You are on page 1of 58

Asuransi

Jumat, 20 Juni 2008


Asuransi Syariah
2.1 Asuransi Syariah
2.1.1. Definisi Asuransi Syari'ah
Menurut Dahlan Siamat (1999: 367), Istilah asuransi dalam perkembangan
di Indonesia berasal dari kata Belanda, assurantie, yang dalam hukum
Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari
peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi
penanggung, dan geassureerde bagi penanggung. Kemudian dalam
bahasa Inggris istilah "pertanggungan" adalah insurance dan assurance.
Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda, insurance
artinya "menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi".
Sedangkan assurance berarti "menanggung sesuatu yang pasti terjadi".
Pengertian asuransi menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal
246:
"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana
seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu
peristiwa tak tertentu".

Definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-undang


Republika Indonesia Nomor 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
Bab 1 Pasal 1: "Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
1

suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya


seseorang yang dipertanggungkan" (Hasan Ali, 2004: 61).
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta'min, penanggung disebut
mu'ammin, sedangkan tertanggung disebut mu'amman lahu atau
musta'min. Atta'min ( ) diambil dari kata ( ) memiliki arti memberi
perlindungan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut (Syakir sula, 2004:
28).
Menurut Amin Suma (2006: 40), Asuransi dinamakan at-ta'min disebabkan
pemegang polis sedikit banyak telah merasa aman begitu ia mengikatkan
dirinya sebagai anggota / nasabah sebuah asuransi. Dengan menjadi
anggota asuransi, paling tidak secara teoritis yang bersangkutan merasa
terhindar atau paling sedikit terkurangi rasa cemas akan menanggung
beban berat manakala terjadi sesuatu terhadap diri dan atau hartabendanya.
Sejalan dengan berbagai sebutan dan substansi dari asuransi diatas,
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (2001:131), dalam
fatwanya No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi
syariah, memberi definisi tentang asuransi. Asuransi syariah (Tamin,
Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang / pihak melalui investasi dalam bentuk asset
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
2.1.2 Dasar Hukum Asuransi Syariah
Menurut Gemala Dewi (2006: 141), Hukum muamalah adalah bersifat
terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur'an hanya memberikan aturan
yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi
mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak
bertentangan dengan Al-Qur'an maupun Hadits tidak menyebutkan secara
nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa
asuransi hukumnya adalah haram karena teryata dalam hukum Islam
memuat substansi perasuransian secara Islami.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (1997: 100), Hakikat asuransi secara
islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau Bantumembantu dan saling melindungi satu sama lain. Oleh karena itu
berasuransi diperbolehkan secara syariat, karena prinsip-prinsip dasar
syariat mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan

sesama manusia dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka,


sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah al-Hasyr ayat 18,
al-Maidah ayat 2 dan Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.
Landasan dalam Al-Qur'an :





Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al- Hasyr : 18)


".. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.." (QS. Al- Maidah : 2)

Dari kutipan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa, Asuransi dalam Islam
dikenal dengan istilah Takaful yang berarti saling memikul resiko diantara
sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas
dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana masing-masing
mengeluarkan dana / sumbangan / derma (tabarru') yang ditunjuk untuk
menanggung resiko tersebut. (Sofiniyah Ghufron, 2005:18)
Landasan dalam Al Hadits :



( )
"Dari Nu'man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan
persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara
mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh
merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya,
seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam." (HR. Muslim).

Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam


masyarakat Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh;
jika ada satu anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut
merasakannya. Minimal dengan menjenguknya, atau bahkan memberikan
bantuan. Dan terkadang bantuan yang diterima, jumlahnya melebihi
'biaya' yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga terjadilah 'surplus',
yang minimal dapat mengurangi 'beban' penderitaan orang yang terkena
musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi
Syariah.
Menurut Hendi Suhendi (2002:312), Dikalangan ulama atau cendikiawan
muslim terdapat empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
1. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti
sekarang ini; termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini antara lain Sayyid
Sabiq, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit al-Muthi
alasannya antara lain:
a. Asuransi pada hakikatnya sama dengan judi.
b. Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti.
c. Mengandung eksploitasi, karena pemegang polis apabila tidak bias
melanjutkan pembayaran premi, bisa hilang atau dikurangi uang premi
yang telah dibayarkan.
2. Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya dewasa ini. Pendapat
ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, dan
Muhammad Yusuf Musa alasannya yang dikemukakannya sebagai berikut:
a. Tidak ada nash al-Quran maupun al-Hadits yang melarang asuransi.
b. Asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan
bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak.
c. Asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda,
kekayaan, dan kepribadian.
3. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan
asuransi yang bersifat komersial semata. Pendapat ini dikemukakan oleh
Muhammad Abu Zahrah.
4. Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat, karena tidak ada dalildalil syari yang secara jelas mengharamkan ataupun secara jelas
menghalalkan.
Diposkan oleh Hendro Wibowo di Jumat, Juni 20, 2008

http://hndwibowo.
blogspot.com/200
8/06/asuransisyariah.html
Makalah Asuransi Syariah
Posted on Oktober 19th, 2010 dita meilati No comments

ASURANSI SYARIAH
MAKALAH
Disampaikan dalam Kuliah Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
Prodi Muamalat
Tahun Akademik 2010/2011
Di Susun Oleh :
1. Amalia Haerunnisa (0807025009)
2. Dita Meilati (0807025015)
3. Kiki Amelia(0807025030)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA

2010
ASURANSI SYARIAH
1. Pengertian, Dasar Hukum, Sejarah dan Tujuan Berdiri

Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian
menjadi asuransi dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa
Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti
meyakinkan orang[1]. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi Syariah atau
Takaful berasal dari akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, tafakul termasuk
dalam barisan bina mutaaadi. Yaitu tafaaala, artinya saling menanggung. Dan ada
juga yang meterjemahkannya dengan makna saling menjamin. Asuransi Syariah atau
takaful menurut Juhaya S. Praja adalah Saling memikul risiko di antara sesame
orang sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang
lainnya. Saling pikul risiko itu dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam
kebaikan dengan cara masingmasing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang
ditunjukkan untuk menanggung risiko tersebut.
Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan
kehadiran perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain
Sudanese Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal
Al-Islami, Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg
(1983), Islamic Takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat Altakafol Al-Islamiah Bahrain, E.C. (1983),Takaful Malaysia (1985).
Sedangkan di Indonesia, asuransi syariah merupakan sebuah cita-cita yang telah
dibangun sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi modern yang siap
melayani umat Islam Indonesia dan bersaing denngan lembaga asuransi
konvensional. Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada
akhir tahun 1994, yaitu berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25
Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK
Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994.[2] Melalui berbagai seminar nasional dan
setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT
Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24
Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi
Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General
Insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25
Agustus 1994 oleh Bapak Marie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu.
Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.

Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT asuransi
syariah Mubarakah(1997) dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi
konvensioanal seperti MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001),
Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Sinar Mas Syariah (2004), Asuransi Tokio
Marine Syariah (2004). Sampai dengan Mei 29008, sudah terlahir 41 Perusahaan
asuransi syariah di Indonesia.
Dasar hukum yang terkait dengan asuransi syariah, yaitu QS. al-Maidah (5):2 Allah
berfirman Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dalam sebuah hadis shahih rasulullah juga menyabdakan: Perumpamaan orangorang yang mukmin dalam saling berempati, mengasihi, dan bersimpati diantara
mereka sama seperti satu tubuh yang jika salah satu anggota tubuh lainnya akan
meresponnya dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam.( HR. Muslim).
1. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol
No. Dari Segi

Konvensional

Syariah

1.

Konsep

Perjanjian antara dua pihak atau


lebih, pihak penanggung
mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan
pergantian kepada tertanggung.

Sekumpulan orang yang


saling membantu, saling
menjamin, dan bekerja
sama, dengan cara
masing-masing
mengeluarkan dana
tabarru.

2.

DPS (Dewan
Pengawas
Syariah)

Tidak ada, sehingga dalam


prakteknya bertentangan dengan
kaidah-kaidah syara

Ada, yang berfungsi


mengawasi pelaksanaan
operasional perusahaan
agar terbebas dari
praktek-praktek
muamalah yang
bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.

3.

Akad

Akad jual beli (akad gharar)

Akad tabarru dan akad


tijarah (mudharabah,
wakalah, wadiah,
syirkah)

4.

Jaminan/Risk
(Resiko)

Transfer of risk, dimana terjadi


transfer dari tertanggung kepada
penanggung

5.

Pengelolaan Dana Tidak ada pemisahan dana, yang


berakibat pada terjadinya dana
hangus (untuk produk saving life)

Pada produk-produk
saving (life) terjadi
pemisahan dana, yaitu
dana tabarru , sehingga
tidak mengenal dana
hangus. Sedangkan
untuk term insurance
(life) dan general
insurance semuanya
bersifat tabarru.

6.

Kemilikan Dana

Dana yang terkumpul dari premi


peserta seluruhnya menjadi milik
perusahaan. Perusahaan bebas
menggunakan dan
menginvestasikan kemna saja.

Dana yang terkumpul


dari peserta dalam
bentuk iuran atau
kontribusi. Merupakan
milik peserta atau
(shahibul maal),
asuransi syariah hanya
sebagai pemegang
amanah (mudarib)
dalam mengelola dana
tersebut.

7.

Sumber
pembayaran
Klaim

Sumber biaya klaim adalah dari


rekening perusahaan, sebagai
konsekuensi penangung terhadap
tertanggung. Murni bisnis dan tidak
ada nuansa syariah.

Sumber pembayaran
klaim diperoleh dari
rekening tabarru
dimana peserta saling
menanggung. Jika salah
satu peserta mendapat
musibah maka peserta
lainnya ikut
menanggung bersama
resiko tersebut.

8.

Keuntungan

Keuntungan diperoleh surplus

Profit yang diperoleh

Sharing of risk, dimana


terjadi proses saling
menanggu antara satu
peserta dan peserta
lainnya (taawun)

(profit Share)

underwrinting, komisi reasuransi,


dan hasil investasi seluruhnya
adalah keuntungan perusahaan.

dari surplus
underwrinting,komisi re
asuransi, dan hasil
investasi bukan
seluruhnya menjadi
milik perusahaan tetapi
dilakukan bagi hasil
(mudharabah)

1. Produk dan Mekanisme Operasional Asuransi Syariah

Produk produk Asuransi Syariah:


1. Asuransi Kerugian (General Insurance)

Adalah usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga timbul dari
peristiwa yang tidak pasti. Usaha Asuransi kerugian di Indonesia antara lain:
1. Asuransi Kebakaran
2. Asuransi Kendaraan Bermotor
3. Asuransi Kecelakaan
4. Asuransi Laut dan Udara
5. Asuransi Rekayasa
6. Asuransi Jiwa (Life Insurance)

Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang diasuransikan. Asuransi
Jiwa terbagi menjadi:
1. Asuransi Jiwa Biasa
2. Asuransi Rakyat
3. Asuransi Kumpulan
4. Asuransi Dunia Usaha
5. Asuransi Orang Muda
6. Asuransi Keluarga

7. Asuransi Kecelakaan
8. Asuransi Pendidikan

Di dalam operasioanal Asuransi Syariah yang sebenarny terjadi saling bertanggung


jawab, membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi
diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi,
mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.
1. Peraturan Hukum yang Terkait dengan Asuransi Syariah

Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian syariah di Indonesia masih


terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis
operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK
Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah di Indonesia juga
diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSNMUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No.
51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada asuransi
syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah
pada asuransi dan reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006
tentang Akad Tabarru pada asuransi dan reasuransi.[3]
1. Perkembangan dan Pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia

Pada saat ini perkembangan ekonomi yang berbasis syariah sedang diminati oleh
masyarakat karena banyak keuntungan yang didapat, maka dari itu didirikanlah
asuransi-asuransi syariah sebagai bentuk partisipasi dalam membangun
perkembangan ekonomi syariah.
Sampai saat ini asuransi syariah berkembang sangat pesat. Banyak asuransi
konvensioanal yang melahirkan unit atau cabang yang berbasis syariah dan beberapa
perusahaan yan sedang dalam persiapan untuk mendirikan asuransi islam baru.[4]
Beriringan dengan perkembangan tersebut, perusahaan syariah yang telah ada saat ini
pada tanggal 14 Agustus 2003 yang lalu kemudian membentuk suatu wadah
perkumpulan atau asosiasi yaitu Asosiasi Asuransi Islam Indonesia ( AASI). AASi
dibentuk selain sebagai media komunikasi sesama anggota, juga secara eksternal
sebagai wadah resmi untuk mewakili asuransi islam baik kepada pemerintah,
legislatif, maupun keluar negeri.
1. Dampak Perkembangan Asuransi Syariah

10

Menurut sebagian pengamat ekonomi, khususnya ekonomi muslim saat ini


masyarakat dunia telah mengalami kejenuhan dengan sistem ekonomi kapitalis dan
sistem ekonomi sosialis . Selain itu, dengan mengembangkan kedua sistem itu dunia
semakin hari semakin tidak teratur yang pada gilirannya melahirkan negara negara
yang semakin hari semakin kaya disisi lain melahirkan negara negara yang semakin
miskin. Dengan kata lain dengan menjalankan kedua sistem ekonomi tersebut akan
melahirkan ketidak seimbangan dalam perkembangan ekonomi.
Asuransi syariah dan lembaga-lembaga ekonomi syariah lainnya muncul sebagai
bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi umatnya saja. Tetapi sekaligus menjadi
solusi bagi bangsa yang sedang terpuruk ini untuk bisa bangkit kembali menjadi
bangsa yang bermartabat, tidak diperhamba bangsa-bangsa lain.
Berdirinya Asuransi Syariah jelas akan meningkatkan kesadaran berasuransi,
sehingga disamping ikut membangun untuk memperkuat sumber daya keuangan
dalam negeri, juga akan memberikan dampak kontraksi moneter untuk menahan laju
inflasi. Dengan optimalnya investasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah
islam, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
1. Kendala dan Strategi Perkembangan Asuransi Syariah

Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadpi beberpa kendala, diantaranya :


1) Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah
yang relative baru dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama
mereka kenal, baik nama dan operasinya.
2) Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan
dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, dengan
produknya bank lebih lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan
masyarakat.
3) Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih
dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya, diperlukan langkah langkah
sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya
mencari masukan demi perbaikan system yang ada
4)
Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju
pertumbnuhan asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan
dengan kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga lembaga pendidikan
untuk membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi syariah

11

Adapun strategi yang diperlukan untuk pengembangan asuransi syariah diantaranya


sebagai berikut :
1)
Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi
pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini,
misalnya mengenai apa asuransi syariah, bagaimana operasi asuransi syariah,
keuntungan apa yang di dapat dari asuransi syariah, dan sebagainya
2)
Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya aspek
syiar islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar islam tidak hanya
dalam bentuk normative kajian kitab misalnya, tetapi juga hubungan antara
perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini asuransi syariah sebagai
perusahaan yang berhubungan denganm masalah kemanusiaan (kematian,
kecelakaan, kerusakan dll), setidaknya dalam masalah yang berhubungan dengan
klaim nasabah asuransi syariah bias memberikan pelayanan yang lebih baik
dibandingkan dengan asuransi konvensional
3)
Dukungan dari berbagai pihak teruitama pemerinyah, ulama, akademis, dan
masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi
asuransi syariah. Hal ini diperlukan selain memberikan control bagi asuransi syariah
untuk berjalan pada system yang berlaku, juga meningkatkan kemampuan asuransi
syariah dalam menangkapa kebutuhan dan keinginan masyarakat
KESIMPULAN
Asuransi Syariah atau takaful menurut Juhaya S. Praja adalah Saling memikul risiko
di antara sesama orang sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas
risiko yang lainnya. Saling pikul risiko itu dilakukan atas dasar saling tolongmenolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana ibadah
(tabarru) yang ditunjukkan untuk menanggung risiko tersebut. Asuransi dibagi dua
yaitu Asuransi jiwa dan Asuransi kerugian perkembangan ekonomi yang berbasis
syariah sedang diminati oleh masyarakat karena banyak keuntungan yang didapat,
maka dari itu didirikanlah asuransi-asuransi sebagai bentuk partisipasi dalam
membangun perkembangan ekonomi syariah. Dampak Perkembangan Asuransi
Syariah yaitu dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra Andri , M.A. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:
Kencana.

12

Syahatah, Husain Husain, Dr. 2006. Asuransi dalam Perspektif Syariah. Jakarta:
Amzah.
Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Wirdianingsih, SH., MH., et all. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.
Jakarta:Kencana.

http://hendrakholi
d.net/blog/2010/1
0/19/
Koperasi Syariah
Pererat Tali Silaturahim agar RahmatNya Senantiasa Terlimpah Atas Ummatnya.

Definisi Takaful atau Asuransi Syariah


by Ekonomi Syariah on February 17, 2009
A. Definisi & Arti Kata Takaful
Arti Kata Takaful
Secara bahasa, takaful ( )berasal dari akar kata ( ) yang artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Kata ( ) merupakan
bentuk mashdar (infinitf) dari kata :

-
Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata
dasar dari takaful adalah : pertanggungan yang berbalasan, hal saling menanggung.
Istilah kata ( ) ini merupakan istilah yang relatif baru, jika dilihat tidak satupun
ayat-ayat Al-Quran menggunakan istilah takaful ini. Bahkan dalam hadits pun, juga
tidak dijumpai kata yang menggunakan istilah takaful ini. Namun secara sistem
13

keukhuwahan, takaful sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW dan para
sahabatnya melalui ukhuwah dalam kehidupan bermasyarakat di Madinah pada waktu
itu sebagaimana yang banyak digambarkan oleh hadits.
B. Kata Takaful Dalam Al-Quran ()
Dalam Al-Quran tidak dijumpai satu ayatpun yang secara tersurat menggunakan
kata takaful. Demikian juga dalam hadits. Namun demikian, terdapat sejumlah
kata (delapan kata dalam delapan ayat) yang menggunakan kata yang seakar dengan
kata takaful, yaitu dari kata ( ) .
Kata-kata yang berakar dari kata ( ) tersebut, secara umum keseluruhannya
mengarah pada makna :

Memelihara.
Memikul (resiko)

Takaful dengan pegertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT (QS. AlMaidah : 2) :



Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah
kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan
C. Penyebutan Akar Kata Takaful Dalam Al-Quran ()
1) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 37

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan
mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya
pemeliharanya.
Dalam ayat di atas, kata kafala bermakna memelihara. (lihat yang bergaris bawah).
Dan memelihara memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan
sekedar menjaga. Karena memilihara memiliki unsur adanya rasa menyayangi,
sebagaimana orang tua memilihara anak kandungnya.
Dengan demikian, maka takaful adalah saling menjaga dan memelihara antara
sesama muslim dengan landasan saling sayang menyayangi diantara mereka.
2) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 44 :

14



Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak
panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara
Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.
3) Dalam QS. Annisa/ 4 : 85 :

Dan barangsiapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul
bahagian (dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4) Dalam QS. Al-Qashas/ 28 : 12



dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui (nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: Maukah kamu aku
tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat
berlaku baik kepadanya?.
5) Dalam QS. Shad/ 38 : 23

Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing
betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: Serahkanlah kambingmu
itu kepadaku(untuk aku pelihara) dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.
6) Dalam QS. An-Nahl/ 16 : 91 :



Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).
7) Thaha/ 20 : 40 :

(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Firaun): Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?

15

Dalam QS. Al-Hadid/ 57 : 28




Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua
bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan
dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat di atas menunjukkan bahwa arti kata ( ) adalah dua bagian. Artinya bahwa (
) salah satu artinya adalah bagian. Dan dalam bertakaful, seseorang harus merasa
menjadi bagian dari orang lain. Sehingga terwujudlah kehidupan yang
bertaawun satu sama lainnya, seperti satu tubuh sebagaimana yang digambarkan oleh
Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya.
D. Pengertian Takaful Dalam Muamalah ()
Arti Takaful Dalam Pengertian Muamalah :
Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang
lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini
dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap
orang mengeluarkan dana kebajikan (baca ; tabarru) yang ditujukan untuk
menanggung resiko tersebut.
Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. AlMaidah/ 5 : 2 :



Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Prinsip Bertakaful Sebagaimana Digambarkan Hadits ()
Dalam sebuah riwayat digambarkan:



( )
Dari Numan bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan
kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu

16

tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam. (HR.
Muslim)
Hadits ini menggambarkan tentang adanya saling tolong menolong dalam masyarakat
Islami. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh; jika ada satu anggota
masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Minimal dengan
menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan. Dan terkadang bantuan yang
diterima, jumlahnya melebihi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga
terjadilah surplus, yang minimal dapat mengurangi beban penderitaan orang yang
terkena musibah. Hadits ini menjadi dasar filosofi tegaknya sistem Asuransi Syariah.
E. Tiga Prinsip Tegaknya Sistem Takaful ( (
Takaful Tegak Di Atas Tiga Prinsip :
1) Saling Bertanggung Jawab.
Banyak hadits yang mengajarkan bahwa hubungan kaum muslimin dalam rasa cinta
dan kasih sayang satu sama lain adalah ibarat satu badan, yang apabila salah satu
anggota badannya sakit, maka yang lain juga akan merasakannya.
2) Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai
tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Anugerah harta yang Allah
berikan, hendaknya digunakan untuk meringankan beban penderitaan yang lainnya.
3) Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
Hadits nabi mengajarkan bahwa tidak beriman seseorang yang dapat tidur nyenyak
dengan perut kenyang, sementara tetangganya tidak dapat tidur lantaran kemiskinan.
Dalil-Dalil Tentang Tiga Prinsip Tegaknya Takaful (
)
- Saling Bertanggung Jawab
Rasulullah SAW bersabda :



( )
Dari Numan bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan persaudaraan
kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang diantara mereka adalah seumpama satu
tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh
bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak bisa tidur atau ketika demam. (HR.
Muslim)

17

Dalam hadits lain diriwayatkan :



( )

Dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Seorang mumin dengan
mumin lainnya (dalam satu masyarakat) adalah seumpama satu bangunan, dimana
satu dengan yang lainnya saling mengukuhkan. (HR. Bukhari).
- Saling Bekerja Sama Dan Saling Membantu
Dalam sebuah hadits diriwiayatkan :



( )
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa yang melapangkan
kesempitan seorang mumin berupa kesempitan dalam kehidupan dunia, maka
Allah akan melapangkannya pada kesempitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang
memudahkan kesulitan seorang mumin, maka Allah akan melapangkan urusannya di
dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutupi aib saudaranya orang yang
beriman, maka Allah pun akan menutupi aib dirinya di dunia dan di akhirat. Dan
Allah akan selalu menolong hamba-Nya, jika hamba-Nya senantiasa menolong
saudaranya. (HR. Bukhari)
- Saling Melindungi Dari Berbagai Kesusahan
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan :



( )
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah beriman
kepadaku seseorang yang tidur pada malam hari dengan keadaan perut kenyang
sementara tetangganya kelaparan di sebelahnya dan dia mengetahui hal tersebut.
(HR. Thabrani).
Dalam hadits lain diriwayatkan :



( )

18

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa
yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan
mereka. (HR. Thabrani).
Peranan Iman Dalam Tegaknya Prinsip Takaful ( )
Tiga Prinsip Takaful di Atas, tidak mungkin terjabarkan atau terealisasikan dalam
kehidupan nyata, jika tidak dilandasi dengan kemantapan Iman dan Taqwa kepada
Allah SWT.
Niat ikhlas untuk membantu sesama manusia yang mengalami penderintaan karena
musibah, atau meringankan mereka dari berbagai resiko yang mengalami musibah,
merupakan landasan awal dalam prinsip takaful.
Dalam Al-Quran Allah SWT mengingatkan kaum muslimin :



Dan (Allahlah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya
kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan
hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Anfal/
8 : 63)


Rikza Maulan Lc MA
Sekretaris Dewan Pengawas Syariah
Tagged as: arti takaful, definisi takaful, takaful menurut al-quran

http://www.kopera
sisyariah.com/def
19

nisi-takaful-atauasuransi-syariah/
At- Takaful (Tolong-Menolong)
Istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi syariah adalah Takaful. Kata
Takaful berasal dari takafala-yatakafalu, yang secara etimologis berarti menjamin
atau saling menanggung. Kata Takaful [1] sebenarnya tidak dijumpai dalam al-Quran.
Namun demikian, ada sejumlah kata yang seakar kata dengan Takaful, seperti dalam
surat Thahaa (QS. 20:40): Idz tamsyi ukhtuka fataquulu hal adullukum `ala mayyak
fuluhu artinya : ketika saudara yang perempuan berjalan lalu berkata kepada fir`aun:
bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang memeliharanya. Pengertian
memelihara manusia dalam hal ini adalah bayi Musa. Yakfulu dapat juga diartikan
menjamin seperti dalam surat an-Nisaa (QS 4:85) waman yasyfa` syafa`atan
sayyiatan yakun lahuu kiflun minha artinya :barangsiapa yang memberi syafa`at
(melindungi hak-hak orang dari kemudharatannya) yang buruk, niscaya ia akan
memikul (resiko) bahagian daripadanya. Secara istilah, menurut KH Latif
Mukhtar,MA [2] mungkin istilah Takaful berasal dari fikrah atau konsep Syekh Abu
Zahra, seorang faqih di Mesir yang menulis buku al-Takaful al-Ijtimaa`i fi al-Islam
(social security in Islam atau jaminan social dalam Islam).
Takaful, [3] dalam pengertian mu`amalah ialah: saling memikul resiko diantara
sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas
resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong
menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru`
(dana Ibadah, sumbangan, derma) yang ditujukan untuk menanggung resiko. Takaful
dalam pengertian ini sesuai dengan al-Quran surat al-Maaidah ayat 2:

(2 : )
.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya (QS. al-Maidah [5]: 2)

Menurut Syekh Abu Zahra [4], yang dimaksud dengan al-Takaful al-Ijtima`i itu ialah
bahwa setiap individu suatu masyarakat berada dalam jaminan atau tanggungan
masyarakatnya. Setiap orang yang memiliki kemampuan menjadi penjamin dengan

20

suatu kebajikan bagi setiap potensi kemanusiaan dalam masyarakat sejalan dengan
pemeliharaan kemaslahatan individu, dalam hal menolak yang merusak dan
memelihara yang baik agar terhindar dari berbagai kendala pembangunan masyarakat
yang dibangun diatas dasar-dasar yang benar. Ungkapan yang paling tepat untuk
makna al-Takaful al-Ijtima`i kata Syekh Abu Zahra ialah sabda Nabi SAW:


( )
Seorang mumin dengan mumin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian
menguatkan bagian yang lain (HR Muslim dari Abu Musa al-Asyari)


( )
Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh
(yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita (HR. Muslim
dari Numan bin Basyir)

Takaful dalam pengertian muamalah diatas, ditegakkan diatas tiga prinsip dasar yaitu
[5] :
1. Saling Bertanggung Jawab.
Banyak Hadits Nabi SAW seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, yang
mengajarkan bahwa hubungan orang-orang yang beriman dalam jalinan rasa kasih
sayang satu sama lain, ibarat satu badan, bila satu bagian tubuh sakit maka seluruh
anggota tubuh akan turut merasakan penderitaan
Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap
orang-orang dibawah tanggung jawab kamu (HR Bukhari Muslim)

Tidak sempurna keimanan seorang mu`min sehingga ia menyukai sesuatu untuk


saudaranya sebagaimana ia menyukai sesuatu itu untuk dirinya sendirinya (HR
Bukhari Muslim)
2. Saling Bekerjasama dan Saling membantu.
Allah SWT memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai
tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana firmanNya:

(2 : )
.

21

.....Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, janganlah tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan (QS al-Maidah 5:2)

Hadits Nabi SAW mengajarkan bahwa orang yang meringankan kebutuhan hidup
saudaranya akan diringankan kebutuhannya oleh Allah. Allah akan menolong
hambanya selagi ia menolong saudaranya.
3. Saling Melindungi
Hadits Nabi SAW mengajarkan bahwa belum sempurna keimanan seseorang yang
dapat tidur dengan nyenyak dengan perut kenyang, sedangkan tetangganya menderita
kelaparan.
Orang muslim adalah orang yang memberikan keselamatan kepada sesama muslim
dari gangguan perkataan dan perbuatan.
Dasar pijak Takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia yang Islami
diantara para pesertanya yang sepakat untuk menangung bersama antara mereka, atas
resiko yang diakibatkan musibah yang diderita oleh peserta sebagai akibat dari
kebakaran, kecelakaan, kehilangan, sakit dan sebagainya. Semangat asuransi Takaful
adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan di
antara peserta. Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk: persaudaraan berdasarkan
kesamaan keyakinan (ukhuwah islamiayah) dan persaudaraan atas dasar kesamaan
derajat manusia (ukhuwah insaniyah)[6].
Dalam praktek kehidupan bermasyarakat, para sahabat telah memberikan contoh
yang indah tentang takaful ijtima`i, yaitu tatkala kaum muhajirin telah sampai di
Maqdinah Al Munawarah, dan Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin
dengan kaum anshar, maka orang anshar saling berlomba dalam memberikan
penghormatan kepada kaum muhajirin. Ada seseorang anshar yang berkata kepada
seorang muhajirin, pilihlah di antara harta kekayaanku yang kamu sukai, saya akan
memberikannya kepadamu. Dan pilihlah di antara istriku yang kamu suka, saya akan
menceraikannya dan nikahilah[7]
Ini adalah gambaran dari sebuah masyarakat yang menjadikan kecintaan kepada
Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin sebagai landasan prilaku mereka.
Contoh lain, diriwayatkan bahwa orang-orang yang terluka pada perang Yarmuk
menolak air yang disodorkan kepada mereka meski mereka dalam keadaan haus.
Masing-masing menyodorkan ait tersebut kepada temannya yang sedang terluka
meski ia sendiri sangat membuthkan, karena yakin bahwa saudaranya itu lebih
membutuhkannya. Akhirnya semuanya meninggal demi untuk menyelamatkan nyawa
teman. Itulah takaful ijtima`i .
22

Allah swt berfirman:


Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran

Sumber: Dikutip dari buku, Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life
and General) Konsep dan Sistem Operasional, Penerbit Gema Insani,
Jakarta, 2004, Bab II, hal 32-35.
http://www.syakirsula.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=159:pengertian-at-takaful-dalamasuransi-syariah&catid=32:asuransi-syariah&Itemid=76

Asuransi Syariah
Posted: 03/05/2010 by muhamad mujahidin in Ekonomi Syariah
Tag:asuransi, asuransi syariah

I.

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih tanpa pernah pilih kasih dan Yang
Maha Penyayang yang menyayangi tanpa pernah meminta imbalan dari mahluk-Nya,
yang atas berkat rahmat, inayah serta hidayah-Nya lah kami sebagai penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Asuransi Syariah ini tepat pada waktunya.
Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta, umatnya yang membela risalahnya
sampai akhir jaman.
Dunia Islam pada prinsipnya tidak mengenal asuransi seperti apa yang dijalankan
oleh perusahaan asuransi konvensional di dunia Barat. Karena prinsip asuransi di
dunia barat adalah profit oriented dan adanya konsep untung-untungan. KUH Perdata
pasal 1774 menyebutkan tentang perjanjian asuransi yaitu Suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu perjanjian yang belum
tentu. Malah Subekti secara terang menyamakan kedudukan asuransi dengan
perjudian dan pertaruhan, walaupun ada sebagian pakar yang membantah pendapat
tersebut.
Dalam konsep Islam asuransi Islam bukan semata profit oriented, tetapi ia
mengandung nilai sosial oriented, jadi perpaduan antara dua kepentingan inilah yang
dibangun oleh asuransi syariah dalam menajalankan roda bisnisnya. Karena

23

perbedaan orientasi dan filosofi inilah yang menyebabkan perusahaan asuransi Islam
perlu hati-hati dan para pemilik dan pengurusnya mesti orang-orang yang memahami
karakteristik ini agar jangan sampai prinsip Islam tidak digadaikan demi kepentingan
sesaat.
Untuk lebih memahami definisi asuransi syariah, prinsip dan landasan hukum
operasional asuransi syariah, perkembangan dan jenis-jenis asuransi syariah, serta
perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional maka kami akan
menjelaskan lewat tulisan kami berikut ini.

II. PEMBAHASAN
2.1

Definisi Asuransi Syariah

Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, insurance,[1] yang dalam bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan padanan kata pertanggungan.[2] Echols dan Shadilly memaknai kata
insurance dengan a) asuransi, dan b) jaminan. Dalam bahasa belanda biasa disebut
dengan istilah assurantie(asuransi) dan verzekering (pertanggungan).[3]
Sedangkan Asuransi Syariah atau Takaful secara bahasa, akar katanya berasal dari
Kafala-yakfulu-Kafaalatan, artinya menanggung. Kemudian dari Mujarrad
dipindahbabkan ke tsulatsi maziid dengan menambah Ta, sebelum Fa fiil dan Alif
setelahnya, maka menjadi Takaafala Yataakaaful-Takaafulan.
Perpindahan bab dengan menambah Ta dan Alif seperti tersebut di atas dalam Ilmu
Sharaf menelorkan pengertian yang satu menanggung yang lain dengan berbagi cara,
antara lain dengan membantunya, apabila ia amat membutuhkan bantuan, terutama
bila yang bersangkutan ataupun keluarganya ditimpa musibah.
Pengertian Lughawi ini dikhususkan persepakatan tolong-menolong secara teratur
sedemikian rupa, keteraturan dan rinciannya antara sejumlah orang bila semuanya
akan tertimpa bahaya dan kesukaran, sehingga apabila bahaya itu menimpa seseorang
di kalangan mereka, semuanya ikut membantu menghilangkan atau meringankannya,
dengan cara memberikan bagian yang tidak menyulitkan masing-masing guna
menghilangkan bencana tersebut.
Bermuamalah dengan Takaful, pada ulama besar internasional abad ini seperti
Majma Fighil Islaamy, Mekkah, Saudi Arabia, Abu Zahra, Yusuf Al Qardhawy
condong berpendapat bahwa hukumnya adalah Mubah, selama tidak mengandung
unsur Gharar. Gharar secara lughawi berarti penipuan yaitu ketidakjelasan, baik

24

ketidakjelasan itu pada persentase, kepastian dapat, ataupun kepastian waktu


mendapatkannya, tidak mengandung maisir, yaitu untung untungan untuk
Mendapatkannya, di mana kalau nasibnya baik, ia akan mendapat bagian dan kalau
nasibnya sedang tidak baik, maka premi-premi yang sudah dilunaskannya itu akan
melayang semuanya. Tak ada unsur Riba, yaitu mendapat tambahan jumlah dengan
tanpa ada imbalan yang sah, ataupun keikhlasan sejati dari pemilik. Apabila salah
satu dari tiga unsur itu terdapat pada sesuatu perjanjian jamin menjamin, maka hukum
perjanjian itu adalah haram walaupun namanya baik, halal dan sebagainya.
Sebaliknya, apabila kesemua unsur tersebut tidak ada di dalamnya, maka hukumnya
adalah sah, atau mubah, meskipun namanya asuransi, Takmiin, atau Takaful.
Berdirinya asuransi ini sebagai satu ketegasan bahwa Islam mempunyai sistem
asuransi yang tentunya secara operasional berbeda dengan asuransi konvensional
lainnya. Salah satu kiat yang dikembangkan Takaful adalah prinsip tolong-menolong,
di mana setiap pemegang polis wajib memberikan derma untuk keperluan dana tolong
menolong, serta untuk dana pengembangan kegiatan pembinaan umat dan kepada
semua peserta di samping mendapatkan keuntungan pribadi, juga mendapatkan
keuntungan bersama. Yang perlu diingat Asuransi Takaful ini diawasi oleh satu badan
atau Dewan Pengawas Syariah seperti yang ada pada bank Islam .[4]
2.2 Prinsip dan Landasan Hukum Operasional Asuransi Syariah
2.2.1 Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Prinsip Dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda dengan prinsip
dasar yang berlaku padaa konsep ekonomika Islam secara komprehensif dan bersifat
major. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi syariah merupakan tururnan (minor)
dari konsep ekonomika Islam . Biasanya literatur ekonomika Islam selalu melakukan
penurunan nila pada tataran konsep atau institusi yang ada dalam lingkup kajiannya,
seperti lembaga perbankan dan asuransi.
Begitu juga dengan suransi, harus dibangun di atas fondasi dan prinsip dasar yang
kuat dan kokoh. Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syariah ada sembilan macam
yakni
1. Tauhid
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya
menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun pada nilai-nilai
ketuhanan. Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam

25

keyakinan dalam hati bahawa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah
kita dan selalu bersama kita.[5]
2. Keadilan
Prisnip kedua adalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara
pihak-pihak yang terikat dalam akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami
sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan
perusahaan asuransi.[6]
3. Tolong Menolong (Taawun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan asuransi adalah harus didasari
dengan semangat tolong-menolong antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk
asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan
meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau
kerugian.[7]
4. Kerjasama (Cooperation)
Prinsip kerjasama merupaka prinsip universal yang selalu ada dalam literatur
ekonomi Islam . Manusia sebagai mahluk yang mendapat mandat dari sang Khaliknya untuk mewujudkan perdamainan dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua
wajah yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya yaitu sebagai mahluk
individu dan mahluk sosial.[8]
5. Amanah (Trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai
akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan
tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang
besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan dalam bermuamlah dan melalui auditor public.[9]
6. Kerelaan (Al-Ridha)
Dalam berbisnis asurasnsi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah asuransi
agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang
disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru).
Dana sosial (tabarru) memang betuk-betul digunakan untuk tujuan membantu
nasabah asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.[10]

26

7. Larangan Riba
Bahwa dalam berbisnis asuransi kita dilarang melakukan praktek riba. Yakni bahwa
kita dilarang melakukan pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil.[11]
8. Larangan Maisir
Syafii Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu
pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak
jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya
sebelum masa reversig period, biasanya tahun yang ketiga yang bersangkutan tidak
akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga
adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, dimana
untung-rugi terjadi sebagai hasil ketetapan.[12]
9. Larangan Gharar (Ketidakpastian)
Secara konevensioanal kata Syafii Antonio kontrak/perjanjian dalam asuransi jiwa
dapat dikategorikan dalam aqd tadabuli atau akad pertukaran yaitu pertukaran
pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara syariah dalam akad
pertukaran harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima.
Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima
(sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan
(jumlah uang premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.
Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.[13]
2.2.2 Landasan Hukum Operasional Asuransi Syariah
Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan
legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu :
Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tak tentu.[14]
Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi
Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta

27

tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan


administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam
Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut
dikeluarkan kareni regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menjalankan kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak
memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah
memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi
kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri
Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No.
424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No.
4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem
asuransi berbasis Syariah.[15]
2.3 Perkembangan dan Jenis-Jenis Asuransi Syariah
2.3.1 Perkembangan Asuransi Syariah Dari Masa ke Masa
Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriyah atau abad ke dua puluh
Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenarnya
telah melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi
berbagai kejadian dalam menopang bisnis mereka, layaknya seperti mekanisme
asuransi. Kerjasama ini mereka lakukan untuk membantu mengatasi kerugian bisnis,
diakibatkan musibah yang terjadi semisal ; tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat
serangan penyamun.
Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya diadopsi para pelaut eropa dengan
melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem membungakan
uang. Dan pada abad kesembilan belas, dan cara membungakan uang inipun
menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan Yahudi.
Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad kelima belas Hijriyah, para
ekonom muslim mulai menelorkan dan merenovasi konsep ekonomi Islam. Mereka
adalah rangkaian generasi emas dari Abu Yusuf menghasilkan al-kharaj dan Abu
Ubaid menulis kitab al-amwal. Asuransi adalah salah satu lembaga ekonomi yang
menjadi fokus para perhatian pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan
format maisir, riba, gharar yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem
bagi hasil, tolong menolong dengan mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu
sistem asuransi syariah mestilah mempunyai komitmen untuk kesejahteraan
bersama.

28

Dibandingkan di sejumlah negara bahkan negara yang mayoritas penduduknya


adalah nonmuslim, keberadaan asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di
Luxemburg, Geneva dan Bahamas misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak tahun
1983. Sementara di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim,
keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979),
Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei
Darussalam (1992). [16]
2.3.2 Jenis-Jenis Asuransi Syariah
Dilihat dari segi jenis asuransi syariah, maka suransi syariah terdiri atas dua
jenis yakni[17]
1. Asuransi Umum (kerugian)
Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keuangan
(Pecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan dan
kesehatan).
2. Asuransi Jiwa
Pada hakekatnya meupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang
membagi resiko (share risk) yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi
tetapi tidak pasti akan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat
diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko
kecelakaan(yang tidak pasti terjadi, tetapi tidak mustahil terjadi). Kerjasama mana
dikoordinir perusahaan asuransi yang bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the
law of large number) yang menyebarkan resiko kepada orang-orang yang mau
bekerjasama. Yang termasuk dalam program asuransi jiwa seperti ini adalah asuransi
untuk pendidikan, pensiun, investasi, tahapan, dll.
2.4 Perbedaan Antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional[18]
No Perbedaan

Asuransi Syariah

Asuransi
Konvensional

Konsep Syariah

Konsep Konvensional

Konsep

l
Sekumpulan orang yang l Perjanjian 2 pihak atau
saling membantu, saling
lebih, dengan mana pihak
menjamin, dan bekerja sama penanggung mengikatkan

29

Asal usul

Sumber Hukum

dengan cara memberikan


dana tabarru

diri kepada tertanggung,


dengan menerima premi
asuransi untuk
memberikan pergantian
kepada tertanggung

Asal usul Syariah

Asal usul Konvensional

l
Dari Aqilah, kebiasaan
suku Arab jauh sebelum
Islam datang, kemudian
disyahkan oleh Rasulullah
menjadi hukum Islam yang
tertuang dalam konstitusi
Piagam Madinah

l Tahun 1668 M di
Coffe House London
berdirilah Lloyd sebagai
cikal bakalnya.

Sumber Hukum Syariah Sumber Hukum


Konvensional

l
Bersumber dari wahyu
Ilahi. Al-Quran, Sunnah,
l Bersumber dari
Ijma, Fatwa Sahabat, Qiyas, pikiran manusia dan
Istihsan, Mashalih mursalah kebudayaan. Berdasarkan
hukum positif, hukum
alami, dan contoh
sebelumnya.
Syariah
Konvensional
4

Ada atau tidaknya


Dewan Pengawas
Syariah (DPS)

Akad

l Adanya DPS yang


berfungsi mengawasi
pelaksanaan operasional
perusahaan agar terbebas
dari praktek2 muamalah
yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah

l Tidak ada DPS yang


mengawasi praktek
operasionalnya, sehingga
banyak yang bertentangan
dengan syara

Akad Syariah

Perjanjian Konvensional

l Aqad tabarru dan Aqad l Perjanjian jual beli


tijarah
l Adanya unsur Maysir,
l
Bersih dari adanya
Gharar, dan Riba yang
praktek Maysir, Gharar, dan diharamkan dalam
Riba
muamalah

30

Jaminan

Pengelolaan Dana

Jaminan/Risk Syariah

Jaminan/ Risk
Konvensional

l
Sharing Of Risk, di
mana terjadi proses saling
menanggung antara satu
peserta dengan peserta
lainnya (taawun)

l Transfer Of Risk, di
mana terjadi transfer resiko
dari tertanggung kepada
tertanggung.

Pengelolaan Dana
Syariah

Pengelolaan Dana
Konvensional

l
Dana yang terkumpul l Dana yang terkumpul
menjadi amanah pengelola menjadi milik perusahaan
dana.
l Dana tersebut dikelola
l
Dana tersebut
sesuai dengan kebijakan
diinvestasikan sesuai dengan management.
instrumen syariah
l Tidak ada pemisahan
l Ada pemisahan dana
dana
8

Unsur Premi

Unsur Premi Syariah

l
Iuran atau kontribusi
terdiri dari unsur tabarru
dan tabungan yang tidak
mengandung unsur riba.
Tabarru juga dihitung dari
tabel mortalita, tapi tanpa
perhitungan bunga teknik
9

Investasi

Investasi Syariah

Unsur Premi
Konvensional

l Unsur premi terdiri


dari: tabel mortalita,
interest, cost of insurance

Investasi Konvensional

l
Dapat melakukan
l Bebas melakukan
investasi sesuai dengan
investasi sesuai dengan
perundang-undangan,
perundangan-undangan,
sepanjang tidak bertentangan tanpa memandang unsur
dengan prinsip syariah
halal haram.
10

11

Klaim

Marketing

Klaim Syariah

Klaim Konvensional

l
Sumber pembiayaan
klaim diperoleh dari
rekening tabarru

l Sumber pembiayaan
klaim diperoleh dari
rekening perusahaan

Marketing Syariah

Marketing Konvensional

31

l
Entertaintment dengan
dasar syariah
l Entertainment tanpa
dasar syariah
l Tidak ada Risywah
l Mengenal risywah
12

Akuntansi

Akuntansi Syariah

l
Menganut konsep
akuntansi cash basis,
mengakui apa yang benarbenar telah ada, sedangkan
accrual basis dianggap
bertentangan dengan
syariah karena mengakui
adanya pendapatan, harta,
beban, atau utang yang akan
terjadi di masa depan.
13

Profit

Profit Syariah

Akuntansi
Konvensional

l Menganut konsep
accrual basis yaitu proses
akuntansi yang mengakui
terjadinya peristiwa atau
kejadian nonkas. Dan
mengakui pendapatan,
peningkatan asset,
expenses, liabilities dalam
jumlah tertentu yang baru
diterima masa akan datang.
Profit Konvensional

l
Profit dari Surplus U/W, l Profit dari Surplus
komisi reas, & hasil
U/W, komisi reas, & hasil
investasi dilakukan profit
investasi adalah
sharing dengan peserta
sepenuhnya milik
perusahaan.
14

Visi & Misi

Visi & Misi Syariah

Visi & Misi


Konvensional

l
Misi yang diemban
dalam asuransi syariah
l Secara garis besar Visi
adalah misi aqidah, misi
& Misi utamanya adalah
ibadah, misi ekonomi, dan misi ekonomi dan sosial.
misi pemberdayaan ummat
(sosial).
III. ANALISIS SWOT ASURANSI SYARIAH
Agus Haryadi menyebutkan ada beberapa aspek yang dapat menjadi peluang,
ancaman(tantangan), kekuatan dan kelemahan dalam memperluas jaringan bisnis
asuransi syariah terutama di Indonesia, penjelasannya adalah sebagai berikut :[19]

32

A. Peluang
Beberapa faktor yang merupakan peluang dan mendukung prospek asuransi syariah
adalah
1. Keunggulan konsep asuransi syariah dapat memenuhi peningkatan
tuntutan rasa keadilan dari masyarakat.
2. Jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia lebih dari 180 Juta
orang
3. Meningkatnya kesadaran bermuamalah sesuai syariah, tumbuh
subur khususnya pada masyarakat golongan menengah.
4. Meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan
ekonomi umat.
5. Tumbuhya lembaga keuangan syraiah (LKS) lainnya seperti
perbankan dan reksadana.
6. Kompetitor dalam bisnis asuransi syariah masih sedikit.
7. Berlakunya undang-undang otonomi daerah yang akan memacu
perkembangan ekonomi daerah.
8. Kebutuhan meningkatkan pendidikan (anak).
9. Meningkatnya resiko kehidupan.

10. Meningkatnya bea-bea kesehatan (harga dolar, dll)


11. Menurunnya rasa tolong menolong di masyarakat (tidak membudaya lagi).
12. Globalisasi (teknologi internet sebagai penunjang bisnis).
13. Adanya UU Dana Pensiun.
14. Employee Benefits sebagai bagian dari paket perusahaan dalam rekrutmen
karyawan.
B. Ancaman/ Tantangan
Sedangkan faktor yang masih merupakan ancaman atau tantangan bagi
perkembangan asuransi syariah di Indonesia adalah

33

1. Globalisasi, masuknya asuransi luar negeri yang memiliki : kapital


besar dan teknologi yang lebih tinggi sehingga membuat premi
suransi lebih murah.
2. Asuransi konvensional dan lembaga keuangan lainnya yang lebih
efisien.
3. Langkanya ketersediaan SDM yang qualified dan memiliki
semangat syariah.
4. Citra lembaga keuangan syariah masih belum mapan di mata
masyarakat, padahal ekspektasi masyarakat terhadap LKS sangat
tinggi.
5. Sarana investasi syariah yang ada sekarang belum mendukung
secara optimal untuk perkembangan asuransi syariah.
6. Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur asuransi
syariah.
7. Budaya suap dan kolusi dalam asuransi kumpulan (group
insurance) masih kental.
8. Alokasi pengeluaran masyarakat untuk asuransi masih sangat
terbatas, hal ini nampaknya berkaitan dengan masalah sosialisasi
asuransi dan pengalaman berasuransi.

C. Kekuatan
Dalam upaya pengembangan operator asuransi syariah baru di Indonesia, yang dapat
menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut :
1. Tenaga kerja profesional/ sumber daya manusia inti yang kompeten
dan memilki integritas moral dan ghirah Islam, yang berada dalam
sebuah teamwork yang solid.
2. Pemegang saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
3. Kelompok pemegang saham mampu mengusahakan captive
market awal.
4. Kelompok pemegang saham diharapkan memiliki infrastruktur
teknologi dan potensi tenaga ahli (mislanya: Fund manager).
5. Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat syariah
mampu memberi rasa aman kepaa peserta asuransi syariah, selain
unsur duniawi semata.
6. Adanya unsur dakwah.

34

7. Produk asuransi bersifat transparan.

D. Kelemahan
Namun demikian, system asuransi syariah dan core team asuransi syariah baru ini
memiliki kelemahan yang masih dalam tahap peningkatan yaitu
1. SDM pendukung (lapisan kedua,dst) belum banyak memahami
bisnis syariah.
2. Dalam hal pemasaran, alternatif distributif relatif masih terbatas
dibandingkan pola konvensional.
3. Kompleksitas dalam sistem administrasi syariah (misalnya
perhitungan bagi hasil dan tingkat hasil investasi).
4. Permodalan yang terbatas akan memprngaruhi
1. Sistem/teknologi pendukung manajemen
2. Strategi bisnis
3. Ketersediaan infrasturktur (internal, eksternal, customer
support,dll)
1. Apabila pemegang saham kurang menghargai pentingnya investasi
di bidang IT sebgai modelling tools dan administrasi tools.
2. Pengalaman langsung/ penerapan model terhadap bisnis riil belum
cukup (baru pada tahap teoritis).
3. Lemahnya public relations untuk mengkomunikasikan keunggulan
LKS (idealnya beralih dari shorty therm/ hit and run marketing
menjadi long term marketing/customer relationship).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Asuransi sebagai satu wujud usaha dalam pertanggungan yang melibatkan antara
sekelompok (kumpulan) orang disatu pihak dan perusahaan asuransi, sebagai
lembaga pengelola dana di pihak lain, telah mengangkat isu utama saling
menanggung dalam menghadapi musibah dan bencana. Dilihat dari nilai bawan yang
tertera dalam teks-teks absolut (Al-Quran dan As-Sunnah), maka nilai dasar dari
asuransi syariah mempunyai nilai sosial oriented yaitu sebuah nilai yang didasarkan

35

pada semangat saling tolong-menolong antar sesama peserta asuransi dalam


menghadapi musibah.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam pengembangan asuransi syariah terutama
di Indonesia adalah
1. perlu adanya kajian dan diskusi yang mendalam tentang konsep
asuransi syariah oleh kalangan yang punya perhataian terhadap
asuransi syariah sehingga pada akhirnya terbentuk Masyarakat
Asuransi syariah (MAS).
2. secepatnya diperlukan payung hukum yang kuat terhadap
eksistensi asuransi syariah di Indonesia.
3. perlunya sosialisasi yang masif terhadap masyarakat muslim
sehingga mengetahui apa pentingnya asuransi syariah dalam
kehidupannya.
4. maksimalisasi fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat
dalam setiap perusahaan asuransi syariah.
5. perlu adanya penelitian yang lebih lanjut dan mendalam tantang
kesesuaian praktik asuransi syariah dengan ketentuan dasar
ekonomika Islam .

DAFTAR PUSTAKA
http://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/03/asuransi-syariah/

Perkembangan Asuransi Syariah 2008


Perkembangan asuransi syariah ibarat si gadis manis, diburu banyak
orang dan menenangkan. Kini, nyaris semua perusahaan asuransi
membentuk unit syariah. Bahkan asuransi asing juga ikut membuka unit
syariah. Mereka tentu ingin mencicipi kue syariah di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Syariah Indonesia Muhaimin Iqbal menyatakan
hingga Januari 2008, di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang full
asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang reasuransi
syariah. Ini pertumbuhan premi industri bisa menembus Rp 1 trilun tahun
ini. Rencana masuknya asuransi raksasa di pasar asuransi syariah
diharapkan mendukung pencapaian target itu.
Ia mengatakan perolehan premi industri asuransi syariah tanah air
36

diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan tumbuh


sebesar 60%-70%. pada 2006, industri asuransi syariah membukukan
pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai total Rp 475 miliar. "Hingga
akhir 2007, saya rasa kami bisa mencapai Rp 700 miliar. Kalau tahun
depan tumbuh 50% saja, sampai melebihi Rp 1 triliun," ucap Muhaimin.
Kendati asuransi syariah mengalami pertumbuhan yang pesat, jelas
Muhaimin, kontribusi terhadap total industri baru mencapai 1,11% per
2006 dan diperkirakan meningkat ke posisi 1.33% tahun ini. Hal itu tidak
terlepas dari jumlah pelaku industri asuransi syariah yang masih terbatas
dan baru menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir.
Ia menuturkan, pada 2003, hanya ada 11 pemain dalam industri syariah.
Jumlah itu meningkat menjadi 30 pemain pada 2006. Per juli 2007,
terdapat 38 pemain asuransi syariah dengan rincian 2 perusahaan
asuransi syariah, 1 asuransi umum, 12 asuransi jiwa syariah, 20 asuransi
umum syariah, dan 3 asuransi syariah.
Sistem Transparan.
Sementara itu, Direktur Utama Insight Invesment Management ggi H
Achsien menyatakan perkembangan pesat asuransi asuransi syariah di
Indonesia memang masuk akal. Disamping pangsa pasar yang besar,
sistemnya juga transparandan membuat nyaman pemegang polis jelas
Iggi.
Menurutnya sistem asuransi syariah menjanjikan sistem yang lebih adir,
transparan dan terhindar dari unsur perjudian. Oleh karena itu orang
merasa lebih aman dengan asuransi syariah, cetusnya.
Calon Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari salah satu perusahaan asurasi
syariah itu meminta para pelaku asurasi syariah agar terus meningkatkan
profesionalisme dalam mengembangkan pasar. Ini penting agar ada
pergesran orientasi parsar dari pasar emosional menuju pasar rasionla.,
jelasnya.
Perkembangan asuransi syariah juga mencengangkan. PT Asuransi Takaful
Keluarga (ATK) misalnya. Disamping terus melakukan berbabagai inovasi
produk, perusahaan asuransi syariah terbesar di Indonesia itu terus
menggalang aliansi strategis dengan perusahaan sejenis.
ATK juga telah meluncurkan produk unit link Takafulink Alia yang

37

merupakan produk proteksi dan investasi berbasi saham. ATK


menargerkan pendapatan Rp 20 miliar Rp 30 miliar di akhir 2007.
Walaupun baru berjalan sebulan, pendaptan Takafulink Alia telah
mencapai Rp 5 miliar. Oleh karena itu, target di atas dapat tercapai,
ungkap Presiden direktur PT Asuransi Takaful Keluarga disela-sela grand
launching Produk Takafulink Alia di Jakarta.
Karena investasi Alia berupa saham. Agus menilai produk tersebut
potensial bagi meresa yang agresif dalam berinvestasi. Divisi Syariah
Asuransi Allianz Liafe Indenesia (AALI) juga tidak ketinggalan . Allianz
Syariah Life membukukan gross written premium (GWP) sebesar Rp 31
miliar dan mjumlah polis sebanyak 3.702. unit hingga Agustus 2007.
Direktur Syarila AALI Kiswati Soerkoyo mengatakanper Agustus 2007,
GWP telah mencapai Rp 31,012 miliar dan jumlah polis meningkat
menjadi 3.702 unit.
Hasil yang hampir sama juga dibukukan Divisi Syariah PT Asuransi Jiwa
(AJ) Central Asia Raya (CAR) yang mulai dibentuk Mei 2007. Di Tahum
pertama operasionalnya (2007) mereka berhasil melai premi sebesar Rr20
miliar. Tahun ini, menurut Direktur pemasaran PT AJ CAR Hero Samudra,
Target perolehan premi naik 150% menjadi Rp50 miliar.
Sementara itu, Divisi Syariah AJB Bumi putera menargetkan pertumbuhan
pendapatan premi sebesar 137% menjadi Rp237% miliar pada 2008.
Untuk mencapai itu, divisi yang baru berusia tiga tahun itu akan
menfokuskan pada ekspansi organik perusahaan.(Media Indonesia,
Selasa, 29 Januari 2008)
Posted by Administrator at 6:36 AM
http://www.asuransisyariah.net/2008/08/perkembangan-asuransisyariah-2008.html

29-05-2008 10:41
By Rubbi Widiantoro

38

Belakangan ini, di Indonesia banyak sekali bermunculan perusahaan Asuransi yang


bebasis pada Asuransi Syariah. Asuransi Syariah sendiri muncul pertama kali pada
tahun 1990-an. Berawal dari metode ekonomi Islam yang dikembangkan oleh
beberapa bank di Indonesia, salah satunya adalah Bank Muamalat.
Lahirnya ekonomi Islam dilandasi oleh dua hal, pertama yaitu ajaran agama yang
melarang adanya riba atau bunga, dan menganjurkan sadaqah. Kedua karena
timbulnya surplus dollar dari negara-negara Timur Tengah penghasil dan pengexport
minyak. Semenjak adanya ekonomi Islam, maka Asuransi Syariah pun mulai
berkembang di Indonesia.
Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengandung judi
dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat
Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Bahkan,
seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb
memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen
market share asuransi konvensional.
Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan
ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi
konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari
industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat.

39

Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelakupelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami,
bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan
antara atasan dan bawahan.

Berita Lainnya selain "Perkembangan "Asuransi


Syariah" Di Indonesia"

Kecelakaan Pesawat Di Sudan Menewaskan 4 Orang


Facebook Group Versi Baru

Sony Ericsson Tawarkan Ponsel Untuk Pemula

Empat Kawasan Wisata di Nusa Tenggara Timur

Prita Akhirnya Bebas


(2 votes, average: 3.50 out of 5)

Loading ...

Facebook comments: "Perkembangan "Asuransi


Syariah" Di Indonesia"
http://www.swaberita.com/2008/05/29/ekonomi-bisnis/perkembanganasuransi-syariah-di-indonesia.html

Selasa, Maret 10, 2009


Kedudukan dan Perkembangan Asuransi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi
perbankan, asuransi, pasar modal dan lainnya pada dasarnya merupakan
suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar
15 (lima belas) abad yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip
syariah dalam industri keuangan, karena di dalam Islam dikenal kaidah
muamalah yang merupakan kaidah hukum atas hubungan antara manusia
yang di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti yang luas.

40

Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syariah mengalami


masa surut selama kurun waktu yang relatif lama pada masa imperium
negara-negara Eropa. Pada masa tersebut negara-negara di Timur Tengah
serta negara-negara Islam lain hampir semuanya menjadi wilayah jajahan
negara-negara Eropa.
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan banyaknya negara Islam yang
terbebas dari penjajahan dan semakin terdidiknya generasi muda Islam,
maka ajaran Islam mulai meraih masa kebangkitan kembali. Sekitar tahun
1960-an banyak cendekiawan muslim dari negara-negara Islam sudah
mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa
ke dalam industri keuangan dan sekaligus memperkenalkan penerapan
prinsip syariah islam dalam industri keuangannya.
Pada awalnya prinsip syariah islam diterapkan pada industri perbankan.
Dan, Cairo adalah merupakan negara yang pertamakali mendirikan bank
Islam sekitar tahun 1971 dengan nama Nasser Social Bank yang
operasionalnya berdasarkan sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya
Nasser Social Bank tersebut, kemudian diikuti dengan berdirinya beberapa
bank Islam lainnya seperti Islamic Development Bank (IDB) dan the Dubai
Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic Bank
of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1977.
Hingga saat ini, perusahaan asuransi syariah tersebar di seluruh dunia.
Perkembangan asuransi dibilang cukup pesat. Dari asset $550 juta pada
tahun 2000, $193 juta diantaranya berada di Asia Pasifik, meningkat
menjadi $1,7 milyar. Angka ini terus meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah asuransi syariah di dunia. Pada tahun 2004 asetnya
sudah mencapai $2 milyar.
Angka-angka di atas merupakan kumulasi untuk asuransi jiwa dan selain
jiwa. Asuransi keluarga syariah mendominasi perkembangan asuransi
dunia, mencapai 75%, di mana 60%nya berasal dari asuransi jiwa syariah.
Di Indonesia, pasar asuransi syariah memang masih kecil. Menurut Ketua
Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Muhaimin Iqbal, total
aset asuransi syariah pada semester I kemarin hanya Rp 967,458 miliar.
Sangat kecil jika dibanding asuransi jiwa konvensional yang telah
mencapai Rp 18,271 triliun. Karena pasarnya yang belum berkembang
itulah yang membuat perusahaan asuransi berskala global tergiur untuk
terjun ke Indonesia.
Perkembangan asuransi syariah ini menunjukkan respons yang positif dari
masyarakat dunia akan sistem asuransi berbasis syariah. Hal ini
menunjukkan bahwa asuransi syariah dapat diterima (applicable) dan
menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang berjalan selama ini.

41

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Konsep dan Operasional Asuransi Syariah
1. Definisi dan Pengertian Asuransi
Pada awalnya asuransi dikenal di Eropa Barat pada Abad Pertengahan
berupa asuransi kebakaran. Lalu pada abad 13-14, seiring dengan
meningkatnya lalu lintas perhubungan laut antar pulau, berkembang lah
asuransi pengangkutan laut. Asuransi jiwa sendiri baru dikenal pada awal
abad ke-19. Kodifikasi hukum yang dibuat oleh Napoleon Bonaparte
memuat pasal-pasal tentang asuransi dalam KUHD. Kodifikasi ini
kemudian mempengaruhi KUHD Belanda, yang sebagiannya hingga
sekarang masih dipakai di Indonesia.
Banyak definisi yang telah diberikan untuk istilah asuransi, dimana secara
sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini bisa dimaklumi, karena perbedaan sudut pandang dalam
mendefinisikan asuransi, diantaranya:
Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD) Republik Indonesia: Asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Dalam Undang - undang asuransi No. 2 tahun 1992 pasal 1 disebutkan
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian,kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang
didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack: Asuransi
merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara
pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk
membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian
yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung.
Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green: Asuransi adalah suatu

42

lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan


mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup
besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat
diramalkan dalam batas-batas tertentu.
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya Principles of
Insurance menyatakan bahwa suatu pengalihan risiko (transfer of risk)
disebut asuransi.
D.S. Hansell, dalam bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa
asuransi selalu berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk)
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas kiranya mengenai definisi
asuransi yang dapat mencakup semua sudut pandang: Asuransi adalah
suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian,
dengan cara menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang
sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar
probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang
diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak
dalam gabungan itu.
Adapun Asuransi Syariah (Tamin, Takaful atau Tadhamun), menurut
Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan/atau tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah.
Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan, suap,
barang haram dan maksiat.
Dari pengertian di atas, sebenarnya perbedaan utama dari asuransi
syariah dan konvensional terletak pada tujuan dan landasan operasional.
Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling menolong (taawuni)
sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya penggantian
(tabaduli). Dari aspek landasan operasional, asuransi konvensional
melandaskan kepada peraturan perundangan, sementara asuransi syariah
melandaskan pada peraturan perundangan dan ketentuan syariah. Dari
kedua perbedaan ini muncul perbedaan yang lainnya, mengenai
hubungan perusahaan dan nasabah, keuntungan, memperhatikan
larangan syariah, dan pengawasan.
Di sisi lain, asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional
mempunyai tujuan yang sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan
risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaannya
pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para

43

peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi


jiwa syariah menganut azas tolong menolong dengan membagi risiko
diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing). Selain perbedaan cara
pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk
asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut
investasi syariah dan terbebas dari unsur ribawi.
2. Kedudukan Asuransi Syariah
Adapun prinsip-prinsip yang mendasari legalitas Asuransi Syariah,
diantaranya:
a) Perintah Allah Swt. untuk mempersiapkan hari depan.
Firman Allah Swt, Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An-Nisa [04]: 09)
b) Perintah saling tolong menolong
Firman Allah Swt, Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah [5]: 2)
Ulama menanggapi berbeda mengenai status hukum dari kegiatan
asuransi konvensional, ada yang membolehkan dan ada yang melarang.
Adapun ulama yang membolehkan di antaranya; Syekh Abdur Rahman Isa
dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi , guru besar Universitas Al-Azhar, Prof. Dr.
Muhammad Yusuf, guru besar universitas Kairo, Syekh Abdul Wahab
Khallaf, guru besar hukum Islam Universitas Kairo, Bahjah Hilmi, penasihat
pengadilan tinggi Mesir, Syekh Muhammad Dasuki, Dr. Muhammad
Najatullah Shiddiqi, dosen Universitas King Abdul Aziz, Syekh Muhammad
Ahmad, pakar ekonomi dari Pakistan, Syekh Muhammad al-Madhani, dan
Prof. Dr. Musthafa Ahmad alZarqa, guru besar Universitas Syiria.
Para ulama di atas umumnya beranggapan bahwa asuransi adalah kreasi
praktik baru, yang sebelumnya tidak ditemukan dengan tujuan untuk
saling tolong menolong. Asuransi merupakan bentuk perkongsian
(koperasi) yang dibenarkan dalam Islam, selama tidak mempraktikkan
riba.
Selain ada yang menghalalkan, umumnya ulama mengharamkan asuransi
konvensional. Ulama fikih yang dianggap pertama kali membahas dan
mengharamkan asuransi adalah Ibnu Abidin (1784-1836), dari kalangan
Hanafiyah, dalam kitabnya Hsyiyah Ibnu Abidin (Hsyiyat Rad al-Muhtr
ala al-Dr al-Mukhtr Syarh Tanwr al-Abshr). Menurutnya kegiatan
asuransi hukumnya harama karena alasan mewajibkan sesuatu yang tidak

44

wajib, iltizm m lam yalzam.


Ulama-ulama lain, seperti Muhammad Yusuf Qaradhawi, Syekh Abu
Zahrah, Dr. Muahammad Muslehuddin, Prof. Dr. Wahbahaz-Zuhaili, Dr.
Husain Hamid, mengharamkan asuransi karena adanya praktik riba,
gharar, dan perjudian. Begitu juga dengan ulama Indonesia seperti Prof.
Dr. KH. Ali Yafie, mengharamkannya karena tidak sesuai dengan prinsipprinsip syariah.
Kemudian Perhimpunan Ulama Fikih (majma al-fiqh al-Islmy), pada
kongresnya pada tanggal 10 Syaban tahun 1398 H telah bersepakat
mengharamkan asuransi konvensional dengan alasan: Asuransi
mengandung gharar, mempraktikkan riba, mengandung permainan lotre,
dan mengakibatkan memakan harta orang lain secara tidak sah
Kehalalan asuransi didasarkan pada pertimbangan praktiknya
menjauhkan dari sistem riba, gharar, jahalah, dan qimar. Asuransi syariah
menggunakan sistem persekutuan dan pertolongan (syirkah wa
taawuniyah). Praktik ini dibenarkan menurut agama, bahkan didorong
untuk saling menolong dalam takwa dan kebaikan.
3. Perbedaan antara Asuransi Syariah dan Konvensional
Secara umum, ada beberapa perbedaan mendasar antara asuransi
syariah dengan asuransi konvensional, diantaranya adalah:
Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas
mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya.
Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi
konvensional.
Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong
menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil
(mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga
(riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada
asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi)
menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan
alokasi investasinya.
Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus
seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak
peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang
dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah

45

diniatkan untuk tabarru.


Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru
(dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa
ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di
antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana
perusahaan.
Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara
perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi
yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh
keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
Akad dalam asuransi syariah sebenarnya memiliki variasi atau jenis yang
beragam. Dan karena praktek asuransi perusahaan (tijari) yang
berkembang dewasa ini pada dasarnya tidak dikenal di jaman Rasulullah
maka menjadi tugas para ekonom muslim, terutama ahli dan praktisi
asuransi syariah untuk terus melakukan kajian lebih mendalam guna
mencari formula yang ideal dalam menyempurnakan sistem operasional
bisnis asuransi syariah.
B. Implementasi dan Aplikasi Asuransi Syariah di Dunia Islam Kontemporer
1. Implementasi Asuransi Syariah di Indonesia
Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali dengan
kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT
Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang
dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui
Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim
Indonesia.
Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah
perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga
(ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah
bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah
Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari
cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia.
Selanjutnya, perkembangan Asuransi Syariah dalam beberapa tahun
terakhir cukup menggembirakan. Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah
satu negara dengan jumlah operator asuransi syariah cukup banyak di
dunia. Berdasarkan data Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN MUI), terdapat 51 pemain asuransi syariah di Indonesia yang telah
mendapatkan rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 42 operator

46

asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan enam broker asuransi dan
reasiuransi syariah. Adapun perusahaan asuransi yang benar- benar
secara penuh beroperasi secara syariah ada tiga, yakni Asuransi Takaful
Umum, Asuransi Takaful Keluarga (jiwa), dan Mubarakah. Selain itu
beberapa perusahaan asuransi konvensional telah membuka divisi syariah
diantaranya MAA, Great Eastern, Bumiputera (asuransi jiwa), dan
Tripakarta.
Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui pendirian
perusahaan dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak
pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan strategi pengembangan
bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan
sebagian besar perusahaan asuransi, antara lain PT MAA Life Assurance,
PT MAA General Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi
Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life
Sejahtera.
Bahkan, sejumlah pemain asuransi besar dunia pun turut tertarik masuk
dalam bisnis asuransi syariah di Indonesia. Mereka menilai Indonesia
sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia merupakan potensi
pengembangan bisnis cukup besar yang tidak dapat diabaikan. Di antara
perusahaan asuransi global yang masuk dalam bisnis asuransi syariah
Indonesia adalah PT Asuransi Allianz Life Indonesia dan PT Prudential Life
Assurance.n aru/berbagai sumber
Modus operandi pendirian asuransi syariah di Indonesia dilakukan melalui
empat bentuk:
1. Pendirian baru
2. Konversi dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi
konvensional
3. Pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Reasuransi konvensional
4. Konversi kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang dengan
prinsip syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi
konvensional.
Untuk pendirian baru tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi
terutama terkait dengan nasabah. Sedangkan untuk konversi ada
ketentuan yang harus dipenuhi menyangkut kesediaan pemegang polis.
Berikut adalah Ketentuan Khusus Konversi:
1. Tidak merugikan tertanggung atau pemegang polis
2. Memberitahukan konversi tersebut kepada setiap pemegang polis
3. Memindahkan portofolio pertanggungan ke Perusahaan Asuransi
konvensional lain atau membayarkan nilai tunai pertanggungan, bagi

47

tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi


tertanggung atau pemegang polis dari Perusahaan Asuransi dengan
prinsip syariah.
Baik pendirian baru maupun konversi, suatu perusahaan asuransi syariah
dapat beroperasi apabila mendapat izin usaha dari Departemen
Keuangan. Izin usaha itu diberikan setelah pengajuan pendirian atau
konversi memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Maksud dan Tujuan di dalam anggaran dasar perusahaan
2. Memiliki tenaga ahli
3. Memiliki Dewan Pengawas Syariah Perusahaan
4. Memenuhi minimal modal disetor atau minimal modal kerja (bagi
pendirian cabang)
5. Tingkat Solvabilitas (bagi pendirian cabang)
6. Tidak sedang dalam pengenaan sanksi administratif (bagi pendirian
cabang), dan
7. Persyaratan-persyaratan lainnya, sebagaimana halnya persyaratan
dalam pembukaan kantor cabang konvensional.
Untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, DSN
pada tahun 2001 mengeluarkan fatwa NO: 21/DSN-MUI/X/2001Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah, yang menjadi acuan dari sisi syariah
dalam penyelenggaraan kegiatan asuransi syariah di Indonesia.
2. Implementasi Asuransi Syariah di Dunia
Perkembangan asuransi syariah yang cukup progressif terjadi di negaranegara Arab, terutama negara Arab Saudi, Qatar, Kuwait dan Bahrain.
Negara ini pertama kali mendirikan Asuransi Takaful Internasional pada
tahun 1989. Pangsa pasar asuransi di Bahrain diperkirakan mencapai 65
juta dinar ($172 juta). Produk yang diluncurkan oleh asuransi Bahrain ini
antara lain, Asuransi Haji dan Umrah yang diperkenalkan pada Januari
2004, asuransi kesehatan (The Best Doctors Takaful Health Care)
diluncurkan pada September 2004, dan takaful pendidikan. Ketiga produk
ini mendominasi dibanding produk lainnya.
Beberapa industri asuransi syariah yang berkembang di Arab Saudi antara
lain; Islamic Arab Insurance Company (AlBaraka Group) (1980), Islamic
Corporation for teh Insurance, Investment dan Export Credit (1995),
Islamic Insurance Company Ltd., Islamic Insurance and Reinsurance
Company (1985), AlAman co-Operative Insurance (AlRajhi) (1985), Global
Islamic Insurance co. (1986), Islamic Takafaul and Retakaful Company
(DMI Group) (1986), dan lain sebagainya.
Di belahan Benua Afrika, asuransi syariah pertama kali didirikan di Ghana,

48

tahun 1994, yaitu Metropolitan Insurance Company Limited (MIT). MIT


merupakan satu-satunya asuransi yang beroperasi secara syariah di
Ghana, dengan menerapkan sistem mudharabah dan takafuli. Selaian
Ghana, di Nigeria, African Alliance Insurance Company Limited,
mendirikan Islamic Life Insurance System (Takaful) pada oktober 2003. Di
Senegal didirikan Islamic Takaful and Retakaful Co. dan Sonar AlAmane
(AlBaraka Group). Juga Takaful Trinidad and Tobago Friendly Society
didirikan di Trinidad dan Tobago pada tahun 1999.
Sementara di Eropa, negara Inggris merupakan pelopor pengembangan
asuransi syariah. Melalui HSBSs Amanah, Inggris bercita-cita menjadi
leading sector bagi pengembangan asuransi syariah di Eropa dan negara
lainnya. Di negara ini dirikan pula International Co-operative and Mutual
Insurance Federation (ICMIF) yang menghimpun 150 orang dari 82
anggota organisasi dari 52 negara di dunia. Lembaga ini bertujuan untuk
memajukan dan memperkenalkan sistem asuransi syariah ke berbagai
negara.
Di Amerika, asuransi syariah pertama kali berdiri pada Desember 1996.
Takaful USA Insurance Company, asuransi pertama di Amerika, didirikan
untuk menampung sedikitnya 12 juta penduduk muslim di negara Paman
Sam itu. Demikian pula di Australia telah berdiri Australia Takaful
Assosiation Inc.
Konsep takaful (asuransi Islami) pertama sekali diperkenalkan di Malaysia
pada tahun 1985. Untuk merespon dan memajukan industri asuransi
syariah, Malaysia mendirikan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bank
Syariah (BIRTI), yang konsen pada bidang pendidikan dan pengembangan
sumber daya manusia. Lembaga ini telah memberi andil dalam
pengembangan industri syariah di belahan asia. Dengan dukungan BIRTI,
Takaful Malaysia menjalin kerjasama dengan Sri Lanka, Arab Saudi, dan
pernah pula memberikan dukungan teknis (technical assistance) untuk
operasionalisai Takaful Australia. Selain itu dukungan teknis dilakukan di
negara Lebanon, Bangladesh, dan Algeria. Kemudian pada tahun 1997,
didirikan lagi The Asean Retakaful International Labuan Ltd (ARILL).
Saat ini, Malaysia memiliki beberapa industri asuransi syariah,
diantaranya : CIMB Aviva Takaful Berhad, Hong Leong Tokio Marine Takaful
Berhad, HSBC Amanah Takaful (Malaysia) Berhad, MAA Takaful Berhad,
Prudential BSN Takaful Berhad, Syarikat Takaful Malaysia Berhad, Takaful
Ikhlas Sdn Berhad, Takaful Nasional Sdn Berhad.
BAB III
PENUTUP

49

A. Kesimpulan
Berasuransi secara Islam merupakan bagian dari prinsip hidup yang
berdasarkan tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya
setiap diri tidak memiliki daya apapun ketika datang musibah dari Allah
SWT, apakah itu berupa kecelakaan, kematian, atau terbakarnya toko
yang kita miliki.
Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko terjadinya
musibah. Cara pertama adalah dengan menanggungnya sendiri (risk
retention), yang kedua, mengalihkan risiko ke pihak lain (risk transfer),
dan yang ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk sharing).
Menarik untuk direnungi bahwa sejak dari awal keberadaannya,
mekanisme asuransi Islam senantiasa terkait dengan kelompok. Ini
berarti, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan kelompok.
Sekalipun, misalnya, musibah itu hanya menimpa individu tertentu
(particular risks). Apalagi apabila musibah itu mengenai masyarakat luas
(fundamental risks) seperti gempa bumi dan banjir. Sehingga esensi
keberadaan asuransi dalam kehidupan dinilai penting.
Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat umum sampai saat ini masih sulit
menerima keberadaan lembaga asuransi dengan melihat kenyataan
bahwa selain faktor ekonomi, faktor transparansi dan banyaknya
penyimpangan bisnis juga ikut berperan dalam memberikan citra buruk
bagi institusi keuangan ini. Data pengaduan terhadap perkara asuransi
yang masuk ke YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) maupun
YLKAI (Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia) menunjukkan
angka-angka yang relatif masih tinggi. Jenis pengaduan yang muncul
biasanya berkisar pada masalah klaim yang ditolak, prosedur klaim
dipersulit, masalah nilai tunai, dan-lain-lain. Praktek-praktek seperti inilah
yang menurut kacamata konsumen dipandang sangat merugikan mereka.
Adapun kendala-kendala dalam pengembangan asuransi syariah lainnya,
diantaranya:
Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan
Asuransi syariah.
Masih terbatasnya produk-produk yang ditawarkan oleh asuransi
syariah.
Kurangnya sosialisasi dan edukasi masyarakat mengenai asuransi
syariah.
Sumber Daya Manusia dalam bidang Asuransi Syariah masih sangat
rendah.

50

DAFTAR PUSTAKA
1. Salahuddin Ahmed, Islamic Banking, Finance, and Insurance; a Global
Overview, (Kuala Lumpur; A.S. Noordeen, 2006).
2. DSN-MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI, Edisi Revisi 2006 (Jakarta: DSN-MUI, 2006).
3. Dawood Y.Taylor, Prospects for Evolution of Takaful in the 21st Century,
Omar Fisher and, Harvard University, USA, April 2000.
4. Dr.Nejatallah Siddiqi Evolution of Islamic Banking and Insurance as
Systems Rooted in Ethics, , New York College of Insurance, April 2000
5. Ahmad Salim Milhim, al-Tamn al-Islmy, (Oman: Dr al-Alm, 2002),
cet. ke-1
6. Syakir Sula, Ansuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta, Gema Insani, 2004), cet. ke-1.
Diposkan oleh Cuman di 00:32
http://celebrat2002.blogspot.com/2009/03/kedudukan-danperkembangan-asuransi.html

Dorong Perkembangan Asuransi Syariah


Posted on November 4, 2009 by edicahyadi| Tinggalkan komentar

Dorong Perkembangan Asuransi Syariah dengan Sosialisasi Simultan


By Mohammad Shaifie Zein (Ketua Umum AASI)
Dalam beberapa tahun terakhir industri keuangan syariah di Indonesia tumbuh pesat,
termasuk di antaranya asuransi syariah. Perkembangannya yang cukup signifikan
membuat sejumlah perusahaan asuransi konvensional membentuk unit syariah. Kini
terdapat 38 perusahaan yang telah memiliki unit syariah, di mana tiga perusahaan di
antaranya adalah perusahaan murni syariah. Di tahun ini industri asuransi syariah pun
akan semakin ramai. Pasalnya diperkirakan tiga perusahaan asuransi akan membuka
unit syariah di 2009.
Bagi Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) periode 2008-2011,
Mohammad Shaifie Zein perkembangan asuransi syariah dalam beberapa tahun
terakhir menunjukkan catatan cukup baik. Melihat peningkatan premi asuransi

51

syariah lebih dari 100 persen di 2007 dibanding tahun sebelumnya adalah indikasi
masyarakat sudah mulai mengetahui tentang asuransi syariah, kata Shaifie.
Tercatat, premi di 2007 sebesar Rp 1,2 triliun dengan total asset Rp 1,9 triliun,
sementara di 2006 tercatat premi sebesar Rp 497 miliar dengan asset Rp 917 miliar.
Walau tahun ini diperkirakan pertumbuhan tak seperti tahun sebelumnya karena krisis
ekonomi, namun diprediksi asset dapat mencapai sekitar Rp 2 triliun.
Meski demikian sosialisasi secara gencar terus dilakukan. Untuk mendorong asuransi
syariah di Indonesia AASI menyiapkan sejumlah program. Di antaranya adalah
melakukan seminar asuransi syariah bersama dengan Islamic Banking and Finance
Institute Malaysia untuk lebih memperkenalkan industri asuransi syariah kepada
masyarakat. Rencananya seminar akan dilakukan sebelum bulan Agustus, kata
Shaifie.
Menurut pria kelahiran Kalianget, 22 April 1969 ini sosialisasi perlu dilakukan secara
kontinyu. Pasalnya, terdapat masyarakat yang hanya mendengar tentang asuransi
syariah dan belum banyak mengetahui mengenai hal itu. Hal itu berarti asuransi
syariah belum mengomunikasikan masalah asuransi syariah secara baik ke
masyarakat, apa bedanya dengan asuransi konvensional, kata Shaifie yang
mendapatkan diploma asuransi di Caledonian University, Glasgow. Selain bekerja
sama dengan IBFIM, AASI juga akan melakukan sosialisasi dengan Federasi Asosiasi
Perasuransian Indonesia (FAFI).
Dalam Festival Ekonomi Syariah beberapa waktu lalu, lanjut Shaifie, cukup
membantu dalam sosialisasi asuransi syariah. Kami sangat berterima kasih atas
adanya FES karena setidaknya ada improvement pemahaman mengenai asuransi
syariah, ujar Shaifie. Dengan sosialisasi yang terus dilakukan secara simultan, pria
yang mendapat gelar profesi Chartered Insurer dari Chartered of Insurance Institute
ini berharap akan lebih banyak masyarakat Indonesia yang memahami akan asuransi
syariah.
Sementara, untuk meningkatkan kualitas industri asuransi syariah Indonesia, SDM
menjadi perhatian khusus AASI. Di tahun ini asosiasi bekerja sama dengan Islamic
Insurance Society dan International Center for Development in Islamic Finance
(ICDIF) akan melakukan sertifikasi agen. Bagi Shaifie yang mengawali kariernya di
dunia asuransi sejak 1995 di Asuransi Binagriya Upakara, sertifikasi perlu dilakukan
agar agen benar-benar memahami produk asuransi syariah.
Selain itu Sekretaris Departemen Pengembangan Usaha Non-Bank Masyarakat
Ekonomi Syariah ini juga menargetkan standarisasi polis bisa selesai di April tahun
ini. Kami juga sudah minta waktu dengan Badan Arbitrase Syariah Nasional agar

52

sengketa polis bisa diselesaikan di sana, kata Shaifie. Sementara mengenai


Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) asuransi syariah diharapkan dapat
selesai semester pertama tahun ini. gie/taq
http://asuransisyariahkita.wordpress.com/2009/11/04/dorongperkembangan-asuransi-syariah/

Kepustakaan

Bangkitnya Asuransi Syariah dan Dampak Deregulasi


Pemerintah
Industri asuransi syariah dalam tahun-tahun terakhir ini pertumbuhannya cukup
menakjubkan. Jika industri asuransi konvensional tumbuh rata-rata antara 20 - 25
persen, maka asuransi syariah mencapai 40 persen. Asuransi syariah pun terbukti
tahan banting dari krisis moneter.
Di Indonesia, asuransi syariah sebenarnya masih baru. Industri ini mulai dikenal pada
akhir 1994, dimotori oleh Takaful Indonesia, dengan beroperasinya PT Asuransi
Takaful Keluarga (asuransi jiwa) dan PT Asuransi Takaful Umum (asuransi kerugian).
Pada 2001, lahir Asuransi Mubarokah dan diikuti oleh perusahaan-perusahaan
lainnya. Jadi, bisa dikatakan keberadaan asuransi syariah baru seumur jagung, tidak
setua masuknya Islam di Indonesia. Karena itu, bila dibandingkan dengan industri
asuransi konvensional, memang terasa masih jauh.
Dewasa ini pemasukan asuransi konvensional sudah mencapai Rp 23 triliun,
sedangkan asuransi syariah pada 2001 baru mencapai 0,6 persen dari total pendapatan
asuransi nasional. Pada 2003 meningkat menjadi satu persen. Bila melihat jumlah
penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa, dengan sekitar 85 persen di
antaranya umat Islam, sebetulnya market asuransi syariah sangat potensial.
Peluang untuk meraih pangsa pasar itu cukup terbuka lebar. Dari dulu, beberapa
ormas Islam mengharamkan masuk asuransi jiwa, terutama karena adanya unsur
ketidakjelasan (gharar), judi (maisir) dan bunga (riba). Memang ada juga ormas Islam
yang lebih toleran menerima asuransi konvensional, tetapi pradigma kini sudah
berubah, terlebih setelah adanya alternatif yaitu asuransi syariah.
Munculnya asuransi syariah memberikan alternatif baru bagi umat Islam di Indonesia
dan dunia. Ketiga faktor di atas (gharar, maisir, dan riba) yang meragukan umat
Islam, insya Allah telah tereliminasi dengan sistem syariah, walaupun fungsi
asuransinya sama. Dana asuransi syariah juga tidak diinvestasikan ke bank
53

konvensional, melainkan ditempatkan di bank-bank syariah. Dengan begitu, tidak ada


lagi unsur riba, tapi dengan prinsip bagi hasil atau mudharabah.
Memang salah satu perbedaan yang sangat prinsip dari sistem asuransi konvensional
yang umumnya menggunakan dan mendasarkan pada sistem ekonomi kapitalis
dengan sistem ekonomi syariah adalah pada pola bagi hasilnya. Bila sistem
konvensional menggunakan komponen bunga, maka dalam sistem syariah ada sistem
bagi hasil yang disebut mudharabah. Bila perusahaan mengalami keuntungan, maka
keuntungan akan dinikmati bersama. Begitu pula kalau rugi, maka akan ditanggung
bersama. Walaupun dalam sistem skema tertentu, kerugian ini bisa hanya ditanggung
pihak perusahaan saja.
Ketika terjadi krisis moneter, industri perbankan (konvensional) terkena negative
spread. Hal ini terjadi akibat kelemahan dari konsep riba (bunga). Bila ada untung
bisa akan besar sekali akan tetapi bila rugi, akan mengakibatkan kehancuran bagi
industrinya. Ketangguhan perbankan syariah dalam krisis moneter berpengaruh juga
pada perkembangan asuransi syariah. Hal inilah yang mengakibatkan industri
asuransi syariah belakangan ini menunjukkan gejala booming.
Pertumbuhan asuransi syariah semakin cepat seiring dengan kebijakan pemerintah
yang memanfaatkan asuransi syariah untuk meng-cover asuransi haji. Pelaksanaannya
melalui konsorsium perusahaan-perusahaan asuransi syariah, yang terdiri dari Takaful
Indonesia, Bumi Putera Syariah, MAA Syariah, Great Eastern dan Tripakarta Syariah,
dengan Bumi Putera Syariah menjadi leader, karena memiliki pangsa pasar terbesar di
Indonesia.
Pola asuransi
Jenis asuransi dalam sistem syariah tidak berbeda dengan yang ada di konvensional.
Ada asuransi jiwa, ada juga asuransi kerugian. Perbedaannya, perusahaan asuransi
syariah menginvestasikan dana premi nasabah ke bank syariah atau sektor lain yang
sesuai dengan syariah Islam atau sektor yang halal.
Perbedaan yang lain, dalam praktik asuransi konvensional, bila nasabah membeli
polis asuransi, misalnya asuransi mobil, kemudian tidak terjadi klaim dalam periode
tersebut, maka akan menjadi keuntungan perusahaan asuransi. Artinya uang nasabah
akan hangus. Sedangkan di asuransi syariah tidak begitu. Bila tidak terjadi klaim,
maka akan ada bagi hasil.
Diproyeksikan, dalam lima tahun ke depan, pangsa pasar industri asuransi syariah
akan melonjak hingga 10 persen. Gejala ini terlihat dari munculnya cabang-cabang
syariah dari perusahaan-perusahaan asuransi konvensional, seperti Bumuputera,
Jasindo, ACA, Tripakarta, MAA, Great Eastern dan yang lainnya. Ini merupakan
lonjakan yang cukup signifikan.
54

Bayangkan bila seluruh perusahaan asuransi konvensional yang telah memiliki


jaringan di seluruh Indonesia dapat melayani dengan prinsip syariah, betapa besarnya
pangsa pasar yang akan dilayani. Industri asuransi sudah mulai mengantisipasi
adanya permintaan pasar kelompok muslim anti-riba untuk masuk ke asuransi
syariah, sehingga market-nya akan luar biasa besar. Apalagi sejak keluarnya fatwa
dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai haramnya bunga bank.
Tahan banting
Betapa kuat dan tahan bantingnya perbankan dan perusahaan asuransi yang
berlandaskan syariah. Ketika krisis moneter, banyak bank konvensional baik
bermodal besar dan kecil mengalami negative spread sehingga perusahaan tersebut
harus tutup. Pemerintah pun turun tangan dengan mengucurkan BLBI berjumlah
ratusan triliun. Pada waktu yang bersamaan, Bank Muamalat Indonesia yang
modalnya relatif kecil, malah mengalami kemajuan.
Melihat kondisi tersebut muncul wacana bahwa bank-bank maupun asuransi
konvensional yang telah beroperasi di Indonesia perlu mengganti sistemnya, dengan
sistem syariah. Nasabah akan lebih terjamin keuntungannya sehingga pemegang
sahampun akan memperoleh keuntungan yang baik.
Adanya perubahan sistem dari konvensional ke sistem syariah sebenarnya bukanlah
menjadi masalah atau hambatan. Hanya saja, timbul imej atau ketakutan akan terjadi
Islamisasi. Padahal konsep syariah ini sebenarnya terbuka bukan saja untuk
masyarakat muslim, tetapi bisa untuk nonmuslim seluruh dunia. Prinsip ini terbuka,
sama halnya dengan sistem kapitalisme yang dewasa ini dianut penduduk dunia,
termasuk mereka yang beragama Islam.
Masalah syariah adalah masalah sosial, bukan ideologi. Jadi seluruh penduduk dunia
sebenarnya bisa menggunakannya. Nonmuslim yang ingin merealisaikan ekonomi
syariah, tidak perlu masuk Islam. Jadi sistem ekonomi islam terbuka untuk seluruh
umat manusia.
Salah satu alasan, mengapa para investor nonmuslim mendirikan lembaga keuangan
dengan sistem syariah termasuk asuransi, karena melihat tidak ada faktor ideologi di
situ. Sebaliknya, sistem ini netral, win-win solution, untung bersama, rugi juga
bersama.
Dewasa ini di seluruh dunia sudah ada lebih kurang 45 asuransi syariah. Mulai
Malaysia, Luxemburg, Singapura, Swis, Brunai, Arab Saudi, termasuk di Amerika.
Itulah sebabnya mengapa Asean Takaful Group, kini berubah menjadi Asian Takaful
Group, asosiasi perusahaan asuransi syariah di kawasan Asia.

55

Deregulasi pemerintah
Bagi perusahan asuransi syariah yang tidak terlalu besar, dikeluarkannya SK Menteri
Keuangan di antaranya berisi ketentuan fit and proper test dan ketentuan RBC,
memang sedikit berat. Sebagai contoh Takaful Indonesia harus menambah modal lagi
sebesar Rp 100 miliar. Kenyataannya memang di Indonesia perusahaan asuransi
sangat banyak sekali jumlahnya. Hampir lebih kurang 170 perusahaan asuransi.
Ada yang berpemikiran, idealnya di Indonesia cukup 50 perusahaan saja. Yang kecil
dianjurkan untuk merger saja, sehingga perusahaan asuransi yang ada di Indonesia
ada dalam skala besar, dan akan lebih fokus dalam memelihara nasabah. Khusus
untuk asuransi syariah idealnya juga proposional dengan jumlah penduduk Indonesia
yang 85 persen adalah muslim. Bank bisa merger, mengapa asuransi tidak? yudi
setiawan (branch manager pt asuransi takaful keluarga bandung)
(Republika, 27 Februari 2004)
http://www.takaful.com/index.php/publisher/articleview/action/view/frm
ArticleID/28

Kepada
Yth. Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara:
Dengan Hormat,
Kami
beritahukan bahwa Temu Sastrawan Indonesia-4 akan dilaksanakan di
Ternate, Maluku Utara, pada 25-29 Oktober 2011. TSI-4 bertema Sastra
Indonesia Abad ke 21, Keragaman, Silang Budaya dan Problematika.
Adapun kegiatan TSI-4 ini meliputi Seminar, Musyawarah Sastrawan,
Penerbitan Antologi Sastra, Panggung Sastra, Pameran/Bazar/Launching
Buku, Workshop dan Wisata Budaya.
Sehubungan dengan itu, kami mengundang Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara
untuk mengirimkan karya dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Puisi :

56

lima (5) buah puisi karya asli yang ditulis dalam tahun 2011
belum dipublikasikan ke media mana pun
Biodata maksimal 10 baris
diemailkan ke : puisi.tsi4@gmail.com

B. Cerpen :
- tiga (3) buah cerpen karya asli yang ditulis dalam tahun 2011
- belum dipublikasikan ke media mana pun
- panjang cerpen berkisar 5 halaman sampai 10 halaman kwarto (600
Kata)
- memakai font times new roman size 12
- Biodata maksimal 10 baris
- diemailkan ke : cerpen.tsi4@gmail.com
Pengiriman
karya dapat dilakukan sejak: 23 Maret 2011 23 Juli 2011. Bagi
sastrawan yang karyanya lolos seleksi Dewan Kurator TSI-4, akan
mendapat
undangan resmi dari panitia TSI-4 dan honorarium tulisan.
Panitia
akan menyediakan penginapan (akomodasi), makan-minum (kosumsi) dan
transport lokal selama kegiatan berlangsung, uang lelah dan cinderamata.
Mengingat keterbatasan dana, maka kami mohon maaf tidak bisa
menyediakan biaya transportasi peserta undangan dari tempat asal ke
tempat tujuan (pp).
Atas perhatian, kerja sama dan partisipasi Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara,
kami ucapkan terima kasih.
Ternate 21 Maret 2011
Salam Takzim,
Panitia Temu Sastrawan Indonesia 4
Ternate 2011
Sofyan Daud Dino Umahuk
Ketua Pelaksana Sekretaris

57

58

You might also like