You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian
yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya
masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan ,
keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh
yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.
Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada
dan atau perut. Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak
sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal
adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada
inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan
bekerja secara pasif.Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang
paling sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan
organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk
respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS)
yang terdapat pada bayi premature. Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam
bahasa inggris disebut respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang
terdiri dari dispeu atau hiperpneu.
Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena
itu, tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru
yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit
membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah,
1999).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan RDS?
2. Bagaimana epidemiologi dari RDS?
3. Apa saja etiologi yang dapat menyebabkan RDS?
1

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana patofisiologi dari RDS?


Apa saja manifestasi klinis dari RDS?
Pemeriksaan diagnostik apa saja yang dilakukan pada RDS?
Bagaimana penatalaksanaan dari RDS?
Apa komplikasi dari RDS?
Bagaiman konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien penderita RDS?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini kami bedakan menjadi dua yaitu tujuan secara
umum dan tujuan secara khusus. Tujuan secara umum adalah untuk memberi pengetahuan
pada mahasiswa tentang penyakit Respiratory Distres Syndrome(RDS). Adapun tujuan secara
khusus dari penulisan makalah ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Untuk mengetahui definisi dari RDS


Untuk mengetahui epidemiologi dari RDS
Untuk mengetahui etiologi dari RDS
Untuk mengetahui patofisiologi dari RDS
Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari RDS
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari RDS
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari RDS
Untuk mengetahui Komplikasi dari RDS
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit RDS dan
mampu mengaplikasikannya.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu keadaan dimana bayi
mengalami kegawatan pernafasan yang diakibatkan kurang atau tidak adanya surfaktan dalam
paru-paru (Nelson, 2000). Terdapat 2 jenis surfaktan yaitu :
1. Surfaktan natural atau asli
2

Berasal dari manusia, di dapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio Caesar dari ibu dengan
kehamilan cukup bulan
2. Surfaktan eksogen
Berasal dari sintetik dan biologic
Surfaktan eksogen sintetik
Terdiri dari campuran Dipalmitoylphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu
Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%,
kedua surfaktan tersebut tidak lama dipasarkan di amerika dan eropa. Ada dua jenis surfaktan
sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (venticute), belum
pernah ada penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi premature.
Surfaktan eksogen semi sintetik
Berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan DPPC, tripalmitin, dan palmitic
misalnya surfaktan TA, Survanta.
Surfaktan eksogen biologic
Surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES,
sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi
pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak
yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi
dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita RDS tiap tahunnya dan tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab RDS terbesar sekitar 50%, trauma
15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5.
2.3 Etiologi
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif
pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena
produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah
cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan

terjadinya RDS. Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Adapun
penyebab-penyebab lain yaitu:
a. Kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru-paru.
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian, biasanya
disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi pada bayi
dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena ketuban pecah dini
atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa terjadi karena adanya
kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru harusnya berfungsi saat bayi
pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat itu pulalah bayi mulai bernapas.
Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu organnya tidak siap, misalnya
gelembung paru-paru tak bisa mekar atau membuka, sehingga udara tidak masuk. Itu
sebabnya ia tak bisa menangis. Ini yang namanya penyakit respiratory distress
syndrome (RDS). Tidak membukanya gelembung paru-paru tersebut karena ada suatu
zat, surfactan, yang tak cukup sehingga gelembung paru-paru atau unit paru-paru
yang terkecil yang seperti balon tidak membuka. Ibaratnya, seperti balon kempis.
Gejala pada kelainan jantung bawaan adalah napas sesak. Ada juga yang misalnya
sedang menyusui atau beraktivitas lainnya, mukanya jadi biru dan ia jadi pasif. Jadi,
penyakitnya itu utamanya karena kelainan jantung dan secondary-nya karena masalah
pernapasan. Jadi, biasanya sesak napas yang terjadi ini tidak bersifat mendadak.
Walaupun demikian, tetap harus segera dibawa ke dokter.
b. Kelainan pada jalan napas/trakea.
Kelainan bawaan/kongenital ini pun paling banyak ditemui pada bayi. Gejalanya,
napas sesak dan napas berbunyi "grok-grok". Kelainan ini terjadi karena adanya
hubungan antara jalan napas dengan jalan makanan/esophagus. Kelainan ini
dinamakan dengan trackeo esophageal fistula. Akibat kelainan itu,ada cairan lambung
yang bisa masuk ke paru-paru. Tentunya ini berbahaya sekali. Sehingga pada usia
berapa pun diketahuinya, harus segera dilakukan tindakan operasi. Tak mungkin bisa
menunggu lama karena banyak cairan lambung bisa masuk ke paru-paru. Sebelum
operasi pun dilakukan tindakan yang bisa menolong jiwanya, misal dengan
dimasukkan selang ke jalan napas sehingga cairan dari lambung tak bisa masuk.
Biasanya sesak napasnya tampak begitu waktu berjalan 1-3 jam setelah bayi lahir.
Nah, bila ada sesak napas seperti ini, prosedur yang harus dilakukan adalah dilakukan
foto rontgen segera untuk menganalisanya.
c. Tersedak air ketuban.

Ada juga penyakit-penyakit kelainan perinatologi yang didapat saat kelahiran. Karena
suatu hal, misalnya stres pada janin, ketuban jadi keruh dan air ketuban ini masuk ke
paru-paru bayi. Hal ini akan mengakibatkan kala lahir ia langsung tersedak. Bayi
tersedak air ketuban akan ketahuan dari foto rontgen, yaitu ada bayangan "kotor".
Biasanya ini diketahui pada bayi baru lahir yang ada riwayat tersedak, batuk,
kemudian sesak napasnya makin lama makin berat. Itulah mengapa, pada bayi baru
lahir kita harus intensif sekali menyedot lendir dari mulut, hidung atau
tenggorokannya. Bahkan jika tersedak air ketubannya banyak atau massive, harus
disedot dari paru-paru atau paru-parunya dicuci dengan alat bronchowash. Lain
halnya kalau air ketubannya jernih dan tak banyak, tak jadi masalah. Namun kalau air
ketubannya hijau dan berbau, harus disedot dan "dicuci" paru-parunya. Sebab, karena
tersedak ini, ada sebagian paru-parunya yang tak bisa diisi udara/atelektasis atau
tersumbat, sehingga menyebabkan udara tak bisa masuk. Akibatnya, jadi sesak napas.
Biasanya kalau di-rontgen,bayangannya akan terlihat putih. Selain itu, karena
tersumbat

dan

begitu

hebat

sesak

napasnya,ada

bagian

paru-paru

yang

pecah/kempes/pneumotoraks. Ini tentu amat berbahaya. Apalagi kejadiannya bisa


mendadak dan menimbulkan kematian. Karena itu bila sesak napas seperti ini, harus
lekas dibawa ke dokter untuk mendapatkan alat bantu napas/ventilator.
d. Pembesaran kelenjar thymus.
Ada lagi napas sesak karena beberapa penyakit yang cukup merisaukan yang
termasuk kelainan bawaan juga. Gejalanya tidak begitu kuat. Biasanya bayi-bayi ini
pun lahir normal, tak ada kelainan, menangisnya pun kuat. Hanya saja napasnya
seperti orang menggorok dan semakin lama makin keras, sampai suatu saat batuk dan
berlendir. Kejadian ini lebih sering dianggap karena susu tertinggal di tenggorokan.
Namun ibu yang sensitif biasanya akan membawa kembali bayinya ke dokter.
Biasanya kemudian diperiksa dan diberi obat. Bila dalam waktu seminggu tak sembuh
juga, baru dilakukan rontgen. Penyebabnya biasanya karena ada kelainan pada jalan
napas, yaitu penyempitan trakea. Ini dikarenakan adanya pembesaran kelenjar
thymus. Sebetulnya setiap orang punya kelenjar thymus. Kelenjar ini semasa dalam
kandungan berfungsi untuk sistem kekebalan. Letaknya di rongga mediastinum
(diantara dua paru-paru). Setelah lahir karena tidak berfungsi, maka kelenjar thymus
akan menghilang dengan sendirinya. Namun adakalanya masih tersisa: ada yang kecil,
ada juga yang besar; baik hanya satu atau bahkan keduanya. Nah, kelenjar thymus
yang membesar ini akan menekan trakea. Akibatnya, trakea menyempit dan
5

mengeluarkan lendir. Itu sebabnya napasnya berbunyi grok-grok dan keluar lendir,
sehingga jadi batuk. Pengobatannya biasanya dilakukan dengan obat-obatan khusus
untuk mengecilkan kelenjar thymus agar tidak menekan trakea. Pemberian obat dalam
waktu 2 minggu. Kalau tak menghilang, diberikan lagi pengobatan selama seminggu.
Sebab, jika tidak diobati, akan menganggu pertumbuhan si bayi. Berat badan tak naiknaik, pertumbuhannya kurang, dan harus banyak minum obat.
e. Kelainan pembuluh darah.
Ada lagi kelainan yang gejalanya seperti mendengkur atau napasnya bunyi (stridor),
yang dinamakan dengan vascular ring. Yaitu,adanya pembuluh darah jantung yang
berbentuk seperti cincin (double aortic arch) yang menekan jalan napas dan jalan
makan. Jadi, begitu bayi lahir napasnya berbunyi stridor. Terlebih kalau ia menangis,
bunyinya semakin keras dan jelas. Bahkan seringkali dibarengi dengan kelainan
menelan, karena jalan makanan juga terganggu. Pemberian makanan yang agak keras
pun akan menyebabkannya muntah, sehingga anak lebih sering menghindari makanan
padat dan maunya susu saja. Pengobatannya, bila setelah dirontgen tidak ditemui
kelenjar thymus yang membesar, akan diminta meminum barium untuk melihat
apakah ada bagian jalan makan yang menyempit. Setelah diketahui, dilakukan
tindakan operasi, yaitu memutuskan salah satu aortanya yang kecil.
f. Tersedak makanan.
Tersedak atau aspirasi ini pun bisa menyebabkan sesak napas. Bisa karena tersedak
susu atau makanan lain, semisal kacang. Umumnya karena gigi mereka belum
lengkap, sehingga kacang yang dikunyahnya tidak sampai halus. Kadang juga
disebabkan mereka menangis kala mulutnya sedang penuh makanan. Atau ibu yang
tidak berhati-hati kala menyusui, sehingga tiba-tiba bayinya muntah. Mungkin saja
sisa muntahnya ada yang masih tertinggal di hidung atau tenggorokan. Bukankah
setelah muntah, anak akan menangis? Saat menarik napas itulah, sisa makanan masuk
ke paru-paru. Akibatnya, setelah tersedak anak batuk-batuk. Mungkin setelah batuk ia
akan tenang, tapi setelah 1-2 hari napasnya mulai bunyi. Bahkan bisa juga kemudian
terjadi peradangan dalam paru-paru. Anak bisa panas karena terjadi infeksi. Yang
sering adalah napas berbunyi seperti asma dan banyak lendir. Biasanya setelah
dilakukan rontgen akan diketahui adanya penyumbatan/atelektasis. Pengobatan dapat
dilakukan dengan bronkoskopi, dengan mengambil cairan atau makanan yang
menyumbatnya. Selain makanan, akan lebih berbahaya bila aspirasi terjadi karena
minyak tanah atau bensin, meski hanya satu teguk. Ini bisa terjadi karena kecerobohan
orang tua yang menyimpan minyak tanah/bensin di dalam botol bekas minuman dan
6

menaruhnya sembarangan. Bahayanya bila tersedak minyak ini, gas yang dihasilkan
minyak ini akan masuk ke lambung dan menguap, kemudian masuk ke paru-paru,
sehingga bisa merusak paru-paru. Akan sangat berbahaya pula kalau dimuntahkan,
karena akan langsung masuk ke paru-paru. Jadi, kalau ada anak yang minum minyak
tanah/bensin jangan berusaha dimuntahkan, tapi segera ke dokter. Oleh dokter, paruparunya akan "dicuci" dengan alat bronkoskop.
g. Infeksi.
Selain itu sesak napas pada bayi bisa terjadi karena penyakit infeksi. Bila anak
mengalami ISPA (Infeksi saluran Pernapasan Akut) bagian atas, semisal flu harus
ditangani dengan baik. Kalau tidak sembuh juga, misalnya dalam seminggu dan daya
tahan anak sedang jelek, maka ISPA atas ini akan merembet ke ISPA bagian bawah,
sehingga anak mengalami bronkitis, radang paru-paru, ataupun asmatik bronkitis.
Gejalanya, anak gelisah, rewel, tak mau makan-minum, napas akan cepat, dan makin
lama melemah. Biasanya juga disertai tubuh panas, sampai sekeliling bibir
biru/sianosis, berarti pernapasannya terganggu. Penyebabnya ini akan diketahui
dengan pemeriksaan dokter dan lebih jelasnya lagi dengan foto rontgen. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian antibiotika. Biasanya kalau bayi sudah terkena ISPA
bawah harus dilakukan perawatan di rumah sakit. Setelah diobati,umumnya sesak
napas akan hilang dan anak sembuh total tanpa meninggalkan sisa, kecuali bagi yang
alergi

2.4 Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
7

menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

WOC
Bayi Lahir
prematur

Inadekuat
Surfaktan

Lapisan Lemak belum


terbentuk pada kulit

8
Resiko
gangguan
Resiko
Nutrisi
Kurang
Alveolus
kolaps
Peningkatan
usaha Pola nafas
termogulasi:
Ventilasi
Reflek
hisap Gangguan
Kekurangan
Intake
Penguapan
dari kebutuhan
Cedera
parugas
Hipoksia
nafas Cairan tidak efektif
hipotermia
berkurang
Takipnea
Edema
menurun
volume
inadekuat pertukaran
meningkat
tubuh

2.5 Manifestasi klinis


Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi
prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu :
Stadium1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
Stadium 2

Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran


airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan asidosis
respiratorik
b. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada, setelah
12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh paru
c. Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pemberian oksigen
Menjaga kepatenan jalan nafas. Optimalkan oksigenisasi. Pantau PaO2
Pertahankan nutrisi adekuat
Pertahankan suhu lingkungan netral
Diit 60 kcal/kg per hari (sesuaikan dengan protokol yang ada) dengan asam amino
yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis
endogenous
Pertahanan P02 dalam batas normal
Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif
b. Penatalaksanan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi gangguan
pernapasan, kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya infeksi, kebutuhan rasa
aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).
Bahaya kedinginan (hipotermi)
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis,
jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna maka bayi
sangat mudah kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi harus dirawat didalam
inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36,5-37C
Resiko terjadi gangguan pernapasan
10

Pada bayi prematur walaupun gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu lahir,
harus tetap waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala pertama biasanya timbul
dalam 4 jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan makin berat dalam 48 jam untuk
kemudian menetap sampai 72 jam. Setelah itu berangsur-angsur keadaan klinik pasien
membaik, karena itu bayi memerlukan observasi yang terus-menerus sejak lahir agar apabila
terjadi gangguan pernapasan dapat segera dilakukan upaya pertolongan
Kesukaran dalam pemberian makanan
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi tersebut
belum mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena organ pencernaan belum
sempurna. Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka atas persetujuan dokter dipasang infus
dengan cairan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan. Bila keadaan klinis
bayi telah membaik dan sudah diperbolehkan minum, maka minum dapat diberikan melalui
sonde
Resiko mendapatkan infeksi
Bayi prematur yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi karena zat-zat
kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan untuk bayi harus steril seperti
kateter untuk menghisap lendir sonde
Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya tindakan
penghisapan lendir atau pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus dilakukan oleh
perawat yang berpengalaman.

2.8 Komplikasi
a. Komplikasi jangka pendek(akut)
Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi kebocoran udara pneumothorak ,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
bradikardia atau adanya asidosis yang menetap
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.

11

Intrakranial dan leukomalacia periventrikuler : perdarahan intraventrikuler terjadi


pada 20-40 % bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik
PDA (Patent ductus arteriosus ) dengan peningkatan shunting pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya
b. Komplikasi jangka panjang
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan oleh pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi
Retinopathy prematur: Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan gestasi, adanya hipoksia, komplikasi intrakranial, dan
adanya infeksi.
Perdarahan di dalam otak. Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika
sebelum persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
2) Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
c. Apgar score
Dilakukan pada :
1 menit kelahiran , yaitu untuk memberi kesempatan pada bayi untuk memulai
perubahan
Menit ke-5
Menit ke-10
12

penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yang rendah dan perlu tindakan
resusitasi. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa
mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologis
SKOR APGAR
TANDA
Appearance

Biru,pucat

Badan pucat,tungkai

Semuanya merah

biru

muda

Pulse

Tidak teraba

< 100

> 100

Grimace

Tidak ada

Lambat

Menangis kuat

Activity

Lemas/lumpuh

Gerakan sedikit/fleksi Aktif/fleksi


tungkai

tungkai baik/reaksi
melawan

Respiratory

Tidak ada

Lambat,tidak teratur

Baik, menangis
kuat

Preosedur penilaian APGAR


1. Pastikan pencahayaan baik
2. Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dg cepat & simultan.
Jumlahkan hasilnya
3. Lakukan tindakan dg cepat & tepat sesuai dg hasilnya
4. Ulangi pada menit kelima
5. Ulangi pada menit kesepuluh
6. Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai
Penilaian
Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
Nilai tertinggi adalah 10
1. Nilai 7-10 menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan baik
2. Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang dan membutuhkan
tindakan resusitasi
3. Nilai 0 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius dan membutuhkan
resusitasi segera sampai ventilasi
d. Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2. Pengkajian Fisik
a. Refleks
1. Refleks moro
Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan.
13

Pada By. C reflek moro (+) ditandai dengan ketika dikejutkan oleh bunyi yang
keras dan tiba tiba bayi beraksi dengan mengulurkan tangan dan tungkainya
serta memanjangkan lehernya.
2. Refleks menggenggam
Reflek menggenggam pada By. C (+) tapi lemah, ditandai dengan membelai
telapak tangan, bayi menggenggam tangan gerakan tangan lemah.
3. Refleks menghisap
Reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakan tangan pada mulut bayi, bayi
menghisap jari, hisapan lemah.
4. Refleks rooting
Reflek rooting (-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat tangan ditempelkan di
pipi bayi.
5. Refleks babynsky
Reflek babynsky (+) ditandai dengan menggerakan ujung hammer pada bilateral
telapak kaki.
b. Tonus otot.
c. Keadaan Umum dan TTV
3. Riwayat Persalinan :
a. Persalinan ditolong oleh : bidan
b. Jenis persalinan
: spontan pervaginam
c. Tempat persalinan
: RSUD dr.Iskak Tulungagung
d. Lama persalinan
:
1) Kala I
: 13 jam 35 menit
2) Kala II
: 30 menit
3) Kala III
: 10 menit
e. A/S
: 5
f. Riwayat Nifas
: tidak ada
4. Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum dan
interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi
cepat atau lambat
Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral dingin/hangat,
cyanosis perifer
Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik menurun/meningkat
Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipotermia berhubungan dengan paparan lingkungan yang dingin
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
14

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


yang inadekuat

3.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan
NOC
1. Hipotermia
Thermoregulation

NIC
Temperature

berhubungan dengan Thermoregulation : neonate


paparan

lingkungan

yang dingin

Indikator
1. Suhu tubuh dalam
rentang normal
2. Nadi dan RR dalam
rentang normal

regulation
Skala

Monitor

suhu

minimal

tiap

jam
Rencanakan
monitoring

suhu

secara kontinyu
Monitor TD, nadi,
dan RR
Monitor

warna

dan suhu kulit


Monitor
tandatanda

hipertermi

dan hipotermi
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
Selimuti
pasien
untuk

mencegah

hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan
pada
pasien

cara

mencegah
keletihan
panas
Diskusikan
tentang
pentingnya
15

akibat

pengaturan

suhu

dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
Beritahukan
tentang

indikasi

terjadinya
keletihan

dan

penanganan
emergency

yang

diperlukan
Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
Berikan

anti

piretik jika perlu


Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat

adanya

fluktuasi tekanan
darah
Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk,

atau

berdiri
Auskultasi

TD

pada kedua lengan


dan bandingkan
Monitor TD, nadi,
RR,
selama,

sebelum,
dan

setelah aktivitas
16

Monitor

kualitas

dari nadi
Monitor frekuensi
dan

irama

pernapasan
Monitor

suara

paru
Monitor

pola

pernapasan
abnormal
Monitor

suhu,

warna,

dan

kelembaban kulit
Monitor

sianosis

perifer
Monitor

adanya

cushing

triad

(tekanan

nadi

yang

melebar,

bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi

2. Gangguan pertukaran Respiratory Status : Gas exchange


gas

berhubungan Respiratory Status : ventilation

dengan hipoksia

Vital Sign Status

peningkatan

ventilasi
oksigenasi

dari

perubahan

vital

sign
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan

Indikator
1. Mendemonstrasika
n

penyebab

dan
yang
17

Skala

teknik

chin lift atau jaw


thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan

ventilasi
Identifikasi pasien

adekuat
2. Memelihara
kebersihan

paru

paru dan bebas dari


tanda

tanda

distress pernafasan
3. Mendemonstrasika
n batuk efektif dan

perlunya
pemasangan

alat

jalan nafas buatan


Pasang mayo bila
perlu
Lakukan

suara nafas yang

fisioterapi

dada

bersih, tidak ada

jika perlu
Keluarkan

sekret

sianosis

dan

dyspneu

(mampu

mengeluarkan

dengan batuk atau


suction
Auskultasi

suara

sputum,

mampu

nafas, catat adanya

bernafas

dengan

suara tambahan
Lakukan suction

mudah, tidak ada


pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam

rentang

pada mayo
Berika
bronkodilator bial
perlu
Barikan pelembab

normal

udara
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
Respiratory
Monitoring
Monitor
rata,

rata

kedalaman,

irama dan usaha


respirasi
Catat pergerakan
dada,amati
18

kesimetrisan,
penggunaan

otot

tambahan, retraksi
otot
supraclavicular
dan intercostal
Monitor
suara
nafas,

seperti

dengkur
Monitor pola nafas
:

bradipena,

takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan
otot

diagfragma

(gerakan
paradoksis)
Auskultasi

suara

nafas, catat area


penurunan / tidak
adanya
dan

ventilasi
suara

tambahan
Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
Auskultasi
paru

19

suara
setelah

tindakan

untuk

mengetahui
3. Pola

nafas

tidak Respiratory status : Ventilation

efektif berhubungan Respiratory status : Airway patency


dengan
paru

imaturitas Vital sign Status

hasilnya
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan

Indikator
1. Mendemonstrasik
an batuk efektif

Skala

teknik

chin lift atau jaw


thrust bila perlu
Posisikan pasien

dan suara nafas

untuk

yang bersih, tidak

memaksimalkan

ada sianosis dan

ventilasi
Identifikasi pasien

dyspneu (mampu
mengeluarkan

perlunya

sputum,

pemasangan

mampu

bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan
jalan nafas yang
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama

nafas,

pernafasan dalam
normal,

tidak ada suara


nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam

jalan nafas buatan


Pasang mayo bila
perlu
Lakukan
fisioterapi

dada

jika perlu
Keluarkan

sekret

dengan batuk atau


suction
Auskultasi

suara

nafas, catat adanya

frekuensi
rentang

alat

rentang

normal (tekanan
darah,

nadi,

pernafasan)

suara tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk
cairan

20

mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan

mulut,

hidung dan secret


trakea
Pertahankan jalan
nafas yang paten
Atur
peralatan
oksigenasi
Monitor

aliran

oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Observasi

adanya

tanda

tanda

hipoventilasi
Monitor
adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat

adanya

fluktuasi

tekanan

darah
Monitor
pasien

VS

saat

berbaring,

duduk, atau berdiri


Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
21

Monitor TD, nadi,


RR,

sebelum,

selama, dan setelah


aktivitas
Monitor

kualitas

dari nadi
Monitor

frekuensi

dan

irama

pernapasan
Monitor suara paru
Monitor

pola

pernapasan
abnormal
Monitor

suhu,

warna,

dan

kelembaban kulit
Monitor

sianosis

perifer
Monitor

adanya

cushing

triad

(tekanan nadi yang


melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab
4. Resiko
volume

dari

perubahan vital sign


Fluid management

kekurangan Fluid balance


cairan Hydration

Timbang

berhubungan dengan Nutritional Status : Food and Fluid

popok/pembalut

intake yang kurang

jika diperlukan

Intake
Indikator
1. Mempertahankan
urine output sesuai
22

Skala

Pertahankan catatan
intake dan output

dengan usia dan


BB,

BJ

urine

normal, HT normal
2. Tekanan
darah,
nadi, suhu tubuh
dalam

batas

normal
3. Tidak ada tanda
tanda

dehidrasi,

Elastisitas

turgor

kulit

baik,

membran mukosa

yang akurat
Monitor

status

hidrasi
(

kelembaban

membran mukosa,
nadi

adekuat,

tekanan

darah

ortostatik

),

jika

diperlukan
Monitor vital sign
Monitor

masukan

lembab, tidak ada

makanan / cairan

rasa

dan hitung intake

haus

yang

kalori harian

berlebihan

Lakukan terapi IV
Monitor

status

nutrisi
Berikan cairan
Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
Dorong

masukan

oral
Berikan
penggantian
nesogatrik

sesuai

output
Dorong
untuk

keluarga
membantu

pasien makan
Tawarkan

snack

( jus buah, buah


segar )
Kolaborasi
23

dokter

jika

tanda

berlebih

cairan
muncul

meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan
5. Ketidakseimbangan

tranfusi
Nutritional Status : food and Fluid Nutrition

nutrisi kurang dari Intake


kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan
intake yang inadekuat

untuk

Management

Indikator
1. Adanya

Skala

peningkatan berat
badan

sesuai

dengan tujuan
2. Berat badan ideal
sesuai

dengan

tinggi badan
3. Mampu

Kaji adanya alergi


makanan
Kolaborasi dengan
ahli

gizi

untuk

menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi

yang

dibutuhkan pasien.
Anjurkan
pasien

mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
5. Tidak
terjadi

untuk
meningkatkan
intake Fe
Anjurkan

pasien

penurunan

berat

untuk

badan

yang

meningkatkan
protein dan vitamin

berarti

C
Berikan

substansi

gula
Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat

untuk

mencegah
konstipasi
Berikan makanan
24

yang

terpilih

sudah

dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat

catatan

makanan harian.
Monitor
jumlah
nutrisi

dan

kandungan kalori
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Kaji kemampuan
pasien

untuk

mendapatkan
nutrisi

yang

dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam
batas normal
Monitor
adanya
penurunan

berat

badan
Monitor tipe dan
jumlah

aktivitas

yang

biasa

dilakukan
Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
Monitor
lingkungan selama
makan
Jadwalkan
25

pengobatan
tindakan

dan
tidak

selama jam makan


Monitor
kulit
kering

dan

perubahan
pigmentasi
Monitor

turgor

kulit
Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan
muntah
Monitor

kadar

albumin,

total

protein, Hb, dan


kadar Ht
Monitor makanan
kesukaan
Monitor
pertumbuhan

dan

perkembangan
Monitor
pucat,
kemerahan,

dan

kekeringan
jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan
intake nuntrisi
Catat
adanya
edema, hiperemik,
hipertonik

papila

lidah dan cavitas


oral.
Catat
26

jika

lidah

berwarna magenta,
scarlet

3.4 Implementasi
1. Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah
2.
3.
4.
5.

proses keperawatan
Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya
Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
Mengobservasi TTV
Mengkaji pasien

3.5 Evaluasi
S: Pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat pengkajian
O: Pemeriksaan TTV
A: Masalah teratasi, belum teratasi, atau teratasi sebagian
P: Planing selanjutnya

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu keadaan dimana bayi mengalami
kegawatan pernafasan yang diakibatkan kurang atau tidak adanya surfaktan dalam paruparu (Nelson, 2000). Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan
surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi
pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu
ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS. Kelainan ini merupakan
penyebab utama kematian bayi prematur.
4.2 Saran
Adapun saran yang penulis ditujukan kepada:
a. Mahasiswa Praktek
Seorang mahasiswa praktikan haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari
penyakit RDS mengenai pengertian, penyebab, patofisiologi dan penatalaksanaan yang
akan di lakukan dan resiko yang akan mungkin terjadi.
27

b. Lahan Praktek
Sebagai bahan masukan bagi lahan praktek untuk dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada penyakit RDS pada Neonatus, guna menurunkan angka
kegawatan dan kematian bayi akibat RDS.
c. Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan khususnya disiplin ilmu keperawatan
anak, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan

Daftar Pustaka

1. Herdman,T.Heather.Diagnosis

Keperawatan:Definisi

dan

klasifikasi2012-

2014.EGC.Jakarta.2012
2. Hudak, Gall0. 1997.Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I.EGC.
Jakarta.
3. Honrubia.D; Stark.AR. Respiratory Distress Syndrome. Dalam : Cloherthy J,
Eichenwald EC, Stark AR,Eds. Manual of Neonatal Care,edisi 5. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins,2004:341-61
4. Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS .http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html.

28

You might also like