You are on page 1of 14

ASKEP ANAK KEJANG DEMAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada saat
seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf
pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan
terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar
matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah
kejang, anak akan segera normal kembali. Insiden terjadinya kejang
demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan
insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam
sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada
tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang
dapat

terjadi

selama

lebih

ditimbulkan yaitu kerusakan

dari

15

otak,

menit.Komplikasi
dan

retardasi

yang

dapat
mental,

penatalaksanaannya yaitu dengan segera diberikan diezepam intravena,


membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya, menurunkan panas
bila demam atau hipereaksi dengan kompres seluruh tubuh, memberikan
cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit).

Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang


penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Memberikan informasi tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan
Kejang Demam.
2. Tujuan Khusus :
a.
Diharapkan

mahasiswa/i

dapat

mengerti

dan

menambah

pengetahuan tentang Kejang Demam dari pengertian, etiologi,


patofisiologi, hingga dapat membuat Asuhan Keperawatan yang
b.

C.

sesuai.
Sebagai pemenuhan tugas KEPERAWATAN ANAK I.

Ruang Lingkup Penulisan


Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada Asuhan
KeperawatanAnak dengan Kejang Demam.

D. Metode Penulisan
Metode

ini

menggunakan

metode

deskripsi

dimana

penulis

mendapatkan data dan informasi melalui studi kepustakaaan dan metode


observasi melalui sumber internet.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu
(Mansjoer, 2000)
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari
37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab
penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan (Betz, 2002).Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana
disfungsi neurologis pada jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal
berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan
dan tonus otot (Carpenito, 2000).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tibatiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan
fenomena sensori (Doengoes, 2000).
B.

1.
2.
3.
4.
5.

ETIOLOGI
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam:
Demam itu sendiri
Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.

6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA),
bronkhitis, dan lain lain.
C.

PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut
sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun
ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah
kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia,

hiperkapnea

dll,selanjutnya

menyebabkan

metabolisme

otak

meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang


lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan
pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
(>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat

disebabkan

meningkatnya

aktifitas

otot

dan

selanjutnya

menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah


faktor

penyebab

hingga

terjadinya

kerusakan

neuron

otak

selama

berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran


darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi

secara tiba-tiba)

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi

pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,

biasanya berlangsung selama 1-2 menit)

Lidah atau pipinya tergigit

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengompol)

Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama

1 jam atau lebih

E.

Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala

Mengantuk

Linglung (sementara dan sifatnya ringan

KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak FKUI (1985: 849-850).Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung
lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif
sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M
Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke
2.

sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.


Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

F. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan Umum Saat Kejang
a. Jangan panik berlebihan.
b.Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.

c. Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih belum
sadar.
d.
Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan
diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.
e. Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil
membawa anak ke rumah sakit.
f. Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak anda
dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu berikan
penurun demam bila ia sudah sadar.
g.Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang,
berusahalah untuk tetap tenang.
h.Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda kejang.
i. Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi pegangan anda
untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan mengalami kejang.
j. Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10 menit.
k.Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab dan
mengobati demam.
2. Penanganan Kejang Demam Saat Di Rumah Sakit
a. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
b. Pemberian oksigen melalui face mask
c.
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
d.
e.

telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus


Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan

hipoglikemia.

Namun

sumber

lain

hanya

menganjurkan

pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :


Terapi awal dengan diazepam
Usia

Dosis

IV

(infus)Dosis

per

(0.2mg/kg)

(0.5mg/kg)

< 1 tahun

12 mg

2.55 mg

15 tahun

3 mg

7.5 mg

510 tahun

5 mg

10 mg

> 10 years

510 mg

1015 mg

rektal

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang
infus, 0,5 mg/kg per rektal
Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 1520 mg/kg per infus dalam 30 menit.
Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang
demam

jarang

sekali

dibutuhkan

dan

hanya

dapat

diresepkan

setelah

pemeriksaan teliti oleh spesialis


Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah
sebagai berikut.

Antipiretik Antipiretik tidak mencegah kejang demam . Penelitian menunjukkan


tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang demam antara
pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian asetaminofen secara

sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.


Diazepam . Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten
(berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko
tinggi berulangnya kejang demam yang berat . Edukasi orang tua merupakan
syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain
ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan
rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi
pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan . Efek sedasi
(menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih

berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.


Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan. Efektivitas profilaksis dengan
fenobarbital

hanya

minimal,

dan

risiko

efek

sampingnya

(hiperaktivitas,

hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh . Profilaksis


dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah
berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang
demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama
pada anak berusia
Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan
sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam
secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup
pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di
masa yang akan datang .

G. PATHWAY

H. FOKUS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg
(1980 : 122 128)
a. Riwayat Keperawatan
Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,

b.

gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.


Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
Adanya riwayat trauma kepala
Pengkajian fisik
Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
Adanya kelemahan dan keletihan
Adanya kejang
Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,

jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning


c. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
Tingkat perkembangan anak terganggu
Adanya kekerasan penggunaan obat obatan seperti obat penurun panas


d.

2.

Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada


waktu sakit
Pengetahuan keluarga
Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 630) dan
carpenito (2000 : 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan

a.
b.
c.
d.

kejang demam
Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi
3.

Perencanaan
a. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan
kriteria hasil
NOC: Pengendalian Resiko
Pengetahuan tentang resiko
Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
Monitor kemasan personal
Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
Indikator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh

Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat

menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan


Identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan

potensial jatuh
Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan

dengan ambulasi
Instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak

b.

Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada


hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam
rentang norma
NOC : Themoregulation
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak
pusing
Indicator skala
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC : Temperatur regulation

Monitor suhu minimal tiap 2 jam


Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
Monitor tanda tanda hipertensi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor nadi dan RR

c.

Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi


aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi

TD sistolik dbn
TD diastole dbn
Kekuatan nadi dbn
Tekanan vena sentral dbn
Rata- rata TD dbn

Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:

Monitor Td, Nadi, Suhu, Respirasi Rate


Catat Adanya Fluktuasi Td
Monitor Jumlah Dan Irama Jantung
Monitor Bunyi Jantung
Monitor Td Pada Saat Klien Berbarning, Duduk, Berdiri

NIC II : status neurologia

Monitor
Monitor
Monitor
Monitor

Tingkat Kesadran
Tingkat Orientasi
Status Ttv
Gcs

d.

Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,


penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses

Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi

prognosis dan program pengobatan


Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar
Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya

Indicator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Teaching : diease process

Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang

proses penyakit yang spesifik


Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat


Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,

dengan cara yang tepat


Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

You might also like