You are on page 1of 12

2. a.

Logam : Sebuah logam atau metal (bahasa Yunani: Metallon) adalah sebuah unsur

kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam, dan kadangkala
dikatakan bahwa ia mirip dengan kation di awan elektron. Metal adalah salah satu dari
tiga kelompok unsur yang dibedakan oleh sifat ionisasi dan ikatan, bersama dengan
metaloid dan nonlogam.
b.

Keramik : Kata keramik berasal dari kata Yunani keramos yang berarti tembikar

(pottery) atau peralatan terbuat dari tanah (earthenware). Bahan keramik adalah bahan
dasar penyusun kerak bumi, yaitu: SiO2, Al2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O. Dari unsurunsur tersebut dapat dilihat terdapat paduan dua unsur yaitu logam dan non logam,
sehingga dapat dikatakan keramik adalah bahan padat anorganik yang merupakan
paduan dari unsur logam dan non logam.
c.

Polimer : Kata polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly dan meros. Poly

berarti banyak dan meros berarti unit aatu bagian. Jadi polimer adalah makromolekul
(molekul raksasa) yang tersusun dari monomer yang merupakan molekul yang kecil dan
sederhana.
d.

Komposit : Suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material

sehingga dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik
yang berbeda dari material pembentuknya. Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih
bagus dari logam, kekakuan jenis (modulus Young/density) dan kekuatan jenisnya lebih
tinggi dari logam. Beberapa lamina komposit dapat ditumpuk dengan arah orientasi serat
yang berbeda, gabungan lamina ini disebut sebagai laminat.

3. a. Martensit adalah fasa terkeras dari baja paduan karbon. Fasa ini dapat diperoleh
dengan pemanasan hingga fasa Austenit (gama), lalu dilakukan pendinginan cepat.

Gambar Fasa Martensit


b. Ferrite
Ferrite () merupakan fasa yang terbentuk pada temperatur sekitar 300-723 derajat
celcius. Fasa ini biasa terjadi bersamaan dengan cementite, membentuk pearlite pada
pendinginan lambat.

Gambar Fasa Ferrite

c.

Austenite
Fase austenite adalah fase dalam keadaan molekul dari penyusun material dalam
keadaan tidak stabil. Fase ini berada pada posisi antara fase padat dan cair.

Gambar Fasa Austenite


b. Pearlite
Pearlite merupakan satu fasa yang terbentuk dari gabungan dua fasa, Ferrite dan
Cementite. Pearlite dianggap sebagai satu fasa sendiri, karena memberikan
kontribusi sifat yang seragam.

Gambar Fasa Pearlite

c. Bainite
Bainit adalah struktur mikro baja yang dihasilkan dari dekomposisi austenit ke ferit
() dan sementit (Fe3C).Bainit terbentuk pada kisaran temperatur diatas
transformasi matensit dan dibawah pembentukan perlit.

Gambar Fasa Bainite


d. Cementite
Cementite merupakan fasa intermetalik yang terbentuk pada logam dengan
kelarutan karbon maksimal 6,67 %. Kelarutan karbon yang tinggi memberikan sifat
keras pada fasa ini.

Gambar Fasa Cementite

4.

Kemampukerasan (hardenability) adalah sebuah parameter yang menggambarkan

kemampuan dari sebuah alloy untuk dikeraskan melalui proses pembentukan martensite
sebagai hasil dari proses perlakuan panas. Faktor yang memperngaruhi kemampukerasan
material :
a. Komposisi kimia dari baja tersebut

Komposisi karbon yang terkandung dalam baja akan mempengaruhi Kurva


Kemampukerasan setelah uji Jominy. Kekerasan material bertambah seiring
dengan bertambahnya persen kandungan karbon dalam baja.
b. Ukuran butiran baja austenite pada saat pemanasan
Ukuran butiran baja merupakan pengaruh dari pada paduan baja tersebut
c. Diameter benda yang akan dikeraskan
Diameter benda akan mempengaruhi daya penetrasi panas. Semakin kecil, maka
nilai kemampukerasannya akan besar.
d. Geometri benda kerja
Geometri benda berhubungan dengan rasio permukaan terhadap massa, yang
akan berpengaruh terhadap rasio pendinginan.
e. Medium yang digunakan dalam proses quenching
Medium yang memiliki cooling rate tinggi

akan

kemampukerasan material menjadi tinggi

5. Tabel Reaktan Hasil Pengetsaan

Material

Reaktan

Proses

membuat

harga

Baja, besi, besi


paduan

Nital HNO3 1 5 ml,


100 ml ethanol (95%)
atau Methanol (95%)

Dicelup dalam
reaktan selama 1 - 5
detik, kemudian
dibilas dengan air lalu
dikeringkan.
Teknik Swabing

Aluminium

Kellers HNO3 2,5 ml


HF 1 ml, HCl 1,5 ml,
95 ml aquades

Dicelup dalam
reaktan selama 1 - 15
detik, kemudian
dibilas dengan air lalu
dikeringkan dan
didiamkan selama 24
jam.

Tembaga, kuningan,
Atau Cu alloy

Larutan I: 25 ml
NH4OH, 2,5 ml
aquades, 50 ml H2O2
(3%) Larutan II: 5 gr
FeCl3, 50 ml HCl,
100 ml aquades

Dicelup dalam
reaktan selama 1 - 10
detik, kemudian
dibilas dengan air lalu
dikeringkan.

Stainless teal

Larutan I: 10 ml
HNO3, 10 ml Acetic
Acid, 5 ml HCl, 2 -5
ml
crops gliserin Larutan
II: 5 ml HCl, 1 gr
Picric Acid, 100 ml
ethanol (95%) dan
methanol (95%)

Dicelup atau diswab


beberapa saat (1 - 10
detik).
Dicelup dalam
larutan selama 1 -5
detik, kemudian
dicelup dalam cairan
H2O2 (3%) selama 1
2 detik. Dibilas
dengan air lalu
dikeringkan.

Amuntit (Toll stell)

Larutan I: Nital
HNO3 1 -5ml, 10 ml
100 ml ethanol (95%)
dan methanol (95%)
Larutan II: 1 gr Picric
Acid, 100 ml ethanol
(95%) dan methanol
(95%)

Dicelup dalam
reaktan selama 1 - 5
detik, kemudian
dibilas dengan air lalu
dikeringkan.
Teknik Swabing.
Dicelup/diswab 1 10 detik.
Dicelup dalam
larutanH2O2
(3%) selama 1 -2
detik. Dibilas dengan
air lalu dikeringkan.

6. Pengaruh annealing terhadap kekuatan tarik


Annealing menurunkan kekuatan tarik dari sebuah baja karena dengan adanya
annealing maka terjadi penyusunan kembali dislokasi, dengan adanya penyusunan
kembali dislokasi berarti membuat material tersebut menjadi kurang kuat. Selain
itu, annealing juga menyebabkan pertumbuhan butir.
Pengaruh quenching terhadap kekuatan tarik
Pada quenching terjadi perubahan fasa dari fasa ferrit dan pearlite menjadi fasa
austenite kemudian dilakukan pendinginan ke temperatur kamar dengan laju
pendinginan yang sangat cepat dengan media air atau oli. Pada saat pendinginan
akan terjadi transformasi fasa dari autenite menjadi strukur martensit. Martensit ini
memiliki sifat kekerasan yang sangat tinggi sehingga berpengaruh terhadap
kekuatan tarik yang tinggi pula.

7. Metode-metode pada uji kekerasan


a. Metode Goresan
Metode pengujian kekerasan material berdasarkan skala Mohs. Metode ini
dilakukan dengan cara menggores permukaan material uji dengan material
pembanding lalu mengukur kedalaman atau lebar goresannya. Indentor yang biasa
digunakan adalah jarum intan. Prinsip pengujiannya jika suatu material dapat
digores oleh orthoclase (6) tetapi tidak mampu digores oleh apatite (5), maka nilai
kekerasan material tersebut berada diantara 5 dan 6.

b. Metode Pantulan
Metode ini menggunakan alat bernama Scleroscope. Nilai kekerasan diperoleh
dengan mengukur tinggi pantulan suatu pemukul dengan berat tertentu yang
dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Nilai pantulan
diperoleh pada dial yang terdapat pada alat pengukur.

c. Metode Lekukan
Metode ini menggunakan prinsip kerja penekanan indentor ke permukaan
benda uji selama beberapa detik dan mengukur jejak yang dihasilkan. Indentor yang

digunakan dapat berbentuk bola, piramida, atau kerucut. Nilai kekerasan yang
dihasilkan tergantung pada jenis indentor dan jenis pengujian yang digunakan.

8. Diagram temperatur transformasi dan waktu (TTT) merupakan diagram yang


menggambarkan hubungan antara fasa/struktur yang terbentuk setelah terjadinya
transformasi fasa akibat perubahan temperatur dan waktu.

GambarContoh Diagram TTT baja Fe3C

Diagram pendinginan kontinu (CCT) merupakan diagram yang menghubungkan antara


laju pendinginan kontinyu dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya
transformasi fasa.

Gambar Contoh Diagram CCT baja Fe3C


9. Diagram Fasa Fe-Fe3C

Keterangan diagram Fe-Fe3C :


0,008%C : batas kelarutan minimum karbon pada ferit pada temperature kamar
0,025%C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferit padatemperatur 723oC
0,083%C : titik eutectoid
2%C

: batas kelarutan pada besi delta pada temperature 1130oC

4,3%C

: titik eutectoid

18%C

: batas kelarutan pada besi delta pada temperature 1439oC

Garis A0

:garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic dari sementit

Garis A1

: garis temperature dimana terjadi austenite (gamma) menjadi ferrit dalam


pendinginan

Garis A2

: garis termperatur dimana terjadi transformasi magnetic pada ferit

Garis A3

: garis temperature dimana terjadi perubahan ferit menjadi austenite(gamma)


pada pemanasan

Garis A

: garis yang menunjukan kandungan karbon dan transformasi baja


hypoeutectoid

Garis E

: garis yang menunjukan transformasi baja eutectoid

Garis B

: garis yang menunjukkan kandungan karbon dari baja transformasi baja


hypoeutectoid

Garis liquidus: garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan)
Garis solidus: garis yang menunjukan batas antara austenite solid dan austenite liquid.

You might also like