You are on page 1of 36

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.

Idiopathic berarti
tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki
keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak
(berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic
Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan
autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
ITP (Idiopathic Th rombocytopenic Purpurae ialah suatu gangguan autoimun yang
ditandai dengan trombositopeni (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mm3)
akibat destruksi prematur trombosit yang meningkat (akibat autoantibody yang mengikat
antigen trombosit).
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi
antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident
tersering pada usia 20-50 tahun dan lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief
mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah
hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah
berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang
menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk
bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan
sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode
cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut
Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit
ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau
mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4m.
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan
hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum
tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk
memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah.
Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume
rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa.
Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini
disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah
trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang
trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa.
Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan
biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit
ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan
perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak
RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut,
yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan

sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan
dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri,
virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh
terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun,
sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto
imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial.
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons
sistem
imun
yang
tidak
tepat.
B. ETIOLOGI
a. Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan
antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit
ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat
terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP,
antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit
yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga
bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi
untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan
platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih
belum diketahui. (ana information center, 2008).
b. ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan
atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan
(misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan
etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan
penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya
terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang
dewasa). (ana information center, 2008)
c. ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras,
quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda
penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut :
purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang
hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini
dan
calar
atau
lebam.
C. JENIS ITP
Secara klinis, ITP ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1) ITP Akut : ITP akut [kurang dari 6 bulan] ini lebih sering terjadi pada anak [usia 2-6 tahun],
seringkali terjadi setelah infeksi virus akut [Rubeola, Rubella, Varicella zoozter, Epstein Barr
virus] dan penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh virus. Manifestasi perdarahan ITP
akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intracranial terjadi kurang dari 1% pasien.
Biasanya ITP akut pada anak ini self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien
[dimana 60% sembuh dalam 4-6 minggu, dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan]. Dan
sekitar 5-10% lainnya berkembang menjadi ITP kronik [berlangsung lebih dari 6 bulan]

2) ITP kronik : ITP kronik ini terutama dijumpai pada wanita berumur 15-50 tahun. Episode
perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten,
bahkan terus menerus.
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut
ITP kronik
Awal penyakit
2-6 tahun
20-40 tahun
Rasio L:P
1:1
1:2-3
Trombosit
<20.000/Ml
30.000-100.000/mL
Lama penyakit
2-6 minggu
Beberapa tahun
Perdarahan
Berulang
Beberapa hari/minggu
(Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
D.

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ITP


Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein
yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang
diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau
meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan
progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti,
terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia
diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat
karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau
virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap
produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya
antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP
Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP,
perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam
regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau
mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan
gusi. 2) perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada
<10% kasus.
E. PENCEGAHAN
a. Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
komplikasinya.
b. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet
dan meningkatkan risiko pendarahan.
c. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang
benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
d. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi
pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

F. GEJALA DAN TANDA


a. Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan
menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya
pendarahan dibawah kulit .
b. Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut)
disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang
jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk
massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
c. Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses.
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk
menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala
pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
d. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit
berkonsentrasi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit,
trombosit (trombosit < 20.000 / mm3).
b. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.Ringan pada
keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
d. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu megakariosit muda dapat bertambah dengan
maturation arrest pada stadium megakariosit.
e. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal,
prothrombin consumption memendek, test RL (+).
G. KOMPLIKASI
1. Peradarahan Kranial (pada Kepala). Ini penyebab utama kematian penderita ITP.
2. Kehilangan darah yang luar biasa
3. Efek samping dari kortikosteroid
4. Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi
splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.8 o
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk praktisnya sebagian besar diagnosa ITP ditegakkan dengan cara eksklusi
(menyingkirkan faktor-faktor sekunder yang dapat menyebabkan trombositopeni), seperti
SLE, obat-obatan, trombositopenia post transfuse, leukemia. Dan mungkin pada sebagian
besar kasus ITP pada anak, awalnya akan didiagnosa dengan DHF dengan manifestasi
perdarahan 9 grade III-IV), tapi seperti yang disebutkan diatas, pada ITP tidak didapatkan
demam, pembesaran limpa dan tidak ada peningkatan hematokrit. Sebagian besar anak
penderita ITP dapat pulih tanpa penanganan medis, hanya dianjurkan untuk melakukan
observasi ketat dan sangat hati-hati terhadap penderita serta penanganan terhadap gejalagejala perdarahannya. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit jika penanganan dan
perawatan intensif dan baik ini tersedia di rumah. Adakalanya penanganan dengan
pengobatan oral Prednisone atau pemasangan infus (masuk ke urat darah halus) berisikan zat
gamma globulin untuk meningkatkan jumlah sel darah merah penderita dengan cepat.
Penyakit ITP untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama
dibandingkan yang dialami anak-anak. Sebagian besar penderita dewasa ITP umumnya telah
mengalami adanya perdarahan yang terus meningkat dan mudah sekali mengalami luka

memar dalam kurun waktu beberapa minggu atau bahkan bulan. Untuk pasien wanita,
meningkatnya aliran darah menstruasi juga merupakan tanda-tanda utama.
Banyak orang dewasa yang mengalami thrombocytopenia (jumlah sel darah merah
dalam darah relatif sedikit) yang tidak terlalu parah. Pada kenyataannya,sebagian kecil orang
bahkan tidak mengalami gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya didiagnosa ITP
saat melakukan tes pemeriksaan darah untuk suatu keperluan, dan ternyata salah satu hasilnya
menunjukkan jumlah sel darah merah yang sedikit.
Penanganan terhadap penyakit ITP yang diderita orang dewasa lebih ditujukan untuk
meningkatkanjumlah sel darah merahnya. Jika pengobatan obat tambah darah dan prednisone
tidakjuga banyak membantu, organ limpa penderita mungkin akan dikeluarkan melalui
tindakan operasi. Organ ini yang memproduksi sebagian besar antibodi yang selama ini
menghancurkan sel-sel darah merah dalam tubuhnya sendiri. Organ ini juga berfungsi untuk
menghancurkansel-sel darah yang tua atau rusak.
I.

TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada
berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi
untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan
untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara
menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang
mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .
Terapi awal ITP (standar) :
a. Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu
pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.
b. Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turut digunakan bila
terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat
terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan
terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak
membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya variasi terapi lini
kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.
c.

Steroid dosis tinggi


Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis
tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.

d. Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten
terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi
metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai
sehari.
e.

IgIV dosis tinggi

Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering


dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping,
terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau
disubtitusi dengan anti-D iv
f.

Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi
bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

g. Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6
minggu.
h. Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat.
Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun
dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
i.

Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi


Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya.
Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat
tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.

j.

Dapsone
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD,
karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.
ASUHAN KEPERAWATAN
IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

1.
PENGKAJIAN
1. Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2. Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah
pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
5. Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh virus
atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.

4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
Gejala : - keletihan, kelemahan, malaise umum.
- toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : - takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
- kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Gejala : - riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
- palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : - TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
Gejala : - keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan:
penolakan transfuse darah.
Tanda : - DEPRESI.
g. Eliminasi.
Gejala : - Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : - distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Gejala : - penurunan masukan diet.
- mual dan muntah.
Tanda : - turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : - sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan penglihatan.
Tanda : - epistaksis.
- mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : - nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : - takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
Gejala : - nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : - takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar
dengan sumber informasi.
b. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis ditandai
dengan
immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.

c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema,
pucat.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi.
Tujuan
Intervensi
Rasional
dan kreteria hasil
Setelah
dilakukan tindakan1)
1x24
jam
diharapkan
keluarga mengerti
akan penyakit klien2)
dengan
Tujuan:
Pemaha 3)
man
dan
penerimaan
terhadap program
pengobatan yang
diresepkan.
Criteria
hasil:
Menyatakan
pemahaman proses
penyakit.
-Faham
akan
prosedur
dagnostik
dan
rencana
pengobatan.

Berikan informasi tntang


1)
ITP. Diskusikan kenyataan
bahwa terapi tergantung
pada tipe dan beratnya ITP.
Tinjau tujuan dan persiapan
untuk
pemeriksaan
2)
diagnostic.
Jelaskan bahwa darah yang
3)
diambil untuk pemeriksaan
laboratorium tidak akan
memperburuk ITP.

memberikan
dasar
pengetahuan
sehingga
keluarga / pasien dapat
membuat pilihan yang
tepat.
ketidak
tahuan
meningkatkan stress.
merupakan
kekwatiran
yang tidak diungkapkan
yang dapat memperkuat
ansietas pasien / keluarga.

b. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis


Tujuan
Intervensi
Rasional
dan kreteria hasil

Setelah a.
dilakukan tindakan
2x24
jam
diharapkan
kerusakan
bisa
berkurang dengan
Tujuan :b.
-Klien
dapat
mengidentifikasi c.
intervensi
yang
berhubungan
dengan
kondisi
spesifik
d.
Berpartisipasi
dalam pencegahan
komplikasi
dan
percepatan
penyembuhan

c.

Kaji integritas kulit untuk


a. Memberikan
informasi
melihat
adanya
efek untuk perencanaan asuhan
samping therapi kanker, dan
mengembangkan
amati penyembuhan luka.
identifikasi awal terhadap
perubahan integritas kulit.
b. Menghindari
perlukaan
Anjurkan klien untuk tidak yang dapat menimbulkan
menggaruk bagian yang infeksi.
gatal.
c. Menghindari penekanan
Ubah posisi klien secara yang terus menerus pada
teratur.
suatu daerah tertentu.
d. Mencegah
trauma
berlanjut pada kulit dan
Berikan advise pada klien produk
yang
kontra
untuk
menghindari indikatif
pemakaian cream kulit,
minyak,
bedak
tanpa
rekomendasi dokter.

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan
Intervensi
Rasional
dan kreteria hasil

Setelah 1)
dilakukan tindakan
2x24
jam
diharapkan kembali
kebentuk normal
dengan
Tujuan: 2)
-Tekanan
darah normal.
Pangisian kapiler
baik.
3)
Kriteria
hasil:
Menunju
kkan
perbaikan4)
perfusi
yang
dibuktikan dengan
TTV stabil.

Awasi TTV, kaji pengisian1) memberikan


informasi
kapiler.
tentang
derajat/
keadekuatan
perfusi
jaringan dan membantu
menentukan
kebutuhan
intervensi.
Tinggikan kepala tempat2) meningkatkan
ekspansi
tidur sesuai toleransi.
paru dan memaksimalkan
oksigenasi
untuk
kebutuhan seluler.
3) dapat
mengindikasikan
Kaji untuk respon verbal gangguan fungsi serebral
melambat,
mudah karena hipoksia.
terangasang.
4) dispne karena regangan
Awasi upaya parnafasan, jantung
lama
/
auskultasi bunyi nafas.
peningkatan kompensasi
curah jantung.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan
literature).
5. EVALUASI
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada
criteria hasil dari
tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP,
atau SOAPIE pada masalah yang
tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
http://yunikewirahmaningrumy.blogspot.com/2013/10/idiopaticthrombocytopenic-purpura.html

ASUHAN KEPERAWATAN IDIOPATIK THROMBOSITOPENIK


PURPURA (ITP)

A. PENGERTIAN
ITP adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia
atau ekimosis dikulit atau pun pada selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai
jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Kelainan
pada kulit tersebut tidak disertai eritema, pembekaan atau peradangan. Kelainaan ini
dahulu dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama
morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik
ialah untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya
disertai dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainaan leukosit.
Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah
yang hilang karena pendarahan.
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri
(self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh.
Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok
keadaan suatu gejala yang sama tetapi berbeda patogenesisnya.

Tanda tanda penyakit ITP

Biasanya pengidap penyakit ITP akan mengalami beberapa tanda yang


menunjukkan bahwa mereka mengidap penyakit ITP. Tanda penyaklit ITP dapat di
tunjukkan secatra tiba- tiba (akut) atau mungkin secara perlahan (kronik) berikut
tanda tandanya :
Peradangan pada hidung
Peradangan pada gigi
Mengalami lebam di anggota badan

Gejala penyakit ITP

Bintik bintik merah di kulit sebesar ujung jarum

Memar tanpa penyebab yang pasti

Perdarahan gusi dan hidung

B.

ETIOLOGI
Penyebab

yang

pasti

belum

diketahui,

tetapi

dikemukakan

berbagai

kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili,


varisela dan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat ( asetosal, PAS, fenibultazon,
diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan
faktor pematangan ( misalnya malnutrisi), DIC ( misalnya pada DSS, leukimia, respiratory
distress syndrome pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP ini terutama yang
menahun merupakan penyakit autonium. Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti
terhadap trombosit dalam darah penderita. Pada neonatus kadang-kadang ditemukan
trombositopenia neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit
antara ibu dan bayi (isoimunisasi). Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas
rhesus atau ABO.
Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai
dasar imonologis ialah anti PIE1dan anti PIE2. Mencari kemungkinan penyabab ITP ini
penting untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis.
C. PATOFISIOLOGI
Purpura trombositiopenik idiopatik adalah salah satu gangguan perdarahaan
didapat yang paling umum erjadi. Purpura trombositopenik idiopatyik adalah sindrom yang
didalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan
sumsum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui,meskipun diduga disebabkan oleh
agens virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit
dengan demam ringan 1-6 minggu sebelum timbul gejala.

Manifestasi klinisnya sangat

bervariasi. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu akut dan kronik. Pada
anak-anak terdapat gejala; 1. Demam, 2. Perdarahan, 3. Petekia, 4. Purpura dengan
trombositopenia, dan 5. Anemia. Pronosi baik, terutama pada anak-anak dengan gangguan
bentuk akut.
D. MANIFISTASI KLINIS
1. Masa prodromal

keletihan, demam, dan nyeri abdomen.

2. Secara spontan timbul petekie dan ekimosis pada kulit.


3 Mudah memar.
4. Epistaksis.
5 Menoragia.
6. Hematuria.
7 Perdarahan dari rongga mulut.
E.

KOMPLIKASI
DM induced steroid

Hipertensi

Immonocompromised

ITP berat dan infeksi

Reaksi transfusi

Relaps

Perdarahan susunan saraf pusat (kurang dari 1% kasus yang terkena)

Efek samping dari kortikosteroid

Infeksi dari pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi
splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.80C.

F. PENATALAKSANAAN
1. ITP akut
a. tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteraid (prednison)

peroral

dengan atau tanpa transfusi darah.


Bila setelah 2 minggu tanpa pengobata belum terlihat tanda kenaikan jumlah
trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya perjalanan
penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun.
c. pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin
intravena.pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu
protamin sulfat.
d. bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan tranfusi suspensi
trombosit.
2. ITP menahun
a. kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. obat imunosupresif (misalnya 6-merkaptopurin, azation, siklofosfamid). Pemberian
obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis pada ITP menahun.
c. splenekotomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat
iminosupresif selama 2-3 bulan. Kasus ini seperti dianggap telah resisten terhadap
prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produks antibodi terhadap trombosit
yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya dikerjaka dalam waktu 1 tahun sejak
permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%.
Spelenektomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50%.
Indikasi splenektomi :
- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama 2-3
bulan.
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan
gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita yang menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis
yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya perdarahan.
Indinkasi kontra splenektomi :
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,
karena sebelum 2 tahun fungsi limfa terdapat infeksi belum dapat diambil alih oleh alat
tubuh yang lain ( hati, kelenjar getah bening,tinus). Hal ini hendaknya diperhatikan,
terutama dinegeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat
infeksi masih tinggi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol.


Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah
berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya terdapat
pendarahan yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik. Leukosit biasanya normal,
tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran
ke kiri. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif atau bahkan
leukopenia ringan.
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah
dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalial-uariosit
satu, setoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit)
jarang ditemukan, sehingga terdapat maturation arrest pada stadium megakariosit.
Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat dapat
ditemukan hiperatif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa
ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk
bahwa prognosis penyakit baik.
Selain kelainan hematologis diatas, mekanisme pembekuaan memberikan
kelainan berupa masa perdarahan memanjang, rumpel-reede umumnya positif,tetapi masa
pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal dan prothrombin consumptian time
memendek. Pemeriksaan lainnya normal.
Dari rincian diatas, maka berikut ini macam pemeriksaannya:
a. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin,
hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3).
b. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
d. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah
dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
e. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan
abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1)

Pengkajian
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
- Petekie terjadi spontan.
- Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
- Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
- Hematuria. (seperti kencing darah)
- Perdarahan gastrointestinal.

c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.


d. Aktivitas / istirahat.
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum.
- toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : takikardia / takipnea (pernapasan yang sangat cepat), dispnea pada
beraktivitas / istirahat.
- kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
- palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan
transfuse
darah.
Tanda : DEPRESI.
g. Eliminasi.
Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Gejala : penurunan masukan diet.
- mual dan muntah.
Tanda : turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan penglihatan.
Tanda : epistaksis.
- mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
Gejala : nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
2)

Riwayat Keperawatan

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang pada pasien dengan ITP bervariasi tingkat keparahannya.
Gejala biasanya perlahan lahan dengan riwayat mudah berdarah dengan trauma maupun
tanpa trauma.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu mencakup penyakit yang pernah diderita oleh
pasien sebelumnya.
C. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian ini mencakup penyakit keluarga atau penyakit keturunan yang diderita oleh
keluarga pasien.

3)

Pemeriksaan Fisik
Jika dokter mencurigai ITP, maka akan dilakukan pemeriksaan kulit pasien yang
dicurigai memar, daerah purpura, atau petechiae. Jika pasien ada riwayat mimisan atau
perdarahan dari mulut atau bagian lain dari tubuh, akan diperiksa penyebab lain dari
perdarahan. Pasien dengan ITP biasanya terlihat dan merasa sehat kecuali apabila terjadi
perdarahan. yang palaing penting diperiksa adalah spleen dan adanya demam. Pasien
dengan ITP biasanya tidak demam, sedangkan pasien dengan lupus atau adanya
trombositopenia biasanya demam

4)

Diagnosa Keperawatan

1.

Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia

2.

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.

3.

Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas


pembawa oksigen darah.

4.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

5.

Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

6.

Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit.

7.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan dibawah kulit.

5)

Perencanaan Keperawatan
NO Diagnosa
Perencanaan keperawatan
keperawatan
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
kriteria hasil
1
Gangguan
Setelah dilakukan
Berikan
nutrisi
mencukupi
pemenuhan
nutrisi

dan keperawatan

cairan
dari

asuhan

yang

adekuat kebutuhan kalori

secara

kualitas setiap hari.


porsi

kurang selama 3x24 jam maupun


kebutuhan diharapkan

kuantitas

lebih

kecil

dapat

dapat
Berikan makanan meningkatkan

tubuh

pasiaen

berhubungan

menghilangkan

dengan

mual dan muntah keciltapi sering.

anoreksia.

dengan

dalam

kriteria
Pantau

porsi masukan
sesuai
kalori.

yang
dengan

hasil

mual

anoreksia

dan pemasukan

muntah

makanan

berkurang

timbang
badan

dan

dan kelemahan dapat


berat mengakibatkan
setiap penurunan berat

hari.

badan

Lakukan

dan

malnutrisi

konsultasi

yang

serius.

dengan ahli diet. sangat


bermanfaat
dalam
perhitungan

dan

penyesuaian diet
untuk memenuhi
kebutuhan
2

Setelah dilakukan
Awasi

Gangguan
perfusi

jaringan asuhan

TTV,

kaji
memberikan

pengisian

informasi tentang

kapiler.

derajat/

berhubungan

keperawatan

dengan

selama 3 x 24 jam
Tinggikan kepala keadekuatan

penurunan

diharapkan

komponen

tekanan

seluler

tempat

darah sesuai toleransi.

diperlukan untuk normal


oksigen

dan verbal

pengisian
dan baik

nutrisi ke sel.

membantu

kebutuhan

kapiler melambat,

intervensi.
meningkatkan

dengan mudah

kriteria

hasil terangasang

menunjukkan

Awasi

ekspansi

paru

upaya dan

perbaikan perfusi parnafasan,


yang

dan

jaringan

pasien
Kaji untuk respon menentukan

yang pada

pengiriman

tidur perfusi

memaksimalkan

dibuktikan auskultasi bunyi oksigenasi untuk

dengan TTV stabil. nafas.

kebutuhan
seluler.
dapat
mengindikasikan
gangguan fungsi
serebral

karena

hipoksia.
dispne

karena

regangan jantung
lama
peningkatan
kompensasi
curah jantung.

Gangguan

Setelah dilakukan
Kaji

pemenuhan

asuhan

frekuensi

(seperti takipnea,

kebutuhan

keperawatan

pernafasan,

dispnea,

oksigen

selama 3 x 24 jam kedalaman

berhubungan

diharapkan pasien irama.

aksesoris)

dengan

dapat mengurangi
Tempatkan

menindikasikan

penurunan

disstres

pasien

pada berlanjutnya

kapasitas

pernafasan

posisi

yang keterlibatan

pembawa

dengan

oksigen darah.

hasil

kriteria nyaman.
Beri

Mempertahankan
pola

awasi
perubahan

normal / efektif

Bantu

dan pernafasan yang


ubah membutuhkan

secara upaya intervensi.


memaksimalkan

periodic.
Bantu

dapat

pengaruh

posisi

pernafasan posisi

dan penggunaan otot

dengan ekspansi

teknik

paru,

nafas menurunkan

dalam.

kerja pernafasan
dan menurunkan
resiko aspirasi.
memaksimalkan
ekspansi

paru,

menurunkan
kerja pernafasan
dan menurunkan
resiko aspirasi.
.membantu
meningkatkan
difusi

gas

ekspansi

dan
jalan

nafas kecil

Intoleransi

Setelah dilakukan
Kaji kemampuan
mempengaruhi

aktivitas

asuhan

pasien

berhubungan

keperawatan sela

melakukan

dengan

ma

kelemahan.

diharapkan pasien catat

3x24

untuk pilihan intervensi


manifestasi

jam aktivitas normal, kardiopulmonal


laporan dari

upaya

dapat

kelemahan,

jantung dan paru

meningkatkan

keletihan.

untuk emmbawa

partisipasi
aktivitas

dalam
mempengaruhi

jumlah

dengan pilihan

ke jaringan.
meningkatkan

kriteria hasil pasin intervensi.


Berikan

dapat

oksigen

istirahat

untuk

menunjukkan

lingkungan

menurunkan

peningkatan

tenang.

kebutuhan

toleransi aktivitas.
Ubah
pasien

posisi oksigen tubuh.


dengan
hipotensi postural

perlahan

dan /

hipoksin

pantau terhadap serebral


pusing.

menyebabkan
pusing,
berdenyut

dan

peningkatan
resiko cedera.
5

Setelah dilakukan
Berikan informasi
Berikan informasi

Kurang
pengetahuan
pada

keluarga keperawatan

tentang
dan

asuhan

tentangITP.

tntang

Diskusikan

Diskusikan

kondisi selama 1 x 24 jam kenyataan

kenyataan bahwa

kebutuhan diharapkan pasien bahwa

terapi terapi tergantung

pengobatan

dapat memahami tergantung pada pada

berhubungan

dan

dengan

ITP.

menerima tipe

tipe

dan

dan beratnya ITP.

salah terhadap program beratnya ITP.

ketidak

tahuan

interpretasi

pengobatan yang
Tinjau tujuan dan meningkatkan

informasi.

diresepkan

persiapan untuk stress.

dengan

kriteria pemeriksaan

hasil

pasien diagnostic.

Faham
prosedur
dignostik

akan
Jelaskan
darah
dan diambil

merupakan
kekwatiran

yang

bahwa tidak
yang diungkapkan
untuk yang

dapat

rencana

pemeriksaan

memperkuat

pengobatan.

laboratorium

ansietas pasien /

tidak

akan keluarga.

memperburuk
6

ITP.
Pasien diberikan
Resiko
tinggi Setelah dilakukan
sel darah merah,
perdarahan
asuhan
darah lengkap
berhubungan
keperawatan
perpacked,

Menigkatkan
jumlah sel darah
pembawa
oksigen dan

dengan
penurunan

selama 1 x 24 jam produk darah


sesuai indikasi
diharapkan pasien

jumlah trombosit dapat


mengembalikan
jumlah

trombosit

sesuai

dengan

memperbaiki
defisiensi
trombosit untuk
menurunkan
resiko
pendarahan

kebutuhan
7

Gangguan
integritas kulit
berhubungan
dengan
pendarahan
dibawah kulit

Kaji integritas Kondisi kulit


Setelah dilakukan
kulit, catat
dipengruhi oleh
asuhan
turgor, warna,
sirkulasi nutrisi
keperawatan 1 x kehangatan
dan immobilisasi
kulit,
eritema
jaringan dapat
24
jam
dan ekskoriasi
menjadi rapuh
diharapkan pasien
Ubah posisi
dan cenderung
dapat
secara periodik
untuk infeksi
atau rusak
mempertahankan

Meningkatkan
integritas kulit
sirkulasi kesemua
area kulit
membatasi
iskemia jaringan
atau
mempengaruhi
hipoksia seluler

I. DAFTAR PUSTAKA
Betz L. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
http://seila31.blogspot.com/2011/05/gangguan-hemostasis-itp.html
http://dranak.blogspot.com/2006/10/itp-idiopathic-thrombocytopenic.html
http://kesumaangsana.blogspot.com/2012/04/pernah-dengar-penyakit-itp.html
Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Penatalaksanaan

Jumlah trombosit di bawah 20.000 umumnya merupakan indikasi untuk


mendapatkan suatu pengobatan. Pasien dengan jumlah trombosit antara 20.000
dan 50.000 biasanya dievaluasi per kasus dan biasanya dilakukan pengobatan
pada pasien hingga jumlah trombosit mencapai di atas 50.000. Rawat inap
mungkin dianjurkan dalam kasus-kasus dengan jumlah trombosit yang sangat
rendah, dan sangat dianjurkan bila pasien pendarahan internal. Hitungan di
bawah 10.000 secara potensial merupakan kondisi yang darurat, pasien rentan
terhadap intraserebral subarachnoid hemorrhage sebagai akibat dari trauma
kepala. Kebanyakan kasus, pengobatan akan dilaksanakan di bawah pengawasan
dan instruksi hematologi. Macam-macam pengobatan, antara lain :
1. Steroid
Pengobatan
biasanya
diawali
dengan
infus
kortikosteroid,
seperti metilprednisolon atau prednisone. Infus trombosit dapat diberikan dalam
situasi darurat seperti pendarahan dalam upaya untuk segera menaikkan jumlah
trombosit. Setelah jumlah trombosit meningkat ke tingkat yang aman, suatu
steroid oral seperti prednisone (1-2 mg / kg per hari), biasanya baru
diberikan. Kebanyakan kasus akan merespon selama minggu pertama
pengobatan. Setelah beberapa minggu terapi steroid oral, dosis secara bertahap
akan berkurang. Namun, 60 sampai 90 persen pasien akan kambuh setelah dosis
telah menurun di bawah 0,25 mg / kg per hari dan kemudian berhenti.
Penggunaan steroid yang berkelanjutan dapat menyebabkan ketergantungan
berat.
2. Anti-D
Strategi lain yang cocok untuk pasien dengan Rh-positif adalah dengan
terapi Rho (D) globulin imun (Anti-D), melalui intravena. Anti-D biasanya
diberikan kepada perempuan Rh-negatif selama kehamilan dan pada bayi
dengan Rh-positif untuk mencegah sensitisasi terhadap faktor Rh pada bayi baru
lahir. Anti-D telah dibuktikan efektif pada beberapa pasien ITP, tetapi mahal.
3. Agen steroid-sparing
Immunosuppresants seperti mycophenolate
mofetil danazathioprine menjadi
lebih populer untuk efektivitas penderita ITP. Dalam kasus refraktori kronis
dimana kekebalan tubuh telah terdeteksi, dapat menggunakan vincristine,
sebuah agenkemoterapi. Namun, vincristine, sebuah alkaloid tapak dara ,
dimana penggunaannya dalam mengobati ITP harus hati-hati, terutama pada
anak-anak. Immunoglobulin intravena (IVIG) juga termasuk salah satu terapi
untuk penderita ITP, tetapi lebih mahal karena obat ini akan berespon kurang
lebih dalam kurun waktu satu bulan dan dapat mencegah terjadinya perdarahan.
Namun, dalam kasus ITP dijadwalkan untuk operasi bagi pasien yang memiliki
jumlah trombosit yang sangat rendah dan berbahaya.
4. Thrombopoietin Reseptor Agonis
Thrombopoietin reseptor agonis adalah agen farmasi yang memperlakukan ITP
dengan merangsang untuk mengurangi kerusakan trombosit. Pada tahun 2011,
produk di bawah ini sudah tidak tersedia:
Romiplostim adalah thrombopoiesis merangsang
peptida
protein
fusi-Fc
(peptibody) yang dikelola oleh injeksi subkutan . Pada tahun 2003 di bawah

hokum USA, uji klinis menunjukkan romiplostim efektif dalam mengobati ITP
kronis, terutama pada pasien pasca splenektomi. Romiplostim telah disetujui
oleh Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan
jangka panjang ITP kronis.
Eltrombopag adalah agen yang dikelola secara oral dengan efek yang mirip
dengan romiplostim. Ini juga telah ditunjukkan untuk meningkatkan jumlah
trombosit dan penurunan pendarahan dalam yang tergantung dengan dosis.
5. Operasi
Splenektomi dapat dianggap sebagai sasaran perusakan platelet biasanya akan ditemui
dalam limpa. Prosedur ini berisiko dalam kasus-kasus ITP karena kemungkinan meningkatnya
perdarahan yang signifikan selama operasi. Sebagaimana dicatat sebelumnya, penggunaan
splenektomi untuk mengobati ITP telah berkurang sejak pengembangan terapi steroid dan obat
farmasi lainnya.

6.

Treatment lain

Transfusi Platelet

Paisen ITP yang mengalami perdarahan berat membutuhkan transfuse platelet


untuk meningkatkan jumlah platelet dalam darah dan perlu dirawat di rumah
sakit. Beberapa pasien memerlukan transfuse platelet sebelum dilakukan
pembedahan.
Mengobati infeksi
Beberapa tipe infeksi dapat dengan mudah menurunkan jumlah platelet pasien.
Jika pasien ITP terkena infeksi yang menyebabkan plateletnya menurun,
mengobati infeksi dapat membantu meningkatkan jumlah platelet dan
mengurangi resiko perarahan.
Jika pasien ITP mengkonsumsi obat yang dapat menurunkan jumlah platelet dan menyebabkan
perdarahan, menghentikan pengobatan kadang-kadang dapat membantu meningkatkan jumlah
platelet. Misalnya, aspirin dan ibuprofen contoh obat yang menyebabkan penurunan fungsi platelet
dan meningkatkan risiko perdarahan. Pasien ITP sebaiknya tidak menggunakan obat tersebut.
Pemeriksaan

Dokter pertama kali akan memastikan terlebih dahulu bahwa jumlah platelet
yang rendah bukan disebabkan karena kondisi lain seperti HIV atau lupus, atau
obat kimia (misalnya obat kemoterapi atau aspirin). Dokter akan menanyakan
riwayat medis, melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah.
Riwayat medis menginformasikan tentang :
Tanda dan gejala perdarahan
- Penyakit yang diderita yang dapat menyebabkan penurunan jumlah platelet atau
menyebabkan perdarahan
- Pengobatan atau suplemen yang biasa dikonsumsi yang dapat menyebabkan
perdarahan dan penurunan jumlah platelet.

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan melihat tanda dan gejala
perdarahan dan infeksi. Lalu dilakukan tes darah untuk mengetahui jumlah
platelet dalam darah. Tes darah ini meliputi :
Perhitungan jumlah darah komplit. Tes ini menunjukkan perbedaan dari
beberapa jenis sel darah, termasuk platelet. Pada pasien ITP, jumlah sel darah
merah dan putih normal.

Apusan darah. Pada tes ini, beberapa tetes darah akan diletakkan di slide
kemudian dilihat melalui mikroskop lalu dilihat platelet dan sel darah yang lain.
- Beberapa laboratorium bisa melakukan tes untuk mengetahui antibody yang
merusak platelet.
Jika tes darah menunjukkan hasil jumlah platelet yang rendah, dokter akan
melakukan tes lagi untuk memastikan diagnosis ITP. Misalnya, tes melalui
sumsum tulang belakang dapat digunakan untuk melihat sel yang besar yang
membuat platelet terlihat normal. (sel yang besar ini disebut megakaryocytes).
Beberapa orang dengan ITP sedang, mempunyai sedikit atau tidak ada tanda
perdarahan. Dalam kasus yang seperti itu, mereka bisa didiagnosis ITP hanya
setelah tes darah dilakukan dan menunjukkan bahwa mereka mempunyai jumlah
platelet yang rendah.
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
SMRS (usia 10 tahun) anak di diagnosa SN di RSUP karyadi (keluhan waktu
itu bengkak di seluruh badan dirawat inap selama 7 hari kemudian pindah rawat
di RSUP Purwerejo ditangani oleh dokter anak selama 2 tahun, mendapat terapi
tablet hijau yang dosisnya makin lama makin berkurang, orang tua merasakan
tidak ada perbaikan, anak justru bertambah gemuk sehingga beralih obat ke
dokter spesialis anak yang lain di diagnosa SN diterapi mulai 2005- juli 2010.
Dari spesialis anak dosis prednisolon 2-2-2 dosis terakhir 2 x , evalusi
proteinuria (+), tidak ada keluhan bengkak, moonface menurun, anak bisa
bertambah tinggi. 4 SMRS muncul bintik lebam dikulit, periksa ke SPPP diagnosa
SN. AT 1000, AL 12170, Hb 13,5.pada saat HMRS (17 tahun),didiagnosa ITP,
rambut rontok. SMRS muncul lebam-lebam, Pasien kemerahan dan gusi
berdarah. Pasien merasa lemas.

Pengkajian
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Prenatal

Selama hamil ibu kontrol rutin waktu hamil di bidan, tidak teratur minum vitamin
selama hamil
b. Perinatal dan post natal :
Ibu melahirkan sewktu berusia 23 tahun pervaginam di bidan, anak N langsung
menangis. BBL 3100 gr. Anak N mendapatkan imunisasi lengkap di bidan
c. Penyakit yang pernah diderita :
Umur 7 tahun anak di dianosa SN ( bengkak di seluruh badan)
d. Hospitalisasi/tindakan operasi

Anak belum pernah diopersi sebelumnya


e. Injuri/kecelakaan

Anak N mengatakan belum pernah mengalami kecelakaan sebelumnya


f. Alergi

Anak tidak mempunyai alergi makanan maupun obat

g. Imunisasi dan tes laboratorium :


Ibu mengatakan An. T sudah mendapatkan imunisasi lengkap di Puskesmas.
Imunisasi-jenis vaksin

h.

Diberikan berapa kali

Umur pemberian

BCG

1X

1 bulan

Hepatitis B

1X

2 bulan

Polio

6X

0,2,4,6 bulan

DPT

5X

2,3,4 bulan

Campak

1X

9 bulan

Pengobatan
:
Anak didiagnosa SN sejak usianya 10 tahun, anak selalu berobat rutin
pada
dokter
spesialis
anak.
Riwayat Keluarga
a.

Sosial ekonomi

Pasien berasal dari keluarga yang cukup, ibu sebagai guru SMP penghasilan 2
juta perbulan, ayah sebagai karyawan swasta (percetakan) dengan penghasilan
1,5 juta perbulan
b.

Lingkungan rumah

Pasien mengatakan lingkungan disekitar rumah bersih, rumah berlantai keramik,


beratap genteng, dinding tembok, kamar mandi di dalam rumah, sumber air dari
sumur
c.

Penyakit keluarga

Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang sama (ITP) dalam kelurga,
Tidak ada riwayat penyakit hipertensi.
- Pengkajian Pola Kesehatan Klien Saat Ini

Nutrisi
Sebelum masuk RS: anak makan 3 kali sehari, (nasi, ikan, sayur)
Selama di rumah sakit: anak makan habis 1 porsi, 3kali sehari diit rumah sakit.

Cairan
Sebelum masuk RS: anak minum 4-5 gelas belimbing sehari berupa air putih.
Selama di rumah sakit: anak minum 1,5 L air mineral.
Kebutuhan cairan pada pasien yang seharusnya adalah :
Kebutuhan cairan:
BB = 49 kg
Kebutuhan cairan untuk 20 kg pertama 1500cc
Jadi kebutuhan cairan dalam 24 jam adalah 1500+(

(49-20)x 20

ml/kgBB/hr)= 2080 cc/24 jam

Aktivitas
Sebelum masuk rumah sakit pasien sekolah sampai siang kemudian bermain
dengan teman-temannya

Selama di rumah sakit: anak lebih banyak berbaring di tempat tidur karena
merasa lemas, namun anak terkadang terlihat duduk dan bisa ke kamar mandi
sendiri dengan didampingi keluarganya.

Eliminasi
BAB

: sebelum masuk RS: BAB setiap 2 kali sehari, feses padat, berwarna

kuning.
BAK : baik sebelum maupun selama di rumah sakit tidak ada perubahan, BAK 56 kali sehari, BAK lancar, urin berwarna kekuningan

Kognitif dan Persepsi


Pendengaran : anak dapat mendengarkan suara gesekan jari
Penglihatan : dapat melihat dengan baik tanpa menggunakan alat bantu
Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
Taktil dan pengecapan : anak dapat merasakan sentuhan, dan bisa
membedakan
rasa
asin,
manis
maupun
pahit.

Pengkajian Fisik
a.

Keadaaan umum :
-

Tingkat kesadaran : compos mentis


-

X/mnt

Nadi ; 90

X/mnt suhu;

36,8

C RR ;

26

TD:
125/90 mmHg
Respon nyeri : Berespon

terhadap nyeri

BB; 49 kg ,TB:168 cm, LLA ; 20 cm LK: 54 cm

b.

Kulit : Warna sawo matang, kulit teraba hangat, terlhat bintik-bintik merah

c.

Kepala : bentuk kepala mesosepal, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat


luka, rambut Nampak tampak bersih berwarna hitam tersebar merata.

d.

Mata :
-

pupil

: reaksi cahaya +/+, isokor kanan/kiri

- conjunctiva
- sclera
e.

: anemis

: tidak ikterik

Telinga : kedua telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada luka, tidak ada cairan
yang keluar dari kedua telinga

f.

Hidung : pernafasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada mimisan,


tidak ada gangguan penciuman

finisi

g.

Mulut : mukosa bibir lembab,terdapat luka sariawan, tidak ada gangguan


menelan, keadaan mulut bersih

h.

Leher : tidak ada benjolan, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri
menelan.

i.

Dada : Pergerakan dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak antara dada
kanan dan kiri. Tidak ada luka, tidak ada nyeri, tidak terdapat penggunaan otototot tambahan pernafasan

j.

Paru-paru :
I: simetris kanan/kiri
P: fremitus kanan/kiri
P: sonor,
A: vesikuler di kedua paru

k.

Jantung :
Suara jantung reguler

l.

Abdomen : tidak ada luka maupun bekas luka tidak ada nyeri tekan, warna
kulit merata, peristaltic 10x/menit

m. Genetalia : anak tidak terpasang kateter, genitalia bersih.


n.

Anus dan rektum : bersih, tidak terdapat hemoroid

o.

Muskuleskeletal : akral hangat, nadi teraba, tidak terdapat pitting odema.


Tidak ada nyeri,
Kekuatan otot:
5

p.

5
5
Neurologi :
GCS E4V5M6
Tidak ada kejang, tidak ada tremor, pasien dapat menyebutkan
tempat,

waktu,
orang (orientasi baik)

Diagnosis Keperawatan, NOC, NIC


I. Dx
: Risk For Injury (00035)
Domain 11
: Safety/Protection
Class 2
: Physical Injury
: Risiko injuri akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumbersumber adaptif dan pertahanan.

1.
2.

Faktor risiko
:
Profil darah yang tidak normal (trombositopenia)
Penyakit imun/autoimun

NOC
Blood Loss Severity
Definisi
: Tingkat keparahan dari perdarahan internal/eksternal
Indikator
: - Kehilangan darah yang bisa terlihat
- Pucat pada kulit dan membrane mukosa.
NIC
Bleeding Precaution : menurunkan stimulus yang dapat mengakibatkan resiko
perdarahan pada pasien
Monitor pasien yang memiliki resiko perdarahan
Monitor tanda dan gejala perdarahan
Monitor tanda vital orthostatic, termasuk tekanan darah
Monitor pembekuan darah termasuk prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), fibrinogen, penurunan fibrin dan jumlah platelet jika diperlukan
Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
Mengajarkan pasien dan atau keluarga akan tanda perdarahan dan tindakan yang
tepat
Beritahu pasien untuk menghindari tindakan invasive

II. Dx.
: Risk for infection
Domain 11
: Safety/ Protection
Class 1
: Infection
Definisi
: Peningkatan resiko untuk diserang organism patogenik
Faktor risiko
:
1. Imunitas yang diperoleh tidak adekuat
2. Pertahanan sekunder yang tidak adekuat (trombositopenia)
3. Malnutrition
NOC
1. Immune status
Definisi : daya tahan alami dan didapat terhadap antigen dari internal dan
eksternal tubuh
Indicator : Integritas kulit
Integritas mukosa
2.

Nutritional Status
Definisi : meningkatkan nutrisi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan
metabolism
Indicator : intake nutrisi
Intake makanan
Intake cairan

3.

Intake energy
Perbandingan antara berat/tinggi

Integritas jaringan : kulit dan membrane mukosa


Definisi : keutuhan struktur dan fungsi fisiologis yang normal pada kulit dan
membrane mukosa
Indicator : Perfusi jaringan
Integritas kulit
Eritema

NIC
1. Perlindungan terhadap infeksi : Pencegahan dan deteksi dini akan infeksi pada
pasien
yang mempunyai risiko
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Monitor kerentanan pasien terhadap infeksi
Monitor angka granulosit,leukosit dan hasil yang berbeda
Pertahankan teknik aseptic terhadap pasien
Amati membran mukosa dan kulit terhadap kemerahan, suhu ekstrim dan
drainase
Dorong pasien untuk istirahat cukup
Dorong intake cairan yang cukup
Monitor adanya perubahan energy
Ajarkan kepada pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
2.

Manajemen nutrisi : Membantu untuk memberikan intake makanan dan cairan


yang
seimbang
Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi kalori secara cukup
Menganjurkan untuk makan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Memberikan pasien makanan tinggi protein, tinggi kalori, makananringan dan
minuman yang dapat dikonsumsi setiap saat, dika diperlukan
Monitor intake nutrisi dan kalori
3.

Pertahanan kulit : Mengumpulkan dan menganalisis data dari pasien untuk


mengatur integritas kulit dan membrane mukosa
Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, temperature,
ekstrimitas dan drainase.
Monitor area kemerahan dan kerusakan pada kulit
Monitor kulit dan membrane mukosa terhadap perubahan warna dan lebam
Monitor warna kulit
Catat perubahan pada kulit dan membrane mukosa

III. Dx

: Fatigue berhubungan dengan status fisik : status penyakit

Domain 4
: Activity/ Rest
Class 3
: Energy Balance
finisi
: Perasaan kelelahan/ keletihan berlebih yang terus menerus terjadi dan
menurunkan kapasitas kerja fisik dan mental. Tidak seperti biasanya
tasan Karakteristik :
1. Tampilan yang menurun
2. Ketidakmampuan untuk mempertahankan tingkat aktivitas fisik seperti
biasanya
3. Ketidakmampuan untuk mempertahankan kebiasaan rutin
4. Kekurangan energy
5. Keletihan
6. Mengungkapkan adanya kekurangan energy (lemas)
NOC
Energy conservation
Definisi :
Tindakan personal untuk mengatur energy dan aktifitas yang terus-menerus
Indikator :
Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Gunakan tidur siang untuk mengembalikan energy
Mempertahankan nutrisi yang adekuat
2. Daya tahan
Definisi : Kapasitas untuk melakukan aktifitas
Indikator : - penyimpanan energy setelah istirahat
kelelahan
3. Nutritional status: Energy
Definisi : meningkatkan penyediaan nutrisi dan oksigen bagi sel tubuh
Indicator : Stamina
Daya tahan
Perlawanan terhadap infeksi
1.

NIC
1. Manajemen energi : pengaturan dalam penggunaan energi untuk suatu hal yang
benar-benar dibutuhkan atau untuk mencegah keletihan dan pengoptimalan
fungsi
Menentukan keterbatasan aktivitas fisik pasien
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
aktivitasnya
Menentukan penyebab dari keletihan
Menentukan persepsi pasien/keluarga akan penyebab dari keletihan
Monitor masukan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energy
Mengkonsultasikan dengan ahli gizi bagaimana untuk meningkatkan intake
makanan
Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat dan membatasi aktivitas

2. Manajemen nutrisi : Membantu untuk memberikan intake makanan dan cairan


yang
seimbang
Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi kalori secara cukup
Menganjurkan untuk makan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Memberikan pasien makanan tinggi protein, tinggi kalori, makanan ringan dan
minuman yang dapat dikonsumsi setiap saat, jika diperlukan
Monitor intake nutrisi dan kalori
3. Peningkatan tidur
: memfasilitasi pola tidur/bangun yang teratur.
Menentukan pola tidur/aktivitas pasien
Memperkirakan pola tidur/bangun yang teratur pada rencana perawatan.
Menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat pada saat sakit.
Menentukan efek dari pengobatan terhadap pola tidur.

Instruksikan pada pasien untuk memonitor tidurnya.


Staf Pengajar FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI: Jakarta
. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. FKUI: Media Aesculapius.
D o r l a n d , W . A N e w m a . 2 0 0 6 . Kamus Kedokteran Dorland , E d i s i
Guyton. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta
Behrman. 2006. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. EGC: Jakarta

2 9 . Jakarta: EGC.

H TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada
berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet.
Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering
digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan
cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien
yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah
sakit .
Terapi awal ITP (standar) :
Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam
minngu pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.

1.

2.

3.

4.

Imunoglobulin intravena (IgIV)


Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan
bila terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah
mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif.
Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar
kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya
variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat
individual.
Steroid dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis
tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.
Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten
terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis
tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg
sekai sehari.
IgIV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi
dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit
kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan
anti-D iv
Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah

5.
6.

7.

8.

rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi
bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.
Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila
respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun dan
kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi
dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal
dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
Dapsone
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD,
karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.

I. PROGNOSA
Pada umumnya baik. Pada anak kadang terjadi remisi lengkap tanpa pengobatan
90% penderita ITP mengalami remisi setelah mendapat pengobatan selama 3 minggu-3
bulan dan tidak timbul lagi gejala
10% jadi ITP menahun dan < 1% meninggal
Pada dewasa sering relaps dalam waktu 4-15 tahun
Prognosa lebih buruk pada wanita hamil dan bila ada komplikasi, terutama perdarahan otak
yang dapat menyebabkan kematian
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi, antara lain :
Hemorrhages
Penurunan kesadaran
Splenomegali

A.
PENGKAJIAN 1.
Keluhan utama : Memar, bintik-bintik pada kulit,
keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi. 2.
Riwayat
penyakit sekarangang ditandai dengan Klien mengalami ITP yg ditandai dengan
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan
pada gusi gigi. 3.
Riwayat penyakit dahulu HIV AIDS yang mungkin diturunkan
dari orang tua klien. 4.
Riwayat penyakit keluarga Pihak keluarga mengalami
HIV AIDS, kelainan hematologi. 5.
Riwayat lingkungan Kondisi lingkungan
kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh virus atau
bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif. a.
Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000. b.
Tandatanda perdarahan. 1)
Petekie terjadi spontan. 2)
Ekimosis terjadi pada
daerah trauma minor. 3)
Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran
pernafasan. 4)
Menoragie. 5)
Hematuria. 6)
Perdarahan
gastrointestinal. c.
Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah. d.
Aktivitas / istirahat. 1)
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Toleransi terhadap latihan rendah. 2)
Tanda : Takikardia / takipnea, dispnea
pada beraktivitas / istirahat. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. e.
Sirkulasi. 1)
Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan
GI kronis, menstruasi berat. Palpitasi (takikardia kompensasi). 2)
Tanda :
TD peningkatan sistolik dengan diastolic stabil. f.
Integritas ego. 1)
Gejala : Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan:
penolakan transfuse darah. 2)
Tanda : Depresi. g.
Eliminasi. 1)
Gejala :
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi. 2)
Tanda :
Distensi abdomen. h.
Makanan / cairan. 1)
Gejala : Penurunan masukan
diet. Mual dan muntah. 2)
Tanda : Turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang
elastisitas. i.
Neurosensori. 1)
Gejala : Sakit kepala, pusing.
Kelemahan, penurunan penglihatan. 2)
Tanda : Epistaksis. Mental : tak
mampu berespons (lambat dan dangkal). j.
Nyeri / kenyamanan. 1)
Gejala
: Nyeri abdomen, sakit kepala. 2)
Tanda : Takipnea, dispnea. k.
Pernafasan.
1)
Gejala : Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas. 2)
Tanda : Takipnea,
dispnea. l.
Keamanan 1)
Gejala : Penyembuhan luka buruk sering infeksi,
transfuse darah sebelumnya. 2)
Tanda : Petekie, ekimosis. B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN 1.
Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan
kelemahan, berat badan menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva. 2.
Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik)
ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di daerah nyeri,
skala nyeri (data subyektif). 3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan ditandai dengan imobilisasi 4.
Kurang pengetahuan pada
keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar
dengan sumber informasi. 5.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan immobilisasi,
kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit. 6.
Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
7.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan
penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia,
takikardi. C.
INTERVENSI KEPERAWATAN 1.
Gangguan pemenuhan nutrisi
dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan
dan kreteria hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2x24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi klien terpenuhi dengan Tujuan: v
Menghilangkan mual dan muntah Criteria hasil: v Menunjukkan berat badan
stabil 1) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. 2) Pantau pemasukan

makanan dan timbang berat badan setiap hari. 3) Lakukan konsultasi dengan
ahli diet. 4) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan
indikasi. 1)
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai
dengan kalori. 2) Anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan
berat badan dan malnutrisi yang serius. 3) Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
4) Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. 2.
Nyeri akut berhubungan
dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik). Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan nyeri yang
dirasakan klien berkurang dengan Tujuan : v Melaporkan nyeri yang dialaminya
v Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas v Mengikuti program
pengobatan v Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri
melalui aktivitas yang mungkin. 1) Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan
intensitas 2) Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi,
ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya. 3) Berikan pengalihan
seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau
nonton TV 4) Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi,
visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. 5) Evaluasi
nyeri, berikan pengobatan bila perlu. 6) Diskusikan penanganan nyeri dengan
dokter dan juga dengan klien 7) Berikan analgetik sesuai indikasi seperti
morfin, methadone, narkotik dll 1)
Memberikan informasi yang diperlukan
untuk merencanakan asuhan. 2)
Untuk mengetahui terapi yang dilakukan
sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. 3)
Untuk
meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
4)
Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress
dan ansietas. 5)
Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri
dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui
kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri. 6)
Agar terapi yang diberikan
tepat sasaran. 7)
Untuk mengatasi nyeri. 3.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan. Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas
sendiri tanpa bantuan dari orang lain dengan Tujuan: v Meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas. Criteria hasil: v Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
1)
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan
kelemahan, keletihan. 2)
Awasi TD, nadi, pernafasan. 3)
Berikan
lingkungan tenang. 4)
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau
terhadap pusing. 1)
Mempengaruhi pilihan intervensi. 2)
Manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ke
jaringan. 3)
Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh. 4)
Hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing,
berdenyut dan peningkatan resiko cedera. 4.
Kurang pengetahuan pada
keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi. Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional Setelah
dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan keluarga mengerti akan penyakit klien
dengan Tujuan: v Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan
yang diresepkan. Criteria hasil: v Menyatakan pemahaman proses penyakit. v
Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan. 1) Berikan informasi
tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan
beratnya ITP. 2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. 3)
Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan
memperburuk ITP. 1)
memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga /
pasien dapat membuat pilihan yang tepat. 2)
ketidak tahuan meningkatkan
stress. 3)
merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan yang dapat

memperkuat ansietas pasien / keluarga. 5.


Resiko tinggi kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan factor imunologis Tujuan dan kreteria hasil Intervensi
Rasional Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kerusakan bisa
berkurang dengan Tujuan : v Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang
berhubungan dengan kondisi spesifik v Berpartisipasi dalam pencegahan
komplikasi dan percepatan penyembuhan 1)
Kaji integritas kulit untuk melihat
adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka. 2)
Anjurkan
klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. 3)
Ubah posisi klien secara
teratur. 4)
Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream
kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. 1)
Memberikan informasi
untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap
perubahan integritas kulit. 2)
Menghindari perlukaan yang dapat
menimbulkan infeksi. 3)
Menghindari penekanan yang terus menerus pada
suatu daerah tertentu. 4)
Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk
yang kontra indikatif 6.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan
nutrisi ke sel. Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam diharapkan kembali kebentuk normal dengan Tujuan: v
Tekanan darah normal. v Pangisian kapiler baik. Kriteria hasil: v Menunjukkan
perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil. 1) Awasi TTV, kaji
pengisian kapiler. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. 3) Kaji
untuk respon verbal melambat, mudah terangasang. 4) Awasi upaya
parnafasan, auskultasi bunyi nafas. 1) memberikan informasi tentang derajat/
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2) meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. 3) dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena
hipoksia. 4) dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi
curah jantung. 7.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan
dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah. Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan Tujuan: v
Mengurangi distress pernafasan. Criteria hasil: v Mempertahankan pola
pernafasan normal / efektif 1) Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan
irama. 2) Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman. 3) Beri posisi dan Bantu
ubah posisi secara periodic. 4) Bantu dengan teknik nafas dalam. 1)
perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat
menindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang
membutuhkan upaya intervensi. 2)
memaksimalkan ekspansi paru,
menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi. 3)
meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi. 4)
membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil. D.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi
yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature). E.
EVALUASI Hal hal yang
perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada criteria
hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP,
atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian. BAB
IV PENUTUP A.
KESIMPULAN Trombositopenia menggambarkan individu yag
mengalami atau pada resiko tinggi untuk mengalami insufisiensi trombosit
sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun,
distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung
mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP.
Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak
jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat

keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri,


fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. Tindakan
keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan
yang terjadi. B.
SARAN 1.
Perawat harus memantau setiap perkembangan
yang terjadi pada pasien yang menderita ITP. 2.
Perawat harus bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang bekerja di
laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien. 3.
Perawat
harus menerapkan komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat
kecemasan pasien. DAFTAR PUSTAKA Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus
Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC : Jakarta Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI : Jakarta DRUGS.2008.Idiopathic
(Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications.
http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenicpurpura.html. Diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.39 WITA. NCI. Immune
Thrombocytopenic Purpura. diakses dari
http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=559453.html diakses
tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.41 WITA. Emedicine.2008. Immune
Thrombocytopenic Purpura. diakses dari
http://www.emedicine.com/med/topic1151.html. diakses tanggal 4 Nopember
2010 pukul 19.46 WITA. PDSA. 2008. ITP. diakses dari http://www.pdsa.org/itpinformation/index.html. diakses tanggal 26 Maret 2010 pukul 20.17 WIB.
Adiantoro, Heru.2010. diakses dari
http://www.scribd.com/doc/30379773/Makalah-ITP.html diakses tanggal 9
Nopember 2010 pukul 23.17 WITA
http://satyaexcel.blogspot.com/2012/10/makalah-penyakit-idiopatik.html

You might also like