You are on page 1of 18

1.

HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap lapisan nata de coco yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco
Kelompo
k
C1
C2
C3
C4
C5

Tinggi awal
media (cm)
1,00
1,00
2,00
2,00
2,50

Tinggi ketebalan nata (cm)


0
7
14
0
0,30
0,50
0
0,25
0,70
0
0,30
0,40
0
0,30
0,90
0
0,30
0,30

0
0
0
0
0
0

% lapisan nata
7
14
30,00 50,00
25,00 70,00
15,00 20,00
15,00 45,00
12,00 12,00

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa tinggi media awal untuk tiap kelompok
berbeda-beda tergantung bentuk wadah yang digunakan. Semakin lebar dan panjang
wadah, tinggi media semakin rendah. Tinggi awal media kelompok C1 dan C2 adalah 1
cm, ketebalan media kelompok C3 dan C4 adalah 2 cm, dan yang paling tinggi adalah
ketebalan media kelompok C5 yaitu 2,5 cm. Pada hari ke-0 inkubasi, belum terdapat
pembentukan nata. Tinggi ketebalan nata untuk tiap kelompok adalah 0 dan lapisan nata
yang dihasilkan 0%. Pada hari ke-7 inkubasi, sudah terbentuk nata. Ketebalan nata
untuk kelompok C1, C3, C4, dan C5 sama yaitu 3 cm, sedangkan kelompok C2 hanya
2,5 cm. Meskipun memiliki ketebalan yang sama, tetapi persen lapisan nata yang
dihasilkan berbeda karena persen lapisan nata merupakan perbandingan antara tinggi
ketebalan nata yang dihasilkan dengan tinggi awal media (dilihat dari rumus). Persen
lapisan nata yang dihasilkan kelompok C1 adalah yang paling tinggi yaitu 30%,
sedangkan lapisan nata yang dihasilkan kelompok C5 adalah yang paling rendah yaitu
12 %. Pada hari ke-14 inkubasi, ketebalan nata semakin meningkat, kecuali pada
kelompok C5 yang tidak mengalami peningkatan ketebalan nata (ketebalan nata tetap).
Pada hari ke-14 nata yang paling tebal dihasilkan pada nata kelompok C4 yaitu setinggi
0,9 cm, sedangkan yang paling rendah adalah nata kelompok C5 yaitu setinggi 0,3 cm.
Persen lapisan nata yang dihasilkan oleh setiap kelompok mengalami peningkatan,
kecuali pada kelompok C5 yang tidak mengalami peningkatan lapisan nata karena
ketebalan natanya tetap. Persen lapisan nata tertinggi pada hari ke-14 adalah pada nata
yang dihasilkan kelompok C2 yaitu 70%, sedangkan yang terendah adalah pada nata
1

yang dihasilkan kelompok C5 yaitu 12% (tidak mengalami peningkatan). Secara


keseluruhan, semakin lama waktu inkubasi semakin tebal lapisan nata yang dihasilkan.

2. PEMBAHASAN
Nata sering disebut sebagai bacterial cellulose. Bacterial cellulose adalah polisakarida
yang diproduksi oleh Acetobacter xylinum. Polisakarida yang dihasilkan tersebut
tumbuh pada permukaan dari suatu kultur media. Dalam mekanisme pembentukannya,
dibutuhkan media yang mengandung gula sederhana seperti glukosa atau fruktosa. Gula
sederhana akan digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk aktivitas metabolisme.
Dalam aktivitasnya inilah, akan dihasilkan selulosa ekstraseluler sebagai produk
metabolitnya. Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida. Selulosa inilah yang
disebut sebagai bacterial cellulose atau nata (Wanichapichart et al, 2002).
Menurut Kamarudin et al (2013), nata dapat dibuat dari media cair yang memiliki
kandungan gula yang tinggi serta memiliki kadar nitrogen yang cukup. Nata dapat
dihasilkan dari berbagai jenis media seperti air kelapa (nata de coco) dan sari buah
nanas (nata de pina). Dalam jurnalnya, Afreen & Lokeshappa (2014) menggunakan air
kelapa, sari buah pepaya, dan sari buah melon untuk pembuatan nata. Nata terbaik
dihasilkan dari sari buah pepaya. Lestari et al (2014) dalam jurnalnya membuat nata
dari air kelapa dan sari buah nanas. Nata terbaik dihasilkan dari air kelapa. Dari kedua
jurnal tersebut dapat dilhat bahwa pada prinsipnya nata dapat dibuat dengan media cair
yang memiliki kandungan gula tinggi.
2.1.

Pembuatan Media

Pada praktikum, dilakukan pembuatan nata de coco yaitu nata yang dibuat dari air
kelapa. Pada pembuatan nata de coco, pertama-tama disiapkan air kelapa sebagai
media. Air kelapa yang akan digunakan disaring untuk memisahkan kotoran. Kemudian
air kelapa dipanaskan. Menurut Pambayun (2002), air kelapa dapat digunakan sebagai
media pertumbuhan Acetobacter xylinum karena mengandung gula sederhana dan
mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Sebelum digunakan

sebagai media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, air kelapa harus disaring
untuk menghilangkan kotoran seperti serpihan batok kelapa dan debu. Air kelapa yang
sudah bersih akan menghasilkan nata yang berwarna putih transparan. Jika tidak
dilakukan penyaringan, nata yang dihasilkan jadi berwarna keruh dan kecoklatan.
Proses pemanasan berfungsi untuk membunuh mikroorganisme kontaminan maupun
mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa


Setelah panas, ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dari volume nata dan diaduk
hingga larut. Penambahan gula pasir dilakukan untuk meningkatkan jumlah gula
sederhana pada media air kelapa. Gula atau sukrosa yang ditambahkan dan gula yang
sudah terkandung dalam air kelapa berfungsi sebagai substrat. Gula akan digunakan
sebagai sumber karbon untuk aktivitas metabolisme dan pertumbuhan Acetobacter
xylinum. Dalam metabolismenya, bakteri tersebut mengubah gula sederhana menjadi
selulosa dan asam asetat. Asam asetat yang dihasilkan akan dikonversi dan
menghasilkan gas CO2. Selulosa yang dihasilkan akan membentuk lapisan dan karena
gas CO2 cenderung mendekat ke lapisan tersebut, lapisan ini terangkat ke permukaan
dan disebut nata (Warisno, 2004).

Gambar 2. Pemanasan Air Kelapa

Gambar 3. Penambahan Gula


Dalam jurnalnya, Hamad et al (2011) menjelaskan bahwa sumber karbon yang
ditambahkan akan mempengaruhi ketebalan nata. Penambahan fruktosa, glukosa, dan
sukrosa akan memberikan yield yang lebih besar jika dibandingkan maizena dan pati.
gula sederhana seperti glukosa adalah substrat yang dibutuhkan untuk pembentuk
selulosa. Ketika disakarida ataupun polisakarida yang ditambahkan seperti tepung
maizena dan pati ditambahkan, akan terjadi proses hidrolisis kemudian baru terjadi
proses fermentasi. Sumber karbon berupa fruktosa akan menghasilkan nata yang paling
tebal. Nata yang paling tipis dihasilkan jika digunakan sumber karbon berupa
polisakarida kompleks seperti maizena dan pati.
Kemudian ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari volume nata dan diaduk
hingga larut. Menurut Sutarminingsih (2004), dalam pertumbuhannya, Acetobacter
xylinum juga membutuhkan sumber nitrogen. Ammonium sulfat yang ditambahkan
berfungsi sebagai sumber nitrogen. Dengan perbandingan sumber karbon dan nitrogen

serta pH yang tepat, Acetobacter xylinum dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan
nata dengan jumlah dan kualitas yang maksimal. Kemudian larutan air kelapa
diturunkan suhunya hingga tidak terlalu panas, lalu ditambahkan asam cuka glasial
hingga pH larutan mencapai 4-5. Penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk
mengontrol pH pada media agar pH media sesuai dengan pH untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum. Ketika pH media sesuai dengan pH pertumbuhan Acetobacter
xylinum, maka produksi selulosa sebagai metabolitnya semakin tinggi sehingga nata
yang terbentuk semakin banyak (Pambayun, 2002). Frazier & Westhoff (1988)
menjelaskan bahwa Acetobacter xylinum dapat hidup hingga pH media mencapai 3,5.
Namun, aktivitas dan pertumbuhannya mencapai titik maksimum pada pH media 4-5.

Gambar 4. Penambahan Ammonium Sulfat


Dalam jurnalnya, Jagannath et al (2008) menjelaskan bahwa nata dengan kualitas yang
paling baik dapat diperoleh dengan penambahan 10% sukrosa (gula), 0,5% ammonium
sulfat, dan pH 4. Konsentrasi sukrosa, ammonium sulfat, dan pH yang digunakan dalam
jurnal ini sama dengan yang dilakukan saat praktikum sehingga diharapkan, hasil yang
nata diperoleh pada juga memiliki kualitas yang baik seperti yang diperoleh Jagannath
et al (2008). Dalam jurnalnya, Jagannath et al (2008) menjelaskan bahwa kualitas nata
yang baik pada penambahan 10% sukrosa (gula), 0,5% ammonium sulfat, dan pH 4
ditandai dengan ketebalan dan water holding capacity yang maksimal pada nata. Water
holding capacity yang maskimal akan menghasilkan nata dengan kandungan air yang
tinggi. Dalam jurnalnya, Hamad et al (2011) menjelaskan bahwa berdasarkan uji
organoleptik, nata yang berkualitas memiliki tekstur yang kenyal dengan kadar air lebih
dari 85%. Kadar air yang lebih rendah akan menyebabkan tekstur nata menjadi kurang
kenyal.

Gambar 5. Penambahan Asam Asetat Glasial


Dalam jurnalnya, Almeida et al (2013) menjelaskan bahwa untuk menghasilkan nata
yang baik diperlukan karbohidrat (gula), protein, vitamin, dan garam-garam inorganik.
Untuk memproduksi bacterial cellulose (nata) yang tinggi dibutuhkan mineral Na dan
kompleks NO3-N (nitrat nitrogen). Sebenarnya, komplek NO3-N tidak secara langsung
mempengaruhi produksi nata, tetapi berfungsi untuk pertumbuhan mikroorganisme
penghasil nata. Nitrogen merupakan komposisi utama dari protein yang dibutuhkan
untuk metabolisme sel dan penyusun massa sel dari bakteri. Mineral yang digunakan
oleh bakteri penghasil nata untuk tumbuh antara lain K, Na, Fe, Mg, P, dan B. Mineral
Fe dan Mg hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi bacterial
cellulose. Mineral P berperan dalam menghasilkan bacterial cellulose dalam jumlah
yang banyak karena fosfor memiliki fungsi yang penting dalam biosintetik bacterial
cellulose yang dihasilkan oleh Acetobacter yaitu merupakan komponen penyusun
nukleotida (ATP, ADP, UDP, UTP, dan UGP) serta menyediakan fosfat inorganik.
Kemudian dilakukan pemanasan hingga seluruh bahan homogen dan larut. Larutan air
kelapa kemudian disaring dan siap digunakan sebagai media pertumbuhan starter nata.
Menurut Pambayun (2002), proses pemanasan berfungsi untuk membunuh
mikroorganisme kontaminan maupun mikroorganisme yang dapat menghambat
pertumbuhan Acetobacter xylinum. Sebelum digunakan sebagai media pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum, air kelapa harus disaring. Fungsinya untuk menghilangkan
kotoran dan bahan-bahan yang tidak bisa larut sehingga dapat menghasilkan nata yang
berwarna putih transparan bersih.

2.2.

Fermentasi

Wadah plastik bersih disiapkan. Setelah media steril siap digunakan, sebanyak 200 ml
media steril dimasukkan ke masing-masing wadah dan ditutup (diberi sedikit ruang
terbuka agar media yang masih panas tidak menghasilkan embun pada tutup wadah).
Setelah media tidak terlalu panas, ditambahkan biang nata (starter). Biang nata yang
ditambahkan sebanyak 10% dari media. Penambahan dilakukan ke dalam masingmasing wadah plastik secara aseptis. Kemudian digojog perlahan hingga seluruh starter
bercampur homogen dan wadah ditutup dengan kertas cokelat untuk mencegah
kontaminasi. Menurut Sutarminingsih (2004), kertas cokelat memiliki pori-pori
sehingga memungkinkan adanya pertukaran oksigen (dalam jumlah kecil) untuk
menunjang pembentukan nata yang membutuhkan oksigen karena sifat Acetobacter
xylinum adalah anaerob obligat, namun juga dapat mencegah kontaminasi.

Gambar 6. Penuangan Media Steril ke Wadah


Starter media yang ditambahkan untuk pembuatan nata de coco mengandung
Acetobacter xylinum. Dalam jurnalnya, Afreen dan Lokeshappa (2014) menjelaskan
bahwa air kelapa dapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan dan produksi
bacterial cellulose (nata) oleh Acetobacter xylinum. Nata yang digunakan ini disebut
sebagai nata de coco. Menurut Frazier & Westhoff (1988), Acetobacter xylinum
merupakan bakteri gram negatif yang paling efektif digunakan untuk memproduksi
bacterial cellulose (nata). Menurut Mohanty et al (2015), Acetobacter xylinum
merupakan bakteri penghasil asam asetat yang bersifat anaerob obligat. Dalam
fermentasi yang menggunakan Acetobacter xylinum, gula akan dikonversi menjadi asam
asetat. Acetobacter xylinum merupakan mikroorganisme mesofilik sehingga dapat

tumbuh optimum pada suhu kamar 25-30C. Namun, suhu optimum untuk
memproduksi bacterial cellulose adalah pada suhu 28-30C. Pada suhu tersebut akan
dihasilkan nata yang tebal.

Gambar 7. Penambahan Starter


Proses memasukkan kultur atau starter ke dalam media pertumbuhan disebut proses
inokulasi. Proses inokulasi harus dilakukan secara aseptis. Perlakuan aseptis bertujuan
agar kultur yang ditumbuhkan pada suatu substrat atau media tidak terkontaminasi oleh
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Kontaminasi dapat berasal dari lingkungan
seperti udara, tetapi dapat juga berasal dari praktikan sendiri seperti pada tangan
praktikan yang dapat digunakan untuk tempat hidup mikroorganisme. Oleh sebab itu,
tangan praktikan harus disemprot dengan alkohol. Praktikan harus menggunakan
masker. Selain itu yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan kegiatan
pemindahan, semua peralatan harus dekat dengan pemanas (Hadioetomo, 1993).
Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu. Menurut Mohanty et
al (2015), Acetobacter xylinum merupakan mikroorganisme mesofilik sehingga dapat
tumbuh optimum pada suhu kamar 25-30C. Namun, suhu optimum untuk
memproduksi bacterial cellulose adalah pada suhu 28-30C. Pada suhu tersebut akan
dihasilkan nata yang tebal. Berdasarkan teori tersebut, maka suhu inkubasi yang
digunakan sudah tepat yatu pada suhu ruang. Dalam jurnalnya, Afreen & Lokeshappa
(2014) juga melakukan inkubasi pada suhu ruang (28-30C), hanya saja inkubasi
dilakukan selama 15-20 hari. Bacterial cellulose (nata) baru dihasilkan pada hari ke-5
hingga 7 inkubasi. Hingga hari pertama inkubasi belum terjadi pembentukan lapisan
bacterial cellulose. Hanya terjadi pembentukan kekeruhan. Dalam jurnalnya, Lestari et
al (2013) menjelaskan bahwa setelah inkubasi hingga 12 hari, penggunaan substrat

sudah mencapai tahap stasioner yang berarti produksi bacterial cellulose sudah
maksimum. Sehingga sebaiknya inkubasi dilakukan minimal 12 hari dan pada
praktikum yang dilakukan sudah sesuai yaitu 2 minggu (14 hari).
Selama inkubasi, wadah plastik tidak boleh digoyangkan agar lapisan nata yang
terbentuk tidak terpisah-pisah. Menurut Warisno (2004), dalam metabolismenya,
Acetobacter xylinum akan mengubah gula sederhana menjadi selulosa dan asam asetat.
Asam asetat yang dihasilkan akan dikonversi dan menghasilkan gas CO2. Selulosa yang
dihasilkan akan membentuk lapisan dan karena gas CO2 cenderung mendekat ke lapisan
tersebut, lapisan ini terangkat ke permukaan dan disebut nata. Ketika terjadi goncangan,
gas CO2 akan cenderung tidak stabil dan dapat mengalami perpindahan posisi sehingga
tidak ada gas CO2 yang menopang lapisan nata di bagian permukaan media. Akibatnya
nata menjadi turun dan hancur. Menurut Iguchi et al (2000), gas CO2 juga dapat
dihasilkan dari proses oksidasi heksosa fosfat. Heksosa fosfat yang teroksidasi akan
menghasilkan NADPH dan CO2. Heksosa fosfat merupakan struktur yang terdapat pada
berbagai jenis gula.
Setelah selesai, dilakukan pengamatan terhadap nata de coco yang dihasilkan.
Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi media, mulai terbentuknya lapisan di
permukaan cairan, dan ketebalan lapisan nata de coco. Ketebalan lapisan nata de coco
dihitung pada hari ke-7 dan ke-14. Juga dihitung persentase kenaikan ketebalan nata
dengan rumus. Hasil pengamatan kemudian dicatat.

Lapisan nata=

tinggi ketebalannata(cm)
100
tinggi mediaawal(cm)

Setelah nata jadi, kemudian nata dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan air
gula. Setelah nata dimasak, dilakukan uji sensori terhadap rasa, aroma, tekstur, serta
warna dari nata tersebut (pada praktikum pencucian, pemasakan, dan uji sensori nata
tidak dilakukan karena nata yang diperoleh tidak maksimal). Dalam jurnalnya Hamad et
al (2011) menyatakan bahwa produk nata de coco merupakan nata dari bahan baku air

10

kelapa dengan bantuan Acetobacter xylinum. Nata yang dihasilkan sebenarnya


merupakan lapisan polisakarida ekstraseluler. Lapisan polisakarida ini memiliki tekstur
yang kenyal seperti gel, berwarna putih transparan, dan terapung pada permukaan cairan
media. Berdasarkan jurnal tersebut, jika dilakukan analisa sensori pada nata yang
dihasilkan, hasil yang diperoleh seharusnya nata bertekstur kenyal seperti gel dan
berwarna putih transparan. Menurut Sutarminingsih (2004), setelah nata dihasilkan dan
dipanen, nata dicuci dengan air untuk menghilangkan produk metabolit lain yang
dihasilkan dari metabolisme Acetobacter xylinum sehingga tidak akan meracuni
konsumen dan untuk memisahkan nata dari media. Pemasakan dengan larutan gula akan
membunuh Acetobacter xylinum (agar tidak ikut terkonsumsi) dan memberikan rasa dan
aroma manis pada nata. Nata juga dapat ditambahkan dengan flavor lain yang disukai.
Berdasarkan dasar teori tersebut, jika dilakukan analisa sensori, seharusnya nata
memiliki rasa dan aroma yang manis. Pencucian nata yang kurang bersih akan
menyebabkan nata beraroma asam. Dalam jurnalnya Afreen & Lokeshappa (2014)
menjelaskan bahwa pada pemanenan bacterial cellulose (nata) diperlukan pencucian
yang berulang untuk menghilangkan asam asetat glasial sehingga aroma asam hilang.
2.3.

Hasil Pengamatan Nata de Coco

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa tinggi media awal untuk tiap
kelompok berbeda-beda tergantung bentuk wadah yang digunakan. Semakin lebar dan
panjang wadah, tinggi media semakin rendah. Pada hari ke-0 inkubasi, belum terdapat
pembentukan nata sehingga tinggi ketebalan nata untuk tiap kelompok adalah 0 dan
lapisan nata yang dihasilkan 0%. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan jurnal
Afreen & Lokeshappa (2014), dalam hasil yang diperoleh, bacterial cellulose (nata)
baru dihasilkan pada hari ke-5 hingga 7 inkubasi. Hingga hari pertama inkubasi belum
terjadi pembentukan lapisan bacterial cellulose. Hanya terjadi pembentukan kekeruhan.
Bahkan dalam jurnal Jagannath et al (2008), hingga hari ke 2-3 inkubasi, belum
terbentuk lapisan nata dan hanya terbentuk kekeruhan. Dalam jurnalnya, Lestari et al
(2014) menggunakan optical density untuk menghitung biomassa sel yang terbentuk Hal
ini menunjukkan bahwa kekeruhan merupakan bentuk pertumbuhan biomassa sel pda
air kelapa.

11

Pada hari ke-7 inkubasi, sudah terbentuk nata. Ketebalan nata untuk kelompok C1, C3,
C4, dan C5 sama yaitu 3 cm, sedangkan kelompok C2 hanya 2,5 cm. Meskipun
memiliki ketebalan yang sama, tetapi persen lapisan nata yang dihasilkan berbeda
karena persen lapisan nata merupakan perbandingan antara tinggi ketebalan nata yang
dihasilkan dengan tinggi awal media (dapat dilihat dari rumus). Persen lapisan nata
yang dihasilkan kelompok C1 adalah yang paling tinggi yaitu 30%, sedangkan lapisan
nata yang dihasilkan kelompok C5 adalah yang paling rendah yaitu 12 %.

Gambar 8. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-7 Inkubasi


Pada hari ke-14 inkubasi, ketebalan nata semakin meningkat, kecuali pada kelompok C5
yang tidak mengalami peningkatan ketebalan nata (ketebalan nata tetap). Pada hari ke14 nata yang paling tebal dihasilkan pada nata kelompok C4 yaitu setinggi 0,9 cm,
sedangkan yang paling rendah adalah nata kelompok C5 yaitu setinggi 0,3 cm. Persen
lapisan nata yang dihasilkan oleh setiap kelompok mengalami peningkatan, kecuali
pada kelompok C5 yang tidak mengalami peningkatan lapisan nata karena ketebalan
natanya tetap. Persen lapisan nata tertinggi pada hari ke-14 adalah pada nata yang
dihasilkan kelompok C2 yaitu 70%, sedangkan yang terendah adalah pada nata yang
dihasilkan kelompok C5 yaitu 12% (tidak mengalami peningkatan). Secara keseluruhan,
semakin lama waktu inkubasi, nata yang diperoleh semakin tebal, dan persen lapisan
nata yang dihasilkan juga semakin tinggi.

12

Gambar 9. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-14 Inkubasi


Hasil yang diperoleh untuk semua kelompok (kecuali kelompok C5), sudah sesuai teori
yaitu semakin lama waktu inkubasi, nata yang diperoleh semakin tebal, dan persen
lapisan nata yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dalam jurnalnya, Lestari et al (2014)
menjelaskan bahwa bacterial cellulose (nata) yang dihasilkan akan mengalami
peningkatan sebanding dengan peningkatan biomassa sel Acetobacter xylinum, tetapi
gula yang terkandung dalam media akan mengalami penurunan karena digunakan
sebagai substrat oleh Acetobacter xylinum. Biomassa sel yang meningkat mencerminkan
terjadinya pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum setelah hari ke-6 inkubasi. Dengan
terjadinya pertumbuhan bakteri, maka kandungan gula akan turun karena digunakan
sebagai substrat. Pembentukan bacterial cellulose (nata) dapat diprediksi berdasarkan
penggunaan substrat (gula). Semakin banyak gula yang digunakan, semakin banyak nata
yang dihasilkan. Pada hari ke-12 penggunaan substrat (gula) sudah mencapai titik
stasioner. Berarti bacterial cellulose (nata) yang dihasilkan sudah mencapai jumlah
yang maksimum pada hari ke-12 (dalam periode hari ke-6 hingga ke-12, terjadi
peningkatan jumlah nata hingga mencapai titik maksimal). Pada praktikum, inkubasi
dilakukan hingga hari ke-14 untuk memastikan bahwa produksi nata sudah benar-benar
mencapai tahap yang maksimal.
Ketebalan lapisan nata yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH
media, suhu inkubasi, komposisi media (sumber karbon, nitrogen, protein, mineral), dan
mikroorganisme kontaminan ataupun penghambat (Mohanty et al, 2015). Ketebalan
nata yang berbeda-beda pada tiap kelompok dapat terjadi akibat pengadukan selama
pembuatan media tidak dilakukan dengan baik sehingga gula, ammonium sulfat, dan

13

asam cuka glasial tidak tersebar merata pada media kemudian dilakukan pembagian.
Akibatnya tiap bagian tidak medapatkan komposisi dan pH media yang sama. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan Acetobacter xylinum berbeda-beda dan jumlah bacterial
cellulose yang dihasilkan juga tidak sama. Pada kelompok C5 tidak terjadi pertambahan
ketinggian nata yang terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena terhentinya aktivitas
Acetobacter xylinum. Terhentinya aktivitas Acetobacter xylinum dapat terjadi akibat
kontaminasi mikroorganisme penghambat. Kontaminasi dapat terjadi akibat proses
inokulasi dan inkubasi yang tidak aseptis. Ketika terjadi kontaminasi mikroorganisme
penghambat, pertumbuhan Acetobacter xylinum dapat terhenti bahkan Acetobacter
xylinum dapat mengalami kematian sehingga tidak akan memproduksi bacterial
cellulose (nata) lagi. Akibatnya nata tidak mengalami peningkatan maupun penurunan
ketinggian seperti pada nata yang dihasilkan kelompok C5 (Wanichapicart et al, 2002).
3. KESIMPULAN

Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi air kelapa oleh Acetobacter

xylinum.
Pada fermentasi nata de coco, Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa, asam

asetat, dan CO2.


Gas CO2 yang dihasilkan cenderung melekat pada selulosa sehingga nata akan

terangkat ke permukaan media.


Wadah yang menagalami goncangan selama inkubasi akan menyebabkan gas CO2

berpindah posisi dan nata akan rusak.


Nata de coco yang baik seharusnya memiliki ciri-ciri tebal, tekstur yang kenyal,

berwarna putih transparan, dan aroma serta rasa yang manis.


Dalam pembuatan nata de coco air kelapa berfungsi sebagai media pertumbuhan

Acetobacter xylinum.
Sebelum dijadikan sebagai media pertumbuhan, air kelapa ditambahkan dengan gula
10%, ammonium sulfat 0,5%, dan asam cuka glasial untuk menghasilkan nata

dengan kualitas yang baik.


Gula berfungsi sebagai substrat dan sumber karbon.
Ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan

Acetobacter xylinum.
Asam cuka glasial ditambahkan untuk mengatur pH media.
Nilai pH media untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum yang optimum adalah 4-5.

14

Mineral yang digunakan oleh bakteri penghasil nata untuk tumbuh antara lain K, Na,

Fe, Mg, P, dan B.


Inokulasi dan inkubasi nata dilakukan secara aseptis untuk mencegah kontaminasi.
Inkubasi untuk menghasilkan nata yang baik dilakukan pada suhu 28-30C selama

minimal 12 hari inkubasi.


Ketebalan nata dipengaruhi oleh pH media, suhu inkubasi, komposisi media
(sumber karbon, nitrogen, protein, mineral), dan mikroorganisme kontaminan
ataupun penghambat.

Penggunaan kertas cokelat berfungsi untuk memberikan oksigen untuk menunjang


pembentukan nata karena sifat Acetobacter xylinum adalah anaerob obligat.

Semarang, 2 Juli 2015

Asisten dosen,
- Wulan Apriliana Dewi
- Nies Mayangsari

Bernadette Rahajeng P.T.


12.70.0027
4. DAFTAR PUSTAKA
Afreen, S.S. and B. Lokeshappa. (2014). Production of Bacterial Cellulose from
Acetobacter xylinum Using Fruits Wastes as Substrate. The International Journal of
Science and Technoledge; 2(8): 57-64.
Almeida, D.M., R.A. Prestes, A.F. Fonseca, A.L. Woiciechowski, and G. Wosiacki.
(2013). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on
coconut water. Brazilian Journal of Microbiology; 44(1): 197-206.
Frazier, W.C. & D.C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. 4th Ed. McGraw-Hill Book
Co. Singapura.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta.
Hamad, A., N.A. Andriyani, H. Wibisono, and H. Sutopo. (2011). Pengaruh
Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata de Coco. Jurnal Techno;
12(2): 74-77.

15

Iguchi, M., S. Yamanaka, and A. Budhiono. (2000). Bacterial cellulose a masterpiece


of nature's arts. Journal of Material Science; 35: 261-270.
Jagnnath, A., A. Kalaiselvan, S.S. Manjunatha, P.S. Raju, and A.S. Bawa. (2008). The
effect of pH, sucrose, and ammonium sulphate concentrations on the production of
bacterial cellulose (nata de coco) by Acetobacter xylinum. World Journal of
Microbiology and Biotechnology; 24: 2593-2599.
Kamarudin, S., K.M. Sahaid, T.M. Sobri, W.Y.W. Mohtar, A.B.D. Radiah, and H.
Norhasliza. (2013). Different media formulation ob biocellulose production by
Acetobacter xylinum. Pertanika Journal Science & Technology; 21: 29-36.
Lestari, P., N. Elfrida, A. Suryani, and Y. Suryadi. (2014). Study on the Production of
Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum Using Agro-Waste. Jourdan Journal of
Biological Sciences; 7(1): 75-80.
Mohanty, S., S.K. Nayak, and S. Kalia. (2015). Polymer Nanocomposites based on
Inorganic and Organic Nanomaterials. John Wiley & Sons. New Jersey.
Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Sutarminingsih, C.L. (2004). Peluang Usaha Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Wanichapichart, P., S. Kaewnopparat, K. Buaking, and W. Puthai. (2002).
Characterization of cellulose membranes produced by Acetobacter xylinum. Journal of
Science and Technology; 24: 855-862.
5. LAMPIRAN
5.1.

Perhitungan

Rumus :

Lapisan nata=
Kelompok C1

Hari ke-0

tinggi ketebalannata(cm)
100
tinggi mediaawal(cm)

16

0
Lapisan nata= 100 =0
1

Hari ke-7

Lapisan nata=

0,30
100 =30,00
1

Hari ke-14

Lapisan nata=

0,50
100 =50,00
1

Kelompok C2

Hari ke-0

0
Lapisan nata= 100 =0
1

Hari ke-7

Lapisan nata=

0,25
100 =25,00
1

Hari ke-14

Lapisan nata=

0,70
100 =70,00
1

Kelompok C3

Hari ke-0

0
Lapisan nata= 100 =0
2

Hari ke-7

17

Lapisan nata=

0,30
100 =15,00
2

Hari ke-14

Lapisan nata=

0,40
100 =20,00
2

Kelompok C4

Hari ke-0

0
Lapisan nata= 100 =0
2

Hari ke-7

Lapisan nata=

0,30
100 =15,00
2

Hari ke-14

Lapisan nata=

0,90
100 =45,00
2

Kelompok C5

Hari ke-0

Lapisan nata=

0
100 =0
2,5

Hari ke-7

Lapisan nata=

0,30
100 =12,00
2,5

18

Hari ke-14

Lapisan nata=

0,30
100 =12,00
2,5

5.2.

Laporan Sementara

5.3.

Jurnal

You might also like