You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemunduran fungsi ginjal akan menurun seiring dengan makin tuanya seseorang
dan juga karen adanya penyakit. Kemunduran fungsi ginjal tersebut dapar bersifat akut
maupun kronis, kelainan yang berat dapat diketahui dengan mudah tetapi kelainan
yang ringan sukar dideteksi. Dengan pemeriksaan fisik saja sering sukar untuk
menentukan adanya dan beratnya gangguan fungsi ginjal. Kelainan dapat mengenai
seluruh atau sebagian fungsi ginjal. Karen itu pemeriksaan laboratorium uji ginjal
termasuk dalam uji penepis kesehatan seseorang dan juga penting dalam membantu
menegakkan diagnosis, memantau pengobatan, dan perjalanan penyakit serta
membuat prognosis.
Pada uji penapis umumnya dimulai dengan uji yang bersifat invasif seperti
urinalis baik makroskopis, makroskopis sedimen maupun kimiawi, lalu pemeriksaan
kimia darah kadar ureum, dan kreatinin. Pemeriksaan penapis khusus adalah
mikroalbuminuria atau rasio albumin/kreatinin urine, yang sering dimintakan pada
pasien diabetes millitus dan hipertensi. Karena pemeriksaan ureum dan kreatininkurang
baik untuk menilai fungsi ginjal maka diajukan uji kadar cystaninC. Serig pula
dimintakan pemeriksaan bersihan (clearance) kreatinin untuk menilai beratnya
gangguan fungsi ginjal. Bahkan karena makin tingginya prevalensi penderita dengan
gangguan faal ginjal dan erat hubungannya dengan penyulit kardiovaskular maka saat
ini sudah dianjurkan untuk mencantumkan nilai perkiraan fungsi ginjal dengan
menghitung estimated Glomelural Filtration Rate (eGFR) pada permintaan kreatinin.
Ada banyak formula yang diajukan berdasarkan penelitian di banyak negara.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat tinjauan singkat
mengenai PEMERIKSAAN

LABORATORIUM & RADIOLOGI GINJAL untuk

menegakkan diagnosa yang ditemukan.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penulisan makalah ini ialah PEMERIKSAAN LABORATORIUM & RADIOLOGI
GINJAL
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
a. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka Penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui PEMERIKSAAN LABORATORIUM & RADIOLOGI GINJAL
b. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam mata kuliah
sistem perkemihan mengenai pemeriksaan laboratorium & radiologi ginjal.
2. Manfaat Akademis
Diharapkan dapat berguna bagi UKIM dan sebagai salah satu persyaratan
akademis untuk mendapatkan nilai.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Urinalisis Rutin
Tes skrining yang sederhana dan murah disebut urine rutin, merupakan tes yang
seringkali pertama diberikan jika masalah ginjal dicurigai.
1. Pra Analitik :
Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah persiapan pasien seperti
makanan, minuman atau obat yang dikonsumsi sebelum pengambilan sampel. Lalu,
pada proses pengambilan sampel, pertama pemilihan bahan specimen. Yang terbaik
adalah urin pagi atau setelah bangun tidur. Specimen ini pekat sehingga lebih mudah
mendapatkan kelainan yang ada. Kedua cara pengambilan specimen dianjurkan urin
porsi tengah secara bersih. Porsi tengah urin adalah bagian urin yang dikeluarkan di
tengah proses miksi. Secara bersih yaitu didahului dengan membersihkan alat kelamin
lalu urin ditampung tanpa mengenai bagian badan atau penampung lain. Pada
perempuan disarankan penampungan urin dengan membuka labia alat kelamin. Ketiga
adalah menggunakan penampungan yang bersih, kering, bermulut lebar, ditutup
dengan rapat, , disposable dan memakai label.
Urin tersebut harus diperiksa/dianalisis dalam jangka waktu 1 jam dari saat
pengeluaran agar unsur-unsur yang ada tidak berubah terutama pH dan unsur-unsur
selular. Apabila perlu jangka waktu lebih lama sebelum dapat diperiksa maka
diusahakan

dengan

menempatkan

penampung

urin

dalam

pendingin

atau

menggunakan pengawet seperti toluene, formalin 40%, dll. Dilakukan pengolahan


sampel urin untuk pemeriksaan sedimen dengan cara diputar pada sentrifuge 15002000 rpm selama 5. Supernatan dibuang 1 cc disisakan lalu dicampur dengan
sedimen.

2. Analitik :
Pada

tahapan

ini

dilakukan

pemeriksaan

makroskopis

(warna,

bau,

kejernihan/kekeruhan, dan berat jenis), mikroskopis atau sedimen urin (eritrosit,


leukosit, silinder, sel epitel, kristal, bakteri, dan parasit), seta kimia urin (pH, berat jenis,
protein, glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen, nitrit, esterase leukosit, darah/Hb).
Pemeriksaan kimia urin saat ini kebanyakan dikerjakan dengan cara kimia kering
menggunakan carik celup (test strip). Jika terdapat hasil yang meragukan, maka
dilakukan uji konformasi menggunakan metode gold standar.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, PMI, PME, pencantuman nilai
rujukan, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Test

Reference Range

Color
Appearance
Specific Gravity
pH
Protein
Glucose
Ketones
Bilirubin
Occult blood
Leukocyte Esterase
Nitrite
Urobilinogen

Straw - Dark yellow


Clear - Hazy
1.003-1.029
4.5-7.8
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
0.1-1.0 EU/dL

WBCs
RBCs

0-4/hpf
male: 0-3/hpf
female: 0-5/hpf
0-4/lpf
Negative

Casts
Bacteria

EU = Ehrlich Units (ca. 1 mg)


Power Field (100X)

hpf = High Power Field (400x)

3. Interference Factor :
4

lpf = Low

Parameter parameter pemeriksaan dalam urin depengaruhi oleh cara


pengambilan specimen yang tidak bersih/ steril, persiapan pasien seperti makanan,
minuman atau obat yang dikonsumsi sebelumnya, waktu penyimpanan sampel, suhu,
cahaya matahari, kontaminasi udara, temperatur dan pH.
2. PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
Creatinine Serum dan Creatinine Clearance Test
Uji klirens kreatinin mengevaluasi seberapa efisien ginjal membersihkan zat yang
disebut kreatinin dari darah. Kreatinin merupakan produk limbah dari metabolisme
energi otot, diproduksi pada tingkat yang konstan yang sebanding dengan massa otot
individu . Karena tubuh tidak mendaur ulangnya, sehingga semua kreatinin disaring
oleh ginjal, dalam jumlah waktu tertentu diekskresikan ke dalam urin, hal ini membuat
pengukuran kreatinin sangat spesifik untuk fungsi ginjal.
1. Pra Analitik :
Pasien tidak boleh berkemih sebelum permulaan percobaan. 30 menit sebelum
percobaan dimulai, pasien disuruh minum air sebanyak 400-500 mL sampai habis.
Dilakukan pengumpulan spesimen urin kumulatif selama periode 24 jam untuk
penderita yang dirawat dan 12 jam untuk pasien poliklinik dicatat waktunya tepat
dengan menit serta volume urin yang ditampung. Pada waktu porsi urin yang terakhir
dikeluarkan, diambil darah pasien untuk penetapan kreatinin darah. Jenis sampel untuk
uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah
vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin).
Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Tinggi dan berat badan juga
diukur.
2. Analitik :
Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit, dilakukan
pemeriksaan kreatinin serum dan kreatinin urine metode jaffe reaction (fixed time). Lalu
dilakukan perhitungan klirens kreatinin dengan rumus:
5

Kreatinin Klirens :
= U x V x f bila diuresis > 2 mL/menit, U x V x f bila diuresis < 2 mL/menit
B

Dengan:
U = kadar ureum urin (mg/dL)
V = diuresis per menit (cc/menit)
B = kadar ureum serum (mg/dL)
f = faktor hubungan antara berat badan dan tinggi badan
Hasil juga dikalikan faktor pengenceran jika kadar melebihi batas linearitas.
Satuan urea clearance yaitu ml/menit atau ada juga yang lebih lazim dipakai yaitu
dengan %. Apabila didapatkan diuresis 2 ml/menit atau lebih, maka nilai urea clearance
dibandingkan dengan 75 ml/menit yang dianggap 100%, bilamana diuresis kurang dari
2 ml/menit nilai clearance dibandingkan dengan 54 ml/menit yang dianggap 100% pula.
3. Pasca Analitik :
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai rujukan,
PMI, PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
4. Nilai Normal :
Kadar ureum normal umunya adalah 10- 40 mg/dL, dan dalam urin kadar
normalnya adalah 26-43 g/24 jam. Nilai normal urea clearance berkisar antara 70-110
%, nilai normal itu sebenarnya diperhitungkan untuk seorang yang mempunyai luasn
badan 1,73 m2. Jika luas badan seseorang tidak mendekati nilai itu, maka harus
diadakan koreksi atas berat badan dan tinggi badan.

5. Interference Factor :
Uji urea clearance dipengaruhi oleh usia, berat badan, tinggi badan, katabolisme
protein, kebakaran, infark miokard, asupan makanan, kehamilan, gangguan hati, masa
pertumbuhan Selain itu juga dipengaruhi oleh persiapan atau riwayat pasien, dan
pengolahan sampel. Jika kadar ureum melebihi batas linearitas, maka harus
diencerkan.
3. UJI FAAL GINJAL

Uji faal ginjal terutama adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin. Ureum adalah
produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang dikeluarkan lewat urin
sehingga pada kelainan ginjal, pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat sehingga
kadarnya akan meningkat di dalam darah. Kreatinin merupakan zat yang dihasilkan
oleh otot dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Oleh karena itu, kadar kreatinin darah
tergantung pada jenis kelamin, besar otot, dan faal ginjal.
Beratnya kelainan ginjal diketahui dengan mengukur uji bersihan kreatinin
(creatinine clearance test/CCT). Pemeriksaan CCT ini memerlukan urin kumpulan 12/24
jam, sehingga bila pengumpulan urin tidak berlangsung dengan baik akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan CCT. Akhir-akhir ini, penilaian faal ginjal dilakukan
dengan pemeriksaan cystatin-C dalam darah yang tidak dipengaruhi oleh kesalahan
pengumpulan urin 24 jam. Cystatin adalah zat dengan berat molekul rendah yang
dihasilkan oleh semua sel berinti di dalam tubuh yang tidak dipengaruhi oleh proses
radang atau kerusakan jaringan. Zat tersebut akan dikeluarkan ginjal. Oleh karena itu,
kadar cystatin dipakai sebagai indikator yang sensitif untuk mengetahui kemunduran
fungsi ginjal.

Uji Bersihan Kreatinin (creatinine clearance test/CCT)

Bersihan kreatinin adalah perbandingan tingkat kreatinin dalam urin dengan


tingkat kreatinin dalam darah, kreatinin adalah produk hasil metabolisme kreatin, keratin
adalah protein yang merupakan bagian penting dari otot.

Bersihan Kreatinin = Kadar Kreatinin Urin (mg/mL) x Jumlah produksi


urin (mL/menit) Kadar kreatinin Plasma (mg/mL)

Tes bersihan kreatinin membantu memperkirakan laju filtrasi glomerulus atau


glomerular filtration rate (GFR) yang menunjukan fungsi ginjal. Namun, karena sejumlah
kecil kreatinin dilepaskan oleh saluran penyaringan di ginjal, bersihan kreatinin tidak
persis sama dengan GFR. Bahkan, bersihan kreatinin biasanya melebihi GFR. Hal ini
terutama berlaku pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
Nilai Normal Bersihan Kreatinin

: Bersihan kreatinin diukur dengan satuan


milliliters/menit (ml/min). Nilai normalnya
laki-laki: 97 to 137 ml/min dan perempuan:
88 to 128 ml/min.

Prosedur Tes Bersihan Kreatinin :


Tes bersihan membutuhkan samel Urin tampung 24 jam dan kemudian darah vena
diambil. Konsentrasi kreatinin di dalam urin tampung 24 jam dan didalam plasma darah
kemudian diukur. Setelah itu diukur jumlah produksi urin setiap jam atau menitnya.
Hasil dari ketiga pengukuran diatas kemudian digunakan untuk menghitung bersihan
kreatinin dengan rumus :

Bersihan Kreatinin = Kadar Kreatinin Urin (mg/mL) x Jumlah produksi


urin (mL/menit) Kadar kreatinin Plasma (mg/mL)

Misalkan seseorang memiliki konsentrasi kreatinin dalam plasma darah 0,01 mg / mL


dan dalam 1 jam menghasilkan 60ml urin (1 mL / menit) dengan konsentrasi kreatinin
1,25 mg / mL, Maka bersihan keratin=

1,25 mg/mL x 1 mL/mnt = 125 mL/menit

0,01 mg/mL. Cara lain yang sering digunakan adalah menggunakan Cockcroft-Gault
formula:

Perkiraan Bersihan Kreatini = (140 Umur) x Berat Badan (Kg) x


Konstanta Kreatinin Serum (umol/L)
Nilai konstanta 1,23 untuk laki-laki dan 1,04 untuk perempuan.
Cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi
laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum. Cystatin C
adalah protein berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara konstan oleh semua sel
berinti. Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal
sehingga tidak disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena
kadar cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka
cystatin C dapat dipakai sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan kadar
kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi glomerulus.

4. UJI FAAL HATI


Uji faal hati meliputi pemeriksaan kadar protein total & albumin, bilirubin total &
direk, serum glutamic oxaloacetate transaminase (SGOT) & serum glutamic pyruvate
transaminase(SGPT), gamma glutamyl transferase (-GT), alkaline phosphatase (ALP)
dan cholinesterase (CHE). Pemeriksaan protein total dan albumin sebaiknya dilengkapi
dengan pemeriksaan fraksi protein serum dengan cara elektroforesis. Dengan
pemeriksaan elektroforesis protein serum dapat diketahui perubahan fraksi protein di

dalam darah sehingga dapat diketahui perubahan fraksi protein lebih teliti dari hanya
pemeriksaan protein total dan albumin serum.

5. URINE KULTUR
Menyiapkan urine steril untuk pemeriksaan kultur dengan cara pengambilan
urine tengah (midstream urine).

Tujuan:
o Untuk mengetahui adanya infeksi pada traktus urogenitalis.

Persiapan alat:
o Alat penampung urine steril (botol penampung urine steril).
o Sabun.
o 3 potong penutul (kapas/kasa) dibasahkan dengan air steril.

Petunjuk umum:
o Hanya bagian luar alat penampung yang dipegang. Urine di tampung
dengan baik setelah mengalir.

Petunjuk khusus:
o Pada Wanita:

Labia harus dibuka selama prosedur.

Meatus harus dibersihkan dengan gerakan dari depan kebelakang


dengan kapas penutul. Kapas penutul yang telah digunakan satu
kali harus dibuang.

o Pada Laki-laki:

Preputium dibuka, untuk yang belum di sunat.

Gland penis dibersihkan dengan kasa. Kasa yang telah digunakan


satu kali harus dibuang.

Prosedur:
o Pasien diberitahu mengenai tindakan yang akan dilakukan.
10

o Sediakan botol pemeriksaan steril beserta tutupnya (disteril secara


kering).
o Bersihkan alat kelamin dengan menggunakan larutan sabun.
o Urine yang pertama keluar tidak ditampung, pasien diminta untuk
menahan urinenya.
o Kemudian urine ditampung kedalam botol urine yang steril secara hatihati.
6. FAAL PEMBEKUAN

Pemeriksaan untuk hemostasis primer


a) Tes Rumpel Leede (Torniquet test) :Tes ini untuk mengevaluasi integritas
pembuluh darah.
b) Hitung jumlah trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi.Pemeriksaan ini
adalah pemeriksaan laboratorium pertama yang terpenting,karena dengan
cara ini dapat ditentukan dengan cepat adanya trombositopenia dan kadangkadang dapat ditentukan penyebab trombositopenia itu.
c) Masa perdarahan (bleeding time = BT) memanjang pada pasien dengan
trombositopenia,gangguan

faal

trombosit

dan

pada

pasien

dengan

vaskulopati.
d) Faal trombosit : dikerjakan bila ada dugaan gangguan faal trombosit,misalnya
pada pasien dengan gangguan hemostasis primer tetapi jmlah trombositnya
normal.Tes faal trombosit ini untuk melihat kemampuan adhesi sel trombosit
dan kemampuan agregasi sel trombosit.

Pemeriksaan untuk hemostasis sekunder (fase koagulasi)


a) Masa pembekuan (clotting time = CT) dan masa rekalsifikasi plasma (plasma
recalcification time = PRT) memanjang bila ada defisiensi faktor; pada
defisiensi ringan ,CT masih normal.
b) Perlu diperhatikan retraksi bekuan (clot retraction = CR) setelah 1-2 jam.Bila
tidak ada retraksi maka hal ini menunjukkan adanya gangguan faal trombosit
yaitu kurangnya enzim retraktrozim.

11

c) APTT (activated partial thromboplastin time) memanjang pada pasien dengan


defisiensi

faktor

intrinsik

atau

adanya

antikoagulan

terhadap

faktor

tersebut.Nilai normalnya 30-40 detik.


d) PPT (plasma prothrombine time) memanjang pada pasien dengan defisiensi
faktor-faktor ekstrinsik atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.
Pada pemeriksaan hemostasis, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

Antikoagulan : Natrium sitrat 0,109 M dengan pernbandingan 9 bagian darah


dan 1 bagian Natrium sitrat. Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai
adalah Na2EDTA

Penampung : Bahan plastik atau gelas yang dilapisi silikon, untuk mencegah
terjadinya aktivasi faktor pembekuan

Semprit dan jarum : ukuran besar, paling kecil nomor 20

Cara pengambilan darah : Hindari masuknya tromboplastin jaringan,


sebaiknya digunakan 2 semprit dimana darah pada semprit pertama dibuang
karena dikhawatirkan tercemar tromboplastin jaringan

Kontrol : Diperiksa 1 kontrol normal (tersedia secara komersial) dan 1 kontrol


abnormal

Penyimpanan dan pengiriman bahan : Sampel darah segera dikerjakan,


harus selesai dalam 3 jam setelah pengambilan darah. Bila harus ditunda,
plasma sitrat disimpan dalam tempat plastik tertutup dalam keadaan beku.

Banyak penderita Tumor atau kanker di Indonesia, akan tetapi tidak tahu apa yang
digunakan untuk mendiagnosanya. Berikut adalah pemeriksaan Laboratorium yang
digunakan untuk mendiagnosanya.
CEA di bentuk di saluran gastro-intertinal dan pancreas sebagai antigen pada
permukaan sel yang selanjutnya di sekresikan ke dalam cairan tubuh
CEA sebagai petanda tumor untuk kanker kolorektal, oesofagus, pankreas,
lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru.
Pemeriksaan CEA untuk pemantauan terapi dan meramalkan prognosis.
CEA > 20 ng/mL preoperasi keganasan tinggi (pronosis Kurang baik

12

CEA > 2.5 ng/ml Postoperasi adanya kekambuhan 80 % (18 bln mendatang
CEA < 20 ng/ml Metastase
AFP (ALFA FETO PROTEIN)
Glikoprotein BM 70.000 dalton
Digunakan untuk deteksi dan pemantauan cancer hati, testis dan ovarium
> 95 % hepatome menunjukkan kenaikan kadar AFP
AFP > 1000 ng/mL dipastikan hepatoma
CA 15-3 (Cancer Antigen)
Glikoprotein BM 300.000 450.000 dalton
CA 15-3 meningkat pada kanker payudara
Digunakan untuk diagnosis dan pemantauan therapy
Peningkatan Ca 15-3 ditemukan pada pasien sirosis, hepatitis, kelainan
Autoimun dan kelainan kelenjar ovarium
CA 125 (Cancer Antigen 125)
Glikoprotein BM 200.000 dalton
Digunakan untuk diagnosis dan pemantauan cancer ovarium
Peningkatan CA 125 terjadi pada penyakit hati kronis, pankreatitis, peritonitis,
tetapi kadarnya < 100 U/mL
Sensitifitas tinggi pada karsinoma epitel ovarium
CA 19-9
Digunakan untuk diagnosis kanker pankreas
Membantu membedakan kanker pankreas dan saluran empedu, serta kondisi
non kanker seperti pankreatitis
Memonitor respon terhadap therapy
Memonitor prognosis kanker pankreas
Pemeriksaan pendukung : CEA, Bilirubin, Fungsi Liver
Gejala : Sakit abdomen, berat badan turun, dan ikterik
PSA (Prostate Spesifik Antigen)
PSA ada 3 bentuk :
PSA komplek (berikatan dengan serine protease inhibitor alpha 1
13

antichymotrypsin (PSA-Act) dan berikatan dengan Alpha 2 Macroglobulin


PSA Unkomplek (Free PSA)
Pemeriksaan PSA secara tradisional : DRE (Digital Rectal Examination) hanya
30 40 % dapat terdeteksi
Nilai Normall < 4 ng/mL
> 10 ng/mL : indikasi kemungkinan besar kanker prostate
4 10 : Indikasi BPH
NILAI NORMAL

CEA : 0 5 ng/mL (CMIA)

AFP : < 13.4 ng/mL (CMIA)

Ca 15-3 : < 31.3 U/mL (MEIA)

Ca 125 : 0 35 U/mL (ELFA)

Ca 19-9 : < 37 U/mL (ELFA)

PSA : <= 4 ng/mL (MEIA)

7. PEMERIKSAAN ANALISIS SEMEN


Pemeriksaan analisis semen (air mani) merupakan salah satu pemeriksaan yang
dapat dilakukan pada pasangan infertilitas. Berdasarkan literatur, 25% penyebab
infertilitas adalah pada pihak laki-laki, yakni gangguan pada kualitas spermatozoa.
Pemeriksaan tersebut antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.

Penampungan Sampel
1. Persiapan
o Penampungan air mani sebaiknya dilakukan di ruangan privat dekat
laboratorium, agar mengurangi paparan semen terhadap perubahan suhu
dan untuk mengontrol waktu antara penampungan dan analisis. Jika pasien
menampung di rumah, maka harus dikirim ke laboratorium segera dalam
waktu kurang dari 1 jam, dan dalam suhu 20-37 C.
o Sampel ditampung setelah abstinensia seksual (tidak mengeluarkan sperma)
minimal 2 hari dan maksimal 7 hari.
14

o Informasi biodata pasien harus lengkap: nama, tempat tanggal lahir, waktu
pengumpulan, dan sebagainya.
2. Penampungan semen
o Air mani ditampung dengan jalan masturbasi dan diejakulasikan langsung ke
dalam botol gelas bersih dan steril yang bermulut lebar, terbuat dari kaca
ataupun plastik yang telah dikonfirmasi tidak toksik terhadap spermatozoa.
o Botol spesimen sebelumnya dijaga dalam suhu lingkungan antara 20 C dan
37

untuk

mencegah

perubahan

suhu

yang

besar

yang

dapat

mempengaruhi spermatozoa setelah diejakulasikan ke dalamnya. Kontainer


harus dilabel dengan biodata pasien.
o Botol spesimen diletakkan di tempatnya atau dalam inkubator (37 C) selama
semen berlikuefaksi.
3. Analisis mikrobiologi
o Kontaminasi dari sumber yang berasal dari luar semen (seperti organisme
komensal dari kulit) harus dihindari. Selain alat kontainer spesimen harus
steril, pasien harus: buang air kecil terlebih dahulu, mencuci tangan dan penis
dengan sabun, mencuci bersih sabun yang masih menempel, mengeringkan
tangan dan penis dengan handuk, lalu ejakulasikan air mani ke kontainer
steril.
Catatan : Waktu antara pengambilan sampel semen dengan mulai pemeriksaan di
laboratorium tidak lebih dari 3 jam.
4. Kesimpulan Analisis
o Volume semen > 1,5 ml
o jumlah total sperma > 39 juta/ml ejakulat
o konsentrasi sperma > 15 juta/ml ejakulat
o motilitas total > 40%
o progressive motility > 32%
15

o vitalitas (spermatozoa hidup) > 58%


o morfologi sperma normal >4%
o pH > 7,2
leukosit < 1 juta/ml
fruktosa semen > 13 mikromol/ejakulat

8. PEMERIKSAAN ANALISIS BATU


Selain pemeriksaan fisik pada penderita batu ginjal juga perlu pemeriksaan lainnya
seperti USG dan rontgen. Pemeriksaan urin dan darah di laboratorium tidak cukup
untuk membuktikan adanya batu di saluran kemih. Hasil urin yang bebas tidak berarti
bebas dari batu ginjal. Pemeriksaaan awal yang cepat dan akurat untuk mendeteksi
batu ginjal adalah dengan USG, yang biasanya bisa langsung dilakukan oleh dokter
urologi. Bila perlu akan dilakukan pemeriksaan rontgen. Namun tidak semu jenis batu
dapat dilihat dapat dilihat dalam foto rontgen, kadang-kadang perlu pemeriksaan
Endoskopi (RPG = Retrogade Pylografi) untuk mencari lokasi batu ginjal bila ingin
dilakukan tindakan.
9. SITOLOGI URIN
Urine terbagi atas; direct voided urine : urine langsung dan urine hasil kateter.
a. Paling sedikt 50 cc urine,fiksasi ethyl alcohol 50% aa- dikirim.
b. Pengiriman kering
c. Urine dengan alcohol 50% aa- centrifuge selama 10 menit, buat sediaan dari
endapan pada object glass yang telah diberi albumin dalam alcohol 95% selama
setengah jam dan keringkan dalam udara terbua dikirim.
d. Bila kelainan diduga terletak dalam ureter/ginjal, harus dipakai urine kateter dari
ureter.
e. Untuk

memperoleh

bahan

yang

reprentatif,

bila

keadaan

memungkinkan,penderita dianjurkan exercise ringan sebelum penampungan


urine.

16

10. PATOLOGI ANATOMI


Cara pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan sitologi :
1. Vagina smear / Pap test
a. Isilah permintaan formulir dengan lengkap.
b. Tuliskan nama penderita pada label yang ada.
c. Sediakan botol atau tempat lain dengan bahan fiksasi ethyl alkohol 95%.
d. Jangan melakukan vaginal lain sebelum mengambil smear.
e. Jangan memakai bahan pelicin untuk speculum.
f. Dengan speculum ambilah smear dengan mempergunakan Ayres scraper
g. Buat pulasan yang rata pada obyek glass.
h. Masukkan segara obyek glass tersebut kedalam bahan fiksasi biarkan paling
sedikit selama 30 menit, kemudian keringkan diudara terbuka.
i. Masukkan slide pada tempat slide yang tersedia, kirimkan dengan amplop
yang tersedia bersama dengan formulir permintaan.
j. Untuk evaluasi status hurmonal, dikerjakan prosedur yang sama, hanya
scraping tidak di portio, melainkan pada dinding lateral vagina, dengan syarat
tidak ada infeksi serta bila ada pengobatan hormonal telah dihentikan 2
minggu sebelumnya.
2. Sputum atau dahak :
a) Pemeriksaan sebaiknya dilakukan 3x berturut-turut dengan jarak 3 hari.
b) Sputum adalah hasil dari batuk yang dalam, dan berisi bahan yang berasal
dari bronchioli dan alveoli.
c) Penderita diminta untuk batuk yang dalam dan mengumpulkan sputumnya
dalam tempat (botol) yang telah disediakan yang berisi bahan fiksasi alcohol
70% kirim ke laboratorium sitologi.
d) Bila sputum terlampau sedikit,penderita dapat diberi expectoransia selama 3
hari dan diadakan sputum koleksi selama 24 jam dengan fiksasi alcohol 70%.
e) Untuk tempat-tempat yang jauh, pengiriman dapat dilakukan secara kering
ialah dengan jalan membuat sediaan apusan dari sputum yang telah
terkumpul pada 3 object glass yng bersih.
17

f) Untuk membuat apusan, pilihlah bagian yang mengandung garis darah atau
bagian yang padat. Kemudian masukkan dalam alcohol 95% selama 2 jam,
keringkan diudara dan dikirim ke laoboratorium Sitologi.
3. Cairan dari tubuh lain :
a. Pleural effusion = cairan pleura
b. Cairan pericardium
c. Cairan ascites
d. Cairan cerebrospinal
e. Cairan sendi
Cairan diatas difiksasi dalam ethyl alcohol 50% dan dikrim ke laboratorium
Sitologi. Untuk memperoleh bahan yang representative, sebaiknya posisi
penderita diubah-ubah sebelum dilakukan fungsi.

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang pertama dilakukan bila ada
keluhan nyeri abdomen atau nyeri di sekitar area urogenital. Manfaat dari
pemeriksaan ini adalah untuk melihat gambaran secara keseluruhan di rongga
abdomen dan pelvis
o Teknik Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pengertian

Pemeriksaan foto polos abdomen adalah salah satu


pemeriksaan Traktus Urinarius secara radiografi
dalam menilai secara umum keadaan kontur ginjal,
garis psoas, usus-usus, tulang-tulang pelvis dan

Tujuan

vertebra.
Agar dapat digunakan sebagai pedoman dari
Spesialis Radiologi Radiodiagnotik dan perawat di

Indikasi

Radiologi dalam menjalankan PIV.


Semua kelainan-kelainan pada dan dari luar Traktus
Urinarius yang dicurigai mempengaruhi Traktus
Urinarius.
18

Kontraindikasi
Prosedur Persiapan
Prosedur Tindakan

Pasien rawat jalan yang perlu persiapan.


o Pasien mengganti pakaian dengan baju pemeriksaan
yang telah disediakan oleh petugas Radiologi.
o Sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta BAK
bila buli-buli terasa perih.
o Pasien tidur dalam posisi supine (terlentang) di meja
pemeriksaan.
o Menggunakan film ukuran 35x43
o Bagian atas pross xiphoidens masuk
o Bagian bawah sympisis pubis masuk
o Kedua dinding abdomen masuk
o Exposi diambil dalam expirasi tahan nafas
o FFD : 100 cm
Faktor exposi :

kV 68 75

mAS 9 14
o Posisi abdomen AP erect (duduk)
o Pasien duduk tegak / tegak
o Kaset di bawah grid / dibawah pasien
o Bagian atas (diafragma) harus terbawa untuk
melihat sekiranya ada udara bebas / fluid level
dalam rongga abdomen
o Exposi diambil : tahan nafas / exposi
o Kedua dinding abdomen harus masuk
Penilaian

o FFD dan faktor exposi sama dengan AP Supine


Foto polos Abdomen dapat dinilai :
Preperitoneal Fat kiri kanan terlihat baik.
Tak tampak gambaran precal mass pada sistem

Lama Tindakan

pencernaan.
Dari mulai persiapan pasien sampai foto selesai
19

Komplikasi
Wewenang

dibuat adalah:
Tidak ada
Pemeriksaan dilakukan oleh Radiografer.
Penilaian/Pembacaan dilakukan oleh ahli
Radiologi.

2. Pielografi Intravena (PIV)


Pemeriksaan piolegrafi intravena dilakukan dengan menyuntikkan bahan kontras
secara intravena dan dilakukan pengambilan gambar radiologis secara serial yang
disesuaikan dengan saat zat kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke kandung
kemih. Indikasi pemeriksaan PIV adalah untuk mendeteksi lokasi obstruksi misalnya
pada batu ginjal, konfirmasi penyakit ginjal polikistik, atau adanya kelainan anatomis
yang tidak terdeteksi oleh teknik pemeriksaan lain. Pemeriksaam PIV memerlukan
persiapan yaitu :
a) 2 hari sebelum foto PIV penderita hanya makan bubur kecap
b) Minum air putih yang banyak
c) Jam 24.00 WIB minum obat pencahar/laksans untuk membersihkan kolon dari
feses yang menutupi daerah ginjal.
d) Selanjutnya puasa sampai dilakukan foto
e) Dilarang banyak bicara untuk mengurangi udara (gas) dalam lambung dan usus.
Untuk bayi dan anak diberikan minum yang mengandung karbonat, tujuannya
untuk mengembangkan lambung dengan gas. Usus akan berpindah, sehingga
bayangan kedua ginjal dapat dilihat melalui lambung yang terisi gas. Sebelum pasien
disuntikkan urofin 60% harus dilakukan terlebih dahulu uji kepekaan. Jika pasien alergi
terhadap kontras maka pemeriksaan pielografi intravena dibatalkan.
Dosis urografin 60 mg % untuk orang dewasa adalah 20 ml. Kalau perlu
diberikan dosis rangkap yaitu 40 ml. Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat film bucky
anteroposterior abdomen. Foto berikutnya diulangi pada 15 menit, 30 menit dan 1 jam.
Sebaiknya segera setelah pasien disuntik kontras, kedua ureter dibendung, baru dibuat
foto 7 menit. Kemudian bendunag dibuka, langsung dibuat foto di mana diharapkan
kedua ureter terisi. Dilanjutkan dengan foto 1 dan 2 jam, malahan foto 6, 12 dan 24 jam.
20

3. Urografi Retrograde
Indikasi urografi retrograde adalah untuk melihat anatomi traktus urinarius bagian
atas dan lesi-lesinya. Hal ini dikerjakan apabila pielografi intravena tidak berhasil
menyajikan anatomi dan lesi-lesi traktus urinarius bagian atas. Keistimewaan
urografi retrigrad berguna melihat fistel.
Urografi retrograd memerlukan prosedur sistoskopi. Kateter dimasukkan oleh ahli
urologi. Kerjasama antara ahli urologi dan radiologi diperlukan karena waktu
memasukkan kotras, posisi pasien dapat dipantau(dimonitor) dengan fluoroskopi atau
televisi. Udara dalam kateter dikeluarkan, kemudian 25 % bahas kontras yang
mengandung iodium disuntikkan dengan dosis 5-10 ml dibawah pengawasan
fluoroskopi. Harus dicegah pengisian yang berlebihan karena risiko ekstravasasi ke
dalam sinusrenalis atau intravasasi ke dalam kumpulan saluran-saluran (collecting
duct). Ekstravasasi kontras dapat menutupi bagian-bagian yang halus dekat papilla.
Rutin dibuat proyeksi frontal dan oblik. Kemudian kateter diangkat pada akhir
pemeriksaan, lalu dibuat foto polos abdomen. Jika ada obstruksi dibuat lagi foto 15
menit kemudian.
4. Pemeriksaan IVP
Pemeriksaan IVP adalah pemeriksaan radiografi dari Traktus Urinarius (Renal,
Ureter, Vesica Urinaria dan Urethra) dengan penyuntikan media kontras positif (+)
secara intra vena. Tujuan pemeriksaan ini ialah untuk menggambarkan anatomi dari
Pelvis Renalis dan sistem Calyces serta seluruh Traktus Urinarius dengan penyuntikan
media kontras positif (+) secara intra vena dan Dapat mengetahui kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan dan mengekskresikan media kontras tersebut.
1. Hasil ureum dan creatinin normal
2. Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang lunak/rendah
serat, misalnya bubur kecap.
3. 12 jam sebelum pemeriksaan pasien minum obat pencahar.

21

4. Selanjutnya pasien puasa sehingga pemeriksaan selesai dilakukan


5. Selama puasa pasien dinjurkan untuk tidak merokok, dan banyak bicara untuk
meminimalisasi udara dalam usus
6. Sebelum pemeriksaan dimulai pasien buang air kecil untuk mengosongkan blass
7. Akibat rasa takut pada jarum suntik, perlu diperhatikan :
a. Penjelasan pada pasien
b. Dorongan mental dan emosional
8. Penandatanganan Informed consent.
5. Pemeriksaan Antegrade Pyelografi (APG)
Pemeriksaan Antegrade Pyelografi (APG) adalah teknik/prosedur pemeriksaan
radiografi dari sistem urinaria dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan
melalui kateter yang telah dipasang dokter urologi dengan cara nefrostomi percutan.
Persiapan Pasien :
1) Sehari sebelum pemeriksaan, pasien harus banyak makan makanan yang tidak
berserat, misalnya bubur kecap.
2) Makan terakhir jam 19.00.
3) Minum obat pencahar jam 20.00, misalnya garam inggris sebanyak 30 gr atau
Dulcolax sebanyak 6 tablet dan pagi-pagi diberi Dulcolax supposituria (per anal).
4) Boleh minum air putih sampai jam 23.00.
5) Puasa sampai dilakukan pemeriksaan radiografi.
6) Tidak boleh banyak bicara dan merokok.
Prosedur Pemeriksaan :
1. Kateter yang telah terpasang diklem kemudian selang yang menghubungkan
dengan urine dicabut.
2. Media kontras disiapkan dengan mencampur media kontras dan NaCl dengan
perbandingan 1:3.

22

3. Sebelum pemasukan media kontras dilakukan, buat foto pendahuluan dengan


menggunakan kaset dan film ukuran 30 x 40 cm dengan posisi AP seperti foto
Abdomen, CRnya tegak lurus terhadap kaset.
4. Masukkan media kontras yang sudah diencerkan melalui kateter yang langsung
terhubung dengan Pelviocalyces.
6. Ultrasonografi (USG)
merupakan salah satu imaging diagnostik ( pencitraan diagnostik) untuk
pemeriksaan alat alat dalam tubuh manusia, diman kita dapat mempelajari bentuk,
ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan
ini bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat
dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi.
7. Pemeriksaan CT scan
Pada kasus infeksi saluran kemih bermanfaat untuk mendeteksi adanya pielonefritis
akut. Dengan CT scan kontras, pielonefritis akut akan tampak sebagai daerah yang
underperfusion.
Berat badan klien merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan. Berat badan klien
yang dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan adalah klien dengan berat badan dibawah
145 kg. Hal ini dipertimbangkan dengan tingkat kekuatan scanner. Sebelum dilakukan
pemeriksaan CT scan pada klien, harus dilakukan test apakah klien mempunyai
kesanggupan untuk diam tanpa mengadakan perubahan selama 20-25 menit, karena
hal

ini

berhubungan

dengan

lamanya

pemeriksaan

yang

dibutuhkan.

Harus dilakukan pengkajian terhadap klien sebelum dilakukan pemeriksaan untuk


menentukan apakah klien bebas dari alergi iodine, sebab pada klien yang akan
dilakukan pemeriksaan CT. Scan disuntik dengan zat kontras berupa iodine based
kontras material sebanyak 30 ml. Bila klien ada riwayat alergi atau dalam pemeriksaan
ditemukan

adanya

alergi

maka

pemberian

zat kontras iodine

harus

distop

pemberiannya. Karena eliminasi zat kontras sudah harus terjadi dalam 24 jam. Maka
ginjal klien harus dalam keadaan normal.
23

8. Pemeriksaan Skintigrafi
Skintigrafi atau disebut juga dengan renal scanning, merupakan suatu pemeriksaan
yang menggunakan radiasi nuklir (sinar gamma) untuk mengevaluasi fungsi dan
anatomi ginjal, beserta aliran darah (perfusi) ke ginjal.
1. Umumnya tidak ada persiapan khusus, seperti puasa atau pemberian obat
penenang, sebelum pemeriksaan dilakukan.
2. Minta pasien untuk meminum beberapa gelas air sebelum pemeriksaan.
3. Cek kondisi pasien bila pasien menderita alergi atau sensitif terhadap lateks,
obat-obatan tertentu, zat kontras, atau yodium.
4. Hentikan obat-obat untuk tekanan darah tinggi pada pasien selama beberapa
waktu menjelang pemeriksaan.
5. Minta pasien menandatangani surat persetujuan sebelum pemeriksaan.

BAB III
PENUTUP

24

a. Kesimpulan
1. Dari pembahasan pada bab II, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan
laboratorium dan radiologi penting untuk mengcrossheckan antara gejala yang
dikeluhkan pasien dengan tanda yang ditemukan. Karena pemeriksaan
laboratorium dan radiologi merupakan salah satu sarana untuk menunjang
penegakan diagnosis penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan radiologi juga
berperan untuk memberikan gambaran pada organ dalam pasien tanpa dinilai
apakah sedang mengalami kelainan (keadaan patologis) atau tidak.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada ginjal yakni;
Urinalis, Pemeriksaan darah rutin, Faal ginjal, Faal hepar, Faal pembekuan,
Tumor marker, Analisis semen, Analisis batu, Urin kultur, Sitologi urin, dan
Patologi anatomi.
3. Sedangkan pemeriksaan radiologi yakni; Foto polos abdomen, PIV, Uretrografi,
RPG, APG, USG, CT Scan, Sintigrafi.

b. Saran
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan mengikuti prosedur yang ada sehingga
diagnosa dapat ditegakkan semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.abclab.co.id/?p=944
http://iqbali.blogspot.com/2008/03/nefrolitiasis-batu-ginjal.html
http://generalemergency.blogspot.com/2013/02/nefrolitiasis-batu-ginjal.html
http://bandungsehat.blogspot.com/2009/04/konsep-dasar-gagal-ginjal-kronik.html
25

http://medicina-islamica-lg.blogspot.com/2013/08/radiologi-sistem-urogenitalia.html
https://firzandinata.wordpress.com/2012/02/24/all-about-bno-ivp-frequently-askedquestions/
http://www.anakku.net/jenis-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih.html

26

You might also like