You are on page 1of 28

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU

Disusun Oleh :
Bertha Sopi A

(1002.14201.026)

Cicik Dwi

(1002.14201.027)

Desianti

(1002.14201.028)

Nurul Hidayati

(1002.14201.055)

Sitti Ramlah A. Uar

(1002.14201.071)

Mahan Ronji (1002.14201.048)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2011

KATA PENGANTAR.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun atas dasar
tugas dari mata kuliah Respiratory System, yang akan membahas mengenai
Asuhan Keperawatan dengan penyakit Abses Paru.
Asuhan Keperawatan ini terselesaikan atas partisipasi dan sumbangsih
dari berbagai pihak, sehingga kami tidak lupa menyampaikan ucapan
terimakasih khususnya kepada Ibu Ns. Nurma S.kep selaku pembimbing dan
teman-teman yang telah bersedia membantu demi tersusunnya makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunannya makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, itu semua tidak luput dari kodrat kami sebagai manusia
biasa yang tidak luput dari suatu kesalahan dan kekeliruan.Sehingga kritikan dan
masukan yang bersifat membangun dari pembaca merupakan sesuatu yang
berharga demi perbaikan kedepannya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin!

Malang,11 juni 2011


(Penyusun)

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

.......................................................................

KATA PENGANTAR

........................................................................ ii

DAFTAR ISI

....................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah

................................................... 3

1.3. Tujuan

................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Defenisi Abses

................................................... 4

2.2. Etiologi Abses Paru

................................................... 4

2.2.1 etiologi khusus

................................................... 4

2.2.2 faktor predisposisi

................................................... 6

2.3. faktor Predisposisi

................................................... 7

2.4. Pathofisiologi Abses Paru ................................................... 8


2.5. Manifestasi Klinik

................................................... 9

2.6. pemeriksaan diagnosa

................................................... 9

2.7. penatalaksaan

................................................. 10

2.8. komplikasi

................................................. 11

2.9. pencegahan

.................................................. 12

2.10. pohon masalah

............................................... 13

BAB III: Asuhan Keperawatan


3.1. Pengkajian

................................................. 14

3.2. Rencana Tindakan

................................................. 15

BAB IV: PENUTUP


4.5. Kesimpulan

................................................. 22

4.6. Saran

................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Abses paru merupakan salah satu penyakit yang terjadi di paru yang

kaitannya dengan saluran pernafasan dimana terjadinya kematian sebagian


jaringan paru akibat adanya pembentukan suatu kavitas atau rongga yang berisi
prulent baik cairan yang terjadi akibat terjadinya infeksi bakteri yang berasal dari
penyakit awal serbagai faktor predisposisi baik di saluran pencernaan, saluran
pernafasan atau adanya penyalahgunaan alcohol.
Pravelensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernafasan, saluran
pencernaan, bases paru pada umumnya berhubungan dengan karies gigi,
epilepsi tak terkontrol, serta terjadinya gangguan respon imun. mikroorganisme
penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang
berasal dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk kuman aerob dan
anaerob seperti Streptokokus, Basil fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan lain-lain.
Factor terjadinya abses paru merupakan respon dari paru terhadap penyakit
yang telah ada sebelumnya, terutama akibat dari penyakit yang terdapat pada
saluran nafas bagian atas.
Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru
bersama-sama dengan material yang terhirup. Material yang terhirup akan
menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul atelektasis yang disertai
dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul
pneumonia. Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman
komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah,
akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran
nafas menurun sehingga terjadi keradangan,

Proses keradangan yang

menyebar hingga parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi.


Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi,
sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan

yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah
menjadi proses yang kronis atau menahun.
Pada penularannya angka kejadian abses paru lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan, terutama pada pasien usia lanjut karena
peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia
dan aspirasi. Sedangkan pada pengguna alkohol tinggi

dilaporkan rata-rata

penderita abses baru berusia 41 tahun. Angka kejadian Abses Paru berdasarkan
penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk
rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Childrens
Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anakanak yang MRS.
Setelah berkembangnya dunia kedokteran dan pengobatan dengan
ditemukannya pengobatan antibiotic angka kematian akibat abses paru dapat
ditekan, dimana terjadi penurunan sekitar ngka kematian yang disebabkan oleh
Abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika sampai 15
20 % pada era sekarang. Namun apabila penderita dengan factor predisposisi
yang lebih dari satu maka resiko kematian lebih tinggi. Pada bebrapa tahun
belakangan ini dengan menungkatnya kasus HIV yang menyerang imunitas
menyebabkan angka kematian akibat abses paru kembali meningkat.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai abses paru, dalam makalah kami
mencoba untuk mengulas lebih lanjut bersertai dengan penatalaksaan dan suhan
keperawatan pada abses paru.

1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan abses paru?

1.3.

Tujuan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dengan kelainan
abses paru
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini antara lain

Untuk mengetahui definisi abses paru

Untuk mengetahui penyebab terjadinya abses paru.

Mengetahui bagaimana manisfestasi klinik pada abses paru

Mengetahui pathofisiologi dari abses paru

Untuk mengetahui penatalaksana dari abses paru

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Abses Paru
Abses paru adalah suatu kavitas atau rongga dalam jaringan
paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat
proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila
diameter kavitas <2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan necrotising pneumonia.
Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik
berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial
diagnosea sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan
mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi.
Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi,
epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan
alkohol.Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan
gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau
komplikasi dari paska obstruksi.Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman
aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab
abses paru.
2.2. Etiologi Abses Paru
2.2.1. Etiologi khusus
Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru
sesuai dengan urutan frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
adalah:
1. Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)
2. Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu
3. Perluasan abses subdiafragmatika
4. Berasal dari luka traumatik paru

5. Infark paru yang terinfeksi


Pravelensi

tertinggi

berasal

dari

infeksi

saluran

pernafasan,

mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam


kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk kuman
aerob dan anaerob seperti Streptokokus, Basil fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan
lain-lain.
Finegold SM dan Fishman JA (1998) mendapatkan bahwa organisme
penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher MI dan
Beadry PH (1990) mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses
paru terbanyak adalah stapillococous aureus.
Kuman penyebab abses paru menurut Asher MI dan Beadry PH (1990) antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Staphillococcus aereus: Haemophilus influenzae types B, C, F, and
nontypable;

Streptococcus

viridans

pneumoniae;

Alpha-hemolytic

streptococci; Neisseria sp; Mycoplasma pneumoniae


2. Kuman Aerob: Haemophilus aphropilus parainfluenzae; Streptococcus
group B intermedius; Klebsiella penumonia; Escherichia coli, freundii;
Pseudomonas

pyocyanea,

aeruginosa,

denitrificans;

Aerobacter

aeruginosa Candida; Rhizopus sp; Aspergillus fumigatus; Nocardia sp;


Eikenella corrodens; Serratia marcescens
3. Sedangkan
intermedius,

kuman

Anaerob:

saccharolyticu;s

Bacteroidesmelaninogenicus

Peptostreptococcus
Veillonella

oralis,

fragilis,

sp

constellatus

alkalenscenens;

corrodens,

distasonis,

vulgatus ruminicola, asaccharolyticus Fusobacterium necrophorum,


nucleatum Bifidobacterium sp.
Sedangkan Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammondetal
(1995) adalah:

1. Anaerob:

Provetella

Fusobacterium

sp;

sp;

Porphyromonas

Anaerobic

cocci:

sp;

Bacteroides

Microaerophilic

sp;

streptococci;

Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes.


2. Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp;
Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-negative cocci
Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi
yang berhubungan dengan Abses paru:
1. Bacteria

Anaerob;

Pseudomanas

Staphylococcus

aeruginosa

streptocicci,

aureus,

Enterbacteriaceae,

Legonella

spp,

Nocardia

asteroides, Burkholdaria pseudomallei


2. Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium complex, M.
Kansasii.
3. Fungi:

Aspergillus

spp,

Mucoraceae,

Histoplasma

capsulatum,

Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis homini


4. Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides
stercoralis (post-obstructive)
2.2.2. Faktor Predisposisi Abses Paru
Faktor predisposisi paru atau faktor terjadinya abses paru merupakan
respon dari paru terhadap penyakit yang telah ada sebelumnya, terutama
akibat dari penyakit yang terdapat pada saluran nafas bagian atas. Faktor
predisposisi abses paru yaitu antara lain:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan. Infeksi mulut, tumor laring yang
terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru yang terinfesi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu Pada paralisa laring,
aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan
ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah,
pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus.
Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan

mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru
kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segment
apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru kanan,
hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru
bersama-sama dengan material yang terhirup. Material yang terhirup akan
menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul atelektasis yang disertai
dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul
pneumonia.
2.3. Klasifikasi Abses Paru
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan kemungkinan
penyebabnya. Berdasarkan durasinya, abses paru terbagi menjadi dua yakni
1.

Abses paru akut


Suatu abses didefenisikan sebagai abses akut jika pasien terkena
dengan gejala yang timbul memiliki durasi kurang dari 2 minggu. Pada
beberapa pasien dengan abses paru akut ditemukan sejumlah spesies
bakteri yang diidentifikasi perpasien drengan jumlah rata-rata adalah
2,3 dengan bakteri anaerob terisolasi di 44% kasus, sedangkan 19%
bakteri aerob, dan campuran antara aerob dan anaerob sejumlah 22%
kasus yang terjadi. Sisa kasus lainnya disebabkan oleh pathogen tak
dikenal atau Mycobacterium tuberklosis.

2.

Abses paru kronik.


Abses paru kronik ditandai dengan adanya gejala yang berlangsung
selama lebih dari 4 sampai 6 minggu lebih yang disebabkan karena
neoplasma atau infeksi dengan agen anaerobic yang kurang virulen.

Sedangkan klasifikasi abses paru berdasarkan penyebab terjadinya dibagi


menjadi dua yaitu:
1. Abses paru primer
Abses

primer

muncul

karena

nekrosisi

parenkim

paru

(akibat

pneumonitis, infeksi, dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang


normal.
2. Abses paru sekunder

Pada abses paru tingkat ini disebabkan karena kondisi sebelumnya


seperti septic emboli ( misalnya pada penderita miokarditis sisi kanan),
aobstruksi bronkus yang disebabkan aspirasi benda asing, bronkiektasis,
ataupun pada kasus immunocompromised.
2.4. Pathofisiologi Abses Paru
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari
suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan
likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir
proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan
nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus
terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke
rongga pleura maka terjadi empyema.Terjadinya abses paru disebutkan sebagai
berikut :
a)

Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita


dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak
parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus,
maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru
selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau
dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum)
misal abses hepar.

b)

Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis


dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan
supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang
mengalami infeksi sekunder.

c)

Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai


proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang
belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena
pembesaran kelenjar limphe peribronkial.

d)

Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker


bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah,

sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk
abses.

2.5. Manifestasi Klinis Abses Paru


Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala
pneumonia pada umumnya yaitu:
1. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang
dijumpai dengan temperatur > 400C.
2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga
abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk
yang khas (Foetor ex oroe)
3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40
75% penderita abses paru.
4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada
5. Batuk darah
6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat
badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada
perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta
takikardi.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat
lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan
sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan
meningkat > 58 mm / 1 jam.

b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan


KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan
antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan

kultur

bakteri

dan

test

kepekaan

antibiotika

merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan


etiologis serta tujuan therapi.
d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2
dalam darah arteri
2. Radiologi
Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tandatanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan
ukuran 2 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru
kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air
fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda
konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi
dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir
secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisasisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat
dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga
abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan
bawah.
3. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi
drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
2.7. Penatalaksanaan Abses Paru
Penatalaksanaan

Abses

paru

harus

berdasarkkan

pemeriksaan

mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi
berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada
abses paru :

1. Medika mentosa.
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era
antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai
peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35%
kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi
antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan
Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah
kombinasi Imipenem dengan Lactamase inhibitase pada penderita dengan
pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian
antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita
diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas,
jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15
menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada
penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
2.8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang timbul adalah :

a. Empyema: terjadinya pelebaran ruang udara bronkus terminalis disertai


kerusakn

dinding

alveoli

akibat

buruknya

darinase

sehingga

mengakibatkan rupture pada segmen lain infeksi berkelanjutan.


b. Abses otak; sama seperti abses paru namun terdapat diotak merupakan
komplikasi akibat dari factor predisposisi.
c. Atelektasis terjadinya pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
d. Sepsis merupakan komplikasi yang paling serius karena merupakan
salah satu penyebab kematian akibat peradangan yang terjadi diseluruh
tubuh akibat infeksi.
2.9. Pencegahan
Fokus utama yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya abses
paru adalah dengan meminimalasir faktor penyebab utama dan faktor
predisposisi pada abses paru yakni dengan menjaga kebersihan dan kesehatan
mulut seperti meminimalisir terjadinya karies gigi, gingivitis, pemakaian atau
konsumsi alkohol serta penyalahgunaan obat dan penyakit-penyakit periodontal
bisa

menyebabkan

kolonisasi

bakteri

pathogen

orofaring

yang

akan

menyebabkan infeksi saluran nafas sampai dengan terjadinya abses paru.


Apabila seseorang yang telah terserang infeksi paru akut harus segera
diobati sebaik mungkin terutama pada awalnya telah didapati mengalami faktor
yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti pada pasien manula yang dirawat
di rumah, batuk disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun
dan pasien dengan ventilasi mekanik. Sebaiknya menghindari pemakaian
dengan anestesi umum pada tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan operasi
sinus para nasal akan menurunkan insiden abses paru.

2.10. Pohon masalah dari abses paru

Aspirasi berulang bakteri terjebak disaluran


nafas bawah. Proses lanjut pneumonia
inhalasi bakteri

Bakteri mengadakan multiplikasi dan


merusak parenkim paru

Zat pirogen dilepaskan


oleh leukosit pada jaringan

Proses peradangan

dikelilingi jaringan
granulasi

panas

gangguan rasa
nyaman: hipertermi

Ujung saraf paru


tertekan

gangguan rasa
nyaman: nyeri

proses nekrosis

produksi sputum
difusi- ventilas
terganggu

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

Gangguan pemenuhan
nutrisi

Gangguan pola nafas


tidak efektif

kadar O2 turun

Gangguan
pertukaran gas

Kelemahan fisik

Intoleran aktifitas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU
3.1. Pengkajian

Anoreksia (penurunan
nafsu makan)

1. Kaji riwayat faktor resiko seperti: Adanya riwayat aspirasi, infeksi saluran
nafas (radang mulut, gigi dan gusi, tenggorokan), oral higiene yang
kurang, peminum minuman keras atau masuknya suatu benda kedalam
saluran pernafasan.
2. Kaji adanya riwayat penyakit infeksi saluran nafas kronis seperti TBC,
Bronkitis, Abses hepar
3. Kaji adanya batuk dengan sputum yang berlebih serta bau yang khas
serta batuk darah, nyeri yang dirasakan didalam dada, kelelahan, nafsu
makan yang menurun
4. Pengkajian paru:
Inspeksi: Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan
kelelahan, adanya jari tabuh, adanya dispnea. takikardi
Palpasi: Adanya perbedaan vocal fremitus di daerah yang terinfeksi
panas badan yang meningkat diatas normal, naiknya tekanan vena
jugularis (JVP),
Perkusi: Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi
Auskultasi: Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai
suara tambahan kasar sampai halus.
5. Pemeriksaan tambahan terutama laboratorium yang terjadi peningkatan
angka leukosit dan laju endap darah serta terjadinya penurunan tekanan
O2 arteri, rontgen dada terlihat kavitas dengan dinding tebal dengan
tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya yang tampak jelas lagi dengan
pemeriksaan CT-Scan dada. Adanya masa tumor atau benda asing dalam
pemeriksaan bronkoskopi.

3.2. Perencanaan Tindakan

I.

Hiperthermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi


endotoksin pada hipothalamus
1.

Dapat ditandai dengan:

Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan


normal >37 atau kadang hingga >40 drajatr cecius

2.

Kulit kemerahan

Hangat waktu disentuh

Peningkatan tingkat pernafasan.

Takikardi

Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan

3.

Kriteria hasil:
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan dengan hipertermi.

4.

Rencana tindakan:

Pantau

suhu

pasien

(derajat

dan

pola);

perhatikan

menggigil/diaforesis

II.

Pantau suhu lingkungan

Berikan kompres hangat

Kolaborasi: Antipiretik, Antibiotik

Tidak

efektif

bersihan

jalan

nafas

berhubungan

dengan

bronkokonstriksi, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,


batuk tak efektif, dan infeksi bronkopulmonal
1.

Dapat ditandai dengan:

Pernyataan kesulitan bernafas

Perubahan atau kecepatan pernafasan, penggunaan otot


aksesori

2.

Bunyi nafas tidak normal

Batuk.

Tujuan :

Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih dan


jelas.
3.

Kriteria hasil : Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan


jalan nafas (batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret).

4.

Rencana Tindakan :

Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan


ekspirasi

Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas bronchial

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Tinggikan kepala


tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur

Bantu latihan nafas abdomen

Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk


efektifan upaya batuk

Tingkatan masukan cairan sampi 3000 ml/hari sesuai toleransi


jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara
sebagai penganti makan

III.

Berikan obat sesuai indikasi

Ajarkan dan anjurkan fisioterapi dada, postural drainase

Awasi AGD, Foto thorax

Kolaborasi: Bronkodilator, Antibiotika, Drainase Bronkoskopi

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya


ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam
pembentukan kavitas pada paru.
1.

ditandai dengan

Peningkatan frekuensi pernafasan

Irama nafas irregular

Nafas dalam dengan bantuan otot pernafasan

Suara nafas rendah

2.

Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

3.

Kriteria hasil

4.

Frekunsi nafas dalam batas normal 16-24 kali/menit

Irama nafas regular

Tidak terdapat bantoan otot pernafasan

Suara nafas kembali normal

Rencana tindakan

Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan


setiap perubahan yang terjadi

Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi


duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.

Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR


dan respon pasien).

Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif.

Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan


obat-obatan serta foto thorax.

IV.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai


oksigen dan kerusakan alveoli.
1.

2.

Dapat ditandai dengan:

Dypsnea

Bingung/gelisah

Ketidak mampuan mengeluarkan sekret

Nilai AGD tidak normal

Perubahan tanda vital

Penurunan toleransi terhadap aktifitas


Tujuan :

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat


dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
3.

Kriteria :

GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 1220x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60100x/mt, tidak dispneu.
4.

Rencana Tindakan :

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan


otot aksesori, ketidakmampuan berbincang

Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi


yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan
sesuai kebutuhan dan toleransi .

Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa

Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada


indikasi

Awasi tingkat kesadaran / status mental

Awasi tanda vital dan status jantung

Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik


dan Bantu intubasi

V.

Nyeri berhubungan dengan Inflamasi parenkhim paru, Reaksi seluler


terhadap sirkulasi toksin, Batuk menetap
1.

Dapat ditandai dengan:

Nyeri dada pleuritik

Melindungi area yang sakit

Perilaku distraksi, gelisah

2.

Tujuan: Menyatakan nyeri hilang/terkontrol

3.

Kriteria hasil:

4.

Menunjukkan perilaku rilek

Bisa istirahat atau tidur

Peningkatan aktifitas dengan tepat

Rencana tindakan: Tentukan karakteristik nyeri: PQRST

Pantau tanda vital

Berikan tindakan nyaman: pijatan punggung, perubahan


posisi, relaksasi dan distraksi

Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada


selama episode batuk

VI.

Kolaborasi: Analgetik

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen, Kelemahan umum, Kelelahan
yang berhubungan dengan batuk berlebihan dan dipsneu
1.

2.

Dapat ditandai dengan:

Laporan verbal kelemahan, kelelahan, keletihan

Dipsneu karena aktifitas

Takikardi sebagai respon terhadap aktifitas

Terjadinya pucat/cianosis setelah beraktifitas

Tujuan :
Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas

3.

Kriteria hasil :

Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam


melaksanakan aktivitas

4.

Tanda vital dalam batas normal setelah beraktifitas

Kebutuhan ADL terpenuhi

Rencana Tindakan:

Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah


aktivitas

Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang


diperlukan dan dilakukan secara bertahap

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien serta


peralatan yang mudah terjangkau

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan


perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

VII.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh

berhubungan

dengan

peningkatan

penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.


1.

Ditandai dengan

produksi

sputum,

2.

Penurunan berat badan kurang dari normal

Penurunan nafsu makan

Lemas, lesu

tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

3.

4.

VIII.

kriteria hasil

Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan.

Berat badan normal

Hasil laboratorium dalam batas normal.

rencana tindakan

Beri motifasi tentang pentingnya nutrisi

Lakukan oral hygine tiap hari

Auskultasi suara bising usus

Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering

Kolaborasi dengan tim ahli gizi dan dalam pemberian diet.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah


mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif
1.

2.

Dapat ditandai dengan:

Pertanyaan tentang informasi

Pernataan masalah/kesalahan konsep

Tidak akurat mengikuti instruksi

Tujuan:
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan

3.

Kriteria hasil:

Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses


penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab

Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam


program pengobatan

4.

Rencana tindakan:

Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu

Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan

Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk


efektif, dan latihan kondisi umum

Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi tak


diinginkan

Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan mulut

Kaji

efek

bahaya

minuman

keras

dan

nasehatkan

menghentikan minum minuman keras pada pasien dan atau


orang terdekat

Berikan informasi tentang pembatasan aktifitas dan aktifitas


pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan

Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila di indikasikan.


Berikan rencana perawatan detail dan pengkajian dasar fisik
untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang.

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Abses paru adalah suatu kavitas (rongga) dalam jaringan paru yang berisi
material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh
proses infeksi yang dapat mengakibatkan matinya jaringan paru. Abses paru
timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obatobatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta
obstruksi dan aspirasi benda asing akibat adanya infeksi pada saluran
pernafasan dan pencernaan, seseorangan dengan memiliki factor predisposisi
terjadinya abses paru lebih dari satu maka besar kemungkinan akan mengalami
abses paru serta besar resiko terjadinya kematian karena akan sangat
mengganggu fungsi kerja paru.

Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen
dan berbau, disertai malaise, nafsu makan dan berat badan yang turun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, pain chest, tanda-tanda konsolidasi.
Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid
level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan
bronkus. Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga
dapat dilakukan terapi etiologis. Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama
disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.
4.2. Saran
Bagi pembaca saran yang dapat diberikan adalah:

lebih memperhatikan kebersihan mulut dan gigi secara teratur untuk


mencegah resiko terjadinya abses paru.

bagi penderita sebaiknya menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter


dan menghindar dari faktor resiko untuk mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut.

Menjaga kesehatan tubuh secara maksimal agar autoimun dan system


pertahanan tubuh selalu dalam keadaan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Asher MI, Beadry PH.1990. Lung Abscess in infections of Respicatory tract ;


Canada
Baughman, Diane C.2000.Keperawatan Medikal-Bedah: Buku saku
untuk Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana asuhan keperawatan: pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien; Edisi ke-3:
kedokteran EGC, Jakarta
Finegold SM, Fishman JA.1998.Empyema and lung Abcess; in
Fishmans Pulmonary Diseases and Disorders 3rded: Philadelphia

Hammond

JMJ

et

al.1995.The

Ethiology

and

Anti

Microbial

Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity Acquired Lung


Abscess ; Chest ;; 937 41.
Hood Alsagaff, Prof. dr.2006.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru; Airlangga
University Press, Surabaya
Sabiston.1994.Buku ajar Bedah bag 2. Penerbit buku kedokteran EGC:
Jakarta
Sjahriar Rasad.2005.Radiologi Diagnostik; Edisi ke-2; Balai penerbit
FKUI, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku ajar keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Sudarth: kedokteran EGC, Jakarta
Hendra Arif W. http://ajangberkarya.wordpress.com Diakses tanggal 07
juni 2011 pukul 15.00 WIB
Anonymus, Epidomiologi abses paru. http://www.dokterunhas.com.
Diakses tanggal 07 juni 2011 pukul 15.00 WIB .
Kapuk.Abses Paru. http://kapukpkusolo.blogspot.com/. diakses tanggal
06 juni 2011 pukul 18.00 WIB

You might also like