You are on page 1of 44

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Disusun oleh:

Mohamad Fikih

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

FK UPN/RSUD Prof.dr.Margono Soekarjo


2011

DAFTAR ISI
NYANYIAN COASS KONSUL KE
ANESTESI.......................................................................
3
NYANYIAN COASS
ORTHOPEDI....................................................................................... 4
NYANYIAN COASS BEDAH
SYARAF.................................................................................
7
LEMBAR PERINGATAN CEDERA KEPALA
RINGAN.........................................................
9
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
(GCS)..............................................................................
10
REFLEKS
CAHAYA ...................................................................................................
.......
11
HIDROCEPHALUS............................................................................................
................
11
MEKANISME CEDERA
KEPALA....................................................................................... 12
CEDERA OTAK
PRIMER..................................................................................................
13
Fraktur Basis
kranii.........................................................................................................
14
COMOTIO DAN CONTUSIO
CEREBRI..............................................................................
15
EPIDURAL HEMATOM
(EDH).......................................................................................... 15
SUBDURAL HEMATOM
(SDH)........................................................................................ 16
INTRACEREBRAL HEMATOM
(ICH).................................................................................
16
CEDERA OTAK
SEKUNDER.............................................................................................
17
EDEMA
CEREBRI....................................................................................................
........
17

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

BEDAH ORTHOPEDI
(Anamnesa,PF,Penunnjang)......................................................... 20
BERBAGAI MACAM CEDERA
MUSKULOSKELETAL.................................

24

Hemoroid......................................................................................................
.................

29

HERNIA

33
BPH

37

Semoga Bermanfaaat, terimakasih untuk semua pihak yang membantu sehingga catatan ini selesai,
saya menyadari catatan ini masih banyak kekurangan yang harus dikaji,saya berharap bisa bermanfaat
dan mempermudah proses belajar. Tidak lupa saya berterimakasih untuk semua dokter spesialis bedah
RSMS, teman sejawat FK UPN dan Unsoed.

NYANYIAN COASS BEDAH


A. Cara konsul ke ANESTESI
Contoh:
Diagnosa kerja:
EDH Hemisfer sin pro kraniotomi
Ringkasan pemeriksaan klinis:

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

A : Ngorok terpasang guedel, canule oksigen (+)


B : RR :24x/menit
C : TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
D : GCS E3M5V1 terpasang guedel ,RC +/+, Pupil anishokor 3mm/2mm
Terapi/ tindakan yang telah kami lakukan:

Infuse RL500cc 20tpm


Inj.Manitol 4x125

Mohon penatalaksanaan anestesi. BTK (Banyak Terima Kasih)

Hormat kami
(

B. NYANYIAN ORTHOPAEDI BANGSAL


1. Contoh ada pasien baru dibangsal
S : Nyeri dan sulit menggerakkan tungkai kanan atas
O: Ku/kes: sedang/CM
VS: TD :130/90mmHg
N : 80x/menit
RR: 20x/menit
S :36,30C

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Status General: dbn


Status lokalis
Regio Femur dextra
-

Look

Edema tidak ada, deformitas tidak ada, elastic perban (+),

Feel

NT (+), krepitasi (-) hati-hati mas koas jangan terlalu tekannya!

Move

Gerak aktif/pasif terbatas, NG (nyeri gerak) (+)

Ass: Fraktur femur dextra 1/3 tengah tertutup


Pro ORIF
(pada Rontgen: fraktur oblik femur dekstra 1/3 tengah)
Nyanyian Visite dr.Iman Sp.BO konsultan Tulang belakang (setelah dari Poli)
Prinsipnya adalah Recogntion (diagnosa)
-

Umur dan kelamin


Riwayat trauma
Lokalisasi nyeri
Gangguan fungsi
Riwayat penyakit dahulu
Contoh:
Dok, Pasien laki-laki 36tahun perawatan hari ke-1 post kecelakaan lalu lintas naik sepeda motor
tabrakan dengan mobil, waktu tabrakan tidak sadar sampai di IGD Rumah Sakit Margono
Soekarjo pasien sadar, muntah (-), mual (-), pusing (+), terdapat luka lecet di tangan kiri 2 cm.
Ass: Fraktur femur dextra 1/3 tengah tertutup
(pada Rontgen: fraktur oblik femur dekstra 1/3tengah)
Rencananya traksi dulu atau ORIF pasang plate dok?
2. Contoh Pasien POST operasi:
S : Tidak dapat menggerakkan lengan kiri atas dan nyeri pada lengan kiri atas
O : Ku/kes: sedang/CM
VS: TD :130/90mmHg
N : 80x/menit
RR: 20x/menit
S :36,30C
Status generalis: dbn
Status Lokalis

: Regio Humerus Sinistra

Look

: Tak tampak luka, tidak ada darah, bengkak (+), deformitas (+)

Feel

: Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+)

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]
Move

( LIMITED EDITION )
: Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan

Ass:- Fraktur collum humerus sinistra 1/3 proximal tertutup


- post ORIF H-3 (kalo post kasih keterangan waktu Hari ke berapa)
*****(hasil Foto rontgen humerus sisnistra AP / Lateral)*****
-

Fraktur Collum Humerus sinistra 1/3 proksimal, garis fraktur oblique


Nyanyian Visite:
Dok, Pasien laki-laki umum 53 tahun, datang di IGD post jatuh dari pohon melinjo 4 hari yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Post ORIF Hari ke-3 atas indikasi Fraktur collum humerus
sinistra 1/3 proximal tertutup.
Prinsip Penatalaksaan:

A. Terapi konservatif
-

Immobilisasi

Reposisi

B. Bedah
ORIF dengan Plate and Screw (T-Plate)
-

Pasien dalam keadaan supine

GA (General Anestesi)

Lakukan asepsis/antiseptik daerah yang akan dioperasi

Tutup dengan duk steril kecuali lapang operasi

Approach : HENRY

- Reposisi
- Fiksasi dengan plate and screw (T-Plate)

Drain

Jahit lapis demi lapis lapisan otot

Tutup dengan kasa

3. Contoh Pasien plus LUKA


S : Kaki kanan luka dan patah
O: Ku/kes: sedang/CM
VS: TD :130/90mmHg
N : 80x/menit RR: 20x/menit

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

S :36,30C
Status generalis: dbn
Status lokalis:

Regio Femur

Terdapat vulnus laceratum di femoris anterior

yang terasa nyeri.

Regio Genu Anterior

: Terdapat vulnus laceratum dan jaringan

nekrotik di genu anterior yang terasa nyeri.

Regio Cruis

Terdapat vulnus laceratum dan jaringan di

cruris anterior sampai posterior yang terasa nyeri.


Ass: -

Suspect Fr. Os Femur dextra terbuka grade II.


-

Suspect Fr. Os Tibia-Fibula dextra terbuka grade III B.

Nyanyian Visite:
Pasien perempuan umur 22 tahun, tiba di IGD tanggal 2-12-2009 jam 02.10 WIB karena
post kecelakaan kiriman dari RSI Fatimah Cilacap. Pasien tiba di IGD dalam keadaan sadar
dengan luka di tungkai atas, lutut dan tungkai bawah kanan, luka terbuka kotor, dan banyak
mengeluarkan darah.
TERAPI
-

Membersihkan jalan nafas, pasang oksigen.

Infus RL 20 tetes/menit.

ATS inj. 1.500 ui i.m.

Ampicilin 1 x 1 amp i.v.

Bersihkan luka dengan Boorwater.

Pasang spalk

C. NYANYIAN KONSUL KE RESIDEN ATAU KONSULEN BEDAH SYARAF


1. Contoh : Saat jaga IGD (cito indikasi EDH)
Dok, maaf saya coass bedah ada konsulan dari IGD, Pasien laki-laki 15tahun datang dengan
penurunan kesadaran post KLL 5 jam yang lalu, motor vs tembok WTTS (waktu terjadi tidak
sadar) s/d IGD sadar. Perdarahan dari hidung, muntah (+). Hematom palpebra sin & deks. VL
diwajah, pusing (-), muntah (-),terpasang RL, inj manitol dan kateter
A : Ngorok terpasang guedel, canule oksigen (+)
B : RR :24x/menit
C : TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
D : GCS E3M5V1 terpasang guedel ,RC +/+, Pupil anishokor 3mm/2mm

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

(catatan: Verbal (V1) untuk guedel walaupun ada suara tapi dengan keterangan terpasang
guedel/NRM/trakeostomi dan D hanya dibuat untuk pada trauma kapitis).
Ct-scan:
- Subgaleal frontotemporal dekstra
- EDH hemisfer sinistra
- Vol 40 cc (catatan: vol >30cc indikasi cito untuk EDH, untuk SDH perhatikan Mid line
shifting kalau > 5mm indikasi cito) Rumus Vol: P x L x slice (mass maks mass min)
- Edema cerebri
CURIGA FRAKTUR BASIS KRANII, jika ada:
a. Patah tulang orbita (hematom kacamata, likurea dari hidung)
b. Patah tulang petrosum dasar tengkorak (hematom sekitar tl.mastoid, perdarahan dari telinga,
likuor dari telinga)
c. Paralisis n.fasialis kiri (wajah ke tarik ke kanan, wajah kiri kendor tanpa mimic, kerutan kulit

dahi kiri hilang).


Catatan to coass: bila konsulen akan operasi (wajib mas koass):
Inform consent pada keluarga pasien!!!
Konsul ke coass anestesi!!!
Hubungi OK IGD!!!
Cek pasien pastikan sudah terpasang kateter, sediah darah, infuse threeway, cukur rambut!

2. Nyanyian coass Abses Cerebri


Dok maaf saya coass Bedah ada konsulan dari IGD, Pasien laki-laki, 21 th datang dengan
penurunan kesadaran tiba-tiba, sudah 2jam yang lalu sebelumnya sering mengeluh pusing
(curiga sinusitis penyebab abses), mual (-), muntah (-), tidak ada perdarahan THT. Di rumah
sakit sudah terpasang infuse, inj.Manitol 4x125 dan fenitoin

A: terpasang canule oksigen


B: RR: 20x/menit,
C: TD : 100/60mmHg S: 36,6
N : 48x/menit, murmur (-), gallop (-) (curiga penyakit katup jantung penyebab abses)
D: E3M5V1(afasia)
Reflek cahaya +/+, pupil isokhor 2mm/2m
CT-Scan
Tampak abses dihemisfer sinistra
Vol.54, 40
Edema cerebri
Foto thorak:
Tidak tampak kardiomegali

Instruksi dari spesialis bedah syaraf


Dexametason 3x10mg
Ab Fosmisin 2 x 2gram
Kemicetin 3x1gram
Rawat kamar 7 cempaka

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

LEMBAR PERINGATAN UNTUK PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN


_________________________________________________________________
PADA SAAT INI KAMI TIDAK MENEMUKAN KELAINAN YANG MENUNJUKKAN BAHWA
CEDERA KEPALA YANG ANDA ALAMI ADALAH SERIUS. NAMUN, GEJALA YANG BARU DAN
KOMPLIKASI YANG TIDAK DISANGKA-SANGKA DAPAT TIMBUL DALAM

BEBERAPA JAM

HINGGA BEBERAPA HARI SETELAH CEDERA. 24 JAM PERTAMA ADALAH WAKTU YANG
PALING GENTING DAN ANDA HARUS TETAP BERADA DALAM PENGAWASAN KELUARGA
ATAU ORANG YANG DAPAT

DIPERTANG- GUNG-JAWABKAN, PALING TIDAK DALAM

PERIODE INI. BILA ADA DARI TANDA-TANDA DIBAWAH INI TERJADI, SEGERA KEMBALI
KERUMAH-SAKIT:
1. Mengantuk atau semakin sulit membangunkan pasien (Pasien harus dibangunkan setiap 2 jam
selama masa tidur).
2. Mual atau muntah.
3. Kejang-kejang atau sawan.
4. Mengalirnya darah atau cairan dari hidung atau telinga.
5. Nyeri kepala hebat.
6. Kelemahan atau kehilangan rasa dari tungkai atau lengan.
7. Bingung atau berkelakuan asing.
8. Satu pupil (bagian hitam dari mata) lebih lebar dari sisi lainnya; gerakan yang tidak biasa dari
bola mata, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya.
9. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola pernafasan yang tidak biasa.

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA SECARA KLINIS


Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa CT-scan masih jarang, maka agar
dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien cedera otak, khususnya jenis tertutup, berdasarkan
gangguan kesadarannya (berdasarkan Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi :
1. Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)
GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.
2. Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.
Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.
3. Cedera kepala berat.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi batang
otak.
Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat gangguan kesadaran ini dilakukan
sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan
oleh cedera otak dan bukan oleh sebab yang lain. Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat
gangguan kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.
Eye opening (E)
Spontaneous
To call
To pain
None
Movement (M)
Obeys commands
Localizes pain
Normal flexion (withdrawal)
AbnormaL
flexion
(decoraticate)
Extension (decerebrate)
None (flaccid)
Verbal respons (V)

4
3
2
1
6
5
4
3
2
1

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Oriented
5
Confused conversation
4
Inappropriate words
3
Incomprehensible sounds
2
None
1
* GCS = THE BEST MOTOR RESPONS (jangan lupa mas coass)..siip deh!!

REFLEK CAHAYA (Penting gan pahami ada kegawatan dari reflex cahaya)

Diagnosis Hidrosephalus
Pada foto Roentgen kepala polos lateral tampak kepala yang membesar dengan disproporsio
kraniofacial, tulang yang menipis dan sutura melebar. Gambaran CT scan kepala terlihat dilatasi
seluruh sistem ventrikel otak. Pemeriksaan cairan cerebrosinal dengan pungsi ventrikel melalui
fontanel mayor, dapat menunjukan tanda peradangan dan perdarahan. Pungsi dapat juga untuk
menentukan tekanan ventrikel. Dengan USG kepala melalui fontanel yang terbuka dapat dilihat
pelebaran atau perdarahan ventrikel.
Table. Ukuran rata-rata lingkar kepala (pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang
teratur pada bayi merupakan tindakan terpenting untuk menentukan diagnosis dini) jadi mas coass
kalau follow up pasien atas indikasi hidrosephalus wajib ada hasil ter-update lingkar kepala!!!
Lahir

35 cm

Umur 3 bulan

41 cm

Umur 6 bulan

44 cm

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )
Umur 9 bulan

46 cm

Umur 12 bulan

47 cm

Umur 18 bulan

48,5 cm

Mekanisme cidera kepala


Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala maka mekanisme terjadinya
cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi 2:
1.
Static loading
2.
Dynamic loading: (a) Lesi impact dan (b) Lesi akselerasi-deselerasi
Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari 200
milidetik, mekanisme static loading ini jarang terjadi, tetapi kerusakan yang dihasilkan sangat berat
mulai dari cidera pada kulit kepala sampai kerusakan tulang kepala, jaringan otak dan pembuluh darah
otak.
Dynamic loading
Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50 milidetik), gaya yang bekerja pada
kepala dapat secara langsung (Impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung
(Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi.
Impact injury
Gaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala arah, jika
mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan sedangkan jika
mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi
akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi:

Cidera pada kulit kepala (SCALP): Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom

Cidera pada tulang atap kepala: Fraktur linier, Fraktur diastase, Fraktur steallete, Fraktur
depresi

Fraktur basis kranii.

Hematom intrakranial: Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral,


Hematom intraventrikular

Kontusio serebri: Contra coup kontusio, Coup kontusio

Laserasi serebri

Lesi diffuse: Komosio serebri, Diffuse axonal injury.(DAI)


Lesi akselerasi deselerasi
Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala tetap
ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang
tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung
maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti,
sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena
pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan
tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa:

Hematom subdural

Hematom intraserebral

Hematom intraventrikel

Contra coup kontusio


Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan ataupun robekan yang
menyebabkan lesi diffuse berupa:

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Komosio serebri
Diffuse axonal injury

CIDERA OTAK PRIMER


Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik akibat impact injury
maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi, cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak
sekunder, jika cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi
cidera sekunder.

1. Cidera pada SCALP


Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah melindugi jaringan otak
dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan diteruskan melewati jaringan otak. SCALP merupakan
singkatan dari Skin, subCutan, Aponeurosis galea, Loose arerolar, Periosteum. Cidera pada scalp dapat
berupa:

Eskoriasi.

Vulnus apertum.

Hematom subcutan

Hematom subgaleal

Hematom subperiosteal.
Pada eskoriasi dapat dilakukan wound toilet, yakni mencuci luka serta menghilangkan jaringan
yang sudah tidak berfungsi maupun benda asing, sedangkan pada vulnus apertum harus dilihat jika
vulnus tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk menghindari
dead space antara periosteum dan subcutis sedangkan didaerah subcutan banyak mengandung
pembuluh darah, demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya hematom dan
kuman menyebabkan terjadinya infeksi sampai terbentuknya abses).
Penjahitan pada galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama
(tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang nonabsorbsable tetapi dengan simpul yang
terbalik, untuk menghindari terjadinya "druck necrosis/nekrosis akibat penekanan , pada kasus
terjadinya excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan injeksi anti tetanus.
Pada kasus dengan hematom subcutan sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan
kemudian diberikan analgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi
steril, Pada bayi dan anak anak dimana hematom yang lebih dari 2minggu tidak dapat diserap, harus
dipikirkan terjadinya fraktur kalvaria.
Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena perdarahan begitu banyak dapat terjadinya shok
hipovolumik
2. Fraktur linier kalvaria
Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala
cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan terjadi fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial, tidak ada terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi karena gaya yang
menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom
intrakranial cukup besar, dari penelitian di RS.margono soekardjo didapatkan 82% epidural hematom
disertai dengan fraktur linier kalvaria.Jika gambaran fraktur tersebut kesegala arah disebut " Steallete
fracture", jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur
3. Fraktur depresi

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk rongga
intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah tidaknya fragmen fraktur
berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu : fraktur depresi tertutup dan
fraktur depresi terbuka.

Fraktur depresi tertutup. Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan
operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan: (1). Gangguan neurologis, misal kejangkejang, hemiparese/plegi, penurunan kesadaran, (2) Secara kosmetik jelek misal : fraktur depresi
didaerah frontal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Tindakan yang dilakukan adalah
mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak.setelahnya
mengembalikan dengan fiksasi pada tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah
temporal tanpa disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi.

Fraktur depresi terbuka. Semua fraktur epresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif
debridemant untuk mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis) Yaitu mengangkat
fragmen yang masuk, membuang jaringan yang devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda
asing, evakuasi hematom, kemudian menjahit duramater secara "water tight"/kedap air kemudian
fragmen tulang dapat dikembalikan atau pun dibuang, fragmen tulang dikembalikan jika : (a)
Tidak melebihi golden periode (24 jam), (b) Duramater tidak tegang. Jika fragmen tulang berupa
potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara mozaik
4. Fraktur Basis kranii
Secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis kranii dan kalvaria yaitu:

Pada basis kranii tulangnya lebih tipis dibandingkan tulang daerah kalvaria.

Duramater daerah basis kranii lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria

Duramater daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan duramater
Klinis ditandai dengan:

Bloody otorrhea.

Bloody rhinorrhea

Liquorrhea

Brill Hematom

Batles sign

Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan N VIII


Diagnose fraktur basis kranii secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose secara
radiologis oleh karena:

Foto basis cranii posisinya hanging Foto , dimana posisi ini sangat berbahaya tertutama pada
cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera kepala dengan
gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan

Adanya gambaran fraktur pada foto basis kranii tidak akan merubah penatalaksanaan dari
fraktur basis kranii.

Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis kranii.


Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi:

Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan,
makanan yang tidak menyebabkan sembelit.

Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril
(Consul ahli THT) pada tanda bloody otorrhea/ otoliquorrhea,

Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea /otoliquorrhea penderita tidur dengan
posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat.

Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya meningoensefalitis masih


kontroversial, di SMF Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo kami tetap memberikan antibiotika
profilaksis dengan alasan penderita fraktur basis kranii dirawat bukan diruangan steril / ICU tetapi

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

di ruang bangsal perawatan biasa dengan catatan pemberian kami batasi sampai bloody
rhinorrhea/otorrhea berhenti.
Komplikasi yang paling sering terjadi dari fraktur basis kranii meliputi:
Mengingoensefalitis
abses serebri.
Lesi nervii cranialis permanen
Liquorrhea.
CCF (Carotis cavernous fistula).

5. Komosio serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan anatomi
jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau
sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya
amnesia retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT Scan : tidak didapatkan adanya
kelainan.
6. Kontusio serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya
kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama
lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelaianan neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti
hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah, pusing sakit kepala, amnesia
retrograde/antegrade, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak,
sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada
daerah yang mengalami contusio serebri.yang gambaran pada CT Scan disebut "Pulp brain "
7. Epidural hematom (EDH = Epidural hematom)
Epidural hematom adalah hematom yang terletak antara duramater dan tulang, biasanya sumber
perdarahannya adalah robeknya :

Arteri meningica media (paling sering)

Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria)

Vena emmisaria.

Sinus venosus duralis


Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada
ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa :

hemiparese/plegi

pupil anisokor

reflek patologis satu sisi


Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor
/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi/ipsilateral dengan lokasi EDH sedangkan
Hemiparese/plegi letaknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid
interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada perdarahan
intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan
untuk melakukan kompensasi)
Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk
bikonvek diantara 2 sutura,
Sedangkan indikasi operasi jika:
Terjadinya penurunan kesadaran
Adanya lateralisasi
Nyeri kepala yang hebat dan menetap yang tidak hilang dengan pemberian anlgesia.
Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau
dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah
evakuasi hematom, menghentikan sumberperdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan
jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika
saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea.
Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnose
radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu " Burr hole explorations "
yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titik-titik tertentu yaitu
(berurutan)
pada tempat jejas/hematom
pada garis fratur
pada daerah temporal
pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria)
pada daerah parietal
pada daerah occipital.
Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6
jam umur lebih dari 60 tahun

8. Subdural hematom (SDH)


Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah lapisan duramater
dengan sumber perdarahan dapat berasal dari :

Bridging vein (paling sering)

A/V cortical

Sinus venosus duralis


Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 :

Subdural hematom akut : terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian

Subdural hematom subakut: terjadi antara 3 hari 3 minggu

Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.


Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya
lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi.
Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa
bulan sabit (cresent)..
Indikasi operasi menurut EBIC (Europe brain injury commition) pada perdarahan subdural adalah:

Jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM.

Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5mm.(perhatikan yah mas coass)
Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan oleh karena
biasanya disertai dengan edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan
subgalea.
Prognose dari penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang
sampai dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak serta usia penderita, pada penderita dengan
GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua
penderita makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

9. Intracerebral hematom (ICH)


Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya
penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT scan didapatkan
adanya daerah hiperdens yng disertai dengan edema disekitarnya (perifokal edema)
Indikasi dilakukan operasi jika:

Single

Diameter lebih dari 3 CM

Perifer.

Adanya pergeseran garis tengah

Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis /lateralisasi


Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.
Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural

10. Diffuse axonal injury (DAI)


Secara definisi yang disebut diffuse axonal injury adalah koma lebih dari 6 jam yang pada
pemeriksaan CT Scan tidak didapatkan kelainan (gambaran hiperdens), jadi yang dipakai sebagai
golden standart diagnostic adalah CT Scan. Secara klinis DAI dibagi menjadi 3 gradasi:
1.
DAI ringan : jika koma terjadi antara 6 24 jam.
2.
DAI sedang: jika koma lebih dari 24 jam tanpa disertai tanda-tanda deserebrated decorticated.
3.
DAI. Berat: Jika koma lebih dari 24 jam yang disertai tanda-tanda deserebrated / decorticated.
Sedangkan menurut WHO yang disebut koma jika GCS kurang dari 8.(Unopen eyes, unuterred
words and unobey commands)
Pada kasus dengan DAI berat, biasanya prognosenya jelek.
CIDERA OTAK SEKUNDER
Cidera otak yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak mendapat penanganan yang baik
(sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon
inflamasi pada jaringan otak maka cidera otak primer berubah menjadi cidera otak sekunder yang
meliputi :

Edema serebri

Infark serebri

Peningkatan tekanan intra kranial


Edema serebri
Adalah penambahan air pada jaringan otak/ sel-sel otak, pada kasus cidera kepala terdapat 2
macam edema serebri :
Edema serebri vasogenik
Edema serebri sitostatik
Edema serebri vasogenik
Edema serebri vasogenik terjadi jika terdapat robekan dari "blood brain barrier" (sawar darah
otak) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler)
dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra
selluler akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraselluler yang tekanan osmotiknya lebih

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi
edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengkosongan ("shringkage")
Edema serebri Sitostatik
Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang (hipoksia)
akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol
glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H 2O) sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1 molekul
glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H 2O karean kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang
dapat digunakan untuk menjalankan proses pumpa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion
antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan ATP akibatnya Natrium
(Na) yang seharusnya dipumpa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersamaan masuknya
natrium, maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler
Gambaran CT Scan dari edema serebri :

Ventrikel menyempit

Cysterna basalis menghilang

Sulcus menyempit sedangkan girus melebar


Terapi dari edema serebri.
Secara prinsip terapi dari edema serebri adalah menghilangkan air yang ada dalam sel (intraseluler)
ataupun air diluar sel (ekstraseluler) dengan cara:

Cairan hiperosmotik (manitol) dengan dosis 0,5 g 1 g/Kg BB/kali diberikan secara bolus
dalam waktu 15 20 menit., disamping sebagai cairan hiperosmolar maka manitol dengan dosis
rendah berfungsi sebagai penangkap bahan radikal bebas dan dapat meningkatkan mikrosirkulasi
dari sel-sel darah merah (rheologi), pemberian manitol selama 4 hari kemudian dilakukan tapering
agar tidak terjadi "rebound phenomena".

Kortikosteroid, obat ini dapat memperbaiki sawar darah otak sehingga secara tidak langsung
memperbaiki edema serebri, tetapi obat ini tidak digunakan pada kasus cidera kepala karena
manfaatnya lebih sedikit dibandingkan dengan kerugiannya.Kortikiosteroid sangat bermanfaat
untuk edema serebri yang disebabkan oleh tumor otak baik primer maupun metastase.

Deuritika., biasanya yang digunakan furosemide


Tekanan intra kranial
Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang yang terisi 3 komponen yaitu:
jaringan otak seberat 1200 gram
cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram
darah dan pembuluh darah seberat 150 gram
Menurut doktrin Monroe-Kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala adalah konstan jika
terdapat penambahan massa (misal hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen
tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula-mula mengalami kompensasi adalah cairan
serebrospinalis yaitu pindah kedalam sisterna ataupun canalis centralis yang ada di medullaspinalis
yang tampak pada klinis penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat, jika
kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus
berlangsung maka terkjadi kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang
bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara :
Vaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat
Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan
intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan gangguan pola nafas disebut "trias Cushing"
Jika kompensasi kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan
massa masih terus berlangsung maka jaringan otak akan melakukan komponsasi yaitu berpindah

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

ketempat yang kosong ("locus minoris") perpindahan jaringan otak tersebut disebut herniasi cerebri,
ada beberapa macam:
herniasi serebri subfalxine
herniasi serebri "upward"
herniasi serebri tentorial (lateral/uncus)
herniasi serebri tentorial (central)
herniasi tonsilar
Tanda-tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya,. Pada umumya klinis dari peningkatan
tekanan intrakranial adalah :
Nyeri kepala.
Mual, muntah
Pupil bendung
"Sekunder insult"
Adalah kondisi penderita yang bertambah buruk akibat terjadinya cidera otak sekunder karena
terjadinya kesalahan penanganan oleh tenaga medis/paramedis misal : Saat transportasi tidak
dipasang infus sehingga terjadi shock, ataupun tidak dilakukan penanganan airway sehingga terjadi
hipoksia, sekunder insult dapat terjadi di dalam rumah sakit (paling sering) maupun saat diluar rumah
sakit
Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah ditetapkan
dalam ATLS (Advanced trauma life support) yang meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara
seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi:
Airway
Breathing
Circulasi
Disability
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara :

Kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya benda asing
Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi atauipun rotasi.
Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae
cervikal sampai terbukti sebaliknya, maka perlu dipasang collar brace.
Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan
untuk dilakukan intubasi dan suport pernafasan.
Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal
antara 16 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau
bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 35 mmHg karena jika
lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri sedangkan jika
kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan vaso konstriksi yang berakibat terjadinya iskemia., periksa
tekanan oksigen (PO2) 100 mmHg jika kurang beri Oksigen masker 8 liter/ menit.
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi :
Periksa denyut nadi/jantung, jika (-) lakukan resusitasi jantung.

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Bila shock (tensi < 90 dan nadi > 100 atasi dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan
ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah
menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2 X
Hentikan perdarahan dari luka terbuka
Pada pemeriksaan disability / kelainan kesadaran:
Periksa kesadaran : memakai Glasgow Coma Scale
Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun
konsensual./tidak langsung
Periksa adanya hemiparese/plegi
Periksa adanya reflek patologis kanan kiri
Jika penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi luhur misal
adanya aphasia
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan
sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti Skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan
pemeriksaan tambahan yang lain seperti pemeriksaan darah (pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan
secara stimultan dan seksama).

BEDAH ORTHOPAEDI
Definisi Fraktur
-Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Klasifikasi fraktur
Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain:
1. Klasifikasi etiologis
Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di
dalam tulang.
Fraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
2. Klasifikasi klinis

Fraktur tertutup (simple fracture). Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan
dunia luar

Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar)

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Fraktur dengan komplikasi (compicated fracture). Fraktur yang disertai dengan komplikasi
misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang
3. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
Difasial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji, biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo, misalnya fraktur epikondilus
humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaks
Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah, misalnya pada fraktur
vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis
3. Menurut ekstensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckie atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:


a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over-riding
f. Impaksi

Diagnosis fraktur
Anamnesis
-Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis
harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin
fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1.
Syok, anemia atau perdarahan
2.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ
dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3.
Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
4.
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Lidah kering atau basah


Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau
fraktur terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,
temperatur kulit

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping
itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
(klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
-Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk
menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua


Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di bawah sendi yang
mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua angota gerak terutama
pada fraktur epifisis
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang.
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid, foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Penatalaksanaan/Pengobatan
-Tujuan dari penatalaksanaan/pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dar patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai mana
mestinya. Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan(imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama
untuk patah tulang pinggul.
4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah
tulang disertai komplikasi.

BERBAGAI MACAM CEDERA MUSKULOSKELETAL DAN CARA PENANGANANNYA.


Yang akan dibahas :
1 Fraktur tertutup
2. Dislokasi
3. Fraktur terbuka
1. Fraktur tertutup :
Anggota gerak atas
Tulang vertebra
Anggota gerak bawah
ANGGOTA GERAK ATAS :
1.Fraktur clavicula >-fiksasi dengan RV 4 minggu atau pasang plate and screw
KOMPLIKASI FR. CLAVICULA:
1. Pneumothorax
2.Paralise nervus brachialis
Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

3.Kerusakan arteri/ vena subclavia


4.Udema lengan
5.Kekakuan sendi
2. FRAKTUR COLLUM HUMERI >
- Fiksasi circuler gips aeroplane atau
- Pasang screw
3. FRAKTUR SHAFT HUMERI>
- fiksasi hanging cast 4 minggu
- U slab 4 minggu
Komplikasi> radial palsy> dropped hand
4. FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERI >
- friksasi collar and cuff 4 minggu
- open reduction>fiksasi wire bersilang
Komplikasi :
Volkmanns contracture
kekakuan sendi
cubitus varus/cubitus valgus
5. FRAKTUR ANTEBRACHII >closed reduction>
- Fiksasi circulergips,fleksi 900 ,6-8 minggu.
- atau open reduction> pasang plate & screw
Komplikasi > penyambungan tak wajar : cross union,malunion, delayed union
6. FRAKTUR MONTEGIA :
Fraktur ulna 1/3 proximal disertai dislokasi caput radii
- open reductionfiksasi ulna dengan plate&screwcaput radii akan kembali keposisi semula.
7. FRAKTUR GALEAZI :
Fraktur radius 1/3 distal dgn. dislokasi art.ulna metacarpal
- Open reduction> fiksasi radius dengan plate & screw>
ulna akan kembali ketempat semula.
8. FRAKTUR COLLES :
Fraktur radius distal dengan dislokasi kearah craniodorsal
disertai fraktur procesus styloideus ulna.
- closed reduction> fiksasi circulergips kearah ventroulnaris selama 4-6 minggu.
Dilatih gerakan tangan habis Reposisi berhasil
9. BENNETS FRACTURE :
Fraktur dislokasi sendi carpometacarpal jari ke 1 (ibujari)
- closed reduction dan fiksasi dengan circulergips abduksi.
- bila gagal open reduction dan fiksasi dengan wire.
FRAKTUR COLLUMNA VERTEBRALIS:
- Paling sering vertebra L1 dan L2.
- Fiksasi dengan gips korset 3 bulan
Komplikasi :
* paraplegia inferior
* retensio urine/alvi menyebabkan urosepsis
* incontinentia urine urine dan alvi >urosepsis

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

FRAKTUR ANGGOTA GERAK BAWAH


1.FRAKTUR PELVIS
fiksasi dengan gurita 3 4 minggu
Komplikasi : ruptur uretra atau buli-buli
2. FRAKTUR COLLUM FEMORIS :
- Traksi lurus dan abduksi selama 6 minggu, atau pasang screw, atau total hip protese

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

Tabel 4. Evaluasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya fraktur dari os femur
Klasifikasi
Jumlah
Persentase
Fraktur collum femur
12
5,83%
Fraktur batang femur
147
71,36%
Fraktur femur terbuka
9
4,36%
Fraktur supracondyler femur
5
2,43%
Fraktur trochanter femur
3
1,46%
Union fraktur femur
30
14,56%
Total
206
100%
3. FRAKTUR SHAFT FEMORIS :
- hemispica 4 6 minggu anak bawah 10 tahun
- traksi 8 12 minggu, untuk dewasa
- pasang plate & screw, atau pasang pen ( femur nailing )
Komplikasi : malunion, pemendekan.
Fr. Shaft femoris fiksasi dengan traksi
Fr shaft femoris pasang plate&screw
>plate patah
Pasang pen,diperkuat dengan screw
4. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMORIS:
- circuler gips
- traksi 4 6 minggu
- open reduction , fiksasi dengan angle blade plate.
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya
axial dan stress valgus
5. FRAKTUR CRURIS :
- gipspalk atau circulergips 8 12 minggu atau
open reduction pasang plate& screw atau pen ( nail )

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]
Komplikasi :> kaku sendi atau malunion
6. FRAKTUR CAPUT FIBULA:
- fiksasi spalk/circuler gips belowknee 8 12 minggu atau
- open reduction dan fiksasi dengan screw
Komplikasi > kerusakan nervusperoneus>drpped fppt.
7. FRAKTUR MALEOLUS :
- fiksasi spalk/cirulergips below knee 4 minggu
- open reduction pasang screw
8. FRAKTUR TARSALIA
- fiksasi gips sepatu 8 12 minggu
9. FRAKTUR METACARPAL/PHALANX
- fiksasi ball holding 4 minggu
10.FRAKTUR PATELA :
- gips Kocher 4, minggu atau
ORIF dengan wire figure of 8 (Tension Band Wiring)
- patela hancur> extirpasi
12. HEMATHROS :perdarahan dalam sendi
- Penyebab : robekan capsul sendi, tersering lutut
- Tindakan :
1. bebat tekan
2. pungsi
3. circuler gips
13. SPRAIN : robekan serat pemegang sendi ( ligament )
paling sering pergelangn kaki
Tindakan :
- bebat tekan atau
ciculergips
DISLOKASI
Definisi : keluarnya caput sendi dari mangkok sendi
Penyebab : trauma
Gejala :
1. deformitas/ ada pemendekan
2. nyeri
3. fungsiolesa
4. membuat X ray foto
Tindakan : >reposisi segera, sendi kecil tanpa pembiusan
misalkan sendi bahu. Jari
DISLOKASI BAHU
- Sering dislokasi anterior
Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

( LIMITED EDITION )

[Type text]
- Teknik reposisi :
1. cara Hipolrates>traksi>kaki diaxilla
2. cara Kocher >traksi, >exorotasi,> adduksi>endorotasi
3. cara Stimson >tengkurap traksi bandul 5-71/2kg,25 menit
Komplikasi :
- nerofraksi n.axillaris>m.deltoid lumpuh>tak bisa abduksi
- robeknya cuff sendi
- dislokasi berulang
DISLOKASI SENDI PANGGUL ( COXAE )
Tidakan dilakukan dengan general anestesi atau SAB
1. Pada anak pilih cara Allis> atromatis :
- satu asisten fiksasi pelvis
- satu asisten dorong trochanter
- operator tarik femur posisi panggul lutut 900 900
2. Cara Bigelow tak benar fraktur inta artikuler
- tarik keventral, dorong kecaudal posisi flexiexorotasi
Sesudah reposisi traksi 5 8 minggu
FRAKTUR TERBUKA
Klasifikasi menurut Gustilo Anderson:
Patah tulang derajad I : luka </= 1 cm
Patah tulang derajad II : luka > 1 cm, jar lunak utuh
Patah tulang derajad III : kerusakan jaringan luas
III A > tl dapat ditutup
III B >tl tak dapat ditutup
III C >rusak pembuluh darah
Prinsip penanganan :
1. Pilih trauma yang membahayakan jiwa lebih dulu
2. Fraktur terbuka kasus bedah darurat
3. Antibiotika yang tepat
4. Stabilisasi
5. Penutupan luka
6. Rehabilitasi dini
MACAM TINDAKAN
1.Fase pra RS
- pembidaian
- hentikan perdarahanbebatklempbl besar
- bersihkan luka
2. Fase UGD
-life saving dulu
-antibiotika
-analgetika
-Toxoid/ATS/Tetaglobulin
3. Fase OK
-Debridemen & irigasi
Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

( LIMITED EDITION )

[Type text]

( LIMITED EDITION )

-Stabilisasi>pertimb.
I&II fiksasi primer
IIIfiksasi luar
-Penutupan luka
I & II tutup primer
III yang penting tulang ditutup
Rehabilitasi dini > KU pend. Lebih baik,fungsi anggota gerak kembali secara optimal

HEMOROID

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

A. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
keadaan patologik, hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau peenyulit, maka
diperlukan tindakan.
Hemoroid normalnya terdapat pada individu sehat dan terdiri dari bantalan fibromuskular
yang sangat bervaskularisasi yang melapisi saluran anus. Hemoroid diklasifikasikan menjadi dua
yaitu hemoroid eksterna hemoroid interna.
1. Hemoroid eksterna merupakan pelebaraan dan penonjolan pleksus hemoroidalis inferior,
terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.
2. Hemoroid interna adalah kondisi dimana pleksus v. hemoroidalis superior di atas garis
mukutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di
dalam jaringan sub mukosa pada rektum sebelah bawah. Hemoroid interna terdapat pada tiga
posisi primer, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam 7) dan lateral kiri (jam 3),
yang oleh Miles disebut Three Primary Haemorrhoidal Areas. Hemoroid yang lebih kecil
tedapat di antara ketiga letak primer tersebut dan kadang juga sirkuler.
Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
-Derajat I : Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca
defekasi
-Tanpa disertai rasa nyeri
-Tidak terdapat prolaps
-Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan dari benjolan hemoroid
yang menonjol ke dalam lumen
-Derajat II : Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah
defekasi
-Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri (reposisi spontan)
-Derajat III
:Terdapat
perdarahan/tanpa
perdarahan
sesudah defekasi
-Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat masuk sendiri jadi harus
didorong dengan jari (reposisi manual)
-Derajat IV
:Terdapat perdarahan sesudah defekasi
-Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat didorong masuk (meskipun
sudah direposisi akan keluar lagi)
Tabel 1. Derajat Hemoroid interna
Hemoroid Interna
Derajat
Berdarah
I
+
II
+
III
+
IV
+

Prolaps
+
+
Tetap

Reposisi
Spontan
Manual
Irreponibel

Sumber: Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 675

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Sumber: Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 675
B. Etiologi
Penyebab hemoroid tidak diketahui, konstipasi kronis dan mengejan saat defekasi
mungkin penting. Mengejan menyebabkan pembesaran dan prolapsus sekunder bantalan
pembuluh darah hemoroidalis. Jika mengejan terus menerus, pembuluh darah menjadi berdilatasi
secara progresif dan jaringan sub mukosa kehilangan perlekatan normalnya dengan sfingter
internal di bawahnya, yang menyebabkan prolapsus hemoroid yang klasik dan berdarah. Selain
itu faktor penyebab hemoroid yang lain yaitu : kehamilan, obesitas, diet rendah serat dan aliran
balik venosa.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko hemoroid banyak sekali, sehingga sukar bagi kita untuk menentukkan
penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Faktor risiko hemoroid yaitu:
1. Keturunan
:
Dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis
2. Anatomik
:
Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan
pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot dan vasa sekitarnya.
3. Pekerjaan
:
Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
4. Umur :
Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin
:
Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena
ekstremitas dan anus (sekresi hormon relaksin).
6. Mekanis
:
Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya
tekanan yang meninggi dalam rongga perut, misalnya penderita hipertrofi
prostat.
7. Fisiologis
:
Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya
pada penderita dekompensasio kordis atau sirosis hepatis.
D. Gejala dan Tanda
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya dengan
gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan
hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis.

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh
faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces, dapat
hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes
atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif di fleksus hemoroidalis
menyebabkan darah di vena tetap merupakan darah arteri.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan
prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi
spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali
setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi
bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan
terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap.
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila
terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.

E. Pemeriksaan
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg membutuhkan
tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat
disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan
ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat
dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Apabila hemoroid interna mengalami prolaps,
maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena
didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
1. Inspeksi
Pada inspeksi, hemoroid eksterna mudah terlihat apalagi sudah mengandung trombus.
Hemoroid interna yang prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa. Untuk
membuat prolaps dapat dengan menyuruh pasien untuk mengejan.
2. RT
Pada colok dubur, hemoroid interna biasanya tidak teraba dan juga tidak sakit. Dapat diraba
bila sudah ada trombus atau sudah ada fibrosis. Trombus dan fibrosis pada perabaan padat
dengan dasar yang lebar.
3. Anoskopi
Dengan cara ini kita dapat melihat hemoroid interna. Penderita dalam posisi litotomi.
Anaskopi dengan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Benjolan hemoroid akan menonjol pada
ujung anaskop. Bila perlu penderita disuruh mengejan supaya benjolan dapat kelihatan
sebesar-besarnya.
Pada anoskopi dapat dilihat warna selaput lendir yang merah meradang atau perdarahan,
banyaknya benjolan, letaknya dan besarnya benjolan.
4. Proktosigmoidoskopi

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi (rektum/sigmoid), karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
5. Pemeriksaan Feces
Diperlukan untuk mengetahui adanya darah samar (occult bleeding).
F. Diagnosa Banding
Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang juga terjadi pada :
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih
secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita. Prolaps rektum juga harus
dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid interna.

Penatalaksanaa
Terapi non bedah
a. Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
b. Skleroterapi
c. Bedah Laser
d. Bedah Stapler

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

HERNIA
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek/ kelemahan dinding (Locus Minoris) rongga
tersebut
Hernia terdiri dari kantong isi cincin
Hernia dibagi menurut :
1. Terjadinya
a. Kongenital
b. akuisita
2. Letaknya
a. Hernia diaphragma
b. Hernia umbilical
c. Hernia inguinal
d. Hernia femoral
3. Sifatnya
a. Reponible
Isi hernia keluar masuk
Gangguan pasase (-)
b. Irreponible
Terjadi perlekatan isi kantong dengan peritoneum kantong (HERNIA AKRETA)
Tidak ada sumbatan/ gangguan pasase (-)
Nyeri (-)
Isi kantong tidak dapat masuk lagi
c. HERNIA INKASERATA
Isi hernia terjepit oleh cincin
Isi kantong tidak dapat kembali abdomen timbul gangguan pasase
(menyumbat)

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Obstruksi usus (+) karena ada penjepitan


d. HERNIA STRANGULATA
Penjepitan menyebabkan gangguan vaskularisasi, terjadi udem bendungan
nekrosis
Obstruksi usus (+)
Nekrose/ gangren (+)
Hernia paling sering terjadi di daerah inguinalis
Kanalis Inguinalis
Kraniolateral : anulus inguinalis internus
Medial bawah : anulus inguinalis ext (bag terbuka dari m.obliq ext)
Dasar : ligamentum inguinale
Atap : aponeurosis obliq ext
Isi : = spermatic cord dan = ligamentum rotundum
Kanalis Femoralis
Sebelah medial dari v.femoralis
Batas kranioventral : ligamentum inguinale
Batas kaudo-dorsal/ pinggir os pubis yang terdiri dari lig.cooper (lig.iliopektinale)
Batas lateral : sarung v.femoralis
Medial : lig.lacunare Gimbernati
Hernia inguinalis yang melewati canalis inguinalis disebut Hernia Inguinalis Indirect anulus
inguinalis ext scrotum Hernia Scrotalis
Tempat masuk testis = Processus vaginalis
HERNIA INGUINALIS DIREK (MEDIALIS)
Disebut pula Hernia Inguinalis Medialis
Menonjol melalui segitiga Hesselbach
Batas segitiga ini adalah sebagai berikut
o Inferior
: lig inguinale
o Lateral : A.epigastrium inferior
o Medial : bagian lat m.recti abdominal
Dasar/ dinding :
- fasia transversus
- diperkuat oleh apon m.transversus (sering lemah)
Umumnya tidak pernah strangulasi (inkarserata)
Akibat peningkatan tekanan intra abdominal
o Konstipasi
o Batuk kronik
o Hiper-prostat
Sering bilateral (pria tua)
Inkarserata menjepit
Strangulata gangguan pembuluh darah sudah terjadi
HERNIA INGUINALIS INDIREKTA (LATERALIS)
Etiologi :
- kongenital
- didapat
Insidens : setiap umur

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Faktor yang berperan :


a. proc vaginalis yang terbuka (terutama bila anulus inguinalis yang lebar)
b. peningkatan tekanan intra abdominal (batuk kronik, konstipasi, hyperprostat)
c. kelemahan dinding otot
umur
penyakit lain (jantung, lever)
kerusakan n.ileofemoralis (post apendictomy)
pada neonatus :
90% proc.vaginalis terbuka
Setelah 1 tahun 30% masih terbuka
10% kasus dari proc vaginalis yang terbuka akan terjadi hernia

Figure 1. Hernia dan Hydroceles


Hernia reponible hernia masuk ke kantong hernia tapi bisa masuk lagi ke rongga abdomen

Diagnosa (penting mas koass!!!)


Bila reponibel :
o Benjolan (+) pada lipat paha (bekerja, batuk, mengedan)
o Benjolan hilang saat berbaring
Nyeri : jarang terjadi, kadang-kadang pada epigastrium, pada paraumbilicalis
Nyeri, mual, muntah bila inkarserata atau strangulata
Pada anak/ bayi (proc vaginalis terbuka) benjolan diketahui ortu
Gejala klinik tergantung isi hernia
Isi hernia lama-lama masuk canalis inguinalis scrotum Hernia scrotalis
PEMERIKSAAN FISIK
Bila mengedan : benjolan (+) membesar
Bila kantong kosong sarung tangan sutera
Dorong isi hernia sampai masuk mengedan

- Finger Tip Test (+)


Ujung jari
- samping jari = medialis

Untuk hernia Skrotalis dd/ hidrokel (PENTING)


* Test transluminasi (dengan lampu senter) kalau terlihat bening kemerahan cairan hidrokel
* Auskultasi dgn menempelkan stetoskop pada skrotum kalau ada bising usus Hernia

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Penatalaksanaan
Konservatif (terbatas pada anak)
o Reposisi (tidak pada kasus strangulata)
o Bila susah reposisi, tidurkan dengan sedatif
o Kompres air es pada lipat paha
o Posisi Trendelenburg
o Setelah 6 jam lihat, masuk lagi atau tidak. Klo tidak masuk therapy gagal
Bila setelah 6 jam tidak berhasil maka dilakukan operasi
Bila berhasil, operasi dilakukan setelah udem hilang (23 hr kemudian)
Bila operasi elective morbiditas lebih bagus
Bila operasi langsung jelek
Sabuk hernia pada anak-anak SANGAT TIDAK DIANJURKAN
Therapy operatif (Rasional)
Cara Bassini (1887) Herniotomi + Hernioplastik
Pada anak-anak hanya dilakukan herniotomi saja
Herniotomi = tindakan memasukkan hernia, lalu memisahkan kantong hernia dengan sekitarnya,
digunting lalu diikat
Hernioplastik = menyempitkan tempat keluar hernia
Bila saat operasi ditemukan insufisiensi dinding memerlukan hernioplastik dengan MESH
PROLENE (sintetis)
KOMPLIKASI
Tergantung dari isi hernia (kondisi)
Bila inkarserata sumbatan ileus obstruktif
Jepitan usus
o Gangguan perfusi jaringan
o Bendungan vena oedema transudasi ke kantong hernia pembuluh darah
terjepit nekrosis abses lokal dan akhirnya bisa terjadi fistel ataupun peritonitis
Gambaran klinik obstruksi usus gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit/ asam basa
Strangulasi toksik, nyeri hebat menetap, panas tinggi
HERNIA FEMORALIS
Insidens : tua 4 kali lebih besar dari laki-laki
Bila tekanan intra abdominal tinggi hernia akan muncul
Bila berbaring akan hilang
Pasien sering datang dengan strangulata
Pemeriksaan fisik
o Benjolan di bawah ligamentum inguinal
o Sebelah medial dari v.femoralis
o Sebelah lateral dari tuberculum pubicum
Penyebab
o Tekanan intra abdominal tinggi
o Multipara
o Obesitas
o Degenerasi jaringan ikat
o Akibat post op herniografi pada hernia inguinalis lateralis
Diagnosis Diferensial

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]
o
o
o
o
Therapy
o

( LIMITED EDITION )
Limfadenitis
Lipoma
Varices tunggal (umur tua, pada vena saphena magna)
Abses dingin (cold abscess) = abses yang terkumpul akibat abses di tempat lain
(contoh karena TBC)
Herniotomi

- Krural biasa pada wanita


(Herniografi jahit lig inguinal ke lig cooper)
- Inguinal jahit lig inguinal ke gimbernati
Biasa terjadi pada pria
- Atau kedua-duanya
(pada hernia inkarserata/ hernia residif)

BPH
Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
jumlah sel dari kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
dan menjadi simpai bedah (Sjamsuhidajat dan Jong, 1997).
Terdapat 4 kondisi yang berhubungan dengan hiperplasia prostat, antara lain :
1. Hiperplasi anatomi dari prostat.
2. Gejala gejala prostatisme.
3. Gangguan urodinamik karena tahanan uretra.
4. Respon otot detrisor terhadap tahanan uretra.
Pria dengan keempat kondisi di atas disebut mengalami hiperplasia prostat. Bila hanya
terdapat hiperplasia anatomi dari prostat dan gangguan urodinamik karena obstruksi tanpa gejala
prostatismus, maka penderita mengalami silent prostatisme (Mc Connel et al., 1994).
Gejala hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif
antara lain (Sjamsuhidajat dan Jong, 1997):
1.
Harus menunggu pada permukaan miksi (hesitancy), terjadi karena detrusor membutuhkan
waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
2.
Pancaran miksi yang lemah (poor stream), karena resistensi uretra dan merupakan
gambaran awal dan menetap dari hiperplasia prostat.
3.
Miksi terputus (intermittency), terjadi karena otot detrusor dapat mengatasi resistensi
Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

uretra sampai akhir miksi.


Menetes pada akhir miksi (terminal dribbing), terjadi karena terdapat banyak residu urin
dalam buli.
5.
Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying), terjadi karena
residu urin yang masih terdapat dalam buli.
4.

Gejala iritatif antara lain (Sjamsuhidajat dan Jong, 1997) :


1.
Bertambahnya frekuensi miksi, karena terjadi hiperiritabilita buli dan adanya residu urin
yang merangsang untuk kembali berkemih.
2.
Nokturia, karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra
berkurang selama tidur, dan adanya residu urin.
3.
Miksi sulit ditahan (urgency), terjadi karena ketidakstabilan otot detrusor sehingga terjadi
kontraksi midinter.
Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk skor simtom, salah satunya adalah Skor
Internasional Gejala-gejala Prostat WHO (International Prostate Symptom Score) (Mc Connel et
al., 1994)

Tabel 2.1

Skor Internasional Gejala-gejala Prostat WHO (International Prostate Symptom Score,


IPSS) (Barry et al, 2005)
Pertanyaan

Keluhan pada bulan terakhir

Jawaban dan Skor


Tidak
sama
sekali

Kurang Lebih dari


dari 1-5 5 sampai
kali
kurang
dari 15
kali

15 kali

Lebih
dari 15
kali

Hampir
selalu

Apakah anda merasa buli buli anda


tidak kosong setelah buang air kecil

Berapa kali anda hendak buang air


kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah
buang air kecil

Berapa kali terjadi air kencing berhenti


sewaktu buang air kecil

Berapa kali anda tidak dapat menahan


keinginan buang air kecil

Berapa kali harus air seni lemah sekali

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

sewaktu buang air kecil


Berapa kali terjadi anda mengalami
kesulitan memulai buang air kecil
(harus mengejan)

Berapa kali anda bangun untuk buang


air kecil di waktu malam

1x

2x

3x

4x

5x

Andaikata yang anda alami sekarang


akan tetap berlangsung seumur hidup,
bagaimana perasaan anda

Sangat
senang

Cukup
senang

Biasa saja

Agak
tidak
senang

Tidak
menyenangkan

Sangat
tidak
menyenangkan

Jumlah nilai :
1
= baik sekali
2
= baik
3
= kurang baik
4
= kurang
5
= buruk
6
= buruk sekali

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tanda
1. Anamnesis
Terdapat gejala obstruktiva iritatif (Tanagho dan McAninch, 1988)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) perlu untuk
dilakukan. Hendaknya sebelum dilakukan pemeriksaan ini, balon kateter dikempiskan. Pada
pemeriksaan ini dinilai tonus sfingter anii, reflek bulbo cavernosus (BCR), mencari
kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum dan menilai keadaan prostat. Tonus
sfingter anii / reflek bulbo cavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya reflek jepitan
pada sfingter anii pada jari akibat rangsang sakit yang diberikan pada glans penis.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan adanya kelainan buli neurogen. Pada perabaan prostat
harus diperhatikan ( Mc Connel et al, 1994) :
Konsistensi prostat
Adakah asimetri
Adakah nodul pada prostat
Apakah batas atas dapat diraba
Sulkus medianus prostat
Adakah krepitasi
Pada hiperplasia prostat, colok dubur menunjukan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Pemeriksaan
fisik juga dilakukan untuk mencari ada tidaknya komplikasi. Tidak jarang akan ditemukan
tanda telah terjadi hidronefrosis (teraba ginjal pada palpasi dan nyeri pada perkusi pada sudut
kostovertebra) ataupun infeksi (urosepsis yang ditandai dengan demam). Hal lain yang perlu
diperiksa adalah adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena
sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

1)
2)
3)
4)

( LIMITED EDITION )

lain yang menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fosa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, kandiloma di daerah meatus. Untuk menentukan kriteria
prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah ( Mc
Connel et al, 1994) :
a.
Rectal grading (Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum) :
Derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
Derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
Derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
Derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
b.
Berdasarkan jumlah residual urine :
1) Derajat 1 : < 50 ml
2) Derajat 2 : 50-100 ml
3) Derajat 3 : > 100 ml
4) Derajat 4 : retensi urin total
c.
Intra vesikal grading
1) Derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
2) Derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
3) Derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
4) Derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
d.
Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :
1) Derajat 1 : kissing 1 cm
2) Derajat 2 : kissing 2 cm
3) Derajat 3 : kissing 3 cm
4) Derajat 4 : kissing > 3 cm
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah
1) Rutin, untuk menyingkirkan kelainan perdarahan.
2) Ureum, kreatini, elektrolit dan blood urea nitrogen, sebagai informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
3) Prostate Spesifik Antigen (PSA), sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai
deteksi dini adanya keganasan:
a) Bila PSA < 4 ng/ml, tidak perlu biopsi.
b) Bila PSA 4-10 ng/ml, perlu hitung Prostate spesific Antigen Density (PSAD) yaitu
PSA semu dibagi volume prostat.
c) Bila PSA > 10 ng/ml dilakukan biopsi prostat.
4) Gula darah, untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persyarafan pada buli (buli neurogen) (Poernomo, 2000).
b. Urin
1) Sedimen, untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih.
2) Kultur urin dan tes sensitivitas, mencari jenis kuman penyebab infeksi dan
menentukan sensitivitas kuman terhadap antimikroba yang diujikan.
3) Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik (Poernomo, 2000).
4. Pemeriksaan pencitraan
a. Foto polos abdomen (BNO)
Untuk melihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal, bayangan buli
penuh terisi urin (tanda retensi urin), lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
b. Pielografi intravena (IVP)

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Dapat menerangkan kemungkinan adanya (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidrometer atau hidronefrosis, (2) memperkirakan besaarnya prostat yang ditunjukan oleh
adanya identasi prostat (pendesakan buli oleh kelenjar prostat) atau ureter distal yang
berbentuk seperti mata kail (Hooked Fish) dan (3) penyakit yang terjadi pada buli seperti
trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli.
c. Ultrasonografi Transrektal (TRUS)
Untuk mengetahui besar atau volume prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat
maligna, sebagai petunjuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual
urin dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam buli (Poernomo, 2000).
5. Pemeriksaan lain
a.
Uroflowmetri
Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung
jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin (Poernomo, 2000).
b.
Residual urine
Yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat dihitung dengan cara melakukan
katerisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
(Poernomo, 2000)
G. Diagnosis Banding
1. Kelemahan detrusor kandung kemih:
a.
Kelainan neurologik / medulla spinalis
b.
Neuropatia perifer
c.
Neuropatia diabetes mellitus
d.
Paska bedah radikal di pelvis
e.
Alkoholisme
f.
Farmakologik (obat penenang, penghambat alpha-adrenergik dan
parasimpatolitik)
2. Obstruksi fungsional:
a.
Disinergi detrusor-sfingter, yaitu terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter.
b.
Ketidakstabilan detrusor.
3. Kekakuan leher kandung kemih :
Fibrosis.
4. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh:
a.
Hiperplasia prostat jinak atau ganas.
b.
Kelainan yang menyumbatkan uretra.
c.
Uretralitiasis.
d.
Uretritis akut atau kronik.
e.
Striktur uretra.
5. Prostatitis akut atau kronik (Rahardjo, 2000).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hiperplasi prostat dipilih berdasarkan (Wasson, 1998) :
1.
Usia, Kesehatan umum dan riwayat kesehatan penderita
2.
Derajat hiperplasi prostat
3.
Toleransi penderita terhadap terapi tertentu
4.
Harapan yang ingin dicapai dalam pengobatan
5.
Opini dan pilihan pasien
Umumnya gejala yang ditimbulkan oleh hiperplasi prostat biasanya memerlukan
pengobatan. Jika pembesaran dari kelenjar prostat tidak terlalu besar, pengobatan mungkin tidak
diperlukan. Penelitian menunjukkan bahwa pada beberapa gejala hiperplasi prostat yang ringan
dapat sembuh tanpa pengobatan. Perlu pengobatan ditentukan setelah evaluasi berkala terhadap
Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

kondisi individual penderita. Untuk itu disarankan untuk melakukan kontrol teratur sebelum
pilihan penatalaksaaan ditentukan dan setelah pengobatan dilakukan untuk mengetahui
perkembangan dari penderita (Wasson, 1998).
Tujuan utama tetapi pada pasien hiperplasi prostat adalah menghilangkan obstruksi pada
leher buli. Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi di dalam penatalaksanaan hiperplasi prostat
yang dapat dibagi ke daiam 3 macam tindakan, yaitu :
1. Terapi Non Bedah
Terapi Non Bedah dengan observasi (Watchfull Waiting). Biasanya dilakukan pada pasien
dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan berupa perubahan gaya hidup, antara lain (Bent
et al, 2006) :
a.
Diet
Banyak mengkonsumsi kedelai, teh hijau, suplemen saw palmetto yang dipercaya dapat
berpengaruh terhadap prostat. Juga menghindari atau mengurangi konsumsi kopi, alkohol
dan minuman lainnya, setelah makan malam. Resiko tinggi untuk hiperplasi prostat
berhubungan dengan diet tinggi seng, mentega dan margarin. Sedangkan pada pria yang rajin
mengkonsumsi buah-buahan terbukti memiliki resiko lebih rendah terhadap hiperplasi
prostat.
b.
Obat-obatan yang memperberat gejala prostat
Obat dekongestan dan antihistamin dapat memperlambat aliran urin di beberapa pria dengan
hiperplasi prostat. Beberapa jenis anti Depresan dan diuresis dapat pula memperberat gejala
hiperplasi prostat.
c.
Kegel exercise
Latihan ini bermanfaat untuk mencegah menetesnya urin, dilakukan dengan Mengencanghan
otot-otot pelvis berulang-alang. Caranya : saat buang air kecil, kontraksikan otot-otot pelvis
hingga pancaran urin menurun atau berhenti, lalu diiakukan relaksasi. Dianjurkan pada pria
dengan hiperplasi prostat mengulangi latihan ini 5 hingga 15 kontraksi, dengan lama tiap
hontraksi 10 detik sebanyak 3-5 kali perhari.
2. Terapi medikamentosa
a.
Penghambat alpha-adrenergik
b.
Penghambat enzim 5-alpha reduktase
c.
Antagonis reseptor androgen
d.
Terapi aromatase inhibitor
3. Terapi Bedah
a.
Prostatektomi terbuka
Pada beberapa kasus dimana prosedur transuretra tidak dapat
dilakukan, pembedahan
terbuka, yang memerlukan insisi eksternal dapal dilakukan. pembedahan terbuka biasanya
dipilih bila kelenjar prostat sangat membesar, terdapat faktor komplikasi atau bila buli
mengalami kerusakan dan perlu perbaikan prostat yang mengalami pembesaran dan kondisi
umum pasien membantu operator bedah untuk menentukan prosedur prostatek-tomi, nama
yang akan dipilih. Prosedur prostatektomi yang dapat dipilih antara lain :
1)
Retropubik infravesika (trans millin)
2)
Suprapubik transvesika/TVP (Freyer)
3)
Transperineal
pada semua prosedur prostatektomi terbuka, dilakukan anestesi dan inversi, dan jaringan
yang mengalami pembesaran diambil dari dalam kelenjar prostat.
b.
Prostatektomi endourologi
Pada operasi ini tidak dilakukan insisi eksternal, tetapi dilakukan reseksi transuretra dengan
memasukkan instrumen khusus melalui uretra. Prostatektomi endourologi dibagi menjadi :
1)

Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

[Type text]

( LIMITED EDITION )

Merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Indikasi


tindakan ini ialah gejala-gejala sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dari
pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Meskipun operasi ini memerlukan
ketrampilan
operator, tetapi operasi ini sangat disarankan bila memungkinkan.
Pada reseksi ini dilakukan pula ingasi agar daerah yang akan direseksi tetap tenang dan
tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa cairan non ionik,
yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang
sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H 2O steril (aquades). Sa1ah satu
kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk
ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan air dapat menyebabkan hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TURP, ditandai dengan gelisah, kesadaran somnolen, tekanan
darah meningkat dan terjadi bradikardi. Jika tidak di atasi, pasien akan mengalami odem
otak lalu jatuh dalam koma dan meninggal. Karena itu untuk mengurangi timbulnya
sindroma TURP dipakai cairan non ionik yaitu cairan gliserin, membatasi jangka waktu
operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistotomi suprapubik untuk mengurangi
tekanan air pada buli selama reseksi prostat. Operasi ini kurang memberikan trauma
dibandingkan pembedahan terbuka dan waktu penyembuhan lebih cepat. Komplikasi
TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia, atau retensi urin oleh
karena bekuan darah. Komplikasi pasca bedah dini antara lain perdarahan, infeksi lokal
ataupun sistemik sedangkan kompiikasi pasca bedah lanjut dapat berupa inkontinensi,
disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, striktur uretra.
2)
Trans Urethral Incision of the Prostate (TUIP)
Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih
muda dilakukan insisi kelenjar prostat atau TUIP atau insisi leher buli-buli atau BNI
(bladder neck incision).
3)
Pembedahan dengan laser (Laser Prostectomy)
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari tahun ke
tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai yaitu Nd:YAG,
Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right
angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-65 derajat celcius akan
mengalami vaporisasi. Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata
lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan
lebih cepat dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini
membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah, tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak
menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada
pasca TURP. Penggunaan pembedahan dengan dengan energi laser telah berkembang
dengan pesat akhir akhir ini. Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukan hasil yang
hampir sama dengan cara desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi dan
pancaran urine. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari laser masih belum diketahui
dengan pasti. Tehnik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan
dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena
kesehatannya.

Mohamad Fikih FK UPN Veteran Jakarta/RSMS

You might also like