Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang
gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan
sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak (Depkes RI,
2005).
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat harus tanggap dan
cepat dalam menangani pasien-pasien seperti korban bencana, kecelakaan, perawatan
medis yang segera dan lainnya. Oleh karena itu, perawat gawat darurat dituntut harus
siap baik secara fisik maupun mental dalam menangani pasien berkaitan dengan
jumlah pasien yang banyak dengan kondisi yang bermacam-macam. Triase atau
tindakan penanganan kegawatdaruratan di unit gawat darurat harus dilakukan oleh
seorang perawat professional yang sudah terlatih dalam prinsip-prinsip triage dengan
pengalaman kerja minimal selama enam bulan di bagian keperawatan gawat darurat
(Widodo, 2010). Salah satu kasus yang sering ditangani di unit gawat darurat yaitu
cedera kepala.
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak
(Price, 2006). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007). Lebih dari 50%
kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen (Widiyanto, 2007). Angka kejadian cedera kepala yang dirawat
di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab kematian urutan ke dua (4,37%)
setelah stroke, dan merupakan urutan ke lima (2,18%) pada 10 pola penyakit
terbanyak yang di rawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2007).
Cedera kepala paling sering terjadi akibat terjatuh (40%), kekerasan (20%), dan
kecelakaan lalulintas (13%), cedera ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan tidak
jarang berkaitan dengan konsumsi alcohol. Di Amerika Serikat kira-kira satu juta
orang dengan cedera kepala tiap tahun datang ke unit gawat darat (UGD). Hampir
separuh dari mereka berumur kurang dari 16 tahun. Cedera kepala ringan (90%) dapat
dipulangkan dari UGD dengan aman, tetapi 100.000 dari mereka harus diopname dan
1% dari mereka perlu dirujuk ke ahli bedah saraf. 5000 orang tiap tahun di Amerika
meninggal karena cedera kepala (Greaves et al, 2008).
Secara praktis, di klinik termasuk di rumah sakit, cedera kepala dikelompokkan
berdasarkan berat ringannya dengan menggunakan observasi kesadaran yang dikenal
dengan Glasgow coma scale (GCS) dan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu
cedera kepala ringan (nilai GCS 13-15), Cedera kepala sedang (nilai GCS 9-12) dan
cedera kepala berat (nilai GCS 3-8) (Hudak dan Gallo,1999). Cedera kepala berat
(GCS 3-8), mempunyai survival atau kemampuan untuk bertahan hidup yang lebih
rendah, terutama dalam 6 jam pertama setelah kedatangan. Waktu 6 jam setelah
kedatangan merupakan masa untuk melakukan tindakan awal di rumah sakit. Pada
waktu ini, proses kerusakan jaringan otak dan iskemik otak karena cedera primer
maupun terdapatnya cedera tambahan yang menimbulkan kegagalan kompensasi
dapat terjadi, sehingga kematian paling banyak terjadi dalam periode ini
(Retnaningsih, 2008).
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
10%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan sebesar 80% dikelompokkan sebagai
cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Data epidemiologi di Indonesia belum ada,
tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk
penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar
10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10%
CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal (PERDOSSI, 2007).
Survival pasien cedera kepala dapat ditingkatkan, diantaranya dengan melakukan
penanganan awal yang tepat, mempercepat waktu prehospital, yaitu waktu dari
terjadinya kecelakaan sampai dengan kedatangan di IGD dan dengan mencegah
terjadinya hipotensi (tekanan sistolik yang merupakan akibat tambahan yang
menyertai cedera kepala (Stiver, dkk 2008). Penanganan awal pasien cedera kepala
berat di ruang IGD sangat memerlukan ketepatan, dan kecepatan yang maksimal oleh
karena itu diperlukan asuhan keperawatan yang sesuai dan tepat sesuai dengan
kondisi yang dialami oleh pasien untuk mengingkatkan harapan hidup dan kualitas
hidup pasien.
1.2 Tujuan
1.2.1
1.2.2
1.2.3
Untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan oleh tim medis sesuai
dengan kasus.
1.3 Manfaat
1.3.1
1.3.2
Agar mahasiswa dapat menerapkan ilmu mengenai konsep dasar dan asuhan
keperawatan gawat darurat di lapangan dengan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kehidupan
penderita,
mencegah
kerusakan
sebelum
klien yang datang ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu,
adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering
dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan
dengan ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).
2.1.3 Kriteria Klien Yang Mengalami Kegawatdaruratan
Menurut Boswick (1997) kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Gawat darurat
Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma,
trauma kepala dengan penurunan kesadaran.
b. Gawat tidak darurat
Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut
c. Darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa
atau anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.
d. Tidak gawat tidak darurat
Pasien poliklinik yang datang ke UGD.
2.1.4 Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat
a. Prinsip Dasar PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat)
Dalam pelaksanaan PPGD diperlukan prinsip P-A-T-U-T yang harus dimengerti,
dipahami dan diamalkan.
1.
2.
A : Amankan korban
3.
4.
5.
T : Tindakan pertolongan
2.
3.
Menunjang penyembuhan
1. Korban tidur terlentang pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan
korban
2. Tangan kanan korban diluruskan di sisi kepala korban.
3. Tangan kiri korban ditekuk menyilang dada hingga posisi telapak tangan berada
dibahu kanan korban.
4. Lutut kaki kiri korban ditekuk ke kanan
5. Posisi tangan kiri penolong di bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan
lutut kiri korban
6.
7.
Secara pelan-pelan miringkan lagi tubuh korban (disangga oleh kedua paha
penolong) hingga korban berada pada posisi miring.
8.
Cek kembali nadi karotis dan pernafasan korban, jika masih ada baru
korban bisa ditinggalkan
9.
robekan
jaringan
yang
kasat
mata,
meskipun
neuron-
g.
intravaskuler
Peningkatan TIK
h.
i.
2.2.4
Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan pada klien dengan cidera kepala antara
lain.
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan.
2.2.5
Komplikasi
Cidera kepala yang tidak teratasi dengan segera atau tidak optimal dalam terapi maka
dapat menyebabkan beberapa komplikasi yaitu :
1. Edema paru
Edema paru terjadi akibat refleks chusing yang disebabkan peningaktan
tekanan intra kranial yang berakibat terjadinya peningkatan respon simpatis.
Peningkatan vasokonstriksitubuh secara umum akan lebih banyak darah yang
dialirkan ke paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan
dalam
berpindahnya cairan
ke
aleolus.
Kerusakan
difusi
oksigen
dan
dengan elevasi kepala setelah beberapa hari. Drainase lumbal dapat mempercepat
proses
ini.
Walaupun
pasien
epidural
merupakan
suatu
akibat
serius
dari
cedera kepala.
dengan
cepat
memberi
jaringan otak). Pada kejadian akut hematoma, lucidum intervalum akan terasa
setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di
sini jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut
hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fraktur kranii,
namun pembuluh darah arteri dan vena di korteks terluka. Pasien segera pingsan/
koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah
besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering
dijumpai
kombinasi
sehingga mortalitas
6. Gangguan Intestinal
Pada cedera kepala berat, akan terjadi erosi, pembentukan ulkus dan perdarahan
saluran cerna. Penderita cedera kepala akan mengalami peningkatan rangsang
simpatik yang mengakibatkan gangguan fungsi pertahanan mukosa sehingga
mudah terjadi erosi pada lambung. (Iskandar, 2004).
BAB III
PEMBAHASAN
An. R 23 tahun dibawa ke UGD RS.Y karena kecelakaan lalu lintas di Bypass
Marlboro Barat. Hasil observasi didapat data : suara nafas gurgling, RR : 40 x/menit,
terdapat vulnus appertum pada area temporalis [D], luas luka 4 cm x 3 cm x 1 cm,
GCS : E2V2M3, raccoon eyes pada kedua orbital, otorrhea (+) pada sisi [D]. fraktur
terbuka pada humerus [D], lebam pada area right hypochondriac abdomen, hasil DL
didapatkan Hb 9,8 g/dL, pupil anisokor, CRT 3 detik pada kedua ekstremitas.
Menurut saksi sekaligus orang yang mengantar pasien ke RS, pasien kebut-kebutan
tanpa menggunakan helm dan membentur truk sampah dari depan, pasien terlempar
dari motor dengan kepala membentur bagian depan truk. Pasien dikatakan sempat
muntah menyembur berisi makanan bercampur darah.
3.1
Masalah apa yang dialami pada An. R sesuai ilustrasi kasus diatas?
Masalah yang dialami oleh An. R adalah cedera kepala berat (CKB), yang
ditandai dengan:
1.
An. R mengalami kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan karena kebut2.
kebutan
GCS < 8
3.
Terdapat vulnus appertum, yaitu luka robek berupa luka terbuka yang
terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas
3.2
4.
5.
6.
3.3
Tidak Paten
Obstruksi : Lidah
Cairan
AIRWAY
Muntahan Darah
Suara Nafas :
Oedema
Snoring
Gurgling
crowing
Tidak ada
Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
ketidakefektifan bersihan jalan napas
Nafas
: Spontan
Tidak Spontan
Asimetris
Dangkal Normal
BREATHING
Jenis
Tidak Ada
Tidak Ada
Ronchi
Tidak Ada
Pernafasan Perut
RR : 40 x/mnt
Keluhan Lain:
Masalah Keperawatan:
Ketidakefektifan Pola Napas
Lain
Nadi
: Teraba
Tidak teraba
N: x/mnt
CIRCULATION
: Ya
Tidak
Sianosis
: Ya
Tidak
CRT
Akral
: Hangat
Dingin
S: ... ...C
Tidak ada
Turgor
: Elastis
Diaphoresis: Ya
Lambat
Tidak
GCS
: Eye 2
Verbal 2
Motorik 3
Pupil
: Isokor
Unisokor
Pinpoint
DISABILITY
Medriasis
Refleks Cahaya: Ada
Tidak Ada
Deformitas : Ya
Tidak
Lokasi humerus
Tidak
Lokasi right
dekstra
Contusio
: Ya
EXPOSURE
hypocondriac abdomen
Abrasi
: Ya
Tidak
Penetrasi
: Ya
Tidak
Laserasi
: Ya
Tidak
Lokasi temporalis
dekstra &
humerus dekstra
Edema
: Ya
Tidak
Luka Bakar : Ya
Tidak
: 4 cm x 3 cm x 1 cm
FIVE INTERVENSI
GIVE COMFORT
Tidak
Tidak
(H 10 SAMPLE
Sinus Takikardi
Tidak
Problem
:
Qualitas/ Quantitas :
Regio
:
Skala
:
Timing
:
Lain-lain
: ... ...
Masalah Keperawatan:
Keluhan Utama
membentur truk sampah dari depan, pasien terlempar dari motor dengan
kepala membentur bagian depan truk
Sign/ Tanda Gejala
Allergi
Medication/ Pengobatan
eyes
Leher
Dada
abdomen
Pelvis dan Perineum
Ekstremitas
Masalah Keperawatan:
PK: Perdarahan
3.4
2.
3.
4.
5.
6.
3.5
adanya
cairan yang
menghambat jalan napas pasien. Cairan dalam kasus ini dapat berupa
darah. Ditambah lagi dengan RR 40x permenit. Jadi dilakukan tindakan
2.
3.
4.
5.
6.
3.6
Evaluasi hasil pemeriksaan darah lengkap pasien untuk melihat ada atau
tidaknya masalah lain atau komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1
SIMPULAN
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. faktor yang
mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu : kondisi kegawatan
seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang
ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya saling
ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat. Salah satu contoh dari kasus kegawatdaruratan ialah cidera
kepala berat (CKB) yang merupakan cedera kepala dimana otak mengalami
memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi , pasien berada pada
periode tidak sadarkan diri. Etiologi dari CKB dapat beragam salah satunya
yaitu kecelakaan lalu lintas. Tanda dan gejala yang dapat timbul yaitu
penurunan kesadaran, peningkatan TIK dan Peningkatan TD, penurunan frek.
Nadi serta peningkatan pernafasan. Tindakan penanganan yang dapat diberikan
secara cepat dengan membebaskan jalan nafas, baik dari cairan maupun benda
asing yang menghalangi, pemberian oksigenasi, stop perdarahan, dan
pembidaian bila mengalami fraktur
4.2
REKOMENDASI
Rekomendasi yang bisa penulis berikan yaitu dalam melakukan perawatan
pasien harus disesuaikan juga dengan evidence base yang ada, sehingga kualitas
Baheram, L. (2007). Cedera kepala pada pejalan kaki dalam kecelakaan lalu lintas
yang fatal. Majalah Kedokteran Bandung.
Borley dan Grace. (2006). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Boswick. (1997). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat
Darurat. Jakarta: Dirjen Keperawatan dan Ketekhnisian Medik.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
DEPKES RI. (2007). Profil kesehatan Indonesia tahun 2006. Jakarta: DEPKES RI.
Eliastem, M., Sternbach, L.G., Bresler, J.M. (1998). Penuntun Kedaruratan Medis
Edisi 5. Jakarta: EGC
Ginsberg Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Jakarta; Erlangga.
Greaves,I. (2008). Head injury in trauma manual care. New York: Oxford University
Press Inc.
Harsono.
(2000).
Kapita
Selekta
Neurologi.Gadjah
Mada
University
Press,Yogyakarta.
Iskandar. (2004). Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif. Sumatra Utara:
USU Press.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.
(2008).
Cedera
Kepala
Traumatik.
(online).
(http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20080427234109,
diakses 13 April 2015).
Rosjidi dan Nurhidayat. (2008). Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke.
Jogjakarta: Ardana Media.
Smeltzer, S. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Stiver, Shirley. I. (2008). Prehospital management of traumatic brain injury.
California.
Widiyanto. P, (2007). Penanganan penderita cedera pra rumah sakit oleh
masyarakat
awam.
(online).
(http://www.google.co.id/search?
hl=id&q=dinas+perhubungan%2BCEDERA+KE
PALA&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=, diakses 13 April 2015).
Widodo. (2010). Perbedaan tingkat stres kerja antara perawat kritis dan perawat
gawat
darurat
di
RSUD
dr.
Moewardi
Surakarta.
(online).
(https://www.google.com/search?
es_sm=122&q=perawat+gawat+darurat+dituntut&oq=perawat+gawat+darurat
+dituntut&gs_l=serp.3...174371.202332.0.203543.36.30.0.0.0.0.609.4378.46j3.9.0.msedr...0...1c.1.64.serp..31.5.2385.0.AtNxLQaiJIk)