Professional Documents
Culture Documents
HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap lapisan nata de coco yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco
Kelompo
k
C1
C2
C3
C4
C5
Tinggi awal
media (cm)
1,00
1,00
2,00
2,00
2,50
0
0
0
0
0
0
% lapisan nata
7
14
30,00 50,00
25,00 70,00
15,00 20,00
15,00 45,00
12,00 12,00
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa tinggi media awal untuk tiap kelompok
berbeda-beda tergantung bentuk wadah yang digunakan. Semakin lebar dan panjang
wadah, tinggi media semakin rendah. Tinggi awal media kelompok C1 dan C2 adalah 1
cm, ketebalan media kelompok C3 dan C4 adalah 2 cm, dan yang paling tinggi adalah
ketebalan media kelompok C5 yaitu 2,5 cm. Pada hari ke-0 inkubasi, belum terdapat
pembentukan nata. Tinggi ketebalan nata untuk tiap kelompok adalah 0 dan lapisan nata
yang dihasilkan 0%. Pada hari ke-7 inkubasi, sudah terbentuk nata. Ketebalan nata
untuk kelompok C1, C3, C4, dan C5 sama yaitu 3 cm, sedangkan kelompok C2 hanya
2,5 cm. Meskipun memiliki ketebalan yang sama, tetapi persen lapisan nata yang
dihasilkan berbeda karena persen lapisan nata merupakan perbandingan antara tinggi
ketebalan nata yang dihasilkan dengan tinggi awal media (dilihat dari rumus). Persen
lapisan nata yang dihasilkan kelompok C1 adalah yang paling tinggi yaitu 30%,
sedangkan lapisan nata yang dihasilkan kelompok C5 adalah yang paling rendah yaitu
12 %. Pada hari ke-14 inkubasi, ketebalan nata semakin meningkat, kecuali pada
kelompok C5 yang tidak mengalami peningkatan ketebalan nata (ketebalan nata tetap).
Pada hari ke-14 nata yang paling tebal dihasilkan pada nata kelompok C4 yaitu setinggi
0,9 cm, sedangkan yang paling rendah adalah nata kelompok C5 yaitu setinggi 0,3 cm.
Persen lapisan nata yang dihasilkan oleh setiap kelompok mengalami peningkatan,
kecuali pada kelompok C5 yang tidak mengalami peningkatan lapisan nata karena
ketebalan natanya tetap. Persen lapisan nata tertinggi pada hari ke-14 adalah pada nata
yang dihasilkan kelompok C2 yaitu 70%, sedangkan yang terendah adalah pada nata
1
2. PEMBAHASAN
Nata sering disebut sebagai bacterial cellulose. Bacterial cellulose adalah polisakarida
yang diproduksi oleh Acetobacter xylinum. Polisakarida yang dihasilkan tersebut
tumbuh pada permukaan dari suatu kultur media. Dalam mekanisme pembentukannya,
dibutuhkan media yang mengandung gula sederhana seperti glukosa atau fruktosa. Gula
sederhana akan digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk aktivitas metabolisme.
Dalam aktivitasnya inilah, akan dihasilkan selulosa ekstraseluler sebagai produk
metabolitnya. Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida. Selulosa inilah yang
disebut sebagai bacterial cellulose atau nata (Wanichapichart et al, 2002).
Menurut Kamarudin et al (2013), nata dapat dibuat dari media cair yang memiliki
kandungan gula yang tinggi serta memiliki kadar nitrogen yang cukup. Nata dapat
dihasilkan dari berbagai jenis media seperti air kelapa (nata de coco) dan sari buah
nanas (nata de pina). Dalam jurnalnya, Afreen & Lokeshappa (2014) menggunakan air
kelapa, sari buah pepaya, dan sari buah melon untuk pembuatan nata. Nata terbaik
dihasilkan dari sari buah pepaya. Lestari et al (2014) dalam jurnalnya membuat nata
dari air kelapa dan sari buah nanas. Nata terbaik dihasilkan dari air kelapa. Dari kedua
jurnal tersebut dapat dilhat bahwa pada prinsipnya nata dapat dibuat dengan media cair
yang memiliki kandungan gula tinggi.
2.1.
Pembuatan Media
Pada praktikum, dilakukan pembuatan nata de coco yaitu nata yang dibuat dari air
kelapa. Pada pembuatan nata de coco, pertama-tama disiapkan air kelapa sebagai
media. Air kelapa yang akan digunakan disaring untuk memisahkan kotoran. Kemudian
air kelapa dipanaskan. Menurut Pambayun (2002), air kelapa dapat digunakan sebagai
media pertumbuhan Acetobacter xylinum karena mengandung gula sederhana dan
mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Sebelum digunakan
sebagai media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, air kelapa harus disaring
untuk menghilangkan kotoran seperti serpihan batok kelapa dan debu. Air kelapa yang
sudah bersih akan menghasilkan nata yang berwarna putih transparan. Jika tidak
dilakukan penyaringan, nata yang dihasilkan jadi berwarna keruh dan kecoklatan.
Proses pemanasan berfungsi untuk membunuh mikroorganisme kontaminan maupun
mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum.
serta pH yang tepat, Acetobacter xylinum dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan
nata dengan jumlah dan kualitas yang maksimal. Kemudian larutan air kelapa
diturunkan suhunya hingga tidak terlalu panas, lalu ditambahkan asam cuka glasial
hingga pH larutan mencapai 4-5. Penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk
mengontrol pH pada media agar pH media sesuai dengan pH untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum. Ketika pH media sesuai dengan pH pertumbuhan Acetobacter
xylinum, maka produksi selulosa sebagai metabolitnya semakin tinggi sehingga nata
yang terbentuk semakin banyak (Pambayun, 2002). Frazier & Westhoff (1988)
menjelaskan bahwa Acetobacter xylinum dapat hidup hingga pH media mencapai 3,5.
Namun, aktivitas dan pertumbuhannya mencapai titik maksimum pada pH media 4-5.
2.2.
Fermentasi
Wadah plastik bersih disiapkan. Setelah media steril siap digunakan, sebanyak 200 ml
media steril dimasukkan ke masing-masing wadah dan ditutup (diberi sedikit ruang
terbuka agar media yang masih panas tidak menghasilkan embun pada tutup wadah).
Setelah media tidak terlalu panas, ditambahkan biang nata (starter). Biang nata yang
ditambahkan sebanyak 10% dari media. Penambahan dilakukan ke dalam masingmasing wadah plastik secara aseptis. Kemudian digojog perlahan hingga seluruh starter
bercampur homogen dan wadah ditutup dengan kertas cokelat untuk mencegah
kontaminasi. Menurut Sutarminingsih (2004), kertas cokelat memiliki pori-pori
sehingga memungkinkan adanya pertukaran oksigen (dalam jumlah kecil) untuk
menunjang pembentukan nata yang membutuhkan oksigen karena sifat Acetobacter
xylinum adalah anaerob obligat, namun juga dapat mencegah kontaminasi.
tumbuh optimum pada suhu kamar 25-30C. Namun, suhu optimum untuk
memproduksi bacterial cellulose adalah pada suhu 28-30C. Pada suhu tersebut akan
dihasilkan nata yang tebal.
sudah mencapai tahap stasioner yang berarti produksi bacterial cellulose sudah
maksimum. Sehingga sebaiknya inkubasi dilakukan minimal 12 hari dan pada
praktikum yang dilakukan sudah sesuai yaitu 2 minggu (14 hari).
Selama inkubasi, wadah plastik tidak boleh digoyangkan agar lapisan nata yang
terbentuk tidak terpisah-pisah. Menurut Warisno (2004), dalam metabolismenya,
Acetobacter xylinum akan mengubah gula sederhana menjadi selulosa dan asam asetat.
Asam asetat yang dihasilkan akan dikonversi dan menghasilkan gas CO2. Selulosa yang
dihasilkan akan membentuk lapisan dan karena gas CO2 cenderung mendekat ke lapisan
tersebut, lapisan ini terangkat ke permukaan dan disebut nata. Ketika terjadi goncangan,
gas CO2 akan cenderung tidak stabil dan dapat mengalami perpindahan posisi sehingga
tidak ada gas CO2 yang menopang lapisan nata di bagian permukaan media. Akibatnya
nata menjadi turun dan hancur. Menurut Iguchi et al (2000), gas CO2 juga dapat
dihasilkan dari proses oksidasi heksosa fosfat. Heksosa fosfat yang teroksidasi akan
menghasilkan NADPH dan CO2. Heksosa fosfat merupakan struktur yang terdapat pada
berbagai jenis gula.
Setelah selesai, dilakukan pengamatan terhadap nata de coco yang dihasilkan.
Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi media, mulai terbentuknya lapisan di
permukaan cairan, dan ketebalan lapisan nata de coco. Ketebalan lapisan nata de coco
dihitung pada hari ke-7 dan ke-14. Juga dihitung persentase kenaikan ketebalan nata
dengan rumus. Hasil pengamatan kemudian dicatat.
Lapisan nata=
tinggi ketebalannata(cm)
100
tinggi mediaawal(cm)
Setelah nata jadi, kemudian nata dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan air
gula. Setelah nata dimasak, dilakukan uji sensori terhadap rasa, aroma, tekstur, serta
warna dari nata tersebut (pada praktikum pencucian, pemasakan, dan uji sensori nata
tidak dilakukan karena nata yang diperoleh tidak maksimal). Dalam jurnalnya Hamad et
al (2011) menyatakan bahwa produk nata de coco merupakan nata dari bahan baku air
10
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa tinggi media awal untuk tiap
kelompok berbeda-beda tergantung bentuk wadah yang digunakan. Semakin lebar dan
panjang wadah, tinggi media semakin rendah. Pada hari ke-0 inkubasi, belum terdapat
pembentukan nata sehingga tinggi ketebalan nata untuk tiap kelompok adalah 0 dan
lapisan nata yang dihasilkan 0%. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan jurnal
Afreen & Lokeshappa (2014), dalam hasil yang diperoleh, bacterial cellulose (nata)
baru dihasilkan pada hari ke-5 hingga 7 inkubasi. Hingga hari pertama inkubasi belum
terjadi pembentukan lapisan bacterial cellulose. Hanya terjadi pembentukan kekeruhan.
Bahkan dalam jurnal Jagannath et al (2008), hingga hari ke 2-3 inkubasi, belum
terbentuk lapisan nata dan hanya terbentuk kekeruhan. Dalam jurnalnya, Lestari et al
(2014) menggunakan optical density untuk menghitung biomassa sel yang terbentuk Hal
ini menunjukkan bahwa kekeruhan merupakan bentuk pertumbuhan biomassa sel pda
air kelapa.
11
Pada hari ke-7 inkubasi, sudah terbentuk nata. Ketebalan nata untuk kelompok C1, C3,
C4, dan C5 sama yaitu 3 cm, sedangkan kelompok C2 hanya 2,5 cm. Meskipun
memiliki ketebalan yang sama, tetapi persen lapisan nata yang dihasilkan berbeda
karena persen lapisan nata merupakan perbandingan antara tinggi ketebalan nata yang
dihasilkan dengan tinggi awal media (dapat dilihat dari rumus). Persen lapisan nata
yang dihasilkan kelompok C1 adalah yang paling tinggi yaitu 30%, sedangkan lapisan
nata yang dihasilkan kelompok C5 adalah yang paling rendah yaitu 12 %.
12
13
asam cuka glasial tidak tersebar merata pada media kemudian dilakukan pembagian.
Akibatnya tiap bagian tidak medapatkan komposisi dan pH media yang sama. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan Acetobacter xylinum berbeda-beda dan jumlah bacterial
cellulose yang dihasilkan juga tidak sama. Pada kelompok C5 tidak terjadi pertambahan
ketinggian nata yang terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena terhentinya aktivitas
Acetobacter xylinum. Terhentinya aktivitas Acetobacter xylinum dapat terjadi akibat
kontaminasi mikroorganisme penghambat. Kontaminasi dapat terjadi akibat proses
inokulasi dan inkubasi yang tidak aseptis. Ketika terjadi kontaminasi mikroorganisme
penghambat, pertumbuhan Acetobacter xylinum dapat terhenti bahkan Acetobacter
xylinum dapat mengalami kematian sehingga tidak akan memproduksi bacterial
cellulose (nata) lagi. Akibatnya nata tidak mengalami peningkatan maupun penurunan
ketinggian seperti pada nata yang dihasilkan kelompok C5 (Wanichapicart et al, 2002).
3. KESIMPULAN
Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi air kelapa oleh Acetobacter
xylinum.
Pada fermentasi nata de coco, Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa, asam
Acetobacter xylinum.
Sebelum dijadikan sebagai media pertumbuhan, air kelapa ditambahkan dengan gula
10%, ammonium sulfat 0,5%, dan asam cuka glasial untuk menghasilkan nata
Acetobacter xylinum.
Asam cuka glasial ditambahkan untuk mengatur pH media.
Nilai pH media untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum yang optimum adalah 4-5.
14
Mineral yang digunakan oleh bakteri penghasil nata untuk tumbuh antara lain K, Na,
Asisten dosen,
- Wulan Apriliana Dewi
- Nies Mayangsari
15
Perhitungan
Rumus :
Lapisan nata=
Kelompok C1
Hari ke-0
tinggi ketebalannata(cm)
100
tinggi mediaawal(cm)
16
0
Lapisan nata= 100 =0
1
Hari ke-7
Lapisan nata=
0,30
100 =30,00
1
Hari ke-14
Lapisan nata=
0,50
100 =50,00
1
Kelompok C2
Hari ke-0
0
Lapisan nata= 100 =0
1
Hari ke-7
Lapisan nata=
0,25
100 =25,00
1
Hari ke-14
Lapisan nata=
0,70
100 =70,00
1
Kelompok C3
Hari ke-0
0
Lapisan nata= 100 =0
2
Hari ke-7
17
Lapisan nata=
0,30
100 =15,00
2
Hari ke-14
Lapisan nata=
0,40
100 =20,00
2
Kelompok C4
Hari ke-0
0
Lapisan nata= 100 =0
2
Hari ke-7
Lapisan nata=
0,30
100 =15,00
2
Hari ke-14
Lapisan nata=
0,90
100 =45,00
2
Kelompok C5
Hari ke-0
Lapisan nata=
0
100 =0
2,5
Hari ke-7
Lapisan nata=
0,30
100 =12,00
2,5
18
Hari ke-14
Lapisan nata=
0,30
100 =12,00
2,5
5.2.
Laporan Sementara
5.3.
Jurnal