You are on page 1of 35

ATRESIA BILLER

A.

PENGERTIAN
Atresia Biliary adalah merupakan suatu keadaan dimana saluran empedu yang utuh
dengan sumbatan dibagian distalnya atau kelainan yang terjadi dibagian atas porta
hepatic.(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/)
Atresia bilier (biliary atresia)a adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluransaluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
(http://pilihsehat.tk/. 2010)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari
duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten
dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland
2002: 206)
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif
yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna L. Wong 2008:
1028)
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal.(kelompok 8)

B.
1.
2.
3.
4.
5.
C.

ETIOLOGI
Belum diketahui secara pasti
Diduga kelainan congenital
Didapat dari proses-proses peradangan
Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine
obstruksi pada salaruna empedu ekstrahepatik
PATHWAY
Terlampir
PATOFISIOLOGI
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati dan kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Dan hipertensi portal
sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
KOMPLIKASI
Cirosis hepatis
Gagal hati
Gagal tumbuh
Hipertensi portal
Varises Esophagus
Asites
TIPE- TIPE ATRESIA BILIARY
Secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
Tipe yang dapat dioperasi (yang dapat diperbaiki)
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya

D.

E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
F.
1.

2.
G.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
H.

I.
1.

2.
3.

Tipe yang tidak dapat dioperasi


Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini
dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
Air kemih bayi berwarna gelap
Tinja berwarna pucat
Kulit berwarna kuning
Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
Hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan
Gatal-gatal
Rewel
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari
lambung, usus dan limpa ke hati).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
Biopsi hati : untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan
dengan pengambilan jaringan hati.
PENATALAKSANAAN
Medik
Penanganan atresia biliary harus segera dilakukan laparotomi eksplorasi, sekaligus
dilakukan kolangiografi pada saat melakukan operasi untuk mengetahui adanya dan
letak obstruksi yang tepat. Tahap berikutnya tergantung dari jenis kelainan yang
tampak, dapat dikoreksi atau tidak dapat dikoreksi. Terhadap atresia yang dapat
dikoreksi dilakukan pemasangan Salin, bila diduga tidak mungkin dilakukan tindakan
koreksi harus dibuat sendian beku, untuk menentukan adanya sisa saluran empedu dan
besarnya penyempitan. Dalam kasus demikian tidak dibenarkan untuk melakukan
tindakan bedah seperti transeksi atau diseksi jaringan hepar sampai ke porta hepatic.
Diantara kasus yang tidak dapat dikoreksi pada beberapa bayi masih mungkin
dilakukan hepatoportoonterostomi.
Terapi pengobatan yang dapat diberikan
barbital 5 mg / kg / BB (dibagi 2 kali pemberian)
Kolesteramin 1 gr / kg / BB (dibagi 6 kali pemberian)
Keperawatan
Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan
serta menghindarkan kontak infeksi).
Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada bayinya berbeda
dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya
dengan terapi sinar / terapi lain.
Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya penyumbatan.

atresia billiar
Gallery

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyebab kolestasis ekstrahepatis neonatal yang terbanyak adalah atresia billiar. Atresia
bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atu kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia biliaris. Bila tindakan
bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila
pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%.
Oleh karena itu diagnosis atresia bilier hams ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8
minggu.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1

Apakah yang di maksud Atresia Bilier ?

1.2.2

Bagaimanakah epidemiologi dari Atresia Bilier?

1.2.3

Bagaimanakan etiologi dari Atresia Bilier?

1.2.4

Bagaimanakah tanda dan gejala dari Atresia Bilier?

1.2.5

Bagaimanakah patofisiologi dari Atresia Bilier?

1.2.6

Bagaimanakah pemeriksaan dari Atresia Bilier?

1.2.7

Bagaimanakah komplikasi dan prognosis dari Atresia Bilier

1.2.8

Bagaimakah pengobatan Atresia Bilier?

1.2.9

Bagaimanakah pencegahan Atresia Bilier ?

1.2.10

Bagaimanakah pathway Atresia Bilier?

1.2.11 Bagaimanakah asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien


dengan Atresia Bilier?

1.3 Tujuan
1.3.1

Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Atresia Bilier;

1.3.2

Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi Atresia Bilier;

1.3.3

Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Atresia Bilier;

1.3.4

Mahasiswa mampu menjelaskan tanda gejala Atresia Bilier;

1.3.5

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Atresia Bilier;

1.3.6

Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan Atresia Bilier

1.3.7

Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis Atresia Bilier;

1.3.8

Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan Atresia Bilier;

1.3.9

Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan Atresia Bilier;

1.3.10

Mahasiswa mampu menjelaskan pathway Atresia Bilier;

1.3.11 Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien
dengan Atresia Bilier.

1.4 Implikasi Keperawatan

Perawat dapat menerapkan proses keperawatan yang menyeluruh kepada pasien


dengan Atresia Bilier secara tepat, melalui pengkajian perawat dapat mengumpulkan
data-data terkait penyakit gastritis yang didapatkan dari mnegetahui faktor risiko, faktor
penyebab, serta tanda dan gejala. Setelah melakukan pengkajian, perawat akan mampu
untuk menganalisa masalah keperawatan yang terjadi pada klien tersebut, kemudian
menetapkan diagnosa terkait masalah keperawatan yang di tetapkan. Setelah
melakukan penetapan diagnosa, perawat akan mampu untuk memberikan rencana
asuhan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang sedang klien
alami. Selanjutnya, perawat akan mampu untuk memberikan implementasi untuk
melakukan rencana tindakan keperawatan yang telah direncanakan, kemudian di
evaluasi secara terus menerus sehingga akan selalu termonitoring keberhasilan
tindakan guna memberikan pelayanan yang prima kepada klien.

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Sistem Billiaris/ Sistem Empedu


Sistem empedu dan hati tumbuh bersama. Berasal dari diverticulum yangenonjol dari
lantai depan (foregut) ada ada tonjolan yang akan menjadi hepar dan sistem empedu,
dimana tonjolan ini akan menyebar ke septum transversum. Sedangkan Bagian caudal
diverticulum akan menjadi: Gall Bladder (kandung empedu), Ductus cysticus, Ductus
biliaris communis (ductus choledochus). Bagian cranialnya akan menjadi liver dan
hepatic bile ducts .

Gb. 1. System biliaris

Kandung empedu berbentuk buah pear, diliputi oleh peritoneum dan menempel ke
permukaan bawah dari lobus kanan dan lobus quadratus dari liver. Ductus cysticus
berjalan dari liver ke arah kandung empedu, Ductus choledochus berjalan ke bawah
menuju ke duodenum, ductus choledochus masuk ke duodenum melalui bagian
belakang duodenum. Ductus hepaticus bercabang 2 lobus kanan dan lobus kiri, Di

daerah ductus hepaticus banyak terjadi kelainan kongenital Kandung empedu


panjangnya 10 cm, 3 5 cm dan mengandung 30 60 cc bile.
Secara anatomis, kandung empedu terbagi menjadi:
1.

Bagian fundus (ujung), Menonjol keluar ke tepi depan dari liver

2.

Corpus (bagian yang besar/ body)

3.

Infundibulum

4.

Leher (berhubungan dengan ductus cysticus)

Panjang ductus cysticus 3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak
sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) jadi disebut valve of Heister (mengatur
pasase bile dari dan ke gall bladder). Ductus cysticus akan bergabung dengan ductus
hepaticus communis menjadi ductus biliaris communis (ductus choledochus). Ductus
hepaticus bercabang menjadi lobus kiri dan kanan, dg panjang masing-masing 2 3
cm. Ductus choledochus panjangnya 10 15 cm dan berjalan menuju duodenum dari
sebelah belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari
duodenum descendens.
Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan ductus
pancreaticus WIRSUNGI (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga
keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung dulu.
Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction (di tempat ini ada sphincter ani).

Vaskularisasi system biliaris:

Mendpt darah dari:

1.

A.retroduodenalis yang merupakan cabang dari a.gastroduodenalis mendarahi


ductus choledochus

2.

A.cysticus ada 2 cabang yaitu anterior dan posterior, mendarahi gall bladder

Darah vena menuju ke vena porta

- Aliran limfe dari liver dan gall bladder akan masuk ke dalam cisterna chyli dan
seterusnya akan masuk ke ductus thoracicus.

Persarafan system biliaris:

- Dari saraf otonom N.vagus menyebabkan kontraksi dari gall bladder dan relaksasi
dari sphincter odi

Saraf simpatis relaksasi gall bladder dan kontraksi sphincter odi (terbuka).
Histologi system biliaris

Mukosa gall bladder epitel columna tinggi

Terdapat kelenjar mukus yang menghasilkan lendir dan umumnya ada di fundus

Peradangan kanaung empedu akan menimbulkan invaginasi mukosa, menonjol ke

dalam lapisan muscularis yang disebut Rokitansky Aschof


-

Epitel saluran empedu adalah epitel columna dan mengandung banyak sekali

kelenjar-kelenjar mukosa.

Gb. 2. Histology system biliaris

Keadaan Fisiologi Sistem Biliaris:


1.

Fungsi Empedu:
Berperan utk penyerapan lemak yaitu dalam bentuk emulsi, juga penyerapan
mineral. Contoh : Ca, Fe, Cu

2.

Merangsang sekresi enzim (Contoh: lipase pankreas)

3.

Penyediaan alkalis utk menetralisir asam lambung di duodenum

4.

Membantu ekskresi bahan-bahan yang telah dimetabolisme di dalam hati

Fungsi sistem bilier ekstrahepatik (transport saluran empedu) :

1.

Transportasi empedu dari hepar ke usus halus

2.

Mengatur aliran empedu

3.

Storage (penyimpanan) dan pengentalan dari empedu

Hati menghasilkan 600 1000 cc bile/ hari dengan BJ 1,011 yang 97%-nya
terdiri dari air
Kandung empedu akan mengentalkan empedu 5 10 kali dengan cara
menyerap air dan mineral lalu mengekskresinya dengan berat jenis 1.040
Kendati tidak terdapat makanan di dalam usus, hati tetap secara kontinu
mensekresi bile yang kemudian disimpan sementara di dalam saluran empedu oleh
karena kontraksi dari sphincter odi
-

Bila tekanan dalam saluran empedu meningkatkan maka terjadi refleks dari

empedu masuk ke dalam kandung empedu di mana akan disimpan dan dikentalkan.
Begitu makanan masuk dari lambung ke duodenum maka akan keluarhormon
cholecystokinin
-

Pengaruh hormon disertai dengan rangsang saraf akan menyebabkan kontraksi

dinding kandung empedu dan relaksasi sph.odi sehingga menyebabkan bile mengalir
ke usus
Lemak dan protein merangsang kuat terhadap kontraksi dari kandung empedu
sedangkan karbohidrat sedikit pengaruhnya
Nyeri yang timbul dari kandung empedu dan ductus empedu disebabkan karena
distensi dan sering disertai dengan nausea, muntah.
Rasa nyeri itu diakibatkan oleh serat-serat sensoris simpatis yaitu dari segment
T7-10 dan rasa nyeri dirasakan di daerah epigastrium
Nyeri yang timbul bersifat intermitten (Hilang timbul), berkaitan dg tek di dlm sist
biliaris
Peradangan kandung empedu juga akan menyebabkan nyeri di daerah
hypochondrium kanan, daerah infra scapula, daerah substernal dan kadang-kadang
berhubungan dengan rgsg N.phrenicus sehingga menyebabkan nyeri di daerah puncak
bawah bahu kanan
Distensi kandung empedu dan salurannya secara refleks dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah dalam A.coronaria sehingga menyebabkan aritmia jantung

2.2 Pengertian Atresia Billiaris


Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Dapat juga diartikan bahwa Obstruksi billiaris adalah
tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya jaringan fibrosis. Atresia
Billiaris merupakan obstruksi bilier ekstrahepatik progresif pada neonates. Cabangcabang bilier ekstrahepatik mengalammi fibrosis, dan terlibat dalam inflamasi hebat
yang menunjukan adanyha infeksi. Jika tidak diobati, akhirnya akan membahayakan
system bilier intrahepatik dan mengakibatkan sirosis, hipertensi portal, asites, dan
insufisiensi hepar.
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan
kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002:
206). Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna L. Wong 2008:
1028)
Atresia bilier (biliary atresia)a adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluransaluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Atresia billiaris merupakan salah satu penyebab dari kolestasis extrahepatik. Gejala
yang sering menyertai adalah: sindrom polisplenia (situs inversus, levocardia, dan tidak
adanya vena cava inferior). Napsu makan sangat menurun, muntah, irritable dan sepsis
akibat adanya kelainan metabolisme, (missal: galaktosemia, intoleransi fruktosa
herediter, trisemia, dll), Hersig J (1980).
Atresia billiaris merupakan penyebab tersering dari ikterus pada neonates. Atresia
merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang akhirnya menjadi
duktus billiaris, kegagalan ini dapat menyeluruh atau sebagian. Penyakit ini tidak
mungkin terjadi lebih dari sekali dalam sebuah keluarga.
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
1.

Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.

Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluransaluran ekstrahepatik empedu paten.

1.

Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable

Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat
dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak bersifat
paten seperti pada tipe operatif.

Gb.3. Macam Atresia Bilier.(medicastore.com)

Klasifikasi dengan menggunakan system klasifikasi Kasai, cara ini banyak digunakan.
Mengklasifikasikan kasus atresia biliaris berdasarkan lokasi dan tingkat patologinya.
Seperti yang terlihat di bawah ini, 3 jenis atresia biliaris yang utama. Klasifikasi atresia
bliaris sesuai dengan area yang terlibat (gray areas):
-

Tipe I : saluran empedu umumnya paten pada daerah proksimal.

Tipe II : atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran s

empedu ditemukan pada porta hepatis.

Tipe IIa : fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten

Tepi IIb : umumnya duktus biliaris dan duktus hepatic tidak ada.

Tipe III : lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatic kanan dan kiri sampai
pada porta hepatic. Bentuk atresia ini adalah umum terjadi, sekitar lebih dari 90% kasus
Atresia bilier dapat diklasifikasikan menurut apakah penyakit ini dapat atau tidak dapat
diperbaiki. Seperti gambar di bawah ini menunjukkan, pada kelompok diperbaiki (1015% kasus), duktus hepatika proksimal umum adalah paten, memungkinkan untuk
anastomosis utama dari empedu ekstrahepatik saluran pada usus besar.

2.3 Epidemiologi
Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Kondisi ini jarang terjadi,
prevalensinya 1 : 15.000 kelahiran. Insidensi lebih banyak terjadi pada anak-anak asia
dan anak kulit hitam. Di US, sekitar 300 bayi yang lahir setiap tahunnya dengan kondisi

atresia billiaris. Bentuk janin-embrio yang ditandai dengan kolestasis awal, muncul
dalam 2 minggu pertama kehidupan, dan menyumbang 10-35% dari semua kasus.
Dalam bentuk ini, saluran-saluran empedu terputus saat lahir, dan 10-20% dari neonatus
yang terkena dampak telah dikaitkan cacat bawaan, termasuk Situs
inversus , polysplenia , malrotasi, atresia usus, dan anomali jantung, antara lain.
Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi jumlah penderita atresia
bilier yang ditangani rumah sakit Cipt Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003,
mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan
fungsi hati. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Suromo Surabaya antara
tahun 1999-2001 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit
kuning gangguan fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%)
Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat
pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispantik (11%), Asia (4,2) dan Indian
Amerika (1,5%)
Kasus atresia bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di belanda,
5/100.000 kelahiran hidup di perancis, 6/100.000 klahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000
kelhiran hidup di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di australia, 7,4/100.000 kelahiran
hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang.
Faktor risiko pada atresia biliaris diantaranya:

Atresia bilier adalah penyebab paling umum penyakit hati kronis pada neonatus.

Atresia bilier terjadi sekali dalam setiap 10.000 sampai 20.000 kelahiran.

Populasi Asia adalah yang paling sering terpengaruh. Afrika Amerika yang
terkena sekitar dua kali lipat Kaukasia.

Atresia bilier menyebabkan kerusakan hati dan mempengaruhi proses penting banyak
yang memungkinkan tubuh untuk berfungsi secara normal. It is a life-threatening
disease and is fatal without treatment. Ini adalah penyakit yang mengancam jiwa dan
fatal tanpa pengobatan.

2.4 Etiologi
Penyebab atresia bilier tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat proses
inflamasi yang destruktif. Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal
dari saluran empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum
diketahui secara pasti, tetapi diduga karena kelainan congenital, didapat dari prosesproses peradangan, atau kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Penyebab atresia masih controversial, beberapa ahli percaya bahwa hal ini terjadi akibat
infeksi intrauterine. Atresia biasanya hanya mengenai duktus biliaris ekstrahepatik,
duktus intrahepatik lebih jarang terkena. Atresia biliaris komplit yang mengenai seluruh
system menyebabkan kematian yang tinggi. Hati menunjukan gambaran obstruksi hebat
duktus biliaris yang besar dengan sirosis biliaris sekunder. Tanpa pengobatan, kematian
terjadi pada masa bayi. Terapi bedah dapat berhasil pada kasus atresia parsial. Pada
kasus atresia yang mengenai duktus intrahepatik, transplantasi hati merupakan satusatunya harapan.
Hal yang penting perlu diketahui adalah bahwa atresia biliaris adalah bukan merupakan
penyakit keturunan. Kasus atresia biliaris tidak diturunkan dari keluarga. Atreia biliaris
paling sering disebabkan karena sebuah peristiwa yang terjadi saat bayi dalam
kandungan. Kemungkinan hal yang dapat memicu terjadinya atresia biliaris diantaranya:
infeksi virus atau bakteri, gangguan dalam system kekebalan tubuh, komponen empedu
yang abnormal, kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu.

2.5 Tanda dan Gejala


Bayi mengalami ikterus segera setelah lahir, feses pucat dan gambaran serupa dengan
hepatitis neonates. Jika kondisi ini tidak diobati, maka hepar akan membesar, jantung
menjadi tidak terlibat dan ada tanda malabsorbsi lemak.
Gejala yang biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
Air kemih bayi berwarna gelap (karena tingkat bilirubin dalam darah dengan konsentrasi
tinggi masuk ke dalam urin), tinja berwarna pucat / acholic (karena kurangnya bilirubin
yang diserap), kulit berwarna kuning, berat badan tidak bertambah atau penambahan
berat badan berlangsung lambat, hati membesar.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan, gatal-gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta
(pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
Tanda pertama dari atresia bilier adalah penyakit kuning, yang menyebabkan warna
kuning pada kulit dan bagian putih mata.. Jaundice disebabkan oleh hati tidak
mengeluarkan bilirubin, pigmen kuning dari darah. Biasanya, bilirubin diambil oleh hati
dan dilepaskan ke dalam empedu. Namun, penyumbatan saluran empedu
menyebabkan bilirubin dan elemen lain dari empedu terakumulasi dalam darah.
Bayi akan menunjukan kondisi normal pada saat lahir tetapi dalam perkembangannya
menunjukan jaundice (kulit dan sclera mata berubah menjadi kuning), warna aurin yang
pekat, dan warna feses yang cerah dalam minggu pertama kehidupan. Setiap bayi
dengan jaundice, setelah berumur 1 bulan dapat dipastikan terkena atresia biliaris
dengan pemeriksaan darah (diantaranya: tipe bilirubin, bilirubin konjugasi dan bilirubin
tak terkonjugasi). Peningkatan bilirubin pada bayi dikarenakan kekurangan drainase ,
abdomen menjadi sangat tegang, dan perbesaran dikarenakan peningkatan ukuran
hati. Jika hal ini terjadi, bayi akan menjadi rentan dan kehilangan berat badan (meskipun
pertambahan cairan akan menutupinya ).

2.6 Patofisiologi
Atresia biliaris adalah kondisi congenital dimana tidak adanya atau tertutupnya duktus
yang menghubungkan empedu dan liver. Salah satu fungi liver adalah untuk
memproduksi empedu (yang dibuat dari kolesterol, garam empedu, dan produg sisa/
pembuangan) yang mengalir dari liver menuju small intestine (usus halus) dirnan ana
fungsinya adalah membantu mencerna makanan.
Gb.4. ductus biliaris abnormal. (childhood disease research and education network)
Untuk alas an yang tidak diketehui, inflamasi yang progresif pada hati segera dimula
saat setelah lahir, tahap awal biasanya menyerang duktus ekstrahepatik. Pembengkakan
dan jaringan parut dalam system drainase empedu didalam hepar dan diikuti oleh
kerusakan sel hati yang sangat cepat, mengakibatkan sirosis hepatis.
Kemungkinan dapat disebabkan oleh virus (missal: retrovirus)yang memicu timbulnya
respon autoimun dimana pertahanan tubuh mulai merusak sel-sel kawannya. Atresia

biliaris hanya menyerang bayi baru lahir dan bukan merupakan penyakit herediter,
menular dan dapat dicegah.
Secara embriologi, percabangan bilier berkembang dari divertikulum hepatik dari
embrio foregut. Duktus bilier intrahepatik berkembang dari hepatosit janin, sel-sel asal
bipotensial mengelilingi percabangan vena porta. Sel-sel duktus bilier primitif ini
membentuk sebuah cincin, piringan duktal, yang berubah bentuk menjadi struktur duktus
bilier matang. Proses perkembangan duktus biliaris intrahepatik dinamis selama
embriogenesis dan berlanjut sampai beberapa waktu setelah lahir. Duktus biliaris
ekstrahepatik muncul dari aspek kaudal divertikulum hepatik. Selama stadium
pemanjangan, duktus ekstrahepatik nantinya akan menjadi, seperti duodenum, sebuah
jalinan sel-sel padat. Pembentukan kembali lumen dimulai dengan duktus komunis dan
berkembang secara distal seringkali mengakibatkan 2 atau 3 lumen untuk sementara,
yang nantinya akan bersatu. Komponen intrahepatik selanjutnya bergabung dengan
sistem duktus ekstrahepatik dalam daerah hilus.
Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat beberapa teori etiologi dan
investigasi. Telah diusulkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh: (a) kegagalan
rekanalisasi, (b) faktor genetik, (c) iskemia, (d) virus, (missal rheovirus) atau (e) toksin.
Saat ini, teori yang paling membangkitkan minat adalah bahwa atresia bilier merupakan
hasil akhir satu atau beberapa dari cemooh-cemooh ini yang nantinya menyebabkan
epitel bilier menjadi peningkatan susunan untuk mengekspresikan antigen pada
permukaan sel (Dillon). Pengenalan oleh sel T yang beredar kemudian memulai respon
imun dimediasi-sel, mengakibatkan cedera fibrosklerotik yang terlihat pada atresia bilier.
Tampaknya terdapat dua kelompok terpisaah pasien dengan atresia bilier: bentuk
embrionik awal dihubungkan dengan kemunculan berbagai anomali lainnya dan bentuk
janin kelak/perinatal yang biasanya terlihat terisolasi. Etiologi masing-masingnya
mungkin berbeda.
Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik inflamasi yang kehilangan
semua atau sebagian percabangan bilier ekstrahepatik juga sistem bilier intrahepatik.
Tidak seperti atresia traktus gastrointestinal lainnya yang memiliki batasan tempat
obstruksi jelas dengan dilatasi proksimal, dalam varian atresia bilier yang paling umum,
duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa dilatasi apapun di proksimalnya.
Sedangkan varian lainnya memiliki sisa nyata distal, dari kandung empedu, duktus
sistikus dan duktus komunis, atau proksimal, dengan hilus kista.
Kandung empedu biasanya kecil namun kemungkinan masih memiliki lumen berkerut
yang berisi cairan jernih (empedu putih). Secara mikroskopis, sisa bilier diwakili oleh
jaringan fibrosa padat, distal. Proksimal, duktus biliaris dikelilingi oleh fibrosis konsentris
dan infiltrat peradangan disekitar struktur seperti-duktus yang kecil sekali, duktus

koledokus dan kelenjar bilier. Oklusi sclerosing duktus bilier menjadi lebih luas seiring
dengan pertambahan usia. Kasai dan rekan-rekannya memperlihatkan bahwa duktus
intrahepatik berhubungan dengan hepatis porta melalui kanal yang kecil sekali,
setidaknya diawal masa bayi. Rekonstruksi bedah berdasarkan pada pedoman ini.
Dalam 2 bulan pertama setelah kelahiran, perubahan histologis hati memperlihatkan
pemeliharaan arsitektur hepatik dasar dengan proliferasi duktulus empedu, sumbatan
empedu dan fibrosis periportal ringan pada bayi dengan atresia bilier. Nantinya, fibrosis
membentang kedalam lobulus hepatikus, akhirnya menghasilkan gambaran sirosis.
Seperempat bayi yang memiliki infiltrat inflamasi portal dan transformasi sel-raksasa
yang tak dapat dibedakan dari temuan patologis hepatitis neonatorum.

2.7 Pemeriksaan
Identifikasi awal dari atresia bilier sangat penting karena hasil jangka panjang tergantung
pada usia pengobatan. Ada sejumlah tes yang dianjurkan untuk diagnosis atresia bilier
tetapi hanya ada satu gold standard dan itu adalah cholangiogram intraoperatif.
Sebelum hal ini dilakukan bayi menjalani tes darah dan x-ray selama beberapa hari dan
sering diambil biopsi hati, yang dapat membantu menegakkan diagnosis atresia bilier.
Bebeprapa model pencitraan digunakan dalam pemeriksaan diagnosis atresia biliaris.
Meskipun beberapa sangat disarankan untuk penyakit ini, tapi tak satupun yang dapat
spesifik menunjukan satu gejala patogen (pathognomonik), dan melakukan lebih dari
satu jenis test umum terjadi.
1.

Pembedahan dan kolangiografi perkutan

2.

Biopsy liver sering digunakan untuk menentukan diagnose atresia biliaris dan
mungkin dilakukan dalam waktu yang sama dengan pembedahan atau kolangiografi
perkutan.

3.

Pembedahan Kolangiografi, biasanya ditunjukan dengan menginjeksikan bahan


kontras melalui kantung empedu. Jika tidak ada hubungan yang terlihat antara
saluran biliaris dan saluran gastrointestinal, maka atresia biliaris positif.

Kolangiografi biasanya dilakukan sebagai langkah pendahuluan, sebelum melanjutkan


ke portoenterostomi. Melalui insisi kecil kuadran-atas-kanan, kandung empedu yang
berkerut ditampakkan. Biasanya kandung empedu tidak memiliki lumen sama sekali,

atau hanya berupa lumen mungil yang mengandung beberapa tetes cairan bening. Bila
lumen ada, kolangiogram diperoleh dengan injeksi bahan kontras
Gb. 5. Kolangiogram (op. pediatric surgey)
1.

Kolangiografi transhepatik perkutan, mungkin secara tekhnis lebih menantang


dan hasilnya hanya dapat pasti jika system intrahepatik dan ekstrahepatik normal
dapat terlihat.
Gb.6. Kolangiografi (op. pediatric surgey)

1.

1.

Ultrasonografi melalui kolesistolangiografi perkutan, merupakan tekhnik yang


cukup baru dimana bahan radiografi kontras diinjeksikan ke dalam kandung empedu
dibawah panduan ultrasonografi dan system biliaris ekstrahepatik dilihat dengan
flouroskopi. Meskipun invasive, tekhnik ini memiliki keuntungan yang sangat baik,
yakni lebih mudah untuk dilakukan dan tidak memerlukan anastesi general.

Endoskopi dan kolangiopankreatografi retrograde

Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan prosedur


pencitraan diagnostic yang lainnya. Meskipun ini teknik invasive jarang digunakan, hasil
studi oleh Petersen et al merekomendasikan ERCP dilakukan sebelum laparotomi pada
semua pasien yang diduga memiliki atresia biliaris.
Dalam studi ini, ERCP dilakukan pada pasien kolestatis kurang daru 6 bulan, yang
diduga memilliki penyebab kolestasis ekstrahepatik, yakni atresia biliaris. Dalam hal ini,
sensitivitas ERCP untuk mendiagnosis atresia bilier adalah 92% dan spesifisitas adalah
73%. Pada analisis retrospektif oleh Shanmugam dkk, ERCP memiliki nilai prediksi
yang tinggi untuk atresia biliaris pada bayi kolestasis kurang dari 100 hari.

1.

MRI

Temuan pada bayi dengan atresia bilier termasuk visualisasi lengkap dari sistem
extrahepatic empedu dan intensitas sinyal periportal tinggi pada T2-tertimbang Magnetic
Resonance Imaging (MRI) scan (yang mungkin merupakan dilatasi kistik dari saluran
empedu janin dengan sekitarnya fibrosis).

Visualisasi lengkap dari sistem bilier ekstrahepatik tidak termasuk atresia bilier, tetapi
tidak memperlihatkan gambaran yang menunjukan penyakit saluran-saluran empedu
atau hati.
1.

Ultrasonografi

Ultrasonografi umumnya merupakan investigasi awal pada pasien yang dicurigai atresia
bilier. Hal ini dapat digunakan untuk menilai sistem hepatobiliary neonatal dan dapat
tidak termasuk anomali anatomi lainnya.
Ultrasonography juga bisa digunakan untuk mengevaluasi parenkim hati.
Ultrasonografi cepat, aman dan non-invasif bermakna pada evaluasi bayi dengan ikterik.
Pada atresia bilier, kandung empedu kecil atau tidak terlihat. Duktus bilier tidak terlihat
dan hepar mungkin mengalami peningkatan echogenicity. Sebagai tambahan,
munculnya anomali polisplenia (limpa multipel, vena porta pre-duodenal, situs inversus,
dan absensia vena cava infrahepatik) memberi kesan diagnosis.
1.

Nuklear Imaging

Skintigrafi Hepatobiliary telah digunakan dalam diagnosis atresia bilier selama bertahuntahun. Biasanya digunakan analog sebuah teknesium-berlabel asam iminodiacetic
(IDA). Misalnya, radiopharamceuticals termasuk 99m Tc (technetium-99m) DISIDA
(diisopropyl-iminodiacetic acid) dan 99m Tc mebrofenin (trimethylbromo-iminodiacetic
acid).
Pencitraan hepatobilier menggunakan technetium-99m asam iminodiacetic (IDA)
bermanfaat untuk memisahkan obstruktif dari ikterus parenkimal. Pada atresia bilier,
khususnya yang dini, pengambilan nukleotida cepat, namun ekskresi kedalam usus tidak
ada, bahkan pada gambar yang tertunda. Pada ikterus hepatoseluler, pengambilan
isotop tertunda oleh penyakit parenkim dan ekskresi kedalam usus mungkin tertunda
atau tidak terlihat. Karenanya, visualisasi isotop didalam usus mengecualikan atresia
bilier, namun kegagalan menunjukkan ekskresi usus adalah non-diagnostik.
Fenobarbital, karena ia meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin, dapat digunakan
untuk meningkatkan pembedaan dengan pencitraan IDA.
1.

Hati scan, Hati scan adalah jenis khusus dari sinar x yang menggunakan zat-zat
yang dapat dideteksi oleh kamera untuk membuat gambar hati dan saluran empedu.
One such test is called hepatobiliary iminodiacetic acid (HIDA) scanning. Satu tes
seperti disebut asam iminodiacetic hepatobiliary (HIDA) pemindaian. HIDA scans
trace the path of bile in the body and can show whether bile flow is blocked. HIDA

scan menelusuri jalan empedu dalam tubuh dan dapat menunjukkan apakah aliran
empedu tersumbat.
2.
Tes biokimia pada atresia bilier memperlihatkan hiperbilirubinemia, biasanya 6-12
mg/dL, dengan 50% terkonjugasi. Transaminase dan alkali fosfatase meningkat 2-3
kali nilai normal. -glutamil transeptidase biasanya tinggi dengan nyata sekali.
Biasanya, fungsi sintetik hepar mendekati normal dengan level serum albumin
normal. Peningkatan ringan PT biasanya sebagai respon terhadap asupan vitamin K
parenteral. Tes serologis harus dilaksanakan untuk mengecualikan etiologi infeksi
(hepatitis A, B, C dan titer TORCH). Defisiensi 1-antitripsin dapat menyerupai
atresia bilier dan diasingkan dengan menentukan level AAT dan fenotip. Hitung
darah lengkap standar dengan pemeriksaan apusan perifer secara luas
mengecualikan penyebab hematologis pada kolestasis.
3.
Pemeriksaan Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :
protombin time, partial thromboplastin time.
4.

Pemeriksaan biokimiawi : alfa fetoprotein < 10 g (Andres dkk, 1977), gama


glukoronil 30 kali, kadar Cu darah naik, Fe turun.

5.

Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang


mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.

6.

Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.

2.8 Komplikasi dan Prognosis


2.8.1 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada atresia biliaris adalah:
1.

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran


normal empedu keluar hati dan kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk
sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
2.
Progresif serosis hepatis trjadi jika aliran hanya dapat dibuka sebagian oleh
prosedur pembedahan, permasalahan dengan pendarahan dan penngumpalan.
3.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly.

4.
5.
6.
7.
8.

Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
Hipertensi portal
Pendarahan yang mengancam nyawa dari pembesaran vena yang lemah di
esofaguc dan perut, dapat menyebabkan Varises Esophagus.
Asites merupakan akumulasi cairan dalam kapasitas abdomen yang disebabkan
penurunan produksi albumin dalam protein plasma.
Komplikasi Pasca Bedah: yakni kolangitis menaik

Tanda-tanda kolangitis menaik adalah : badan panas, tampak iterik, perut membuncit,
leukositosis, anemia, peningkatan LED, GOT dan GPT, serta bilirubin darah. Kolangitis
menaik dibagi 2:
1.

Kolangitis menaik dini (early ascending cholangitis)

Hal ini bias berakibat fatal bila terjadi.


1.

Kolangitis menaik lambat (late cholangitis)

Hal ini tidak bersifat fatal, tetapi hamper selalu terjadi pada pasca operasi.
Cara mencegah kolangitis menaik adalah dengan modifikasi kimura pada tekhnik
operasi Kasai I (Halimun, EM, 1983).

2.8.2 Prognosis
Harapan hidup pasien yang tidak diobati adalah 18 bulan. Progresi fibrosis hepatic
sering terjadi walaupun sudah mendapat terapi bedah paliatif, meskipun 30 50 %
pasien mungkin tetap anikterik. Angka harapan hidup transplantasi jangka pendek
sekitar 75 %.
Menurut Carlassone & Bensonsson (1977) menyatakan bahwa operasi atresia biliaris
tipe noncorrectable adalah buruk sekali sebelum adanya operasi Kasai, tapi sampai
sekarang hanya sedikit penderita yang dapat disembuhkan. Bila pasase empedu tidak
dikoreksi, 50 % anak akan meninggal pada tahun pertama kehidupan, 25 % pada tahun
ke dua, dan sisanya pada usia 8-9 tahun. Penderita meninggal akibat kegagalan fungsi
hati dan sirosis dengan hipertensi portal (koop, 1976).

2.8 Pengobatan dan Penatalaksanaan


2.8.1

Pengobatan

Dalam hal ini pengibatan tidak memberikan efek yang terlalu besar. Satu-satunya terapi
yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia bilier adalah pembedahan. Secara
historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk reseksi hepatik parsial dengan
drainase luka permukaan, penusukan hepar dengan tabung hampa, dan pengalihan
duktus limfatik torasikus kedalam rongga mulut. Prosedur satu-satunya yang
memberikan keberhasilan jangka-panjang adalah portoenterostomi dan transplantasi
hati.
Usaha pengobatan yang umum dilakukan adalah:
Feno barbital 5 mg / kg / BB (dibagi 2 kali pemberian)
Kolesteramin 1 gr / kg / BB (dibagi 6 kali pemberian)

2.8.2

Penatalaksanaan

Penanganan yang dapat dilakukan pada pasien atresia biliaris adalah:


1.

Oprasi

Tujuan pembedahan adalah menegakan suatu lintasan bagi empedu, jika tidak, maka
prognosis adalah buruk, dan kematian dapat terjadi dalam 2 tahunkehidupan.
Pembedahan dilakukan dengan indikasi operasi minimal, antara lain (Halimun EM,
1978):
-

Ikterus semakin progresif

Tinja tetap seperti dempul setelah pengobatan fenobarbital 10 hari

Bilirubin total, terutama bilirubin direk ikterus meningkat

Gambaran histologist hati sesuai bendungan.

1.

Drainase bilioenterik (protojejenostomi)

Prosedur ini harus dilakukan antara bulan pertama sampai kedua kehidupan bayi.
Keadaan ini tidak dapat diterapi paliatif dengan pembedahan sesudah 12-16 minggu,
kematiian akibat gagal hati atau komplikasi hipertensi portal biasanya terjadi antara usia
2-3 tahun.

1.

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang


mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan
langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan
pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
1.
4.
Portoenterostomi hepatic

Prosedur portoenterostomi diawali dengan mobilisasi kandung empedu dari hati dan
diseksi duktus sistikus ke sisa serabut duktus biliaris komunis (Gambar.4). Peritoneum
superfisial diatas ligamentum hepatoduodenal dibuka untuk memperlihatkan arteri
hepatika dan struktur biliaris. Alat pembesar dan pencahayaan sempurna tidak memiliki
arti. Duktus komunis fibrosa secara hati-hati dipotong dan dibelah di distal pada batas
atas duodenum. Sisa duktal digunakan untuk traksi dan diseksi berlanjut ke proksimal.
Arteri sistikus diligasi. (berhati-hatilah untuk menghindari kesalahan a. hepatika kanan
untuk kistik). Duktus biliaris fibrosa meluas menjadi massa berbentuk kerucut dan
memasuki hepar diantara bifurkasi dan vena porta (Gambar.5). Vena kecil bercabang
harus dibagi dengan cermat. Kerucut fibrosa dipotong sama persis dengan substansi
hepar (Gambar.6). Tidak ada kauter yang digunakan pada pemotongan hilus.
Pembalutan dengan kasa ketika Roux-en-Y tersumbat akan memberikan hemostasis
yang cukup.
Gb.7. Prosedur kasai (op. pediatric surgey)
Gb. 8. Prosedur kasai (op. pediatric surgey)

Gb. 9. Prosedur kasai (op. pediatric surgey)

Meskipun berbagai rekonstruksi intestinal telah dijelaskan, Roux-en-Y tradisional saat ini
lebih disukai. Kebanyakan pilihan lainnya berasal dari usaha untuk mengurangi frekuensi
kolangitis. Umumnya, tak satupun dari eksteriorisasi atau teknik katup yang secara
bermakna mempengaruhi insiden kolangitis atau hasil akhir jangka-panjang.
Saat ini, kita menciptakan Roux-en-Y 40-cm dengan transeksi yeyunum 10-cm distal
terhadap ligamen Trietz. Cabang Roux melewati retro-kolik dan prosedur dilengkapi
dengan anastomosis yang berakhir-pada-satu-lapisan ke hepatik porta yang ditranseksi
menggunakan jahitan berturut-turut yang dapat diserap (Gambar.7). Harus berhati-hati
untuk tidak menempatkan jahitan melalui jaringan yang ditranseksi dimana terdapat
duktus bilier yang sangat kecil, khususnya di lateral dan posterior. Sebuah saluran kecil
ditempatkan di posterior dari hepatik porta pada ruang subhepatik sebelum penutupan
insisi.
Gb. 10. Prosedur kasai (op. pediatric surgey)

1.

5.

Portokolesistotomi

Pada kira-kira 20% pasien, kenyataan kandung empedu, duktus sistikus, dan duktus
biliaris komunis distal membolehkan penggunaan untuk rekonstruksi. Pemotongan
proksimal berada pada tingkat identik. Kandung empedu harus dimobilisasi dengan hatihati untuk melindungi pasokan darah dari arteri sistikus. Kandung empedu dibuka
secara longitudinal dan secara langsung di-anastomosis-kan ke porta yang ditranseksi
(Gambar .8). Duktus sistikus hipoplastik dan duktus biliaris komunis mungkin tidak
mampu menerima volume penuh drainase bilier pada awalnya. Oleh karena itu,
dekompresi sementara dengan sebuah tabungsilastic yang ditempatkan melalui fundus
kandung empedu membiarkan penyembuhan anastomotik dan dilatasi bertahap duktus
distal. Jika kandung empedu berhasil digunakan untuk drainase, resiko kolangitis paska
operasi hampir dihilangkan.
Gb.11. Prosedur Portokolesistotomi (op. pediatric surgey)

1.

Transplantasi Hati

Kemajuan dalam teknik dan imunosupresi pada tahun 1980 menambahkan transplantasi
hati ke pilihan yang tersedia untuk mengobati anak dengan atresia bilier. Meskipun telah

diusulkan bahwa transplantasi hati menggantikan portoenterostomi sebagai terapi


primer, beberapa argumen yang bertentangan dapat dibuat. Persentase pasien yang
signifikan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang dengan hanya
portoenterostomi (50% kelangsungan hidup 5 tahun dan 25% kelangsungan hidup ke
masa remaja). Imunosupresi pada bayi mengekspos anak pada resiko infeksi dan
malignansi yang lebih besar. Biaya operasi, pemeliharaan imunosupresi, pemantauan,
dan tindakan lanjutan jauh lebih besar pada penerima transplantasi. Lambat laun,
beberapa telah menyatakan bahwa operasi Kasai berpengaruh negatif pada hasil dari
prosedur transplantasi; namun studi banding tidak mampu memperlihatkan efek.
Karenanya, kita meyakini bahwa transplantasi tidak seharusnya menggantikan operasi
Kasai namun harus berfungsi sebagai jaringan pengaman bagi kegagalan awal atau
nantinya penurunan fungsi sintetis atau komplikasi hipertensi portal.
Tujuan paska operasi awal bayi setelah rekonstruksi bilier adalah ciri khas dari
laparotomi utama lainnya. Ketika aktivitas usus kembali, dekompresi nasogastrik dapat
dikeluarkan dan diet dikenalkan kembali dengan formula yang terdiri dari trigliserida
rantai-sedang sebagai sumber lemak. Dengan rujukan waktu tepat untuk rekonstruksi
bedah (usia < 10 minggu), keberhasilan drainase empedu dapat dicapai pada > 80%
bayi dengan atresia bilier. Karena aliran empedu selalu lambat dalam beberapa minggu
pertama, perbaikan berarti pada tes fungsi hati mungkin belum terjadi dalam 3-4 minggu
setelah pembedahan. Komplikasi utama yang terjadi setelah operasi Kasai adalah
kolangitis, malabsorpsi lemak, dan hipertensi portal.

Hello world!
ASKEP EMPIEMA

ASKEP ATRESIA BILIER


November 11, 2010 oleh lavanillate57

1.

A. Pengertian

Atresia Biliary adalah merupakan suatu keadaan dimana saluran empedu yang utuh dengan
sumbatan dibagian distalnya atau kelainan yang terjadi dibagian atas porta hepatic.
(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/)
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal.
(http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/. 2010)
Atresia bilier (biliary atresia)a adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/. 2010)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris
akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang
bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi
hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002: 206)
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif yang
menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya
akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna L. Wong 2008: 1028)
1.

B. Etiologi
1.

Belum diketahui secara pasti

2.

Diduga kelainan congenital

3.

Didapat dari proses-proses peradangan

4.

Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine

(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. 2010)
1.

C. Pathway

Terlampir
1.

D. Patofisiologi
1.

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi


aliran normal empedu keluar hati dan kantong empedu dan usus. Akhirnya
terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati ini akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Bahkan hati menjadi

fibrosis dan cirrhosis. Dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan


gagal hati.
2.

Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan


hepatomegaly

3.

Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.

(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. 2010)
1.

E. Komplikasi
1.

Cirosis hepatis

2.

Gagal hati

3.

Gagal tumbuh

4.

Hipertensi portal

5.

Varises Esophagus

6.

Asites

(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. 2010)
1.

F. Tipe- tipe Atresia Biliary

Secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:


1.

Tipe yang dapat dioperasi (yang dapat diperbaiki)

Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya


1.

Tipe yang tidak dapat dioperasi

Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat
dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal.
(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. 2010)
1.

G. Manifestasi klinik

2.

Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
Air kemih bayi berwarna gelap

Tinja berwarna pucat

Kulit berwarna kuning

Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat

Hati membesar.

1.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan

Gatal-gatal

Rewel

Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari
lambung, usus dan limpa ke hati).
(http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/. 2010)
1.

H. Pemeriksaan diagnostik

2.

Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,


partial thromboplastin time.

3.

Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang


mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.

4.

Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.

5.

Biopsi hati : untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan
dengan pengambilan jaringan hati.

(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. 2010)
1.

I. Penatalaksanaan
1.

Medik
Penanganan atresia biliary harus segera dilakukan laparotomi eksplorasi,
sekaligus dilakukan kolangiografi pada saat melakukan operasi untuk
mengetahui adanya dan letak obstruksi yang tepat. Tahap berikutnya
tergantung dari jenis kelainan yang tampak, dapat dikoreksi atau tidak dapat
dikoreksi. Terhadap atresia yang dapat dikoreksi dilakukan pemasangan
Salin, bila diduga tidak mungkin dilakukan tindakan koreksi harus dibuat
sendian beku, untuk menentukan adanya sisa saluran empedu dan besarnya
penyempitan. Dalam kasus demikian tidak dibenarkan untuk melakukan
tindakan bedah seperti transeksi atau diseksi jaringan hepar sampai ke porta
hepatic. Diantara kasus yang tidak dapat dikoreksi pada beberapa bayi masih
mungkin dilakukan hepatoportoonterostomi.

Terapi pengobatan yang dapat diberikan


1.

Feno barbital 5 mg / kg / BB (dibagi 2 kali pemberian)

2.

Kolesteramin 1 gr / kg / BB (dibagi 6 kali pemberian)

1.

Keperawatan

2.

Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan
serta menghindarkan kontak infeksi).

3.

Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada bayinya berbeda
dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan
terapi sinar / terapi lain.

4.

Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya penyumbatan.

(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/.2010)
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:
An. M (laki-laki, 7 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran
sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna
gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya
hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya
pembesaran hati.
1.

A. Pengkajian

Tanggal: 12 Oktober 2010


Pukul: 09.00 WIB
1.

Identitas Klien

2.

Nama: An. M

3.

Jenis Kelamin: Laki-laki

4.

Tanggal Lahir: 8 Maret 2010

5.

Umur: 7 bulan 4 hari

6.

Agama: Islam

7.

Pendidikan: -

8.

Pekerjaan: -

9.

Status Pernikahan: Belum Menikah

10.

Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari

11.

Tanggal Masuk: 11 Oktober 2010

12.

Jam: 16.00 WIB

13.

No. CM: 187549

14.

Diagnosa Medis: Atresia Bilier

1.

Identitas Penanggung Jawab

2.

Nama: Tn. D

3.

Umur: 40 tahun

4.

Jenis Kelamin: Laki-laki

5.

Agama: Islam

6.

Pendidikan: SLA

7.

Pekerjaan: Wiraswasta

8.

Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari

9.

Hubungan dengan Klien: Ayah Klien

1.

Riwayat Kesehatan

2.

Alasan Masuk RS: Demam selama 4 hari, rewel, perut membesar, dan kulit tampak
kuning

3.

Keluhan Utama: Ayah klien mengatakan anaknya demam, perut klien buncit dan
keras, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat

1.

Pola Fungsi Kesehatan

2.

Persepsi Terhadap Kesehatan-Manajemen Kesehatan

Menggunakan:

Tembakau: Klien dan orang tua tidak merokok

Alkohol: Klien dan orang tua tidak ada yang mengkonsumsi alkohol

Alergi: Klien tidak memiliki riwayat alergi

1.

Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri

Mandi: Klien dibantu orang tua 2x sehari

Berpakaian: Klien dibantu orang tua

Eliminasi: Klien BAB dengan bantuan orang tua

Mobilisasi: Sepenuhnya dibantu

1.

Pola Istirahat dan Tidur

Setelah sakit, klien susah untuk tidur (rewel)


1.

Pola Nutrisi-Metabolik

Diet Khusus: Selama sakit, klien dianjurkan diet saring tiap 4 jam

Anjuran Diet Sebelumnya: Tidak ada

Nafsu Makan: Menurun selama sakit

Kesulitan Menelan: Klien terlihat sulit menelan makanan

1.

Pola Eliminasi

Sebelum Sakit: BAB 3-5x sehari, BAK 6-7 x sehari

Setelah Sakit: BAB 1-3x sehari, BAK 2-4 x sehari

Konsistensi: padat, berwarna pucat

1.

Pola Kognitif-Perseptual

Status Mental: composmentis

Bicara: -

Kemampuan membaca: -

Kemampuan Interaksi: Klien mengalami penurunan interaksi dengan orang tua

Pendengaran: Klien mampu mendengar suara

Penglihatan: Klien melihat-lihat kondisi sekitar

1.

Pola Konsep Diri

Klien tampak lemas dan selalu rewel


1.

Pola Koping
Masalah Utama Setelah Masuk RS: Klien takut dengan perawat. Orang tua punya masalah

dengan biaya perawatan dan operasi klien

1.

Adaptasi Klien: Klien susah untuk beradaptasi dengan lingkungan RS


Pola Seksual-Reproduksi

Klien berjenis kelamin laki-laki.


Keadaan alat reproduksi klien normal
1.

Pola Peran-Berhubungan

Selama masuk RS, klien selalu ditunggu oleh keluarganya


1.

Pola Nilai dan Kepercayaan

Keluarga klien menganut agama Islam


1.

Pemeriksaan Fisik

2.

Data Klinik

Usia: 7 bulan 4 hari

Suhu: 38, 4o C

Nadi: 103 x/menit

Tekanan Darah: 100/150 mmHg

BB/TB: 5,1 kg/62 cm

Status Gizi:

Didapatkan dari tabel Z-score


dengan menggunakan
patokan BB, TB, dan umur

Usia: 7 bulan 4 hari


SD Low: 0,90
SD Upper: 1,00
Median: 8,3
Z-score: (Nilai riel-Nilai median)/SD Low
: (5,1 8,3)/ 0,90
: 3,2/ 0,90
: 3,56 BB Rendah (Gizi Kurang)
Keterangan:
>+ 2 SD: BB lebih (Gizi lebih)
-2 s/d +2 SD: BB normal
-3 s/d -2 SD: BB rendah (Gizi kurang)
>+3 SD: BB sangat rendah (Gizi buruk)
1.

Pernafasan & Sirkulasi

RR: 32 x/menit

Kualitas: cepat

Batuk: tidak ada

1.

Metabolik-Integumen
Kulit

Warna: kuning

Turgor: kurang elastic

Terdapat pruritus

Lesi: tidak ada

Edema: di bagian abdomen

Mulut

Bibir: kering

Gigi & Gusi: Gusi pucat, gigi belum ada

Lidah: bersih
1.

Persyarafan/Sensori

Penglihatan:

Pupil: isochor

Sclera: ikterik

Konjungtiva: anemis

Pendengaran: klien menoleh ke sumber suara jika ada suara


Penghidu: klien belum bisa membedakan bau
Pengecap: klien bisa merasakan makanan
1.

Muskuloskeletal

Keseimbangan: belum bisa berjalan

Kekuatan Otot Kaki: belum bisa berjalan

Kekuatan Otot Tangan: tangan lemas


1.

Ambulasi: Dibantu sepenuhnya


B. Analisa Data

No. Data Fokus

Problem

Etiologi

1.

Kelebihan
volume
cairan

Gangguan
absorpsi

DS: Ibu mengatakan


perut anaknya
membesarDO:
Abdomen tampak
membesar

Lingkar abdomen
semakin bertambah
2.

DS: Ibu mengatakan Gangguan


sakit anaknya sudah tumbuhlamaIbu mengatakan kembang
anaknya susah makan

Kondisi
kronik

DO:Didapatkan terjadi
keterlambatan dalam
pertumbuhan anak tsb
Hasil DDST untestable
3.

DS: Orang tua setuju Resiko


Prosedur
dengan prosedur
perdarahan & pembedahan
pembedahan bagi
infeksi
anaknyaDO:
Pembedahan
perdarahan jaringan
terbuka resiko
infeksi

4.

DS: Ibu berkata


anaknya susah
makanDO: Anaknya
tampak kurus

Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

Gangguan
absorpsi &
anoreksia

Hasil Z- skor -3,56 (BB


rendah)
5.

DS: Orang tua sering Kurang


Kurang
menanyakan keadaan pengetahuan sumber

6.

anaknyaDO: Orang
tua tampak gelisah
dan bingung

informasi

DS: Ibu mengatakan Gangguan


terdapat kemerahan integritas
pada kulit punggung kulit
anaknyaDO: Anak
tampak tidak nyaman
dengan posisi tidunya

Pruritus

Terdapat pruritus di
daerah pantat &
punggung anak
1.

C. Prioritas Diagnosa
1.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan absorbsi dan anoreksia

2.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbs

3.

Resiko perdarahan dan infeksi berhubungan dengan prosedur


pembedahan

2.

4.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus

5.

Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik

6.

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

D. Diagnosa & Inervensi Keperawatan


1.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan absorbsi dan anoreksia

Tujuan : anak akan menunjukan nutrisi yang adekuat yang ditandai dengan nafsu makan baik dan
berat badan sesuai
Intervensi :
1.

Pertahankan nutrisi parenteral

2.

Pertahankan nutrisi yang adekuat, vitamin, mineral, suplemen

3.

Timbang Berat Badan setiap hari

4.

Monitor intake dan output

1.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi

Tujuan : mendemonstrasikan keseimbangan cairan


Intervensi :
1.

Kaji intake dan output

2.

Ukur lilitan atau lingkar abdomen

1.

Resiko perdarahan dan infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan : perdarahan dan infeksi dapat teratasi


Intervensi :
1.

Pantau tanda-tanda vital

2.

Pantau perdarahan dan tanda infeksi

3.

Hindari pergerakan yang berlebihan yang menambah ketegangan

4.

Pantau distensi abdomen

5.

Monitor bising usus

1.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus

Tujuan : mempertahankan keutuhan kulit


Intervensi :
1.

Kaji tanda-tanda keutuhan kulit

2.

Ubah posisi anak setiap 2 jam sesuai kondisi

3.

Gunakan matras yang lembut

1.

Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik.

Tujuan : mempertahankan tumbuh kembang secara normal


Intervensi :
1.

Lakukan stimulasi yang dapat dipakai sesuai dengan usia, gerakan motor halus dan
kasar, ROM, posisi duduk, memberikan benda-benda yang dapat dicapai.

2.

Jelaskan pada orang tua pentingnya melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan
menyesuaikan kondisi anak ; seperti perlu istirahat

1.

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Intervensi :
1.

Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, dosis, reaksi obat dan tujuannya

2.

Jelaskan pentingnya stimulasi pada anak, pendengaran, visual, sentuhan

3.

Jelaskan pentingnya monitor adanya muntah, mual, keram otot, dan diare.

(http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. 2010)
Pathway
Idiopathy

Kemungkinan

Inflamsi

Kemungkinan

kelainan congenital

infeksi virus intrauterine

Sumbatan
saluran empedu
Atresia Bilier
Gangguan absorpsi
Kelebihan
volume cairan

Prosedur

Anoreksia
Perubahan nutrisi

Kronik
Gangguan tumbang

kurang dr kebutuhan tubuh

Kurang informasi

Bed rest

pembedahan
Lembab
Jaringan terbuka
Resiko perdarahan
& infeksi
(NN. 2010)

Kurang pengetahuan

Pruritus
Gangguan integritas
kulit

You might also like