Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian bayi dan balita di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian bayi (AKB) di Indonesia yaitu
35 bayi per 1000 kelahiran, sedangkan angka kematian balita (AKABA), yaitu 46 dari 1000
balita meninggal setiap tahunnya (Candra Syafei, 2008). Menurut Menteri Kesehatan Siti
Fadilah Supari, diperkirakan 1,7 juta kematian anak di Indonesia atau 5% balita di Indonesia
adalah akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama.
Dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), imunisasi adalah salah satu bentuk
intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status imunisasi pada bayi seperti faktor
karakteristik ibu yang mempengaruhi pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu
akan pentingnya program imunisasi, faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi, atau
faktor keterlambatan dropping vaksin. Kendala utama untuk keberhasilan program imunisasi
bayi yaitu rendahnya kesadaran ibu bayi yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, dan
peran ibu dalam menyukseskan program imunisasi dinilai masih kurang. Masih banyak
anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat dan tidak sedikit
orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap risiko dari beberapa vaksin.
Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat
dengan bayi dan yang terutama mengurus bayi adalah ibu. Dengan pengetahuan,
kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu yang baik akan mempengaruhi kepatuhan
pemberian imunisasi dasar pada bayi, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya.
Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak
terhadap penyakit-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk
vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk
mendapatkan imunisasi yang lengkap.
Upaya imunisasi di Indonesia yang telah dilakukan sejak tahun 70-an pada bayi atau
anak, merupakan program untuk memenuhi Konvensi Hak Anak yang diberlakukan sejak 2
september 1990 oleh PBB. Konvensi Hak Anak meliputi hak atas kelangsungan hidup
1
(survival), hak untuk berkembang (development), hak atas perlindungan (protection) dan hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (participation). Maka sebagai upaya nyata,
pemerintah bersama orangtua mempunyai kewajiban memberikan upaya kesehatan terbaik
demi tumbuh kembang anak, dan imunisasi merupakan upaya pencegahan yang efektif
terhadap penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan.
Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa pada dua tahun
terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan
imunisasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di Negara
kita. Tiga ratus enam orang anak menderita poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai
dengan Februari 2006 sebagai akibat cakupan vaksinasi polio yang menurun di daerah
Cidahu Sukabumi. Angka kejadian difteria yang masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan
1036 kasus dan 174 kasus pada tahun 2007 merupakan bukti bahwa vaksinasi DPT tidak
merata.
Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita di Indonesia maka perlu
ditingkatkan peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), serta penempatan bidan-bidan desa di
Pos Persalinan Desa (Polindes), mengingat beban wilayah Indonesia yang sangat luas. Untuk
itu, program pemerintah dalam memperbanyak bidan desa merupakan hal yang sangat
urgent untuk memantau dan membantu kesehatan bayi dan balita yang jauh dari fasilitas
kesehatan. Hal ini karena membawa bayi/balita yang sakit kerumah sakit bukanlah
pemecahan yang baik, tetapi juga harus diaktifkan pusat-pusat pelayanan kesehatan dan
petugas kesehatan, termasuk bidan ditingkat desa yang dapat menjangkau masyarakat luas.
Departemen kesehatan dalam upaya menurunkan angka morbiditas ibu dan anak ini
menekankan pada penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam usaha
penurunan angka morbiditas serta pemantauan kesehatan ibu dan anak, maka Balai
Kesehatan Ibu Anak (BKIA) merupakan suatu wadah yang diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan masyarakat. Pada BKIA terdapat program-program yang menunjang
dalam pencapaian kesehatan ibu dan anak, salah satunya adalah program imunisasi.
Imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah kepada semua bayi ( usia 0-11 bulan )
adalah imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu adalah BCG untuk mencegah
penyakit Tuberculosis, DPT untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus,
imunisasi Campak untuk mencegah penyakit Campak, imunisasi Polio untuk mencegah
penyakit Polio, dan Hepatitis B untuk mencegah penyakit Hepatitis B.
Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti di lingkungan
puskesmas Limba B terhadap 6 dari 10 orang pengasuh yang mempunyai bayi dan balita
yang kurang mengetahui tentang Imunisasi Dasar pada Bayi dan balita. Dengan data tersebut
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengetahuan, sikap dan
perilaku pengasuh terhadaap pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak di wilayah kerja
puskesmas Limba B.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah masih kurangnya
mendapatkan informasi, serta rasa keingintahuan dan kepedulian ibu untuk mengetahui
tentang imunisasi dasar pada bayi. Maka untuk itu, peneliti ingin mengetahui Bagaimana
pengetahuan, sikap dan perilaku pengasuh terhadaap pemberian imunisasi dasar lengkap
pada anak di wilayah kerja puskesmas Limba B..
1.3 Tujuan
Umum
Mengetahui gambaran program imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja Puskesmas Limba B.
Khusus
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pengasuh anak terhadap program imunisasi
dasar lengkap di wilayah kerja puskesmas Limba B.
Untuk mengetahui tingkat sikap pengasuh anak terhadap program imunisasi dasar
lengkap di wilayah kerja puskesmas Limba B
Untuk mengetahui tingkat perilaku pengasuh anak terhadap program imunisasi dasar
lengkap di wilayah kerja puskesmas Limba B.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran ibu bayi dan masyarakat
akan pentingnya imunisasi dasar.
4. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai
penerapan ilmu yang sudah diperoleh selama perkuliahan khususnya tentang imunisasi
dasar pada bayi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini adalah setelah orang melakukan
pengindraan obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni : indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan
manusia melalui mata dan telinga.
Pada bagian lain pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior), karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Benyamin Bloom (1980) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
manusia ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni a) kognitif (cognitive), b)
afektif (affective) dan c) psikomotor (psychomotor).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Setelah ada beberapa definisi pengetahuan yang telah diuraikan di atas, pengetahuan
yang dicakup kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengikat suatu materi yang sah dipelajari sebelumnya,
termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali (recal) terhadap suatu
spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh suatu
sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara besar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar,
menyebarkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan obyek yang dipelajari tersebut.
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau sisi lain.
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
Sintesis (syntesis)
salah satunya disebabkan karena adanya pemikiran dan perasaan dalam diri seseorang
yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan
penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek tersebut, dimana seseorang dapat
mendapatkan pengetahuan baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.
Informasi
Teori depensi mengenai efek komunikasi massa, disebutkan bahwa media massa
dianggap sebagai informasi yang memiliki peranan penting dalam proses pemeliharaan,
perubahan dan konflik dalam tatanan masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas
sosial dimana media massa ini nantinya akan mempengaruhi fungsi cognitive, afektif dan
behavior. Pada fungsi kognitif diantaranya adalah berfungsi untuk menciptakan atau
menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, perluasan sistem, keyakinan ambiguitas,
pembentukan sikap, perluasan sistem, keyakinan masyarakat dan penegasan atau
penjelasan nilai-nilai tertentu.
Media ini menjadi tiga yaitu media cetak yang meliputi booklet, leaflet, rubik
yang terdapat pada surat kabar atau majalah dan poster. Kemudian media elektronik yang
meliputi televisi, radio, video, slide dan film serta papan (bilboard).
Kepercayaan
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai arah yang berlagu
bagi obyek sikap, sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar
pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
2.2. Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif
(tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman
dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan
sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.
Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada kesediaan
orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku sehat. Banyak
dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam
pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai upaya pencegahan penyakit dan banyak
pula yang tidak memanfaatkan pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila
banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan buktibukti penelitian untuk menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan keputusan-keputusan
orang yang berkaitan dengan kesehatan.
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua
macam, yakni:
Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau
sikap batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat
mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke
puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain adalah seorang yang menganjurkan orang
lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga
berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya
imunisasi, dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk
mendukung keluarga berencana, meskipun mereka sendiri belum melakukan secara
konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih
terselubung (covert behavior).
Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas
atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan orang pada kasus kedua sudah ikut
keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku
mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt
behavior.
2.3. Sikap
8
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Dalam bagian lain Allport, menurut Notoatmodjo, menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
Kecendrungan untuk bertindak.
Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
Menerima (Receiving) Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah
adalah berarti orang menerima ide tersebut.
Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
terhadap suatu masalah.
Bertangguang jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi.
2.4.Konsep Dasar Imunisasi
2.4.1.Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
terhadap penyakit tertentu.
2.4.2.Kekebalan pada Tubuh
1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak
terhadap penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.
Kekebalan aktif dibagi dalam 2 kategori :
9
2.4.4.Jenis-jenis Imunisasi
Vaksin BCG
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacilus
Calmette Guerin) yang masih hidup.
Pemberian imunisasi BCG sebenarnya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai
berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 2 bulan. Imunisasi yang diberikan
pada usia di atas 2 bulan harus dilakukan tes dengan mauntok terlebih dahulu, untuk
mengetahui apakah anak sudah terjangkit penyakit TBC atau tidak. Apabila hasilnya
positif (+) tidak perlu diberikan imunisasi.
10
Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam, bila ia
demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan keadaan lain. Kekebalan yang
diperoleh tindakan mutlak 100%. Efek samping pada dasarnya tidak ada, tetapi reaksi
secara normal akan timbul selama 1 minggu, seperti pembengkakan kecil, merah pada
tempat penyuntikan yang kemudian akan menjadi pus kecil dengan garis tengah 10 mm.
Luka ini akan sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan perut (scar) bergaris 3- 7 mm.
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau menunjukkan uji mantoux positif.
Cara pemberian imunisasi adalah dengan tempat penyuntikan 1/3 bagian lengan
kanan atas (inertio musculus deltoideus) dilakukan dengna suntikan di dalam kulit (intra
cutan) dengan dosis 0,05 cc.
Vaksin DPT (Difteria, Pertitis, Tetanus)
Manfaat pemberian informasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif
dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan
tetanus.
Difteria adalah suatu penyakit yang bersifat toxin mediated disease dan
disebabkan oleh kuman corynebacterivm dipteriae. Termasuk suatu hasil gram positif.
Pada dasarnya semua komplikasi difteria, beratnya penyakit dan komplikasi biasanya
tergantung dari luasnya kelainan lokal angka kematian difteria masih sangat tinggi dan
kelompok usia di bawah lima tahun merupakan kelompok terbesar yang mengalami
kematian.
Pertusis atau batuk rejan atau batuk seratus hari adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh bakteri bordetella pertuses. Pertusis juga merupakan penyakit yang
bersifat toxin-medicated dan toksin yang dihasilkan kuman (melekat pada bulu getar
saluran nafas atas) akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga menyebabkan
gangguan aliran secret saluran pernafasan, dan berpotensi menyebabkan pneumonia.
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang besifat fatal yang disebabkan oleh
oksitosin produksi kuman Clostridium tetanus, kuman tersebut berbentuk batang dan
bersifat anaerobik, gram positif yang mampu menghasilkan spora dengan berbentuk
drumstick, tetanus selain dapat ditemukan pada anak-anak juga dijumpai kasus tetanus
neonatal yang cukup fatal. Komplikasi tetanus yang sering terjadi antara lain :
11
laringospasme, infeksi nosokomial dan preumonia ortotastik. Pada anak besar sering
terjadi hiperpireksi yang juga merupakan tanda tetanus berat.
Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 11 bulan dengan
selang waktu antara dua penyuntikan minimal 4 minggu. Imunisasi ulang lainnya
diberkan setelah umur 11/2 2 tahun. Diulang kembali dengan vaksin DT pada usia 5-6
tahun dan diulang lagi pada umur 10 tahun.
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa
nyeri ditempat suntikan selama 1 2 hari. Kekebalan yang diperoleh dari vaksin DPT
yaitu : vaksin dipteri 80 95%, pertusis 50 60%, dan tetanus 90 95%.
Kadang-kadang terdapat akibat efek samping yang lebih berat, seperti demam
tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan oleh vaksin pertusisnya.
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anakanak yang menderita penyakit kejang, demam kompleks, juga tidak boleh diberikan
kepada anak batuk yang diduga mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal
atau pada penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imunisasi). Juga tidak boleh diberikan
bila sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan bukan merupakan indikasi
kontra yang mutlak.
Pemberian tiga kali dengan dosis 0,5 cc dengan interval 4 minggu secara IM.
Vaksin Poliomyelitis
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
poliomyelitis. Vaksin polio mempunyai 2 kemasan yaitu vaksin yang mengandung virus
polio yang sudah dilemahkan (vaksin salk) dan vaksin yang mengandung virus polio
masih hidup yang telah dilemahkan (virus sabin).
Imunisasi diberikan sejak anak baru lahir atau beberapa hari dengan interval 4
minggu, pemberian ulangan pada umur 1 - 2 tahun.
Biasanya tidak ada reaksi, namun dapat terjadi berak-berak ringan kekebalan
yang akan diperoleh sebesar 95 100%. Pada imunisasi polio hampir tidak terdapat efek
samping bila ada mungkin berupa kelumpuhan anggota gerak pada penyakit polio
sebenarnya. Pemberian vaksin polio tidak boleh diberikan pada anak dengan diare berat,
anak sakit parah dan anak penderita kekebalan. Diberikan dengan cara diteteskan banyak
2 tetes 3 kali pemberian dengan selama 4 minggu.
12
Vaksin Campak
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak
secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan.
Diberikan pada bayi umur 9 11 bulan dengan satu kali pemberian. Biasanya
tidak terdapat reaksi akibat imunisasi mungkin terjadi demam ringan dan tampak sedikit
bercak merah pada pipi di bawah telinga. Pada hari ke 7 8 setelah penyuntikan mungkin
pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan, pada tempat suntikan kekebalan yang
memperoleh yaitu 96 99%.
Sangat jarang mungkin dapat terjadi kejang yang ringan dan tidak berbahaya
pada hari ke 10 12 setelah penyuntikan. Selain itu dapat terjadi radang otak berupa
ensefalitis atau ensepalopati dalam waktu 30 hari setelah imunisasi.
Anak yang sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, difisiensi gizi dalam
derajat berat, difisiensi kekebalan, demam yang lebih 38 derajat celcius dan riwayat
kejang. Di suntikkan 1/3 bagian lengan atas lengan kiri dengan dosis 0,5 cc.
Vaksin hepatitis B
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit
hepatitisB.
Vaksinasi awal, diberkan 3 kali, jarak antara suntikan 1 ke II 1 2 bulan,
sedangkan suntikan ke III diberikan 6 bulan dari suntikan I, imunisasi ulang diberikan 5
tahun setelah imunisasi dasar.
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang
mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan, reaksi ini akan
menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan.
Kekebalan yang diperoleh cukup tinggi, berkisar antara 94 96%.
Selama pemakaian 10 tahun ini tidak dilaporkan adanya efek samping yang
berarti, berbagai suara di masyarakat tentang kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS
akibat pemberian vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma.
Imunisasi tidak dapat diberkan kepada anak yang menderita sakit berat.
Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan
13
membayangkan janin. Bahkan akan memberkan perlindungan kepada janin selama dalam
kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan terakhir lahir.
Penyuntikan diberikan intra muscular, dilakukan di daerah deltoid atau paha
antrolateral dengan dosis Hevac B dewasa 5mg, anak 2,5 mg, hepaccine deweasa 3 mg,
anak 1,5 mg, anak 1,5 mg, B hepavac II dewasa 10 mg dan engerix-B dewasa 20 mg,
anak 10 mg dan engerix-B dewasa 20 mg, anak 10 mg.
2.4.5. Jadwal Pemberian Imunisasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas kecamatan limba B pada bulan Januari
2015.
3.3. Sumber Data
Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian
kuesioner oleh peneliti kepada responden yang dijadikan sampel penelitian sesuai kriteria
inklusi dan eksklusif. Sebelum melakukan pengumpulan data, penelitian meminta surat
persetujuan penelitian kepada responden untuk dijadikan sampel penelitian, apabila
responden setuju maka peneliti memberikan kuisioner.
3.4. Populasi
Adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan di teliti.
Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa populasi adalah semua objek yang
di amati dalam penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang
mempunyai bayi dan balita. Dalam penelitian ini populasinya adalah 110 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
Ibu yang mempunyai bayi dan balita berdomisili di wilayah puskesmas Limba B
Ibu yang bersedia dilakukan penelitian
Ibu yang bisa membaca dan menulis
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
Ibu yang tidak mau mengisi kuesioner
3.6.Sampel
Adalah sebagian dari keseluruhan objek yang di teliti dan di anggap mewakili
seluruh populasi (Arikunto,2006). Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 110 orang.
Metode pengambilan sampel adalah dengan cara non probability sampling yaitu
consecutive sampling yang dilakukan bulan januari 2015 februari 2015.
15
Z 2 . p . q
d2
n2=n1+(10 . n1 )
Keterangan :
n1
: Besar sampel
: 1-P
n2
Tingkat Pengetahuan
Baik
Sedang
Kurang
Skor
>80
60 79
< 60
Sikap
Baik
Sedang
Kurang
Skor
>80
60 79
< 60
Perilaku
Baik
Sedang
Kurang
Skor
>80
60 79
< 60
BAB IV
HASIL
4.1. Profil Komunitas Umum
Puskesmas limba B diresmikan pada tanggal 15 Desember 1983, saat kota Gorontalo
masi termasuk dalam wilayah provinsi Sulawesi utara. Setelah terjadi pemekaran wilayah,
akhirnya Puskesmas Limba B menjadi salah satu dari 7 Puskesmas yang ada di kota
Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Puskesmas limba terletak di Kecamatan kota selatan, tepatnya di kelurahan Limba B.
puskesmas Limba B melayani masyarakat khususnya diwilayah kecamatan kota selatan yang
terdiri dari 10 kelurahan yaitu leurahan Limba U1, Limba U2, Limba B, Biawao, Biawu,
Siendeng, Donggala, Tenda, Pohe, dan Tanjung Kramat. Pada bulan maret 2011 wilayah
kerja Puskesmas Limba B dibagi menjadi kecamatan yaitu kecamatan kota selatan, dan
kecamatan Hulontalangi. Setelah januari 2014, diresmikan sebuah puskesmas baru
dikecamatan Hulontalangi untuk secara khusus melayani masyarakat yang berdomisili di
kecamatan Hulontalangi.
Visi puskesmas kecamatan limba B yaitu mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri,
sedangkan misi puskesmas kecamatan Limba B:
18
Umur
Frekuensi
Presentase
< 20 tahun
17
15,5 %
20-35 tahun
62
56,4 %
>35 tahun
31
28,1 %
Jumlah
110
100 %
19
USIA
< 20 Tahun
20-35 Tahun
>35 Tahun
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Diploma/Sarjana
Jumlah
Frekuensi
9
32
57
12
110
Presentase
8,2%
29%
51,8%
11%
100%
20
PENDIDIKAN
SD
SMP
SMA
Diploma/Sarjana
Pekerjaan
Tidak Bekerja/IRT
Pengemudi Bentor
Wiraswasta
/Swasta
PNS
Jumlah
Frekuensi
57
8
Presentase
51,9 %
7,2%
30
27,2%
15
110
13,7 %
100 %
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden bekerja sebagai IRT
(51,9%), sebagian lainnya bekerja sebagai Wiraswasta/Swasta (27,2%), PNS (13,7%), dan
Pengemudi bentor (7,2%).
21
PEKERJAAN
Tidak Bekerja/IRT
Pengemudi Bentor
Wiraswasta/Swasta
PNS
Jumlah anak
1
2
3
4
5
Jumlah
Jumlah Pengasuh
19
42
37
9
3
110
Presentase
17,2 %
38,1 %
33,7%
8,2%
2,8 %
100 %
22
JUMLAH ANAK
1
2
3
4
5
4.3.1.5. Karakteristik Responden yang pernah memperoleh informasi mengenai imunisasi dasar
Tabel :Distribusi responden yang memperoleh informasi mengenai imunisasi sebelumnya di
Puskesmas Limba B Kota Gorontalo.
No
Memperoleh Informasi
Ya
Tidak
Jumlah
Frekuensi
97
13
110
Presentase
88.1 %
11,9 %
100 %
23
MEMPEROLEH INFORMASI
Ya
Tidak
Tingkat Pengetahuan
1
2
3
Frekuensi Prosentase
71
27
12
110
64,5%
24,5%
11%
100 %
24
PENGETAHUAN
Kurang
Sedang
Baik
1
2
3
Imunisasi
Kurang
Sedang
Baik
Jumlah
Frekuensi Presentase
0
0
110
110
0%
0%
100%
100 %
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki Sikap yang
baik mengenai imunisasi dasar (100%)
25
SIKAP
Kurang
Sedang
Baik
1
2
3
Imunisasi
Kurang
Sedang
Baik
Jumlah
Frekuensi Presentase
0
0
110
110
0%
0%
100%
100 %
26
Perilaku
Kurang
Sedang
Baik
BAB V
PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijabarkan dalam bab tinjauan pustaka bahwa angka kematian bayi
dan balita di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI), angka kematian bayi (AKB) di Indonesia yaitu 35 bayi per 1000
kelahiran, sedangkan angka kematian balita (AKABA), yaitu 46 dari 1000 balita meninggal
setiap tahunnya (Candra Syafei, 2008). Menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari,
diperkirakan 1,7 juta kematian anak di Indonesia atau 5% balita di Indonesia adalah akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama.
Dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), imunisasi adalah salah satu bentuk
intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita
(I.G.N.Ranuh, 2008).
27
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status imunisasi pada bayi seperti faktor
karakteristik ibu yang mempengaruhi pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu
akan pentingnya program imunisasi, faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi, atau
faktor keterlambatan dropping vaksin. Kendala utama untuk keberhasilan program imunisasi
bayi yaitu rendahnya kesadaran ibu bayi yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, dan
peran ibu dalam menyukseskan program imunisasi dinilai masih kurang. Masih banyak
anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat dan tidak sedikit
orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap risiko dari beberapa vaksin.
Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat
dengan bayi dan yang terutama mengurus bayi adalah ibu. Dengan pengetahuan,
kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu yang baik akan mempengaruhi kepatuhan
pemberian imunisasi dasar pada bayi, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya
(Muhammad Ali, 2008).
Pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu:
sebagian kecil responden berumur <20 tahun ( 15,5% ) dan >35 (28,1%).
Pendidikan: SMA (51,8%), SMP (29%) Diploma/Sarjana (11%), SD (8,2%).
Pekerjaan: IRT (51,9%), sebagian lainnya bekerja sebagai Wiraswasta/Swasta
(33,7%), jumlah anak 1 (17,2%), jumlah anak 4 (8,2%), dan jumlah anak 5 (2,8%).
Yang pernah memperoleh informasi mengenai imunisasi sekitar 88,1% dan yang tidak
terhadap penyakit-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk
vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk
mendapatkan imunisasi yang lengkap. (Maulana, 2009).
Upaya imunisasi di Indonesia yang telah dilakukan sejak tahun 70-an pada bayi atau
anak, merupakan program untuk memenuhi Konvensi Hak Anak yang diberlakukan sejak 2
28
september 1990 oleh PBB. Konvensi Hak Anak meliputi hak atas kelangsungan hidup
(survival), hak untuk berkembang (development), hak atas perlindungan (protection) dan hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (participation). Maka sebagai upaya nyata,
pemerintah bersama orangtua mempunyai kewajiban memberikan upaya kesehatan terbaik
demi tumbuh kembang anak, dan imunisasi merupakan upaya pencegahan yang efektif
terhadap penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan (Ranuh dkk,
2011).
Pada penelitian didapatkan masi rendahnya pengetahuan pengasuh mengenai imunisasi
dasar dikarenakan banyaknya pengasuh yang belum memahami akan informasi tentang
imunisasi dasar lengkap yang telah diberikan oleh petugas kesehatan puskesmas. Pemicu dari
kurangnya pemahaman masyarakat mengenai imunisasi dasar lengkap dikarenakan
pendidikan pengasuh yang rata-rata adalah lulusan SMA dan hanya sebagian yang
melanjutkan sampai ke perguruan tinggi. Dari segi pekerjaan juga bisa mempengaruhi
kurangnya pemahama informasi mengenai imunisasi dasar lengkap, rata-rata pekerjaan
pengasuh adalah sebbagai Ibu Rumah Tangga (Tidak Bekerja). Akibat dari beberapa faktor
tersebut mengakibatkan kurangnya pemahaman pengetahuan pengasuh mengenai imunisasi
dasar lengkap.
Mengenai sikap dari responden terhadap imunisasi dasar, didapatkan bahwa 100%
responden memiliki sikap yang baik terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak.
Dalam kuesioner penelitian ini sikap diartikan sebagai pandangan dan langkah yang akan
diambil oleh responden mengenai imunisasi dasar lengkap. Disimpulkan bahwa responden
memiliki pandangan yang baik terkait imunisasi dasar ini, mereka setuju dengan adanya
program imunisasi dasar ini dan yakin bahwa imunisasi dasar dapat mencegah terjadinya
penyakit seperti TBC, Hepatitis B, Difteri, Polio dan Campak. Sikap dari para respnden juga
tidak merasa takut jika anak diimunisasi dan mereka juga merasa perlu di adakan imunisasi
untuk anak dan juga para responden siap membawa anak untuk dilakukan imunisasi
walaupun dengan jarak yang jauh.
Mengenai perilaku respoden terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap juga
didapatkan angka 100%. Dalam poin perilaku ini diartikan atau menitik beratkan pada
pengalaman atau tindakan yang bisa dilakukan oleh responden. Disimpulkan bahwa
responden memiliki perilaku yang baik terhadap pemberian imunsasi pada anak dikarenakan
29
semua anak dari pengasuh telah dilakukan imunisasi, responden juga ingin menambah
pengetahuan mengenai imunisasi dasar, responden rutin membawah anak untuk imunisasi
sesuai dengan jadwal dan responde juga tidak segan mengingatkan pengasuh yang lain untuk
melakukan imunisasi dasar lengkap.
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku
Pengasuh bayi terhadap imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja Puskesmas Limba B, Kota
Gorontalo, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan pengasuh terhadap imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja
Puskesmas Limba B tergolong kurang.
2. Tingkat sikap pengasuh terhadap imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja Puskesmas
Limba B tergolong baik.
3. Tingkat perilaku pengasuh terhadap imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja
Puskesmas Limba B tergolong baik.
6.2 Saran
Walaupun sikap, dan perilaku pengasuh terhadap imunisasi dasar lengkap di wilayah
kerja Puskesmas Limba B, Kota Gorontalo tergolong baik yang mencapai angka 100%, akan
tetapi dari segi pengetahuan pengasuh terhadap imunisasi dasar lengkap masih kurang
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Rezeki S Hadinegoro. 2008. Vaksin kombinasi. Dalam I.G.N. Ranuh, Hariyono
Suyitno, Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B. Kartasasmita, Ismoedijanto, Soedjatmiko:
Pedoman imunisasi di indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Boerhan Hidayat, Purnamawati S Pujiarto. 2008. Hepatitis B. Dalam I.G.N. Ranuh,
Hariyono Suyitno, Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B. Kartasasmita, Ismoedijanto,
Soedjatmiko: Pedoman imunisasi di indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
3. Corry S Matondang, Sjawitri P Siregar. 2008. Aspek imunologi imunisasi. Dalam I.G.N.
Ranuh, Hariyono Suyitno, Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B. Kartasasmita, Ismoedijanto,
Soedjatmiko: Pedoman imunisasi di indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
4. Hariyono Suyitno. 2008. Poliomielitis. Dalam I.G.N. Ranuh, Hariyono Suyitno, Sri Rezeki
S Hadinegoro, Cissy B. Kartasasmita, Ismoedijanto, Soedjatmiko: Pedoman imunisasi di
indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Soekidjo Notoatmodjo. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
133-149.
6. Soekidjo Notoatmodjo. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
133-149.
31
LAMPIRAN
LEMBAR PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama
Alamat
Dengan ini menyatakan persetujuan saya untuk berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku pengasuh terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak
di wilayah kerja Puskesmas Limba B Kota Gorontaloini. Data data yang saya berikan adalah data
yang sebenar bensarnya dan sejujur jujurnya dan pihak yang bersangkutan di Puskesmas Kecematan
Limba B sebagai penyelenggara penelitian dapat menggunakan data yang saya berikan untuk kepentingan
penelitian ini.
Gorontalo,
Januari 2015
(..)
32
KUESIONER PENELITIAN
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENGASUH TERHADAP
PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA ANAK DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS LIMBA B KOTA GORONTALO
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------A. IDENTITAS RESPONDEN
Petunjuk pengisian: berikut merupakan identitas pribadi responden. Isilah kolom yang
tersedia dengan data-data yang sebenar-benarnya.
1. Nama
:
2. Umur
:
3. Alamat
:
4. Pendidikan terakhir
:
o Tidak sekolah
o SD
o SMP
o SMA
o Perguruan tinggi (Diploma / S1, S2, S3)
5. Pekerjaan
:
6. Penghasilan perbulan
:
7. Pekerjaan suami
:
8. Jumlah anak dalam keluarga :
9. Pernah mendapatkan informasi tentang imunisasi dasar
o Ya
o Tidak
10. Jika Ya. Dimana mendapatkan sumber informasi tersebut
o TV
o Majalah / Koran
o Keluarga / Kerabat / Teman
33
o Petugas kesehatan.
B. DAFTAR PERTANYAAN
Petunjuk pengisian: berikut merupakan pertanyaan seputar pengetahuan, sikap dan perilaku
responden. Berikanlah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang menurut anda paling
benar.
A. ASPEK PENGETAHUAN TERHADAP IMUNISASI DASAR.
1. Menurut ibu apakah pengertian imnisasi itu?
a. Suatu upaya untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit.
b. Suatu upaya untuk menyembuhkan penyakit.
c. Upaya untuk bebas dari kuman.
d. Pemberian makanan tambahan.
2. Menurut ibu penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan imunisasi?
a. Polio, campak, hepatitis B, TBC, dift eri, tetanus, dan pertusis
b. DBD, malaria, dan tipus
c. Imunoglobulin
d. Malnutrisi
3. Menurut ibu apakah manfaat dari imunisasi?
a. Sebagai pencegahan terhadap penyakit
b. Sebagai pengobatan penyakit degeneratif
c. Supaya menambah nafsu makan pada anak
d. Tidak tahu
4. Menurut ibu sejak umur berapa bayi boleh diimunisasi?
a.
b.
c.
d.
5. Apakah ibu, mengetahui jenis imunisasi apa yang harus diberikan kepada
bayi baru lahir?
a.
b.
c.
d.
DPT
HB 0
Campak
Polio
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
34
7. Menurut ibu, imunisasi apa yang digunakan untuk mencegah penyakit Hepatitis B?
a.
b.
c.
d.
Hepatitis B
BCG
Campak
Polio
Suntik
Tetes
Diminum
Tidak tahu
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
DPT
BCG
Campak
Polio
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
TBC
Tipus
Campak
Polio
35
15. Apakah ibu mengetahui, berapa kali bayi diberi imunisasi DPT?
a.
b.
c.
d.
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
TBC
Tipus
Dift eri, tetanus, pertusis
Polio
17. Apakah ibu mengetahui, berapa kali bayi diberi imunisasi polio?
a.
b.
c.
d.
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
TBC
Tipus
campak
Polio
Disuntik
Ditetes
Diminum
Tidak tahu
DPT
BCG
campak
Polio
37