesar 2,52% dan KP
sebesar
2,12%.
5. MASA DEPAN
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi
permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih
melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini
berbahan
bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
5.1Proyeksi Penyediaan-Permintaan (Supply-Demand)
Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun
1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik
ratarata
15,68 % per tahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti
kecenderungan (trend) tersebut di atas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat
menjadi sekitar 628 juta ton.
Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi PLTU, industri
semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumahtangga. Dalam kurun waktu 19982005,
konsumsi batubara di dalam negeri berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi
batubara
tercatat 35,342 juta ton, di antaranya, 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,84% dikonsumsi industri
semen, dan
6,43% dikonsimsi industri kertas. Dari karakteristik tersebut dan adanya rencana pemanfaatan
batubara melalui pengembangan teknologi UBC, gasifikasi, dan pencairan, maka diproyeksikan
pada tahun 2025 kebutuhan batubara dalam negeri akan mencapai sekitar 191,130 juta ton.
Sedangkan dari trend ekspor batubara yang peningkatannya sangat signifikan sekitar 16,00%
pertahun, maka pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 438 juta ton.
Kondisi tersebut tidak diharapkan, karena tidak sejalan dengan rencana pengembangan
batubara Indonesia. Untuk tahun 2025, jumlah rencana produksi sebesar 318 miliar ton untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 214 miliar ton dan untuk memenuhi permintaan luar
negeri sebesar 104 miliar ton.
Kunci perbedaan dari kedua proyeksi tersebut terletak pada penjualan ke luar negeri. Sehingga
agar
rencana pengembangan batubara Indonesia dapat terealisasi, maka perlu membuat kebijakan
pengendalian produksi melalui pembatasan penjualan ke luar negeri dan jaminan pasokan untuk
kebutuhan dalam negeri yang tercantum di dalam kontrak harus dilaksanakan.
GAMBAR 5.1
POYEKSI PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI BATUBARA INDONESIA
TAHUN 2006 - 2025
41 44
65
97
135
181
109 118
168
243
333
438
150 162
233
343
474
628
0
100
200
300
400
500
600
700
2005 2006 2010 2015 2020 2025
Tahun
Milyar Ton Penjualan DN
Penjualan LN
Produksi
GAMBAR 5.1
POYEKSI PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI BATUBARA INDONESIA
TAHUN 2006 - 2025
41 44
65
97
135
181
109 118
168
243
333
438
150 162
233
343
474
628
0
100
200
300
400
500
600
700
2005 2006 2010 2015 2020 2025
Tahun
Milyar Ton Penjualan DN
Penjualan LN
Produksi
ndonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Batubara
yang banyak diekspor adalah batubara jenis sub-bituminus yang dapat merepresentasikan
produksi batubara Indonesia. Produksi batubara Indonesia meningkat sebesar 11.1% pada tahun
2003 dan jumlah ekspor meningkat sebesar 18.3% di tahun yang sama. Sebagian besar cadangan
batubara Indonesia terdapat di Sumatra bagian selatan. Kualitasnya beragam antara batubara
kualitas rendah seperti lignit (59%) dan sub-bituminus (27%) serta batubara kualitas tinggi
seperti bituminus dan antrasit (14%).
Sekitar 74% dari batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta. Satusatunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Tambang Bukit Asam, menghasilkan sekitar 10
Mt (hanya 9% dari total produksi batubara Indonesia pada tahun 2003) dari penambangan
terbuka. Bandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima
Coal, serta PT Arutmin yang dapat memproduksi batubara hingga di atas 10 Mt pada tahun yang
sama. Terlihat ironis bukan? Perusahaan penambangan batubara milik negara kalah produksi
oleh perusahaan swasta.
Operasi penambangan batubara seringkali dituduh menyebabkan kerusakan lingkungan.
Penambangan batubara diperkirakan menyebabkan kerusakan pada kurang lebih 70 ribu hektar
tanah. Pada beberapa area, limbah cair dibuang pada sungai terdekat yang pada akhirnya
mencemari sumber air warga sekitar. Dampak lingkungan serta permintaan akan kontribusi
perusahaan pertambangan yang lebih besar kepada perkembangan masyarakat telah
menyebabkan munculnya permintaan akan ditutupnya operasi penambangan batubara. Salah satu
hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengrusakan lingkungan oleh operasi penambangan
batubara adalah dengan lebih memperketat regulasi yang berkaitan dengan penambangan
batubara, disinilah peran besar pemerintah. Pemerintah merespon permasalahan ini dengan
memberikan komitmen bahwa operasi penambangan batubara akan merujuk pada peraturan
pemerintah mengenai keselamatan lingkungan. Sebagai contoh, pada tahun 1999 diterbitkan PP
no 18 yang mengatur mengenai tata cara pemrosesan limbah berbahaya dan beracun. Peraturan
ini mengharuskan perusahaan pertambangan untuk memproses limbah yang dihasilkan hingga
mencapai derajat kebersihan yang sangat tinggi dengan standar kemurnian air yang 5 kali lebih
ketat dibandingkan Amerika Serikat maupun Kanada. Akan tetapi, penerapan regulasi ini pada
akhirnya ditunda karena pemerintah mengevaluasi ulang kemampuan teknologi yang dimiliki
oleh perusahaan pertambangan di Indonesia dan ternyata dibutuhkan penyesuaian. Belum lagi
adanya penambangan batubara ilegal. Para penambang ilegal mengabaikan ketentuan yang
berkaitan dengan lingkungan dan keselamatan serta menjual batubara dengan harga yang lebih
rendah. Pemerintah diharapkan dapat mengambil sikap dan menuntut para penambang ilegal ini.
Pemerintah sendiri memiliki ketertarikan yang besar dalam mengembangkan teknologi
pemanfaatan batubara untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh batubara.
Usaha untuk mengembangkan Clean Coal Technology (CCT) telah memasukkan kerjasama
dengan pihak asing untuk mempelajari efek-efek yang mungkin muncul dari penggunaan
batubara dan untuk mencari cara baru agar pembangkit listrik yang berbasis pembakaran
batubara dapat memenuhi ketentuan lingkungandari segi emisi. Ini suatu itikad baik yang
ditunjukkan oleh pemerintah mengingat permasalahan yang menyangkut emisi yang dihasilkan
oleh batubara dapat mengurangi visibilitas digunakannya batubara sebagai sumber energi.
Masalah sumber energi pun sedang menjadi fokus utama pemerintah berkaitan dengan naiknya
harga minyak bumi. Pada dasarnya, cadangan batubara Indonesia memang jauh lebih besar
dibandingkan dengan cadangan minyak bumi maupun gas alam sehingga pemerintah kini mulai
melihat batubara sebagai sumber energi alternatif yang murah. Batubara selama ini telah
digunakan sebagai bahan bakar pada pabrik semen dan pabrik baja, apa salahnya jika batubara
digunakan untuk membangkitkan listrik? Apabila hal ini dapat dilakukan, subsidi pemerintah
untuk BBM dapat berkurang (saat ini subsidi memang tidak mencukupi akibat kenaikan harga
minyak bumi dan peningkatan konsumsi BBM). Dalam 3 tahun mendatang diharapkan telah
berdiri PLTU Batubara dengan kapasitas daya listrik yang dapat dihasilkan sebesar 10000 MW.
Tampaknya untuk mewujudkan hal itu, pemerintah dan industri pertambangan batubara harus
bekerja lebih keras. Dengan perkiraan heating value batubara Indonesia yang berada pada
kisaran 5000 sampai 7000 kal/kg, berapa banyak batubara yang harus diproduksi untuk
menghasilkan listrik 10000 MW? Apakah perusahaan pertambangan di Indonesia dapat
menemukan cara untuk menambang batubara tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan?
Tampaknya jawaban pertanyaan di atas adalah TIDAK. Atau mungkin BELUM. Tanah yang
dikeruk, polusi yang disebabkannya, serta bekas yang ditinggalkannya masih akan menjadi
masalah lingkungan di kemudian hari. Mungkin saat ini yang bisa dilakukan adalah
meningkatkan kinerja unit-unit penanganan limbah sekaligus melakukan transfer teknologi
terkait dengan keterbatasan yang kita miliki dalam teknologi penambangan, mengurangi
penambang-penambang ilegal, dan secara bertahap melakukan rehabilitasi lahan pertambangan
yang telah ditinggalkan. MENGAPA? Karena lebih tidak mungkin menghentikan penambangan
batubara yang saat ini diharapkan bisa menjadi penyelamat bagi krisis energi yang melanda
Indonesia.
Kekayaaan sumber daya alam di Indonesia sangatlah kaya. Baik yang ada di laut
berupa ikan, terumbu karang, keindahan dasar lautnya. Kekayaan alam daratnya
lebih banyak lagi, mulai dari flora, fauna, batu-batuan mulia, serta pertambangan.
Secara objektif kekayaan alam tersebut dibagi 2: kekayaan alam yang dapat
diperbaharui (renewable resources) dan tidak dapat diperbaharui (unrenewable
resources). Bila kita melihat Indonesia ini seperti zambrud di dunia. Saking suburnya
apa saja yang ditanam akan tumbuh dengan baik. Pola kegiatan ekonomi di
Indonesia sangat beragam, wisata sosial budaya, pertanian, perikanan,
pertambangan. Sehingga kalau dilihat secara kekayaan yang ada di Indonesia
seharusnya tidak ada orang miskin, karena semua yang ada di Indonesia dapat
dimanfaatkan.
Kebanyakan daerah di Indonesia saat ini, sebagian besar sumber ekonominya
mengandalkan sektor pertambangan, mulai dari Aceh sampai ke Papua. Sangat
disayangkan pengelolaan sumber daya alam tersebut diserahkan kepada pihak
swasta/asing. Pemerintahan daerah hanya menarik pajak dari apa yang diambil oleh
pihak-pihak swasta/asing tersebut. Sadar apa tidak pengelolaan seperti itu harus
dikelola oleh pemerintah daerah sendiri. Karena pajak yang diambil dari
pertambangan tersebut tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan yang
didapat oleh pihak tersebut. Kalau dihitung secara persentasi nilai uang pajak yang
ditarik oleh pemerintah kecil sekali, bayangkan saja kalau pemerintah dapat uang
pajak dari tambang Rp. 100 milyar pengelola tambang dapat membawa kekayaan
hasil tambang senilai Rp. 1 triliyun, atau mungkin lebih besar lagi dari perkiraan
saya. Saya lebih tertarik membahas pertambangan yang ada di Kalimantan, soal
dampak dan manfaatnya.
Menurut saya pribadi, pertambangan pada wilayah Pulau Kalimantan khususnya
Kal-Sel tidak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan. Banyak jalan yang rusak,
korban akibat kelalaian pengendara emas hitam sudah sangat banyak, dan yang
paling riskan adalah dampak kesehatan bagi masyarakat rute lalu lintas tersebut.
Secara ekonomi pertambangan emas hitam sangat menggiurkan masyarakat
sekitar, karena dapat mengangkat ekonomi keluarganya. Orang-orang sekitar
wilayah pertambangan bisa sugih manggasut karena adanya kegiatan ini, tetapi
mereka tidak menyadari dampak panjangnya. Inilah kebodohan masyarakat kita,
mereka terbuai akan materi sesaat.
Adanya pertambangan hanya akan menguntungkan orang-orang yang mempunyai
modal besar. Untuk beberapa puluh tahun akan datang masyarakat memang
mendapatkan keuntungan yang besar. Keluarga mereka bisa bekerja, dan terbalik
dari keadaan mereka sebelumnya yang dulunya bekerja sebagai petani, berkebun,
dan sebagainya. Mereka bisa membeli motor bahkan mobil, dan paling hebat
mereka dapat membangun rumah dari batu. Pertambangan yang mereka buka,
biasa dengan membuka lahan hutan lindung. Akibatnya hutan akan kehilangan
fungsinya.
Hutan merupakan paru-paru dunia yang dapat menyeimbangkan oksegen di udara
yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Selain itu, hutan merupakan tempat
hidup dan sumber makanan bagi manusia dan hewan. Fungsi lain hutan adalah
sebagai penadah air hujan sehingga dapat meresap ke dalam tanah. Secara rinci
hutan dapat berfungsi sebagai berikut:
Memproduksi hasil hutan seperti kayu dan rotan
Mengatur keberadaan air di muka bumi ini
Mengatur kesuburan tanah
Mempengaruhi unsur-unsur klimatogis seperti hujan, suhu, panas matahari,
angin dan kelembaban
Menampung hewan dan tumbuhan di bumi
Karena hutan menjadi sumber utama kebutuhan manusia dan mudah
didayagunakan oleh manusia maka hutan telah banyak mengalami kerusakan.
Bentuk kerusakan hutan ini yang di akibatkan oleh kegiatan manusia, seperti
pengalihan fungsi hutan untuk menjadi daerah pertambangan (legal mening
maupun ilegal mening), serta ilegal logging akibat terjadi penyempitan lahan.
Menurut para ahli lingkungan saat ini setiap satu menit sekitar 22 hektar hutan
tropis di dunia musnah di antaranya sebagian hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Setiap tahun, sekitar enam juta hektar hutan berubah menjadi lahan kritis.
Jadi, jangan heran kalau daerah-daerah yang dulunya tidak mendapat bencana kini
mengalami bencana. Bukan tanpa sebab, ini akibat oleh kepentingan manusia itu
sendiri. Ekosistem alam mereka ganggu, sehingga dahulunya hutan yang berfungsi
menyimpan air di daerah aliran sungai (DAS), seperti kawasan pahuluan sudah
mulai gundul. Sehingga hutan tidak berfungsi baik. Bahkan, kalau dibandingkan
dengan zaman sebelum kemerdekaan atau tepatnya masa Kolonial Belanda, lebih
masa kolonial dalam pengelolaan alam. Sekejam-kejamnya orang Belanda pada
masa nenek moyang kita, lebih kejam orang-orang pribumi sekarang dalam
pengelolaan alam.
Orang Belanda dalam mengekpolisasi kekayaan tambang di daerah Banjar masih
memperhatikan kondisi lingkungan alam, dengan membuka lahan di daerah
pegunungan di Pengaron. Sekarang pertambangan di Kal-Sel terutama batu bara
sudah sangat memprihatinkan, hampir semua kabupaten sudah di kapling tanahtanahnya oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dalam hal tambang.
Mereka tidak peduli akan kelestarian lingkungan hidup, tambang batu bara yang
sudah habis ditinggalkan begitu saja. Kata orang, yang melihat hutan kalimantan
dari pesawat sudah tidak hijau lagi. Banyak daerah hutan sudah gundul, baik karena
akibat ilegal logging maupun bekas area pertambangan.
Seperti kata sebuah artikel pada rubrik disebuah koran. Masyarakat kita tidak perlu
kaya mendadak tetapi mengorbankan lingkungan dan membuat anak cucu kita
menderita, apalagi yang kaya cuma sebagian orang. Dalam era Hari Pendidikan
Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional, untuk para pemimpin daerah janganlah
terlalu menguras tambang batu bara yang ada di bumi kalimantan selatan ini. Boleh
saja memanfaatkan sumber daya alam yang ada, tetapi harus penyeimbangannya.
Jangan sampai daerah Kalimantan Selatan ini menjadi gurun pasir seperti di Afrika.
Dan jangan hasil tambang alam ini di manfaatkan untuk kepentingan sendiri. Lebih
baik digunakan untuk keperluan dalam daerah misalnya untuk bahan bakar listrik
yang sering byar-pet.
Masyarakat Kal-Sel jangan terbuai akan keuntungan yang diberikan para
pengusaha, baik itu pemerintahnya dan masyarakat sekitarnya. Kalau kita berpikir
panjang pastilah kita tidak akan mengizinkan ekplolisasi kekayaan hasil tambang
yang ada di daerah kita masing-masing. Secara ekonomi jangka pendek masyarakat
banyak mengalami untung dari para penambang tersebut. Dengan pendekatan
agama, para penambang tersebut membuat simpati warga masyarakat sekitar area
pertambangan, mereka mendekati tokoh ulama dan tokoh masyarakat. Mereka
membantu pembuatan mesjid, langgar, mushala, pesantren, dan lain-lain.
Lalu dimana letak masalahnya akan merugikan masyarakat, sedangkan dengan
adanya kegiatan tersebut akan meningkatkan aktifitas keagamaan. Sekarang
masyarakat dan pemerintah setempat harus berpikir, berapa anggaran yang
dikeluarkan untuk pembangunan tempat ibadah tersebut yang keluar keluar dari
para bos besar tambang. Kecil sekali dari keuntungan yang mereka dapat. Setelah
masyarakat terbuai akan kenikmatan materi sesaat, para bos semakin kaya dengan
menguras habis sumber daya alam yang ada di Kal-Sel ini. Mereka membeli
apartemen, membangun rumah mewah pulau Jawa, dan berinvestasi dibidang lain.
Masyarakat tidak tahu berapa kekayaan daerah mereka telah dikeruk. Yang pasti
mereka dapat hidup dengan nyaman dalam rumah batu mereka, bisa makan
dengan enak, tidur ditempat tidur mewah (spring bed), bisa beli mobil. Setelah
beberapa puluh tahun, alam mereka telah habis tambangnya, hutan mereka
hancur, banyak lubang-lubang galian bekas area tambang. Lalu mereka pun kini
telah berhenti sebagai pekerja tambang karena tidak ada lagi aktifitas
pertambangan lagi. Uang pesangon mereka hanya cukup untuk 1 atau 2 tahun.
Mobil yang dulu mereka beli dijual karena tidak sanggup lagi untuk membiayai
pajak serta perawatannya.
Inilah kenyataan yang mereka hadapi, anak-cucu mereka menderita karena olah
mereka sendiri. Mereka menikmati bencana yang dibuat sendiri, musim hujan
kebanjiran musim kemarau kekeringan. Sedangkan para bos tambang dengan
enaknya duduk-duduk, makan enak, jalan-jalan dengan hasil investasi mereka.
Mereka hidup dengan nyaman di pulau Jawa, sedangkan kita hanya menikmati
penderitaan, karena tidak pindah lagi. Mari masyarakat Kal-Sel jangan biarkan
orang-orang luar mengelola tambang kita, mereka hanya ingin menguras kekayaan
saja