You are on page 1of 4

Tingkatan Hipertensi berdasarkan penelitian di RSUD. Dr. M.

Haulussy diketahui
bahwa dari 40 orang pasien, 32 orang (80%) diantaranya menderita hipertensi stadium 1, dan
8 orang (20%) menderita hipertensi stadium 2. Ini dikarenakan karena sebagian besar pasien
adalah pasien lama yang telah mendapat pengobatan terhadap hipertensinya. Sehingga
cenderung memiliki tekanan darah yang sudah lebih terkontrol. Tingkat hipertensi dalam
penelitian ini juga mungkin bisa dihubungkan dengan usia.
Usia berdasarkan penelitian di RSUD. Dr. M. Haulussy diketahui bahwa dari 40
pasien yang berumur > 40 tahun ada 37 orang yang menderita hipertensi dan kelompok umur
<40 tahun ada 3 orang yang menderita hipertensi. Ini berarti umur > 40 tahun lebih besar
resiko menderita hipertensi dikarenakan pengaruh degenerasi pertambahan usia.17
Berdasarkan penelitian Poerwati37 setelah dilakukan uji statistik menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi. Menurut Lany dkk, bahwa
dari 5 pria berusia 35 44 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi, angka prevalensi
tersebut menjadi dua kali lipat pada usia 45 54 tahun separuh dari mereka yang berusia 55
64 tahun mengidap hipertensi. Pada usia 65 74 tahun prevalensinya menjadi lebih tinggi
lagi sekitar 60% menjadi hipertensi. Hal ini berarti bahwa variabel umur juga dapat
mempengaruhi hipertensi.37 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yaitu, penelitian
Zamhir Setiawan, yang menemukan bahwa prevalensi hipertensi makin meningkat seiring
dengan bertambahnya umur. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada
umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian
Hasurungan pada lansia menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada umur 60-64
tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali, umur 65-69 tahun 2,45 kali dan
umur >70 tahun 2,97 kali. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur,
disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi
lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya

tekanan darah sistolik.9 Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga
akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami
penebalan oleh arena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,
sehingga pembuluh darah akan berangsurangsur menyempit dan menjadi
kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh
darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade
ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade
kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun.
Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,
pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas
simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia
lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga
sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun. Sedangkan kejadian hipertensi pada perempuan banyak ditemukan pada umur 45-55
tahun dimana terjadi perubahan kuantitas hormon estrogen yang dimulai pada usia
premenopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh

hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density


Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung

dalam

mencegah

terjadinya

proses

aterosklerosis.

Efek

perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas


wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan

umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.
Jenis kelamin berdasarkan penelitian di RSUD Dr. M. Haulussy diketahui bahwa
dari 40 pasien, yang menderita hipertensi memiliki proporsi yang seimbang yakni 20 orang
laki-laki yang menderita hipertensi dan 20 orang perempuan yang menderita hipertensi. Hal
ini sedikit berbeda dengan penelitian Poerwati37. Berdasarkan jenis kelamin diketahui dari 82
pegawai terdapat 10 orang (40%) laki laki dan 9 orang(15,8%) yang perempuan yang
menderita hipertensi. Hal ini berbeda mungkin dikarenakan jumlah sampel yang lebih banyak
pada penelitian tersebut. Menurut Marvynl (1995) hipertensi pada pria terjadi setelah usia 31
tahun sedangkan pada wanita terjadi (setelah menopause). Di jawa Barat prevalensi laki-laki
sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada usia 50 59 tahun prevalensi
hipertensi pada laki laki sekitar 53,8% sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia
lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar 64,5%. Hal ini berarti laki laki lebih
cenderung mengalami hipertensi daripada perempuan karena laki laki sebagai kepala
keluarga dan lebih berat tanggung jawabnya. Hal ini berbeda pada penelitian yang dilakukan
oleh Aprianty REA dan Mulyati Tatik17 dimana jumlah perempuan yang menderita hipertensi
sebanyak 26 orang (60,5%) sedangkan laki-laki sebanyak 17 orang (17,5%). Dan pekerjaan
yang terbanyak adalah ibu rumah tangga yang jarang melakukan olahraga. Kebiasaan olahraga
sebagian besar tidak pernah dilakukan disebabkan subjek penelitian banyak sebagai ibu rumah
tangga yang tidak memiliki kesempatan untuk melakukan olahraga. Ketidak aktifan fisik

meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (CHD) yang setara dengan


hiperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik
memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi. Selain
meningkatkanya perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stress,
keuntungan latihan aerobik yang teratur adalah meningkatnya kadar HDL-

C, menurunnya kadar LDL_C, menurunnya tekanan darah, berkurangnya


obesitas, berkurangnya frekuensi denyut jantung saat istirahat dan
konsumsi oksigen miokardium (MVO2), dan menurunnya resistensi insulin
(Sylvia Price,2005).
i.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan WHO bahwa tingkat pengetahuan seseorang
memiliki hubungan positif terhadap tingkat kecemasan yang dirasakan seseorang.
Menurut Kelliat koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya
individu dapat berupa perubahan cara berfikir (kognitif), perubahan perilaku atau perubahan
lingkungan yang bertujuan untuk menyesuaikan stress yang dihadapi. Mekanisme koping ada
dua macam :
1) Mekanisme koping adaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat positif, rasional,
dan konstruktif.
2) Mekanisme koping maladaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat negatif, merugikan
dan destruktif serta tidak dapat menyelesaiakan masalah secara tuntas.
Pasien dengan kecemasan ringan masih mampu mengendalikan mekanisme koping untuk
menurunkan kecemasannya

You might also like