You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring merupakan keganasan di daerah kepala dan leher
yang selalu berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh
lain bersama dengan kanker serviks , kanker payudara, tumor ganas getah bening
dan kanker kulit. Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan
di Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Akan tetapi angka insiden
cukup tinggi di sebagian tempat dan dipercaya faktor genetik dan lingkungan
pencetus karsinoma nasofaring.1
Meskipun banyak ditemukan di negara penduduk non-Mongoloid namun
demikian daerah cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu
dengan 2500 kasus pertahun untuk provinsi Guang-Dong (Kwantung) atau
prevalensi 39,84/100.000 penduduk.1
Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma
nasofaring, sehingga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk cina bagian
selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.1
Insidens karsinoma nasofaring berbeda secara geografis dan etnik serta
hubungannya dengan Epstein-Barr Virus (EBV). Secara global, pada tahun 2000
terdapat lebih kurang 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang disebabkan
karsinoma nasofaring. Di beberapa negara insidens karsinoma nasofaring ini
hanya 0,6 % dari semua keganasan. Di Amerika insiden karsinoma nasofaring 12 kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per 100.000 perempuan. Namun di
negara lain dan kelompok etnik tertentu, seperti di Cina, Asia Tenggara, Afrika

Utara, tumor ganas ini banyak ditemukan.2


Di Indonesia penyakit ini termasuk sepuluh besar keganasan dan di
bidang THT menduduki peringkat pertama keganasan pada daerah kepala dan
leher. Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia yaitu 4,7 kasus baru
per 100.000 penduduk per tahun. Insiden yang tinggi ini dapat disebabkan
tingginya faktor risiko karsinoma nasofaring di Indonesia, yaitu tingginya
konsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan, pajanan di tempat kerja oleh
zat-zat karsinogenik seperti formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar.3
Karsinoma

nasofaring

lebih

banyak dijumpai pada pria dari pada

wanita dengan perbandingan 2-3 pria berbanding 1 wanita, dan banyak dijumpai
pada usia produktif, yaitu 40-60 tahun, tumor ganas ini tidak mempunyai gejala
yang spesifik, seringkali tanpa gejala, sehingga hal ini menyebabkan
keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Bahkan pada >70 % kasus gejala
pertama berupa lymphadenopathy cervical,

yang merupakan metastasis

karsinoma nasofaring, sehingga perlu dilakukan usaha maksimal untuk


menurunkan

angka

kematian

dengan mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kasinoma nasofaring.4


Banyak kasus karsinoma nasofaring yang terlambat didiagnosis karena
tidak ada gejala yang spesifik dan letaknya yang tersembunyi di belakang tabir
langit-langit. 4
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi
kebiasaan makan, lingkungan

dan

virus

ini dihubungkan dengan

Epstein-Barr. Selain itu faktor

geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan,


sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi

kemungkinan timbulnya karsinoma nasofaring. Keadaan sosial ekonomi yang


rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup juga menjadi salah satu faktor.
Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik
ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus
karsinoma nasofaring. 5
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang
penyebab pastinya belum

jelas.

Faktor

yang

berperan untuk terjadinya

karsinoma nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan


asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan
seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, dan asap kayu bakar. Kaitan antara
virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap
tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan karsinoma nasofaring. 5
Banyak penelitian mengenai perangai dari virus Epstein Barr ini
dikemukakan, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor
lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya

tumor

ganas ini,

seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, lingkungan, pekerjaan,


kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit. 6
Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit untuk
dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan

terletak di bawah dasar tengkorak. Oleh karena itu, tidak mudah diperiksa oleh
mereka yang bukan ahli. Sering kali, tumor ditemukan terlambat dan
menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.6
Hasil pra survey yang dilakukan di RSUD dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi
Lampung kejadian Ca Nasofaring tahun 2014 sebanyak 49 orang dengan proporsi
sebanyak 30 orang (61%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 19 orang (39%)
berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul: Analisis Faktor Risiko Dengan Terjadinya Angka
Kejadian Pasien Ca Nasofaring di RSUD dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2014.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut: Apa saja faktor risiko dengan terjadinya angka kejadian pasien Ca
Nasofaring di RSUD dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko dengan terjadinya angka kejadian pasien

Ca Nasofaring di RSUD dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014.


1.3.2

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui angka kejadian Ca Nasofaring di RSUD DR. H. Abdoel


Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014
2. Untuk mengetahui usia penderita Ca Nasofaring di RSUD DR. H. Abdoel

Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014


3. Untuk mengetahui jenis kelamin penderita Ca Nasofaring di RSUD DR. H.
Abdoel Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014
4. Untuk mengetahui gejala klinis Ca Nasofaring di RSUD DR. H. Abdoel
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014
5. Untuk mengetahui hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian Ca
Nasofaring di RSUD DR. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014
6. Untuk mengetahui hubungan antara faktor jenis kelamin dengan angka
kejadian Ca Nasofaring

di RSUD DR. H. Abdoel Moeloek Provinsi

Lampung tahun 2014


7. Untuk mengetahui hubungan antara gejala klinis dengan angka kejadian Ca
Nasofaring di RSUD DR. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lampung tahun 2014
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1

Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi Kesehatan


Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi dalam
pengembangan dan untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan antara
faktor usia, jenis kelamin, gejala klinis dengan angka kejadian Ca Nasofaring.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa dalam
melakukan penelitian tentang hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, gejala
klinis dengan angka kejadian Ca Nasofaring.

3. Bagi peneliti yang Akan Datang


Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain terutama peneliti
tentang hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, gejala klinis dengan angka
kejadian Ca Nasofaring.
1.4.2

Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi institusi pelayanan kesehatan

sebagai masukan dalam upaya peningkatan kesehatan terutama yang berhubungan


dengan hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, gejala klinis dengan angka
kejadian Ca Nasofaring.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan penelitian yang peneliti susun, maka peneliti membatasi ruang lingkup
penelitian pada subjek penelitian yaitu faktor risiko dengan terjadinya angka
kejadian pasien Ca Nasofaring, sifat penelitian ini adalah survey analitik, waktu
penelitian pada bulan Maret 2015 dan lokasi penelitian di RSUD DR. H. Abdoel
Moeloek Provinsi Lampung.

You might also like