You are on page 1of 59

5.1.

PENDEKATAN
Penyusunan UKL-UPL mengikuti kebijakan dan pedoman yang
berlaku. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai dasar kebijakan
penyusunan UKL-UPL secara terinci.
5.1.1................................................Pendekatan Normatif
Pada pendekatan normatif, kajian dirumuskan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undanganan
yang ada.
Dalam
hal
pengelolaan
lingkungan,
Kegiatan
bidang
infrastruktur Irigasi perlu mengacu kepada :
1. Undang-undang (UU) No. 32/2009 tentang Pengelolaan
dan Perlindungan Lingkungan Hidup;
2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 tentang Izin
Lingkungan;
3. Peraturan Pemerintah No 6/1995 tentang Perlindungan
Tanaman;
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
5. Keputusan Menteri Pertanian No.887/Kpts/OT.210/9/1997
tentang Pengendalian Hama Terpadu;
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL;
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 Tahun
2012
tentang
Pedoman
Penyusunan
Dokumen
Lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL);
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10/PRT/M/2008
tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan bidang
Pekerjaan Umum yang wajib dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL);
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2013
tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaaan
Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin
Lingkungan;
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2010
tentang Dokumen Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau
Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/atau
Kegiatan tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan
Hidup;
1

11. Panduan untuk SLPHT;


Untuk Pendekatan terkait penyusunan UKL-UPL, pembahasan
pada sub bab ini berisi tentang kajian dasar-dasar normatif
(teori) yang akan digunakan dalam penyelesaian pekerjaan
Pendekatan normatif ini meliputi inventarisasi, kajian dan
review mengenai peraturan perundangan (kebijakan) yang
terkait dengan:
- Izin Lingkungan
- Pengertian Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
- Penapisan / Penyaringan Kategori
- Daftar usaha dan kegiatan wajin AMDAL
- Pedomen penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
- Sistem Irigasi
5.1.1.1........................Izin Lingkungan (PP 27/2012)
Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan prinsip
pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan
lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4)
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pemanfaatan sumber daya alam masih menjadi
modal dasar pembangunan di Indonesia saat ini dan
masih diandalkan di masa yang akan datang. Oleh
karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus
dilakukan secara bijak. Pemanfaatan sumber daya
alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar
pembangunan berkelanjutan, yaitu menguntungkan
secara ekonomi (economically viable), diterima secara
sosial (socially acceptable), dan ramah lingkungan
(environmentally sound).
Proses pembangunan yang
diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan
generasi masa kini dan yang akan datang.
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai
bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan
diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan,
dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh
berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis
sejak awal perencanaannya, sehingga langkah
pengendalian dampak negatif dan pengembangan
dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin.
Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk
melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL.
Pasal 22 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
2

Hidup menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau


Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki Amdal. Amdal tidak hanya
mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia
saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya,
dan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk setiap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak
penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk
memiliki UKL-UPL. Pelaksanaan Amdal dan UKL- UPL
harus lebih sederhana dan bermutu, serta menuntut
profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas semua
pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan
sebagai perangkat pengambilan keputusan yang
efektif.
Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu
syarat
untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada
dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan
UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses
permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan.
Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam
proses perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan
mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang
mungkin terjadi dari suatu rencana Usaha dan/atau
Kegiatan
tersebut
dan
langkah-langkah
pengendaliannya, baik dari aspek teknologi, sosial, dan
kelembagaan.
Berdasarkan informasi tersebut,
pengambil keputusan dapat mempertimbangkan dan
menetapkan apakah suatu rencana Usaha dan/atau
Kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau
ditolak, dan Izin lLngkungannya dapat diterbitkan.
Masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan antara lain untuk
memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup
yang lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya
pengendalian
Usaha
dan/atau
Kegiatan
yang
berdampak
negatif
pada
lingkungan
hidup,
memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan
koordinasi
antarinstansi
dalam
penyelenggaraan
perizinan untuk Usaha dan/atau Kegiatan, dan
memberikan kepastian hukum dalam Usaha dan/atau
Kegiatan.
1. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
3

rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha
dan/atau Kegiatan. (Pasal 1)
2. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki
Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
(Pasal 2)
3. Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan
yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL;
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
4. Setiap
Usaha
dan/atau
Kegiatan
yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal (Pasal 3).
5. Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas :
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena
dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain
yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
6. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-UPL.
7. UKL-UPL disusun oleh Pemrakarsa pada tahap
perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan (Pasal
14).
UKL-UPL
merupakan
instrumen
untuk
merencanakan
tindakan
preventif
terhadap
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang
mungkin ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan.
Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen
dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, UKLUPL tidak dilakukan setelah Usaha dan/atau Kegiatan
dilaksanakan. UKL-UPL yang dimaksud dalam ayat
ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain
detail rekayasa.
8. Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan wajib sesuai
dengan rencana tata ruang.
9. Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan
tidak sesuai dengan rencana tata ruang, UKL-UPL
tidak dapat diperiksa dan wajib dikembalikan kepada
Pemrakarsa.
10.........Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara
tertulis oleh penanggungjawab Usaha dan/atau
Kegiatan selaku Pemrakarsa
kepada Menteri,
4

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan


kewenangannya (Pasal 42).
11....Permohonan Izin disampaikan bersamaan dengan
pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau
pemeriksaan UKL- UPL.
12.Permohonan izin lingkungan harus dilengkapi dengan
(Pasal 43):
a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL;
b. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan;
c. profil Usaha dan/atau Kegiatan.
13........Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan,
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib
mengumumkan permohonan Izin Lingkungan (Pasal
44)
14........................Izin Lingkungan diterbitkan (Pasal 47):
a. setelah
dilakukannya
pengumuman
permohonan Izin Lingkungan
b. dilakukan
bersamaan
dengan
diterbitkannya
Keputusan
Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.
15......Izin Lingkungan paling sedikit memuat (Pasal 48):
a. persyaratan dan kewajiban yang dimuat
dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
atau Rekomendasi UKL-UPL;
b. persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota;
dan
c. berakhirnya Izin Lingkungan.

5.1.1.2.Pengertian UKL-UPL (PermenLH No. 13/2010)


1. UKL UPL adalah dokumen pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan
(pasal 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 13 tahun 2010).
2. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL
(pasal 2).
3. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL
ditetapkan oleh ditetapkan olehgubernur atau
bupati / walikota berdasarkan hasil penapisan.
4. Penapisan dilakukan dengan pedoman penapisan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PermenLH
No. 13 tahun 2010.

5. UKL-UPL
disusunoleh
pemrakarsasesuai
denganformat penyusunan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II PermenLH No. 13 tahun 2010.
6. Pemrakarsa mengajukan UKL-UPL kepada kepala
instansi lingkungan hidup kabupaten/kota apabila
usaha dan/atau kegiatanberlokasi pada 1 (satu)
wilayah kabupaten/kota.
7. Pemrakarsa mengajukan UKL-UPL kepada kepala
instansi lingkungan hidup provinsi apabila usaha
dan/atau kegiatanberlokasi pada lebih dari 1 (satu)
wilayah kabupaten/kota.
8. Kepala instansi lingkungan hidup memberikan tanda
bukti penerimaan UKL-UPL kepada pemrakarsa yang
telah memenuhi format penyusunan UKL-UPL.
Selanjutnya melakukan pemeriksaan yang dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh unit kerja yang
menangani pemeriksaan UKL-UPL.
9. Kepala instansi lingkungan hidup wajib melakukan
pemeriksaan UKL-UPL berkoordinasi dengan instansi
yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dan
menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 14
(empat belas) hari sejak diterimanya UKL-UPL.
10. Dalam hal terdapat kekurangan data dan/atau
informasi
dalam
UKL-UPL
atau
SPPL
serta
memerlukan
tambahan
dan/atau
perbaikan,
pemrakarsa
wajib
menyempurnakan
dan/atau
melengkapinya sesuai hasil pemeriksaan.
11. Kepala
instansi
lingkungan
hidup
wajib
menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak diterimanya UKL-UPL yang
telah disempurnakan oleh pemrakarsa.
12. Bila
tidak melakukan pemeriksaan atau tidak
menerbitkan rekomendasi UKL-UPL atau persetujuan
SPPL dalam jangka waktu tersebut, yang diajukan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dianggap telah diperiksa dan disahkan oleh kepala
instansi lingkungan hidup
13. Rekomendasi UKL-UPL digunakan sebagai dasar
untuk :
- Memperoleh izin lingkungan
- Melakukan
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan hidup
5.1.1.3.. . . .Penapisan / Penyaringan Kategori (Sesuai
lampiran I Permen Lh No. 13 tahun 2010) dan SE
KPUPR No.12/ 2014)
A. Menurut Lampiran I Permen LH No. 13 Tahun
6

2010
Penapisan terhadap jenis usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan
hidup (UKL-UPL) perlu dilakukan mengingat besarnya
rentang jenis usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi UKL-UPL.
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009
tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengatur bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria
wajib amdal, wajib memiliki UKL-UPL.
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009
tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengatur pula bahwa usaha
dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKLUPL, wajib membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
(SPPL).
Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009
tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengatur bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai UKL-UPL dan SPPL diatur dengan
peraturan Menteri.
Secara
skematik,
pembagian
tersebut
dapat
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 5.1.

Gambar 5.2.

Bagan Alir Penapisan Penyusunan UKL-UPL

Skema pembagian Amdal, UKL-UPL dan SPPL


8

Skema tersebut di atas dalam pelaksanaannya


berbeda-beda
untuk
setiap
daerah
sehingga
menimbulkan perbedaan pembebanan tanggung
jawab bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan
untuk daerah yang berbeda walaupun jenis usaha
dan/atau
kegiatannya
adalah
sama.
Untuk
menjamin bahwa UKL-UPL dilakukan secara tepat,
maka perlu dilakukan penapisan untuk menetapkan
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan UKL- UPL.
Adapun usaha dan/atau kegiatan di luar daftar jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi
dengan
UKL-UPL
dapat
langsung
diperintahkan melakukan upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup sesuai prosedur
operasional standar (POS)
yang
tersedia
bagi
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, dan
melengkapi
diri
dengan
surat
pernyataan
kesanggupan
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan hidup (SPPL).
Disamping
itu,
mekanisme
perizinan
telah
berkembang ke arah lebih sempurna,
sehingga
dengan kondisi tersebut beban kajian lingkungan
dapat didorong untuk
dapat menjadi bagian
langsung dari mekanisme penerbitan izin.
Sebagai contoh, dalam setiap pemberian izin
mendirikan bangunan (IMB)
telah
termaktub
kewajiban pemrakarsa untuk melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup antara lain: wajib
membuat sumur resapan, berjarak tertentu dari
batas daerah milik jalan (DAMIJA), dan lain-lain.
UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan yang
wajib dipenuhi dalam pelaksanaan penerbitan izin
lingkungan, sehingga bagi usaha dan/atau kegiatan
yang UKL-UPLnya ditolak maka pejabat pemberi izin
wajib menolak penerbitan
izin bagi usaha
dan/atau
kegiatan
bersangkutan.
UKL-UPL
dinyatakan berlaku sepanjang usaha dan/atau
kegiatan
tidak
melakukan
perubahan
lokasi,
desain, proses, bahan baku dan/atau bahan
penolong. Bagi UKL-UPL yang telah dinyatakan sesuai
dengan isian formulir atau layak, maka UKL- UPL
tersebut dinyatakan kadaluarsa apabila usaha
dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka
waktu 3 (tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL
diterbitkan.
B. Langkah
dan
rencana usaha

kriteria
penapisan
jenis
dan/atau kegiatan yang wajib
9

dilengkapi dengan UKL-UPL Menurut Lampiran I


Permen LH No. 13 Tahun 2010
Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL dilakukan
dengan langkah berikut:
LANGKAH PERTAMA
1. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut
tidak
termasuk
dalam
jenis
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
amdal.
a. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi amdal, baik yang ditetapkan dalam
peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
atau keputusan bupati/walikota sesuai kaidah
penetapan wajib amdal;
Catatan: Bupati/walikota atau Gubernur DKI
Jakarta atas pertimbangan ilmiah dapat
menetapkan suatu jenis usaha dan/atau
kegiatan
menjadi
wajib
amdal atas
pertimbangan daya dukung, daya tampung dan
serta tipologi ekosistem setempat menjadi lebih
ketat dari daftar jenis usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi amdal dalam peraturan
Menteri.
b. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak berlokasi di kawasan
lindung;
Catatan: Usaha dan/atau kegiatan yang
berbatasan dan/atau berlokasi di kawasan
lindung wajib dilengkapi amdal.
c. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak berlokasi di lokasi yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
(RTRW) dan/atau rencana tata ruang kawasan
setempat.
Catatan: Usaha dan/atau kegiatan yang
berlokasi tidak sesuai tata ruang wajib ditolak.
LANGKAH KEDUA
2. Pastikan bahwa potensi dampak dari rencana
usaha dan/atau kegiatan telah tersedia teknologi
untuk menanggulangi dampak tersebut.
Catatan: Jika tidak tersedia teknologi penanganan
dampak dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, maka kemungkinan rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut wajib dilengkapi
amdal.
LANGKAH KETIGA
10

3. Periksa peraturan yang ditetapkan oleh menteri


departemen sektoral
atau
kepala
lembaga
pemerintah non departemen (LPND) tentang jenis
usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL untuk
ditetapkan menjadi usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Catatan:
-Dalam hal menteri departemen sektoral atau
kepala lembaga pemerintah non departemen
(LPND)
belum
menetapkan
jenis
usaha
dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL, maka lakukan
penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib
UKL-UPL sebagaimana langkah keempat dan
langkah kelima.
- Dalam hal menteri departemen sektoral
atau
kepala
lembaga
pemerintah
non
departemen (LPND) telah menetapkan jenis
usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL tetapi
tidak dilengkapi dengan skala/besaran, atau
skala/besarannya
ditentukan
tetapi
tidak
ditentukan batas bawahnya,
maka
lakukan
penetapan
jenis usaha dan/atau kegiatan
wajib UKL-UPL sebagaimana langkah keempat
dan langkah kelima.
- Dalam
hal
terjadi
perubahan
terhadap
peraturan yang
ditetapkan
oleh menteri
departemen sektoral atau kepala lembaga
pemerintah non departemen (LPND) tentang
jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL,
maka ketentuan dalam langkah ketiga ini wajib
mengikuti
peraturan
yang mengalami
perubahan tersebut.
LANGKAH KEEMPAT
4. Lakukan penapisan rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut untuk memastikan bahwa
dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut memerlukan UKL-UPL atau SPPL dengan
menjawab pertanyaan berikut:
Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut akan memberikan dampak terhadap
lingkungan hidup dan memerlukan UKL-UPL
berdasarkan kriteria berikut:
Jenis kegiatan

Ya/Tidak
Jelaskan!

Skala/besaran/ukuran
Kapasitas produksi
Luasan lahan yang dimanfaatkan

11

Limbah dan/atau cemaran dan/atau dampak


lingkungan
Teknologi
digunakan

yang

tersedia

dan/atau

Jumlah komponen lingkungan hidup terkena


dampak
Besaran investasi
Terkonsentrasi atau tidaknya kegiatan
Jumlah tenaga kerja
Aspek sosial kegiatan
Sumber : Permen LH No. 13 Tahun 2010

Apabila diberikan jawaban "Ya" pada salah satu


kriteria tersebut, maka diindikasikan kegiatan
tersebut wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
LANGKAH KELIMA
5. Tetapkan jenis dan skala/besaran rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut wajib dilengkapi
dengan
UKL-UPL atau
surat
pernyataan
kesanggupan
pengelolaan
dan
pemantauan lingkungan hidup (SPPL).
Catatan:Pemerintah daerah dapat menetapkan
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan wajib
UKL-UPL di luar jenis usaha dan/atau kegiatan
wajib UKL- UPL yang ditetapkan oleh menteri
departemen sektoral atau kepala lembaga
pemerintah non departemen (LPND).
C. Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib
Tidaknya Suatu Rencana Usaha Dan/atau
Kegiatan memiliki AMDAL Menurut Lampiran II
Permen LH No. 5 Tahun 2012
Tata cara penapisan
untuk menentukan wajib
tidaknya suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
memiliki Amdal menurut Lampiran II Permen LH no. 5
tahun 2012 adalah sebagai berikut.
1. Pemrakarsa mengisi ringkasan informasi awal atas
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan.
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku
dan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru yang
ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 10
Tahun 2011.
2. Uji ringkasan informasi dengan daftar jenis
rencana usaha dan/ataukegiatan yang wajib
memiliki amdal (Lampiran I)
12

3. Jika:
a. rencana
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
diusulkan; atau
b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung
atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
yang;
TERMASUK dalam daftar pada lampiran I, maka:
4. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, disimpulkan wajib memiliki amdal.
5. Jika:
a. rencana
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
diusulkan; atau
b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung
atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
yang;
TIDAK TERMASUK dalam daftar pada lampiran I,
maka:
6. Uji lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan apakah
lokasi tersebut berada di dalam dan/atau
berbatasan langsung dengan kawasan lindung?
Catatan:
a. Gunakan daftar kawasan lindung pada Lampiran
III (kawasan lindung dimaksud wajib ditetapkan
sesuai ketentuan peraturan perundangan); dan
b. Gunakan kriteria berbatasan langsung dengan
kawasan lindung (Pasal 3 ayat (3)).
7. Jika:
a. rencana
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
diusulkan; atau
b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung
atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
yang
TIDAK BERADA di dalam dan/atau berbatasan
langsung dengan kawasan lindung, maka:
8. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, disimpulkanwajib memiliki UKL-UPL atau
SPPL (Lihat Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup tentang UKL-UPL dan SPPL).
9. Jika:
a. rencana
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
diusulkan; atau
b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung
atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
yang;
BERADA di dalam dan/atau berbatasan langsung
dengan kawasan lindung, maka:
10. Uji
ringkasan
informasi
dengan
kriteria
pengecualian atas jenis daftar jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
13

amdal yang berada dalam dan/atau berbatasan


langsung dengan kawasan lindung (Pasal 3 ayat
(4)).
11. Jika:
a. rencana
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
diusulkan; atau
b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung
atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
yang;
TERMASUK dalam kriteria pengecualian dalam
Pasal 3 ayat (4), maka:
12. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, disimpulkan wajib memiliki UKL-UPL
atau SPPL (Lihat Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang UKL-UPL dan SPPL).
13. Jika:
a. rencana
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
diusulkan; atau
b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung
atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
yang;
TIDAK termasuk dalam kriteria pengecualian
dalam Pasal 3 ayat (4), maka:
14. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, disimpulkan wajib memiliki Amdal.

14

Gambar 5.3. Bagan Alir Tata Cara Penapisan


untuk Menentukan Wajib Tidaknya Suatu
Rencana Usaha Dan/atau Kegiatan memiliki
AMDAL Menurut Lampiran II Permen LH No. 5
Tahun 2012
5.1.1.4. Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal (Bidang
Sumber Daya Air, terkait Daerah Irigasi) (Permen
LH No. 5 / 2012)
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan

15

2.

3.
4.

5.

6.

7.

8.

bagi proses pengambilan keputusan tentang


penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk
aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan
terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan
dampak terhadap lingkungan hidup.
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
Amdal.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
memiliki Amdal tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri LH No.5 Tahun 2012.
Untuk menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan
sebagaimana
dimaksud
diatas,
pemrakarsa
melakukan penapisan sesuai dengan tata cara
penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri tersebut. Terhadap hasil penapisan
tersebut, instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi,
atau kabupaten/kota menelaah dan menentukan
wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau Kegiatan
memiliki Amdal.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
memiliki Amdal dapat ditetapkan menjadi rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki
Amdal, apabila:
a. dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan
tersebut
dapat ditanggulangi berdasarkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan/atau
b. berdasarkan
pertimbangan
ilmiah,
tidak
menimbulkan
dampak
penting
terhadap
lingkungan hidup.
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
tersebut
wajib
memiliki
UKL-UPL
atau
suratpernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan
perundangundanganmengenai
jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki UKL-UPL atau surat pernyataankesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan bidang
Pekerjaan Umum, terkait Daerah irigasi Yang Wajib
Memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup mempertimbangkan skala/besaran kawasan
perkotaan (metropolitan, besar, sedang, kecil) yang
menggunakan kriteria yang diatur dalam peraturan
perundangan yang berlaku yang mengatur tentang
16

penyelenggaraan
penataan
ruang
(Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan
Penataan
Ruang)
atau
penggantinya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1.
Jenis Rencana Kegiatan bidang Pekerjaan Umum,
terkait Daerah irigasi, Yang Wajib Memiliki Amdal menurut
Permen LH No. 5 / 2012
Skala /
No. Jenis Kegiatan
Alasan Ilmiah Khusus
Besaran
2

Daerah Irigasi
a.
Pembangunan
dengan luas

baru

>
ha

3.000

b. Peningkatan
luas tambahan

dengan

>1.000 ha

c. Pencetakan sawah, luas


(perkelompok)

> 500 ha

Mengakibatkan perubahan iklim mikro dan


ekosistem kawasan
Selalu memerlukan bangunan utama
(headworks) dan bangunan penunjang
(oppurtenants structures) yang besar
sehingga berpotensi untuk mengubah
ekosistem yang ada
Mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja
yang signifikan pada daerah sekitarnya,
baik pada saat pelaksanaan maupun
setelah pelaksanaan
Membutuhkan pembebasan lahan yang
besar sehingga berpotensi menimbulkan
dampak sosial
Menyesuaikan den PP No. 20 Tahun 2006
tentang irigasi, terkait kewenangan dan
tanggung jawab Pemerintah Pusat untuk
pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi dengan luas > 3.000 Ha
Berpotensi menimbulkan dampak negatif
akibat
perubahan
ekosistem
pada
kawasan tersebut.
Memerlukan bangunan tambahan yang
berpotensi untuk mengubah ekosistem
yang ada.
Mengakibatkan mobilisasi manusia yang
dapat menimbulkan dampak sosial.
Perubahan neraca air
Memerlukan alat berat dalam jumlah yang
cukup banyak.
Perubahan Tata Air.

Sumber : Lampiran I Permen LH No. 5 / 2012

5.1.1.5.. . .Kegiatan Bidang PU yang Wajib Dilengkapi


UKL-UPL (terkait Daerah Irigasi) (Permen PU No.
10/PRT/M/2008)
Peraturan Menteri ini sebagai kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup
bidang Pekerjaan Umum.
Tujuan diberlakukannya Peraturan Menteri ini untuk
memberikan acuan dan kemudahan penyaringan
kegiatan
yang
wajib
dilengkapi
dengan
UKPL/UPLberdasarkan pengalaman, perkembangan ilmu
17

pengetahuan dan teknologidalam pembangunan yang


berkelanjutan.
Jenis usaha da/atau kegiatan Bidang Pekerjaan Umum
khususnya tentang Daerah Irigasi DI yang wajib
dilengkapi UKL-UPL dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 5.2.
Jenis Rencana Kegiatan bidang Pekerjaan Umum,
terkait Daerah irigasi,
Yang Wajib Memiliki UKL-UPL
menurut Permen PU No. 10/PRT/M/2008
N
o.
2

Skala /
Besara
n

Jenis
Kegiatan
Daerah Irigasi
a. Pembangunan
baru dengan
luas

500 ha
s/d
<
2.000 ha

Pertimbangan Ilmiah

Perubahan bentang alam dan


bentuk
lahan, meningkatnya pengusahaan
dan
pemanfaatan sumber daya air yang
berpengaruh pada penurunan
ketersediaan sumber daya air,
pengaruh
lingkungan sosial, ekonomi budaya
masyarakat
b. Peningkatan
500 ha Perubahan bentang alam dan
dengan luas
s/d
< bentuk
1.000 ha lahan, meningkatnya pemanfaatan
sumber daya air, pengaruh
lingkungan
sosial,
ekonomi
budaya
masyarakat.
c. Pencetakan
100 ha Perubahan lingkungan alam/lahan,
sawah,
luas s/d
< meningkatnya pengusahaan dan
(perkelompok 500 ha
pemanfaatan sumber daya air,
)
pengaruh
lingkungan sosial, ekonomi budaya
masyarakat.
Sumber : Lampiran Permen PUNo.10 /PRT/M/ 2008

Alasan Khusus

Perubahan ekosistem kawasan


neraca air, pencemaran pestisida,
timbulnya potensi erosi dan
sedimentasi, pemanfaatan sumber
daya air, perubahan sosial
ekonomi dan budaya.

Perubahan
neraca
air,
peningkatapencemar-an
pestisida,
timbulnya
potensi erosi dan sedimentasi,
timbulnya potensi konflik
perubahan sosial ekonomi.
Perubahan ekosistem lingkungan
neraca air, perubahan sosial
ekonomi dan budaya.

5.1.1.6......Pedoman Penyusunan Dokumen UKL-UPL


(dalam Permen LH 16/2012)
1. Dokumen lingkungan hidup terdiri atas:
a. dokumen amdal;
b. formulir UKL-UPL; dan
c. SPPL.
2. Dokumen Amdal dan formulir UKL-UPL merupakan
persyaratan mengajukan permohonan izin lingkungan.
3. Formulir UKL-UPL memuat:
a. identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. dampak lingkungan yang akan terjadi, dan
program
18

c. pengelolaan serta pemantauan lingkungan;


d. jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan ingkungan hidup yang dibutuhkan;
dan
e. pernyataan
komitmen
pemrakarsa
untuk
melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
formulir UKL-UPL.
f. Daftar Pustaka; dan
g. Lampiran
4. Pengisian formulir UKL-UPL dilakukan sesuai dengan
pedoman pengisian formulir UKL-UPL sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV Permen LH 16/2012
sebagai berikut.
A.
1.
2.

Identitas Pemrakarsa
Nama Pemrakarsa *)
Alamat Kantor, kode pos, No.
Telp dan Fax. email.

*) Harus ditulis dengan jelas identitas pemrakarsa, termasuk institusi


dan orang yang bertangggung jawab atas rencana kegiatan yang
diajukannya. Jika
tidak
ada
nama
badan
usaha/instansi
pemerintah, hanya ditulis nama pemrakarsa (untuk perseorangan)
B.
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
1
2

Nama Rencana Usaha dan/atau


Kegiatan
Lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan
dan dilampirkan peta
yang
sesuai
dengan
kaidah
kartografi dan/atau ilustrasi lokasi
dengan skala yang memadai.
Skala/Besaran
rencana
usaha
dan/atau Kegiatan

Keterangan:
Tuliskan ukuran luasan dan atau panjang
dan/atau volume dan/atau kapasitas atau
besaran lain yang dapat digunakan untuk
memberikan
gambaran
tentang
skala
kegiatan. Sebagai contoh antara lain:
1. Bidang Industri: jenis dan kapasitas
produksi,
jumlah
bahan
baku
dan
penolong, jumlah penggunaan energi dan
jumlah penggunaan air
2. Bidang
Pertambangan:
luas
lahan,
cadangan dan kualitas bahan tambang,
panjang dan luas lintasan uji seismik dan
jumlah bahan peledak
3. Bidang Perhubungan: luas, panjang dan
volume fasilitas perhubungan yang
akan
dibangun,
kedalaman tambatan
dan
bobot kapal sandar dan ukuran-ukuran
lain
yang
sesuai
dengan
bidang
perhubungan
4. Pertanian:
luas
rencana
usaha

19

dan/atau
kegiatan,
kapasitas
unit
pengolahan, jumlah bahan baku dan
penolong, jumlah penggunaan energi dan
jumlah penggunaan air
5. Bidang
Pariwisata:
luas
lahan
yang
digunakan, luas fasiltas pariwisata yang
akan dibangun, jumlah kamar, jumlah
mesin laundry, jumlah hole, kapasitas
tempat duduk tempat hiburan dan jumlah
kursi restoran
6. Bidang-bidang lainnya

4.

Garis besar komponen rencana usaha dan/atau kegiatan


Pada bagian ini pemrakarsa menjelaskan:
a. Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang
Bagian ini menjelaskan mengenai Kesesuaian lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang sesuai
ketentuan peraturan perundangan. Informasi kesesuaian lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang
seperti tersebut di atas dapat disajikan dalam bentuk peta
tumpang susun (overlay) antara peta batas tapak proyek rencana
usaha dan/atau kegiatan dengan peta RTRW yang berlaku dan
sudah
ditetapkan (peta
rancangan RTRW
tidak
dapat
dipergunakan).
Berdasarkan hasil
analisis
spasial
tersebut,
pemrakarsa
selanjutnya menguraikan secara singkat dan menyimpulkan
kesesuaian tapak proyek dengan tata ruang apakah seluruh
tapak proyek sesuai dengan tata ruang, atau ada sebagian yang
tidak sesuai, atau seluruhnya tidak sesuai. Dalam hal masih ada
hambatan atau keragu-raguan terkait informasi kesesuaian
dengan RTRW, maka pemrakarsa dapat meminta bukti
formal/fatwa dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
penataan ruang seperti BKPTRN atau BKPRD. Bukti-bukti yang
mendukung kesesuaian dengan tata ruang wajib dilampirkan.
Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, maka formulir UKL-UPL tersebut
tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan pasal
14 ayat (3) PP No. 27 Tahun 2012.
Disamping itu, untuk jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
tertentu,
pemrakarsa
harus
melakukan
analisis
spasial
kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta
indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang tercantum dalam
Inpres Nomor 10 Tahun 2011, atau peraturan revisinya maupun
terbitnya ketentuan baru yang mengatur mengenai hal ini.
Berdasarkan hasil analisis spatial tersebut, pemrakarsa dapat
menyimpulkan apakah lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut berada dalam atau di luar kawasan hutan alam primer
dan lahan gambut yang tercantum dalam PIPIB. Jika lokasi
rencana usaha/atau kegiatan tersebut berada dalam PIPIB,
kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang dikecualikan
seperti yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011,
20

maka formulir UKL-UPL tersebut tidak dapat diproses lebih


lanjut. Kesesuaian terhadap lokasi rencana usaha dan atau
kegiatan berdasarkan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB)
yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, berlaku
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak Instruksi Presiden ini
dikeluarkan.
b. Penjelasan mengenai persetujuan prinsip atas rencana kegiatan.
Bagian ini menguraikan perihal adanya persetujuan prinsip yang
menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip
dapat dilakukan dari pihak yang berwenang. Bukti formal atas
persetujuan prinsip tersebut wajib dilampirkan.
c. Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat
menimbulkan dampak lingkungan
Dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan komponen-komponen
rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diyakini dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Uraian tersebut
dapat menggunakan tahap pelaksanaan proyek, yaitu tahap prakonstruksi, kontruksi, operasi dan penutupan/pasca operasi.
Tahapan proyek tersebut disesuaikan dengan jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan.
(Catatan: Khusus untuk usaha dan/atau kegiatan yang
berskala besar, seperti antara lain: industri kertas, tekstil dan
sebagainya, lampirkan pula diagram alir proses yang disertai
dengan keterangan keseimbangan bahan dan air (mass
balance dan water balance))
C. Dampak
Lingkungan
yang
ditimbulkan
dan
Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup
Bagian ini pada dasarnya berisi satu tabel/matriks, yang
merangkum mengenai:
1. Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha
dan/atau kegiatan
Kolom Dampak Lingkungan terdiri atas empat sub kolom
yang berisi informasi:
a. sumber dampak, yang diisi dengan informasi mengenai
jenis subnkegiatan penghasil dampak untuk setiap tahapan
kegiatan (pra- kontruksi, konstruksi, operasi dan pasca
operasi);
b. jenis dampak, yang diisi dengan informasi tentang seluruh
dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pada
setiap tahapan kegiatan; dan
c. besaran dampak, yang diisi dengan informasi mengenai:
untuk parameter yang bersifat kuantitatif, besaran dampak
harus dinyatakan secara kuantitatif.
2. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup
Kolom Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri atas tiga
sub kolom yang berisi informasi:
a. bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi
21

dengan informasi mengenai bentuk/jenis pengelolaan


lingkungan hidup yang direncanakan untuk mengelola
setiap dampak lingkungan yang ditimbulkan;
b. lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai lokasi dimana pengelolaan lingkungan
dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi
yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan lebih
jelas dalam peta pengelolaan lingkungan pada lampiran
UKL-UPL); dan
c. periode pengelolaan lingkungan hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk
upaya pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan.
3. Bentuk upaya pemantauan lingkungan hidup
Kolom Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup terdiri atas
tiga sub kolom yang berisi informasi:
a. bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi
dengan informasi mengenai cara, metode, dan/atau
teknik
untuk melakukan pemantauan atas kualitas
lingkungan hidup yang menjadi indikator kerberhasilan
pengelolaan lingkungan hidup (dapat termasuk di dalamnya:
metode pengumpulan dan analisis data kualitas lingkungan
hidup, dan lain sebagainya);
b. lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai lokasi dimana pemantauan lingkungan
dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi
yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan lebih
jelas dalam peta pemantauan lingkungan pada lampiran
UKL-UPL); dan
c. periode pemantauan lingkungan hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk
upaya pemantauan lingkungan hidup yang direncanakan.
4. Institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup
Kolom Institusi Pengelola dan Pemantauan Lingkungan Hidup,
yang diisi dengan informasi mengenai berbagai institusi yang
terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan
lingkungan hidup yang akan:
a. melakukan/melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan hidup;
b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup; dan
c. menerima
pelaporan
secara
berkala
atas
hasil
pelaksanaan komitmen pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan lingkup tugas
instansi yang bersangkutan, dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dalam bagian ini, Pemrakarsa dapat melengkapi dengan peta, sketsa,
atau gambar dengan skala yang memadai terkait dengan program
pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Peta yang disertakan harus
memenuhi kaidah-kaidah kartografi.
22

D. Jumlah dan Jenis Izin IZIN PPLH yang Dibutuhkan


Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan
memerlukan izin PPLH, maka dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan
daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang dibutuhkan berdasarkan upaya pengelolaan lingkungan
hidup.
E. Surat Pernyataan
Bagian
ini
berisi
pernyataan/komitmen
pemrakarsa
untuk
melaksanakan UKL-UPL yang ditandatangani di atas kertas bermaterai.
F. Daftar Pustaka
Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang
digunakan dalam penyusunan UKL-UPL baik yang berupa buku,
majalah, makalah, tulisan, maupun laporan hasil-hasil penelitian.
Bahan-bahan pustaka tersebut agar ditulis dengan berpedoman
pada tata cara penulisan pustaka.
G. Lampiran
Formulir UKL-UPL juga dapat dilampirkan data dan informasi lain yang
dianggap perlu atau relevan, antara lain:
1. bukti formal yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan
tersebut secara prinsip dapat dilakukan;
2. bukti formal bahwa rencana lokasi Usaha dan/atau Kegiatan
telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku (kesesuaian
tata ruang ditunjukkan dengan adanya surat dari Badan Koordinasi
Perencanaan Tata Ruang Nasional (BKPTRN), atau instansi lain yang
bertanggung jawab di bidang penataan ruang);
3. informasi detail lain mengenai rencana kegiatan (jika dianggap
perlu);
4. peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi
lokasi dengan skala yang memadai yang menggambarkan lokasi
pengelolaan lingkungan hidup dan lokasi pemantauan lingkungan
hidup; dan
5. data dan informasi lain yang dianggap
perlu.
5.1.1.7.....Pemeriksaan dan Penilaian Dokumen UKLUPL (dalam Lampiran VIII Permen LH 08/2013)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang izin Lingkungan, proses izin lingkungan
juga diintegrasikan dalam pemeriksaan UKL-UPL.
Pemeriksaan UKL-UPL dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut.
1. penerimaan
dan
pemeriksaan
administrasi
permohonan izin lingkungan dan UKL-UPL;
2. pemeriksaan substansi UKL-UPL

23

Tabel 5.3.

N
o
A

Panduan Uji Administrasi Permohonan Izin


Lingkungan dan UKL-UPL

Kelengkapan Administrasi
Permohonan Izin
Lingkungan
1. Dokumen pendirian usaha
atau kegiatan
2. Profil Usaha atau kegiatan
3. Formulir UKL-UPL
Formulir UKL-UPL
1. Periksa ada tidaknya bukti
formal
bahwa
rencana
lokasi
usaha
dan/atau
kegiatan
telah
sesuai
dengan rencana tata ruang
yang berlaku

2.

Ada

Tida
k
ada

Keterangan

(kolom ini diisi dengan


penjelasan yang dianggap
perlu, misal :
a. Kesimpulan adanya bukti
adalah
dengan
dilampirkannya
overlay
lokasi
rencana
kegiatan
dengan peta tata ruang
yangberlaku oada lampiran
dalam dokumen;
b.
Kesesuaian
tat
ruang
ditunjukkan dengan adanya
surat dari Badan Koordinasi
Perencanaan Tata Ruang
Nasional atau instansi lain
yang bertanggung jawab
dibidang penataan ruang;
dan/atau
c. Referensi bukti lainnya)

Periksa apakah formulir


UKL-UPL yang disampaikan
untuk
usaha
dan/ataukegiatanyang
masih
dalam
tahap
perencanaan atau tidak ?

Catatan :
Apabila Usaha atau kegiatan
yang diajukan untuk diperiksa
formulir UKL_UPL nya telah
dilakukan
pra
konstruksi,
konstruksi, operasi dan/atau
pasca operasi, maka usaha
dan/atau
kegiatan
tersebutwajib ditolak formulir
UKL-UPL nya serta tidak
dapat dilakukan pemeriksaan

24

N
o

Kelengkapan Administrasi
UKL-UPL.
Terhadap
usaha
dan/atau kegiatan tersebut
dilakukan mekanisme lainnya
sesuai
peraturan
perundangan yang berlaku.
3. Periksa adanya bukti
formal yang menyatakan
bahwa jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan secar
prinsip dapat dilakukan

Ada

Tida
k
ada

Keterangan

(kolom diisi dengan keterangan


bahwa kesimpulan adanya
bukti formal tersebut didukung
dengan adanya kopi bukti
tersebut pada lampiran dalam
dokumen)

4. Data dan informasi lain


yang dianggap perlu dan
relevan
5. Muatan formulir UKL-UPL
sudah
sesuai
dengan
pedoman
penyusunan
formulir UKL-UPL. Muatan
tersebut adalah :
a. Identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha
dan/ataukegiatan;
c. dampak lingkungan
yang akan terjadi dan
program pengelolaan
serta pemantauan
lingkungan
d. jumlah dan jenis izin
PPLH yang dibutuhkan;
e. pernyataan komitmen
pemrakarsa untuk
melaksanakan
ketentuan
yangtercantum dalam
formulir UKL-UPL;
f. daftar pustaka;
g. lampiran
6. Matriks atau tabel UKL-UPL
memuat elemen-elemen :
a. Dampak
lingkungan
yang terjadi, yang terdiri
atas :
1) Sumber dampak
2) Jenis dampak
3) Besaran dampak
b. upaya
pengelolaan
lingkungan hidup, yang
terdiri atas :
1) bentuk
upaya
pengelolaan
lingkungan hidup
2) lokasi pengelolaan

25

N
o

Kelengkapan Administrasi

Ada

Tida
k
ada

Keterangan

lingkungan hidup
3) periode pengelolaan
lingkungan hidup
c. upaya
pemantauan
lingkungan hidup, yang
terdiri atas :
1) bentuk upaya
pemantauan
lingkungan hidup
2) lokasi pemantauan
lingkungan hidup
3) periode pemantauan
lingkungan hidup
d. instansipengelolaan
lingkungan hidup
7.
Peta
pengelolaan
lingkungan hidup
8. Matriks rencana
pemantauan yangmemuat
elemen :
a. Dampak yang
dipantau
b. Bentuk pemantauan
lingkungan hidup
c. Institusi pemantau
lingkungan hidup
9.
Peta
pemantauan
lingkungan hidup
Sumber : Permen LH No. 8 Tahun 2013

Tabel 5.4.

Panduan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL

No
.

Kriteria rekomendasi
Persetujuan UKL-UPL

Rencana
tata
ruang
sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan

Kebijakan di bidang perlindungan


dan
pengelolaan
lingkungan
hidup serta sumber daya alam
yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.

Hasil
Pemeriks
aan

Keterangan
Pemeriksa
UKL-UPL
wajib
menilai
keseuaian
lokasi
rencana
kegiatan
dengan
rencana
tata
ruang
dan
keseuaian
dengan
peta
indikatif penundaan izin baru
(PIPIB) yang tercantum dalam
Inpres no. 6 tahun2013, atau
peraturan revisinya maupun
terbitnya ketentuan baru yang
mengatur tentang hal ini.

26

No
.

Kriteria rekomendasi
Persetujuan UKL-UPL

Kepentingan
pertahanan
keamanan
Kemampuan pemrakarsa yang
bertanggung
jawab
dalam
menanggulangi dampak negatif
yang akan ditimbulkan dari
kegiatan yang direncanakan.
Rencana
kegiatan
tidak
menggangu nilai-nilai sosial atau
pandangan masyarakat (emic
view)
Rencana kegiatan tidak akan
mempengaruhi
dan/atau
mengganggu
entitas
ekologis
yang merupakan :

Hasil
Pemeriks
aan

Keterangan

a. Entitas
dan/atau
spesies
kunci
b. Memiliki nilai penting secara
ekologis
(ecological
importance)
c. Memiliki nilai penting secara
ekonomi
(economic
importance)
d. Memiliki nilai penting secara
ilmiah (scientific importance)
7
Rencana
kegiatan
tidak
menimbulkan gangguan terhadap
kegiatan yang telah berada di
sekitar rencana likasi kegiatan.
8
Tidak dilampauinya daya dukung
dan daya tampung lingkungan
hidup
dari
lokasi
rencana
kegiatan, dalam hal terdapat
perhitungan daya dukung dan
daya
tampung
lingkunagn
dimaksud.
Sumber : Permen LH No. 8 Tahun 2013

5.1.2...........................................................Sistem Irigasi
Pengelolaan Sumber
Daya
Air
dilakukan
secara
menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan
hidup
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya
air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat seperti yang diamanatkan dalam UU No 7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air. Sedangkan beberapa turunan
peraturannya antara lain: Peraturan Pemerintah No 20 tahun
2006 tentang Irigasi, Peraturan Pemerintah No 42 tahun
2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Peraturan
Pemerintah
No 43 tahun
2008 tentang
Air Tanah,
27

Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum No 390jPRTjMj2008
tentang
Penetapan
status
daerah
irigasi
yang
pengelolaaannya menjadi kewenangan dan tanggung jawab
Pemerintah,
pemerintah
provinsi
dan
pemerintah
kabupaten/kota.
Dengan pembatalan Undang Undang No.7 Tahun 2004
tentang sumber daya air bahwa sumber daya air perlu
dimanfaatkan, dikelola secara terpadu dengan pengaturan
yang bersifat spesifik, dari hulu hingga hilir yang berwawasan
lingkungan, dasar perencanaan di bidang sumber daya air
kembali ke Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang
No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Menurut
definisinya
Irigasi
adalah
usaha penyediaan,
pengaturan,
dan
pembuangan
air untuk
menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi
rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak. Undang Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air
mengatur
kewenangan
dan
tanggungjawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan
sistem irigasi. Pengembangan sistem irigasi primer dan
sekunder dengan luas 1.000 - 3.000 Ha dan sistem irigasi
dengan luas < 1.000
Ha yang lintas kabupaten menjadi tanggungjawab dan
kewenangan
pemerintah
provinsi. Pengembangan sistem
irigasi primer dan sekunder dengan luas < 1.000 Ha dan yang
utuh dalam
kabupatenjkota
menjadi
tanggung
jawab
pemerintah kabupatenjkota yang bersangkutan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006
tentang
Irigasi,
pemerintah provinsi
berwenang
dan
bertanggungjawab
melaksanakan pengelolaan
sistem
irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya
1.000 - 3.000 Ha atau daerah irigasi yang bersifat lintas
kabupatenjkota. Pemerintah kabupaten / kota berwenang dan
bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan sistem irigasi
primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya kurang
dari 1.000 Ha.
Pengertian

Irigasi
adalah
usaha penyediaan,
pengaturan
dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air
bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.
Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat
air dari satu jaringan irigasi.
Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan
pelengkapnya
yang
merupakan satu
kesatuan yang
diperlukan
untuk penyediaan, pembagian, pemberian,
penggunaan dan pembuangan air irigasi.
28

laringan Irigasi Primer adalah bagian dari jaringan irigasi


yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/prirner,
saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi
sadap, bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya.
Jaringan
Irigasi Sekunder adalah bagian dari jaringan
irigasi yang terdiri dari saluran sekunder,
saluran
pembuangannya,
bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,
bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya.
Pengelolaan Jaringan
Irigasi
adalah kegiatan yang
meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan
irigasi di daerah irigasi.
Pemeliharaan
Jaringan
Irigasi
adalah
upaya
menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu
dapat
berfungsi
dengan baik guna memperlancar
pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.
Rehabilitasi
Jaringan Irigasi
adalah kegiatan perbaikan
jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan
irigasi seperti semula.
Peningkatan
Jaringan
Irigasi
ialah
meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan.

kegiatan

Saluran Tersier adalah saluran yang berhubungan langsung


dalam pelayanan air dengan lahan pertanian.
Saluran Utama adalah saluran yang menghubungkan
saluran tersier dengan sungai, yang terdiri antara lain saluran
sekunder dan saluran primer.
Adapun
kewenangan
pengelolaan
jaringan
irigasi
berdasarkan Peraturan Pemerint ah No. 20 Tahun 2006
tentang Irigasi dan Kepmen PU No 390/KPTS/M/2007 adalah
sebagai berikut:
1. Daerah Irigasi (D1) dengan luas <1000 Ha menjadi
wewenang dan tanggung jawab kabupaten/kota dalam
pengelolaannya;
2. Daerah Irigasi (Dl) dengan luas 1000 Ha sampai
dengan 3000 Ha menjadi wewenang dan tanggung jawab
provinsi dalam pengelolaannya; dan
3. Daerah lrigasi (Dl) dengan luas >3000 Ha menjadi
wewenang
dan tanggung
jawab Pusat dalam
pengelolaannya.
Meskipun telah dilakukan Operasi dan Pemeliharaan yang
sebaik-baiknya, secara alami jaringan
irigasi cenderung
mengalami penurunan tingkat layanan akibat waktu (umur
prasarana dan sarana) sampai pada tahapan kritis tingkat
iayanan menurun tajam dari rencana semula yang berakibat
pada penurunan kinerja. Untuk menangulangi hal tersebut,
dalam jangka waktu tertentu perlu dilakukan upaya-upaya
29

rehabilitasi guna menqernbatikan kemampuan layanan jaringan


irigasi sesuai dengan desain rencana.
Rehabilitasi adalah suatu proses perbaikan sistem jaringan
yang meliputi perbaikan
fisik
atau
non-fisik
untuk
mengembalikan tingkat
pelayanan sesuai desain semula,
maksimum yang pernah dicapai atau sesuai dengan kondisi
lapangan.
Sesuai dengan kebijakan Pemerintah dana OAK untuk
kegiatan rehabilitasl sistem
irigasi yang
menjadi
kewenangan dan tangung jawab pemerintah daerah hanya
dikhususkan untuk kegiatan fisiko
Kegiatan rehabilitasi sistem irigasi secara umum dilakukan
antara lain untuk jenis-jenis bangunan:

Bendungan/waduk/reservoir/embung/situ
tampungan air iainnya untuk keperluan air irigasi;

dan

Bangunan utama bendung/intake,dll);


Saluran (induk, primer, sekunder, tersier, pembuang /
drainase, suplesi, dll);

Bangunan pelengkap lainnya (bangunan bagi/sadap,


pintu air, gorong gorong, talang, siphon, pintu bilas,
jembatan dan jalan inspeksi, got, saluran drainase,
kantong lumpur, dll).

5.1.3.Pendekatan Teknis
Pada
pendekatan
teknis
akademis,
kajian
dilakukan
berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teori dalam menyusun
konsep pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Pendekatan secara teknis ini dapat dilakukan dengan
melakukan kajian secara teoritis dan komparatif penyusunan
kebijakan dan strategi terdahulu maupun kebijakan di atasnya,
sesuai aspek-aspek terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup. Target prioritas dari pendekatan ini adalah memperoleh
informasi dan data pengelolaan dan pemantauan yang lebih
baik yang lebih tepat sasaran.
5.1.4.Pendekatan Aktual
Pendekatan aktual lebih mengarah kepada identifikasi kondisi
saat ini mengenai kondisi wilayah studi. Kecenderungan dari
pendekatan ini yaitu mencoba untuk menjabarkan isu
lingkungan aktual yang berkembang di wilayah studi pada saat
ini, sehingga dapat digunakan sebagai pendekatan untuk
menjaring input permasalahan yang dihadapi dalam mengelola
kawasan itu sendiri.
30

Pendekatan aktual ini dapat dilakukan dengan menjaring isu-isu


yang berkembang dan diperoleh dari kajian-kajian sebelumnya
yang terkait dengan berbagai aspek terkait pengelolaan
wilayah studi, serta perubahan-perubahan kondisi lingkungan
hidup yang perlu diantisipasi di masa mendatang. Penjaringan
isu ini dapat sebagai dasar awal bagi pengkajian lebih lanjut
dalam menyusun pola konsep kebijakan yang ideal, dengan
melakukan
pengamatan
langsung
kondisi
di
obyek
pengamatan. Kegiatan ini antara lain dilakukan dengan
melakukan survei dan pengambilan sampling pada beberapa
lokasi yang ditentukan, dan merekam isu dan kondisi terkini
yang terjadi, kemudian merumuskan identifikasi permasalahan
untuk dijabarkan dalam tahap analisis dan perumusan konsep
pengelolaan dan pemantauan.

5.1.5.Pendekatan Partisipatif
Pada pendekatan partisipatif, kajian dirumuskan dengan
melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan
pengelolaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan
dan saran pemangku kepentingan di daerah, dimana dapat
diperoleh feedback berupa pemberian informasi yang tepat
sasaran dan sesuai dengan demand dan kondisi aktual di
lapangan.
Dalam
pendekatan
secara
partisipatif
ini,
keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dilakukan
secara aktif dan dapat dilakukan dalam berbagai cara antara
lain wawancara maupun kuesioner. Hasil penyusunan konsep
kebijakan dan strategi tersebut tentunya perlu disosialisasikan
kepada para pemangku kepentingan selaku penerima langsung
maupun tidak langsung atas konsep baru ini, yang kemudian
sekaligus akan mengawasi jalannya konsep baru tersebut
(monitoring).
5.2. METODOLOGI
5.2.1. Metodologi Penyusunan Pekerjaan
Secara umum, pekerjaan UKL-UPL Rehabilitasi Daerah Irigasi ini, melalui
proses sebagai berikut:
PERSIAPAN

PELAKSANAAN

HASIL

Mobilisasi Tim Kerja


Studi literatur/Referensi
Review kebijakan

Survey lokasi
Pengambilan sampling
Kompilasi Data
Analisis

Laporan UKL-UPL Rehabilitasi Daerah Irigasi

31

Gambar 5.4. Alur Tahapan Pekerjaan


Dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan, maka berdasarkan ketiga
proses dasar tersebut disusun suatu tahapan pekerjaan yang secara
garis besar meliputi :
1. Persiapan
2. Pengumpulan data
3. Analisis data
4. Penyusunan UKL UPL
5. Pelaporan/Pembahasan
Dalam setiap tahapan-tahapan tersebut dapat dijabarkan metodemetode yang digunakan untuk memperoleh pencapaian yang
diharapkan. Penerapan metode yang digunakan dalam tahapan yang
direncanakan adalah :
a. Persiapan Pekerjaan
1. Metode persiapan:
- Briefing awal
- Diskusi internal tim
2. Keterlibatan :
- Tim Konsultan
3. Perangkat :
- Kerangka Acuan Kerja (KAK)
- Materi Usulan Teknis
4. Sasaran :
- Penjelasan tugas masing-masing tenaga ahli
- Penyempurnaan jadwal dan metode kerja
- Koordinasi pembagian tugas
b. Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan data primer
a. Pengamatan/observasi lapangan
1) Metode pelaksanaan:
Survey ke lapangan
2) Sumber pengumpulan data:
Di lokasi Daerah Irigasi
3) Keterlibatan :
Tim Konsultan & Tim Teknis
4) Perangkat :
Kamera/video
5) Sasaran :
- Profil lingkungan hidup lokasi survey
- Identifikasi kondisi aktual lingkungan hidup dilihat dari
berbagai aspek terkait
- Rekaman (foto/video)
b. Wawancara
1) Metode pelaksanaan:
- Wawancara
terstruktur
(dengan
kuesioner/panduan)
- Wawancara bebas (dialog)
- Pengambilan sample
32

2) Sumber pengumpulan data:


- Kantor BLH dan PSDA
- Instansi-instansi terkait dengan aspek yang dikaji
- Masyarakat P3A selaku penerima hasil rehabilitasi
Daerah Irigasi
3) Keterlibatan :
- Tim Konsultan
- Pemda BLH dan PSDA
- Perangkat instansi terkait
- Masyarakat
4) Perangkat :
- Kuesioner/daftar pertanyaan
- Kamera & Tape recorder
5) Sasaran :
- Pola pengelolaan dan pemantauan Daerah irigasi saat
ini
- Sample air, tanah dan udara
- Respon
dan
tanggapan
masyarakat
terhadap
pengelolaan selama ini
2. Pengumpulan data sekunder
a. Survei data instansi
1) Sumber pengumpulan data:
- Instansi terkait : BLH dan PSDA
- Biro Pusat Statistik
2) Keterlibatan :
- Tim Konsultan
3) Perangkat :
- Daftar kebutuhan data
4) Sasaran :
- Kebijakan daerah terkait pengelolaan kawasan Daerah
Irigasi
- Data statistik terkait
- Peta, gambar atau denah pendukung.
b. Studi literatur
1) Metode pengumpulan data:
- Kajian/studi akademis
- Studi literatur internet
- Studi literatur pustaka
2) Keterlibatan :
- Tim Konsultan
3) Perangkat :
- Daftar kebutuhan data
c. Analisis Data
1) Metode analisis :
- Kompilasi dan kategorisasi data
- Analisis data kualitatif
- Analisis data kuantitatif
- Identifikasi permasalahan dan isu terkini
2) Keterlibatan :
33

- Tim Konsultan
3) Perangkat :
- Data hasil survey dan wawancara(data primer)
- Data hasil studi literatur (data sekunder)
- Data hasil penelitian laboratorium
4) Target :
- Pengelompokan data
- Identifikasi permasalahan
- Analisis penajaman aspek pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
d. Perumusan Hasil Kajian
1) Metode perumusan :
- Perumusan konsep pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup Rehabilitasi Daerah Irigasi
2) Keterlibatan :
- Tim Konsultan
3) Perangkat :
- Hasil analisis
4) Target :
- Perumusan hasil analisis pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup Rehabilitasi Daerah Irigasi
e. Pelaporan & Diskusi
Metode
- ALUR
Rapat
Pembahasan
TAHAPAN
METODE
KETERLIBATAN
2) Keterlibatan :
- Tim Konsultan
Briefing awal
Konsultan
PERSIAPAN
- Tim
Teknis
Diskusi Internal Tim
3) Perangkat :
- Laporan Pendahuluan, Antara, Laporan Draft Final, dan
Laporan Final
DATA PRIMER
Konsultan
Observasi
Lapangan
Tim Teknis
4) Target
:
PENGUMPULAN DATA
Wawancara
Pemda/instansi daerah
- Dokumen Pelaporan
Masyarakat
- Masukan substansi dalam Rapat Pembahasan

ANALISIS DATA

DATA SEKUNDER
Survei data
instansi
Studi literatur

Konsultan
Instansi pemerintahan
Instansi lainnya

Seleksi dan kategorisasi data


Visualisasi data
Analisis data

Konsultan

ALTERNATIF PENAJAMAN ASPEK


PERUMUSAN HASIL KAJIAN

Konsultan

KONSEP/DRAFT
UKL - UPL

PENYEMPURNAAN
KONSEP

Revisi penajaman UKL-UPL

Konsultan
Tim Teknis

34
FINALISASI
KONSEP KEMITRAAN
KONSEP

Konsultan
Tim Teknis

Gambar 5.5. Bagan Alir Metode Pelaksanaan Kajian

5.2.2. Metodologi dalam penyusunan dokumen


5.2.2.1.
Pendekatan Teknologi
Pada hakekatnya seluruh dampak lingkungan komponen fisik
dapat
ditanggulangi
dengan
pendekatan
teknologi.
Pendekatan perekayasaan ini dimungkinkan untuk komponen
fisik dan biologis. Untuk komponen fisik penanganannya
menggunakan pendekatan techno engineering dan biologis
menggunakan bio engineering. Pendekatan ini merupakan
pendekatan teknologi yang digunakan untuk mengelola
dampak penting terhadap lingkungan hidup, yaitu :
a. Pendekatan teknologi untuk udara ambient (debu dan gas)
dan kebisingan dilakukan dengan melakukan penanaman
buffer zone (tanaman penyangga) sepanjang jalan yang
dilewati alat-alat angkutan dan operasional.
b. Untuk iklim (suhu dan kelembaban udara), perubahan
kualitas tanah dan erosi dilakukan dengan melakukan
perhitungan dampak yang akan terjadi dari kegiatan
operasional pelabuhan, sehingga peruntukan lahan tidak
akan terganggu dan segera mungkin melakukan upaya
pengelolaan lingkungan bila terjadi dampak yang timbul
dari kegiatan tersebut.
c. Pendekatan teknologi untuk pengelolaan kualitas air
sungai
yaitu dengan melakukan upaya pengelolaan
terhadap proses erosi tanah baik dari lahan yang terbuka
atau penyaliran dari stockpile agar tidak langsung masuk
ke badan sungai.
d. Untuk komponen biologi (biota perairan) yaitu dengan
melakukan pengelolaan terhadap wilayah habitat biota
perairan, juga dengan menanam tanaman mangrove
swarm (bakau rawa) yang fungsinya bisa menyerap logam
dasar maupun logam berat yang terdapat pada sungai,
dan juga sebagai habitat biota sungai.
e. Pendekatan teknologi untuk perekonomian, proses
disosiatif dan sikap persepsi masyarakat adalah dengan
melakukan pendekatan musyawarah yang dipadukan
dengan pendekatan hukum formal dalam penanganan
konflik yang terjadi dalam proses pembebasan lahan,
penerimaan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja.
35

5.2.2.2.
Pendekatan Sosial Ekonomi
Pendekatan sosial ekonomi dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Membangun
partisipasi
masyarakat
dalam
upaya
pencegahan,
pengendalian
dan
penanggulangan
pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas kegiatan.
b. Mengembangkan pendekatan musyawarah dan persuasif
yang dipadukan dengan pendekatan hukum formal dalam
penanganan dan penyelesaian suatu masalah antara
perusahaan dan masyarakat disekitarnya.
c. Mengadakan dialog dengan masyarakat untuk mengetahui
pendapat dan keluhan yang terjadi akibat adanya kegiatan
perusahaan untuk menekan dampak negatif suatu
masalah yang timbul dimasyarakat sekitarnya.
d. Pengalokasian anggaran perusahaan yang mencukupi
untuk mendukung pelaksanaan upaya pengelolaan
lingkungan secara optimal.
5.2.2.3.
Pendekatan Institusi
Pendekatan ini merupakan mekanisme institusi (kelembagaan)
yang akan dilakukan pemrakarsa dalam rangka menaggulangi
dampak penting terhadap lingkungan hidup, yaitu:
a. Membentuk unit kerja upaya pengelolaan lingkungan hidup
di lingkup daerah irigasi yang dilengkapi dengan
personalia, peralatan dan fasilitas kerja yang memadai
untuk upaya pengelolaan lingkungan.
b. Menyusun
Standard
Operational
Prosedure
(SOP)
pencegahan,
pengendalian
dan
penanggulangan
pencemaran lingkungan dengan mengacu pada ketentuan
perundang-undangan
yang
berlaku
termasuk
mengembangkan dan mengoptimalkan komunikasi dan
koordinasi serta kerjasama dengan aparat pemerintahan
dan aparat keamanan dalam patrol perlindungan dan
pengamanan lingkungan.
c. Mengembangkan komunikasi, koordinasi dan tukar
informasi dengan aparat pemerintahan setempat, dinas
instansi terkait dan perusahaan terhadap kegiatan yang
berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
d. Membangun kerjasama dan komunikasi kemitraan dengan
masyarakat untuk mempelajari dan menilai usulan dan
permohonan bantuan yang disampaikan masyarakat serta
memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam
pelaksanaan program community development atau
dengan kerjasama kemitraan.
e. Mengembangkan kegiatan sosial kemasyarakatan secara
bersama-sama untuk mempererat hubungan sosial dan

36

semangat kerjasama antara perusahaan dan masyarakat


disekitar wilayah operasional irigasi.
f. Membuka ruang bagi terselenggaranya dialog dan diskusi
dengan berbagai pihak berkenaan dengan kinerja upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang telah, sedang dan
akan dilaksanakan oleh kelompok petani pengguna air.
g. Membangun komunikasi dan koordinasi dengan aparat
desa dan pemerintah daerah setempat dalam upaya
perlindungan
dan
pengamanan
lingkungan
serta
penanganan masalah konflik serta sikap dan persepsi
masyarakat terhadap kegiatan penggunaan air irigasi.
1) Metode Penilaian Para Ahli
Penggunaan metode ini ditujukan untuk menganalisis dan
memberikan interpretasi atas suatu fenomena dampak
lingkungan yang cenderung bersifat kualitatif dan
subyektif. Prakiraan dampak lingkungan dengan metode ini
sangat dipengaruhi oleh ketajaman narasumber dan
kepakaran para ahli yang dijadikan narasumber dalam
metode studi UPL-UKL ini.
Penggunaan metode ini dipilih bila metode empiris dan
metode analogi tidak dapat secara tepat memberi makna
atau interpretasi atas fenomena dampak lingkungan yang
terjadi.
2) Metode Penerapan Baku Mutu
Penggunaan
metode
ini
dilakukan
dengan
cara
membandingkan nilai skala kualitas parameter komponen
lingkungan yang terukur pada keadaan setelah kegiatan
proyek berlangsung dengan ambang batas baku mutu
lingkungan yang menjadi acuan dalam studi UPL-UKL ini.
Nilai kualitas lingkungan yang terukur pada kondisi rona
awal dan setelah berlangsungnya kegiatan yang melebihi
ambang batas (baku mutu) lingkungan yang telah
ditetapkan, dengan cara mengidentifikasi terjadinya
pencemaran atau penurunan kualitas lingkungan yang
signifikan dan memerlukan upaya penanganan dan
pengelolaan lebih lanjut.
Sementara itu, bila skala kualitas lingkungan yang terukur
menunjukan masih berada dibawah ambang batas baku
mutu lingkungan, hal ini mengidentifikasi bahwa
perubahan kualitas lingkungan yang terjadi masih dapat
ditoleransi atau tergolong rendah.
5.2.3. Rona Lingkungan Awal
Implementasi dari Rona lingkungan awal diinterpretasikan
sebagai identifikasi rona awal lingkungan sebelum dilakukan
kegiatan di area Kegiatan secara sistematis untuk
menghindari terabaikannya dampak negatif sebagai sumber
37

polutan dari kerusakan lingkungan secara keseluruhan.


Interpretasi dari rona lingkungan awal adalah melakukan
analisis kuantitatif untuk data-data yang terkait dengan
lingkungan fisik, kimia dan biologi, sedangkan data sosial
budaya dan ekonomi dilakukan secara kualitatif yang
dideskripsikan berdasarkan tingkat pengelompokannya.
Dengan memperhitungkan berbagai keterbatasan, terutama
terkait dengan ruang lingkup (scoping) daerah studi analisis
untuk
menentukan
dampak
penting
hipotetik
yang
diperkirakan timbul sebagai akibat kegiatan rehabilitasi
Daerah Irigasi, pelingkupan tersebut perlu dilakukan untuk
mempermudah dampak penting terutama dampak fisik,kimia
dan biologi berdasarkan arah penyebarannya. Pelingkupan
tersebut dilakukan dengan mengacu pada rona lingkungan
awal, deskripsi kegiatan proyek dari pihak perusahaan, dan
kajian tersebut berdasarkan tolok ukur sebelum adanya
kegiatan operasional.
1) Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang diperlukan dalam studi analisis upaya pengelolaan
dan pemantauan lingkungan berupa data primer dan data
sekunder tetapi dianggap primer karena berdasarkan
perhitungan dari instansi terkait.
Terhadap
komponen
fisik
dan
kimia
serta
biologi,
pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan sampel
pada lokasi yang telah ditetapkan. Kemudian sampel di bawa
untuk di uji laboratorium, sedangkan data biologi dilakukan
dengan mengambil sampel air sungai yang kemudian di uji ke
laboratorium.
Pengumpulan data sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan
masyarakat dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
untuk kebutuhan tersebut. Dalam memperdalam informasi,
data dilakukan juga wawancara dengan tokoh formal, maupun
tokoh informal, tokoh adat dan tokoh agama. Untuk
mempertajam analisis data kualitatif dilakukan juga diskusi
kelompok terarah (focus group discussion) dengan beberapa
responden terpilih.
2) Komponen Geo-Fisik-Kimia
a. Iklim Mikro
i.
Parameter
Parameter yang ditelaah meliputi curah hujan, jumlah
hari/bulan hujan, suhu udara, kelembaban udara relatif,
intensitas penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin.
ii.
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dan informasi iklim mikro di
wilayah studi dilakukan melalui data-data sekunder dari
instansi terkait yang dalam hal ini Badan Meteorologi dan
38

iii.

iv.

Geofisika (BMG) dan dianggap cukup untuk memperoleh


gambaran atas kondisi iklim mikro di wilayah studi.
Khusus untuk parameter suhu udara dan kelembaban udara
relatif, selain menggunakan data sekunder juga dilakukan
pengukuran secara langsung dilapangan. Pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada pagi hari pukul
06.00 08.00, pada siang hari pada pukul 12.00 14.00,
dan pada malam hari pada pukul 17.00 19.00 dengan
menggunakan thermometer dan hygrometer.
Lokasi
Pengukuran suhu udara, dan kelembaban udara relatif
dilakukan di 2 (Dua) lokasi, masing-masing yaitu di area
Kegiatan dan area dekat pemukiman masyarakat yang
dilalui armada pengangkut material bijih besi serta mineral
pengikut.
Metode Analisa Data
Data suhu dan kelembaban udara relatif disajikan dalam
bentuk tabulasi dan dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan
nilai
rata-rata
yang
menggambarkan
perbedaan kondisi suhu dan kelembaban relatif pada areal
yang berhutan atau belukar rapat dengan areal terbuka.
Data iklim mikro yang lain disajikan dalam bentuk tabulasi
kemudian di lakukan perhitungan matematis untuk
mendapatkan gambaran curah hujan, hari hujan, intensitas
penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin dominan
yang terjadi di wilayah studi guna menentukan tipe iklim.

b. Kualitas Udara Ambien


Parameter
Parameter yang akan diuji meliputi konsentrasi partikulat
(PM10), NO2, SO2, CO dan O3.
ii. Metode
Data kualitas udara ambien diperoleh melalui pengujian
secara langsung dilapangan.
- Metode untuk pengujian (PM10) menggunakan gravimetric
dengan
sistem
radiometri
sinar
beta-contiunous
measurement.
- SO2 menggunakan metode
flouresensi
ultravioletcontiunous measurement.
- NO2 menggunakan metode pressure chemiluminesencecontiunous measurement.
- CO menggunakan meode fotometri infra merahcontiunous measurement.
- O3
menggunakan
metode
Ultraviolet
flouresensi
absorbans.
Pengujian kualitas udara ambien akan dilakukan oleh Pihak
konsultan.
iii. Lokasi
i.

39

Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan 2 (dua)


tempat. Pengujian di dua tempat tersebut dipandang sudah
mencukupi mengingat sifat udara ambien yang umumnya
terpapar secara luas dan sifatnya homogen. Dengan asumsi
tersebut maka pengujian di dua lokasi tersebut dapat
mewakili kondisi udara ambien yang ada di area Kegiatan.
iv. Metode Analisa Data
Data hasil pengujian kualitas udara ambien dibandingkan
dengan baku mutu udara ambien yang tercantum pada
lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Untuk penilaian skala kualitas lingkungan digunakan Nilai
Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai dengan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran
Udara.
Metode pengumpulan dan analisis data kualitas udara
ambien disajikan pada tabel berikut
Tabel 5.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kualitas Udara
Ambien (debu dan gas)
Parameter
a. PM10
b. NO2

c. CO

Satuan
g/Nm3
g/Nm3
mg/N
m3

d. SO2

g/Nm3

e. O3

g/Nm3

Metode Pengujian

Metode
Analisis Data

gravimetri
Pressure
ChemiluminesenceContiuous
Measurement

Hasil pengujian
dibandingkan
dengan
Lampiran PP 41
tahun

Fotometri Infra merah Contiuous


Measurement
Flouresensi Ultraviolet Contiuous
Measurement
Ultraviolet flouresensi
absorbans

1999 tentang
pencemaran
udara

40

c. Kebisingan
i.
Parameter
Parameter yang akan diuji meliputi tingkat kebisingan dan
periode kebisingan.
ii.
Metode pengumpulan data
Pengujian kebisingan akan dilakukan dengan menggunakan
Integreted Sound Level Meter dengan pengukuran di
lakukan sebanyak 2 (dua) kali, dimana pengukuran mewakili
siang hari dan masing-masing pengukuran dilakukan selama
1 (satu) jam.
iii.
Lokasi
Lokasi pengujian dilakukan pada area Kegiatan, dan area
sekitar pemukiman penduduk.
iv.
Metode Analisa Data
Data kebisingan dibandingkan dengan keputusan menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan. Metode pengumpulan dan
analisis data kebisingan disajikan pada tabel
Tabel 5.2.

Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kebisingan


Paramet
er
Kebising
an

Satua
n
dB (A)

Metode
Metode
Analisis
Pengujian
Data
Integrated Sound
Level Meter
Hasil Pengujian
dibandingkan
dengan
Keputusan Menteri
Negara Lingkungan
Hidup Nomor : Kep48/MENLH/1996
tentang Baku Mutu
tingkat Kebisingan

Perhitungan prakiran dampak dari kegiatan mobilitas alatalat berat dihitung dengan mengukur kebisingan di lokasi
sebagai rona kebisingan awal, sedangkan untuk sumber
kebisingan dari alat-alat berat dan kendaraan bermotor
disajikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 5.3.
Intensitas Kebisingan dari Sumber Alat Berat
No

Sumber Suara

Intensitas KebisinganPada
Jarak
15 m dari sumber (dBA)

Traktor

89

Backhoe

83

3
4

Generator
Float
Dozer/Exavator

Crushing Plant

76
Loaders/
80
89

41

Sumber: Webber,H, et al, 1984 Environment Guidelines for Overland


Transportation

Tabel 5.4.

Intensitas Kebisingan Kendaraan Bermotor dari Jarak


15 meter dari Sumber
Kecepatan Kendaraan (Km/Jam)
9
>
50
60
70 80
0 100
100
Truk
Besar
8
1
(dBA)
82
83
84 85
6 87
88
Truk
Sedang
8
2
(dBA)
73
77
78 78
3 84
85
7
3
Sedan (dBA)
63
65
70 70
2 74
75
Sumber: Webber,H, et al, 1984 Environment Guidelines for Overland
Transportation
No

Jenis Kendaraan

d. Sifat Fisik Tanah


i.
Parameter
Parameter sifat fisik tanah yang diukur adalah tekstur,
struktur, bobot isi, porositas
ii.
Metode pengumpulan data
Untuk pengujian sifat tanah, sampel tanah diambil dengan
menggunakan ring sampler. Pengambilan sampel tanah
utuh dilakukan pada kedalaman yaitu pada kedalaman 0
30 cm untuk mengukur porositas dan bobot isi. Sedangkan
untuk pengukuran permeabilitas dilakukan pada kedalaman
30 60 cm. Setelah sampel tanah diperoleh maka hasil
tersebut dideskripsikan, karena sifat fisik tanah bisa
langsung di analisa deskripsi secara visual saja, jadi dalam
hal ini tidak perlu dilakukan laboratorium.
iii.
Lokasi
Pendekatan yang dikembangkan dalam penentuan jumlah
dan sebaran pengambilan tanah di lokasi studi, dilakukan
pada titik di area Kegiatan.
iv.
Metode Analisa Data
Hasil pengujian sifat fisik tanah akan dibandingkan ke dalam
skala kualitas lingkungan berdasarkan kriteria dari pusat
penelitian tanah dan agroklimat Departemen Pertanian
(1983).
e. Sifat Kimia Tanah
i. Parameter
Parameter sifat kimia tanah yang diuji adalah pH tanah
disetiap titik disekitar area Kegiatan. Parameter yang diukur
meliputi Fe, Cu, Zn dan Pb, karena keempat unsur tersebut
merupakan material tambang yang diproduksi dalam bijih
besi dan logam dasar serta mineral ikutan. Kandungan
mineral terbesar yang dibawa dari tambang menuju
pelabuhan, yang di interpretasikan sebagai sumber polutan
terbesar di area tersebut.
ii.
Metode pengumpulan data
42

iii.
iv.

Pengujian parameter kimia tanah, dilakukan melalui sampel


yang diambil secara komposit dengan menggunakan skop
atau alat pencukil tanah. Sampel diambil pada kedalaman 0
120 cm seberat 0,5 1 Kg sehingga diperoleh 1 (satu)
buah sampel. Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam tempat berupa pollybag dan diberi label lokasi,
yang untuk selanjutnya dikirim sebagai upaya uji
laboratorium di Universitas Palangka Raya.
Lokasi
Lokasi pengambilan contoh untuk pengujian sifat kimia
tanah sama dengan lokasi untuk pengujian sifat fisik tanah.
Metode Analisa Data
Hasil pengujian sifat fisik tanah akan dikonversi kedalam
skala kualitas lingkungan berdasarkan kriteria dari pusat
penelitian agroklimat Departemen Pertanian (1983).

f. Erosi Tanah
i.
Parameter
Untuk memprediksi besarnya erosi permukaan tanah yang
terjadi, beberapa alat analisis berupa data curah hujan
selama 5 tahun, kelerengan tanah, bahan organik tanah,
struktur tanah dan peremabilitas tanah perlu pengkajian
dalam menentukan tingkat erosi tanah.
ii.
Metode pengumpulan data
Data curah hujan di dapat dari stasiun meteorology dan
geofisika.
iii.
iv.

Lokasi
Lokasi disekitar area Kegiatan.
Metode Analisa Data
Analisa
erosi
digunakan
model
parametrik
yang
dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1965, 1978)
yang dikenal dengan The Universal Loss Equation (USLE).
Persamaan uang digunakan adalah memasukan parameter
fisik dan pengelolaan lahan yang mempengaruhi laju erosi
kedalam 6 parameter utama. Persamaan yang digunakan
adalah:
A = R.K.LS.C.P
dimana :
A = Jumlah tanah tererosi
R = Indeks Erosivitas Hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
Ls = Faktor Panjang Lereng
C = Faktor vegetasi penutup tanah
P = Faktor tindakan konservasi tanah

43

g. Kualitas Air Sungai


i.
Parameter
Beberapa jenis parameter yang akan diuji meliputi
parameter fisik dan kimia mengacu pada lampiran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Yang meliputi parameter fisik, temperature,
DO (dissolved Oxsigen), Fe, Cu, Zn, Pb.
ii.
Metode pengumpulan data
Pengambilan contoh berpedoman pada SNI 06-2421-1991
tentang Pedoman pengambilan contoh untuk pengujian
Kualitas Air. Jumlah titik sampling ditentukan setelah
dilakukan pengukuran debit aliran sungai. Sungai dengan
debit 0 15 m3/detik jumlah titik sampling sebanyak 2 (dua)
titik. Pengambilan dilakukan secara place and time
composite, yaitu contoh air dari beberapa titik sampling
tersebut diambil dengan volume yang sama dan di uji
laboratorium
di
Universitas
Lambung
Mangkurat
Banjarmasin.
iii.
Lokasi
Lokasi sampel air diambil di sungai dengan 1 (satu) titik dan
1 (satu) titik di pemukiman penduduk di sekitar area
Kegiatan.
iv.

Metode Analisa Data


Data hasil pengujian laboratorium dibandingkan dengan
lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran air terutama untuk kelas II. Parameter kualitas
air sungai, metode pengujian yang digunakan dan lokasi
pengambilan sampel disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5.5. Parameter Kualitas air Sungai dan Metode Pengujian


yang digunakan
N
o

Satua
n

Parameter

Metode Uji

Temperatur

mg/l

Gravimetri

Zat Padat Terlarut (TDS)


Zat Padat Tersuspensi
(TSS)

mg/l

Gravimetri

pH

Potensiometri

Besi (Fe)

mg/l

AAS

Mangan (Mn)

mg/l

AAS

Tembaga (Cu)

mg/l

AAS

Zinc (Zn)

mg/l

AAS

mg/l

Spektrofotometri

+6

Potensiometri

Krom Heksavalen (Cr

10

Krom Total (Cr)

mg/l

AAS

11

Kadmium (Cd)

mg/l

AAS

44

N
o

Parameter

Satua
n

Metode Uji

12

Raksa (Hg)

mg/l

AAS

13

Timbal (Pb)

mg/l

AAS

14

Arsen (As)

mg/l

AAS

15

Selenium (Se)

mg/l

AAS

16

Nikel (Ni)

mg/l

AAS

17

Kobal (Co)

mg/l

AAS

18

Sianida (CN)

mg/l

Spektrofotometri

19

Sulfida (H2S)

mg/l

Titrimetri

20

Flourida (F)

mg/l

Spektrofotometri

21

Klorin Bebas

mg/l

Spektrofotometri

22

Amoniak Bebas (NH3 - N)

mg/l

Spektrofotometri

23

Nitrat (NO3)

mg/l

Spektrofotometri

24

Nitrit (NO2)

mg/l

25

BOD5

mg/l

Spektrofotometri
Titrimetri
cara
Winkler

26

COD

mg/l

Refluks tertutup

27

Phenol

mg/l

Spektrofotometri

28 Minyak/Lemak
mg/l
Gravimetri
Sumber: Lampiran Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air
Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.

3) Komponen Biologi
i.
Parameter
Parameter biota perairan diukur meliputi kelimpahan,
keanekaragaman, keseragaman dan dominasi jenis
sedangkan nekton hanya sejenis saja.
ii.
Metode pengumpulan data
Pengambilan sampling plankton dilakukan dengan cara
pemekatan sampel air. Pemekatan dimaksud agar organism
plankton yang tertangkap benar-benar mewakili komunitas
plankton di dalam perairan. Air disaring menggunakan
jarring plankton (plankton net). Jumlah air yang akan
disaring sebanyak 50 liter dan sampling air akan tersaring
pada botol penampung berukuran 100 ml (sesuai dengan
ukuran botol penampung yang digunakan). Selanjutnya
sampel air yang tertampung apda botol penampung
dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah diberi label.
Sampel-sampel yang telah dimasukan kedalam botol
sampel diawetkan menggunakan larutan lugol.
Pengambilan sampel organisme benthos dilakukan dengan
cara
mengambil
substrat
dasar
perairan
dengan
menggunakan alat Eckman Grab. Substrat dasar perairan
45

iii.
iv.

yang telah diambil disimpan kedalam toples plastik berlabel


dan diawetkan dengan menggunakan larutan formalin 10%.
Proses identifikasi jenis dan pencatatan jumlah menurut
kelompok taksonomi dan analisis data akan dilakukan di
laboratorium.
Lokasi
Pengambilan sampel untuk biota perairan sama dengan
lokasi pengambilan sampel air sungai.
Metode Analisa Data
Beberapa persamaan matematis yang akan digunakan
untuk menganalisis data yaitu:
a) Kelimpahan
Kelimpahan
jenis
plankton
dihitung
menggunakan
persamaan :
N=nx

A 1
x
B C

Dimana:
N = Kelimpahan Plankton (Individu/liter)
n = Jumlah rata-rata total individu
A = Luas Wadah/Utermohl (mm2)
B = Luas satu lapang pandang (mm2)
C = Volume contoh air yang disaring (liter)

Jumlah kelimpahan organisme benthos akan dihitung dengan


menggunakan persamaan sebagai berikut :
N=

nx 10.000
A

Dimana:
N = Kelimpahan Benthos
n = Jumlah rata-rata Individu
A = Luas Bukaan mulut Eckman Grab (cm2)
b) Keanekaragaman
Keragaman jenis makrozoobenthos dan plankton akan
dihitung dengan indeks Shanon-Wiener (Krebs,1985) yaitu:
s

H=
I=1

ni
n
x log 2 i
N
N
46

Dimana:
H = Indeks Keragaman Shanon-Wiener
s = Jumlah Taksa
n
i = Jumlah total jenis ke-i
N = Jumlah total keseluruhan jenis (ni)
c) Keseragaman
Keseragaman jenis mikrozoobenthos dan plankton akan
dihitung dengan menggunakan Indeks Keseragaman Jenis
(E) menggunakan persamaan Margalef dalam Krebs
(1985) :
H
E=
H maks
Dimana:
E = Indeks keseragaman jenis (kisaran 0-1)
H = Indeks Keragaman Jenis Shanon-Wiener yang diperoleh
Hmaks = Indeks keseragaman jenis maksimum = log 2
S = 33129 log 10 ( S = jumlah total jenis didalam suatu
kominitas)
Indeks keseragaman jenis (E) berkisar antara nilai 0 hingga 1,
dimana :
- Bila nilai E mendekati 1 berarti penyebaran individu
antar jenis relatif sama
- Bila nilai E mendekati 0 berarti penyebaran individu
antar jenis relatif tidak sama dan ada sebuah kelompok
jenis individu tertentu yang melimpah..
d) Indeks Dominasi Jenis
Dominasi jenis mikrozoobenthos dan plankton
diukur menggunakan persamaan Simpson (1949):

C=

I=1

[ ]
ni
N

akan

Dimana:
C = Indeks Dominasi Jenis (Kisaran 0-1)
S = Jumlah Taksa
n
i = Jumlah total jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh taksa
Indeks Dominasi Jenis (C) berkisar antara 0 hingga 1
dengan nilai maksimum untuk C = 1,00. Hal ini berarti
suatu komunitas terbentuk dari organisme tunggal.
Keuntungan menggunakan indeks ini adalah indeks ini
47

menyediakan nilai obyektif tunggal yang menjelaskan


proporsi hubungan dari berbagai macam kategori biota
yang diteliti dan dianalisis. Metode pengumpulan data
biota perairan disajukan pada Tabel berikut.
Tabel 5.6. Metode Pengumpulan Data Biota Perairan
Parameter
1. Plankton

Metode Pengambilan
Sampel

Analisis

Metode penyaringan (Filtration


method)
dengan
menggunakan

1. Kelimpahan

Jaring Plankton (Plankton Net)

3. Keseragaman

2. Keanekaragaman
4. Dominasi

2. Benthos

Metode Tangkap segera


(Immediate Sampler)
menggunakan Ekman - Grab

4) Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya


Populasi sosial dalam studi UPL dan UKL di area Kegiatan.
Dalam studi UPL dan UKL ini tidak seluruh komponen sosial,
ekonomi dan budaya akan diteliti, dengan mengajukan
sampling terhadap prosentase kondisi masyarakat disekitar
area relatif homogen. Dengan demikian komponen sosial,
ekonomi dan budaya cukup dengan menganalisis mata
pencaharian.
Populasi sosial dalam studi UPL dan UKL di wilayah studi
merupakan parameter penting dalam menentukan tingkat
perekonomian masyarakat desa tersebut.
i.
Parameter
Beberapa jenis parameter yang digunakan untuk mengukur
komponen sosial, ekonomi dan Budaya adalah tingkat
perekonomian masyakat setempat sebelum adanya rencana
kegiatan dan akan dievaluasi setelah adanya rencana
kegiatan trial mining tersebut. Proses Disosiatif (Konflik
Sosial) diharapkan dengan adanya rencana kegiatan
tersebut proses disosiatif akan berjalan kondusif seiring
perkembangan operasional perusahaan. Sikap dan persepsi
masyarakat merupakan parameter yang digunakan untuk
mengukur tanggapan masyarakat sekitar terhadap rencana
kegiatan tersebut, apakah menerima atau tidak.
ii.
Metode pengumpulan data
Metode yang dilakukan dengan wawancara langsung. Dan
untuk kemudian diinterpretasikan kedalam ukuran yang
dianggap kuantitatif.
iii.
Lokasi
Lokasi dilakukan pada desa yang akan menerima langsung
kehadiran kegiatan operasional Kegiatan.
iv.
Metode Analisa Data
48

Melakukan wawancara langsung terhadap masyarakat


berdasarkan kuesioner yang dibuat, kemudian dari data
tersebut yang diinterpretasikan sebagai data kualitatif
kemudian
dikonversikan
menjadi
data
kuantitatif
berdasarkan skala yang merupakan faktor prioritas dalam
menentukan data data sosial
5) Flora dan Fauna
i.
Parameter
Parameter yang digunakan adalah melihat dan wawancara
secara langsung kepada masyarakat desa setempat,
tentang flora dan fauna yang ada di area dan sekitar
rencana kegiatan Kegiatan.
ii.
Metode pengumpulan data
Metode yang dilakukan dengan secara visual dan
wawancara langsung ke desa Kalap Kecamatan Kumai.
Tentang keberadaan flora dan fauna.
iii.
Lokasi
Lokasi dilakukan pada daerah yang akan menerima
langsung kehadiran kegiatan Kegiatan.
iv.
Metode Analisa Data
Melakukan analisis secara visual dan wawancara langsung
terhadap masyarakat berdasarkan kuesioner yang dibuat,
kemudian dari data tersebut yang diinterpretasikan sebagai
data kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data
kuantitatif berdasarkan skala yang merupakan faktor
prioritas dalam menentukan data data keberadaan flora
dan fauna.
6) Kesehatan Masyarakat.
i.
Parameter
Parameter yang digunakan adalah melihat dan wawancara
secara langsung kepada masyarakat desa setempat,
tentang Preverensi dan insidensi penyakit yang ada di area
dan sekitar rencana kegiatan Kegiatan.
ii.
Metode pengumpulan data
Metode yang dilakukan dengan secara visual dan
wawancara langsung Tentang penyakit yang selama ini di
derita.
iii.
Lokasi
Lokasi dilakukan pada daerah yang akan menerima
langsung kehadiran kegiatan operasional Kegiatan.
iv.

Metode Analisa Data


Melakukan analisis secara visual dan wawancara langsung
terhadap masyarakat berdasarkan kuesioner yang dibuat,
kemudian dari data tersebut yang diinterpretasikan sebagai
data kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data
49

kuantitatif berdasarkan skala yang merupakan faktor


prioritas dalam menentukan data data tentang preverensi
dan insidensi penyakit.
5.3. PROGRAM KERJA
Program kerja penyusunan Pekerjaan UKL / UPL Rehabilitasi DI
Kedung Asem Kab. Batang, Kendal mencakup beberapa hal yang
dapat diuraikan sebagai berikut.
5.3.1.
Tahap Pendahuluan : Persiapan
Dalam tahap ini mencakup kegiatan penyusunan laporan
pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan dan sasaran,
ruang
lingkup,
metodologi
dan
pendekatan
serta
pengorganisasian pelaksanaan Pekerjaan UKL / UPL
Rehabilitasi DI Kedung Asem Kab. Batang, Kendal. Secara
rinci langkah-langkah yang dilakukan dalam Tahap
Pendahuluan adalah :
1. Pemahaman KAK
Pemahaman KAK bertujuan untuk mengetahui ruang
lingkup dan output pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan
pemberi
pekerjaan.
Pemahaman
KAK
merupakan dasar pertimbangan untuk membuat rencana
kerja dan metode pelaksanaan pekerjaan.
2. Persiapan dan mobilisasi personil
Persiapan awal dan mobilisasi personil merupakan
tahapan yang perlu dilakukan pada awal pekerjaan yang
bertujuan
untuk
brainstorming
awal
sekaligus
menyamakan persepsi antar personil dalam hal
pekerjaan. Tahapan ini melibatkan seluruh personil sesuai
dengan yang diuraikan pada KAK.
3. Penyiapan referensi pekerjaan dan studi literatur
Referensi pekerjaan dan studi literatur diperlukan sebagai
pertimbangan tentang beberapa dasar hukum terkait
pekerjaan dan studi sejenis untuk memperkaya
metodologi pelaksanaan pekerjaan.
4. Pemantapan metodologi
Pemantapan
metodologi
diperlukan
untuk
menyempurnakan metodologi yang diusulkan pada
usulan teknis dan secara lebih jelas diuaraikan secara
diagramatis.
5. Penyusunan rencana kerja
Penyusunan
rencana
kerja
dilakukan
dengan
menyempurnakan rencana kerja yang diusulkan pada
usulan teknis yang disesuaikan dengan jangka waktu
pelaksanaan pekerjaan dan tahapan-tahapan pada
pelaksanaan pekerjaan.
6. Koordinasi dengan pemberi kerja
Kooridnasi dengan pemberi kerja dilakukan dengan
bentuk konsultasi substansi kepada tim teknis untuk
50

mencapai kesepakatan, terutama mengenai metodologi


dan rencana kerja konsultan untuk mencapai hasil yang
diharapkan dalam Pekerjaan UKL / UPL Rehabilitasi DI
Kedung Asem Kab. Batang, Kendal.
7. Pengumpulan data awal
Pengumpulan data awal lebih bertujuan pada pengenalan
wilayah pengamatan, terutama dalam hal geografis,
kondisi fisik alam, kependudukan, sarana dan prasarana,
perekonomian dan sosial budaya masyarakat.
8. Orientasi & observasi lapangan (awal)
Orientasi dan observasi lapangan awal bermanfaat untuk
observasi awal tentang kondisi sarana dan prasarana
sanitasi pada wilayah pengamatan.
9. Penyusunan Draft Laporan Pendahuluan
10.Pembahasan Draft Laporan Pendahuluan bersama tim
teknis
11.Penyempurnaan
Laporan
Pendahuluan
dengan
penyempurnaan materi berdasarkan masukan dari tim
teknis
5.3.2.
Tahap Antara : Survey dan Penyusunan Gambaran
Rencana Kegiatan
1. Penyiapan Desain Survey
Langkah-langkah
yang
akan
dilakukan
dalam
pengumpulan data terdiri atas persiapan survei dan
pelaksanaan survei. Persiapan survei meliputi :
a. Persiapan dasar, berupa pengkajian data/informasi
dan literatur yang telah ada, yang berkaitan dengan
pedoman yang hasilnya dapat berupa kebutuhan
data yang akan digunakan untuk analisis.
b. Mempersiapkan instrumen survei berupa :
- Peta dasar wilayah pengamatan.
- Menyusun daftar kebutuhan data dan informasi.
- Alat-alat ukur dan instrumen pelengkap lainnya.
Sedangkan pelaksanaan survei meliputi :
a. Survai data instansional, berupa pengumpulan data
dari instansi pemerintah terkait. Hasil yang
diharapkan berupa uraian, data angka, atau peta
mengenai keadaan wilayah, keadaan wilayah di
sekitarnya
b. Survai lapangan, untuk menguji data instansional
dan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Hasilnya berupa peta-peta yang mencakup :
- Data wilayah yang menggambarkan kondisi
bentang
alam,
ekosistem,
pusat-pusat
permukiman dan lain sebagainya, serta program
dan proyek yang sudah berjalan yang dipandang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
kawasan
51

- Data lingkup wilayah pengamatan, mencakup data


yang perlu dipetakan meliputi: penggunaan lahan,
kondisi bangunan dan lingkungan, topografi dan
kemiringan lahan, geologi atau daya dukung
tanah, hidrologi, sumber air, kegiatan penduduk.
- Diperlukan pula tambahan data mengenai
keaneragaman hayati
c. Observasi dan interview untuk melengkapi survey
tersebut di atas dan untuk memperoleh data/
informasi yang lebih rinci.
Setelah teridentifikasi kebutuhan data, selanjutnya
melakukan proses pengumpulan data. Pengumpulan data
merupakan proses awal yang menentukan bagi proses
selanjutnya. Kelengkapan suatu data adalah salah satu
prasyarat keberhasilan analisis dan rencana yang
nantinya akan dihasilkan. Metode pengumpulan data
yang akan digunakan dalam studi ini meliputi metode
pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data
sekunder.
2. Pengumpulan Data Primer
Metode
pengumpulan
data
primer
merupakan
pengumpulan data secara langsung dari subjek/objeknya.
Cara memperoleh data primer dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik observasi lapangan dan wawancara.
Data yang akan diperoleh dengan metode pengumpulan
data ini meliputi data kondisi penggunaan lahan, kondisi
aktivitas kawasan, kondisi ekosistem kawasan, serta
keanekaragamn hayati kawasan. Data ini menunjukkan
potensi dan permasalahan pengembangan kawasan.
Data primer ini sifatnya sebagai data penunjang dalam
proses analisis. Data yang diperoleh dengan metode
pengumpulan
data
primer
ini
bersumber
dari
pengamatan lapangan.
Teknik
pengumpulan
data
primer
merupakan
pengumpulan data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, yang dalam studi ini dilakukan melalui
pengamatan (observasi) langsung di lapangan. Observasi
lapangan dalam teknik pengumpulan data primer yang
akan dilakukan pada studi ini meliputi 2 (dua) cara, yaitu :
a. Pemotretan Lapangan
b. Pengamatan Visual
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder merupakan pengumpulan
data secara tidak langsung dari sumber/obyeknya. Data
ini dapat diperoleh melalui laporan tahunan instansi,
dokumen penelitian atau melalui buku data terbitan resmi
dari instansi. Sumber yang terkait bisa dari institusi
pemerintah, pendidikan maupun swasta. Pengumpulan
52

data sekunder dalam pekerjaan ini dilakukan dengan


memanfaatkan dokumentasi data dari beberapa instansi
yang terkait dengan kebutuhan data. Instansi-instansi
yang
dapat
menjadi
sumber
data
diantaranya
Dinas/Instansi Teknis di lingkungan Pemerintah pada
lokasi terpilih. Pengumpulan data juga didapat dari hasilhasil penelitian lain yang berkaitan dengan wilayah
perencanaan.
Teknik pengumpulan data sekunder dalam pekerjaan ini
menggunakan
teknik
pengumpulan
data
yang
dilaksanakan melalui kunjungan instansional.

4. Kompilasi Data
Metode kompilasi data merupakan proses pengolahan
dan penyajian data dan informasi agar memudahkan
proses analisis. Data yang telah dikumpulkan, kemudian
diolah melalui tahapan sebagai berikut:
a. Tahap identifikasi data, yaitu dengan memilih dan
memilah data yang telah terkumpul sesuai dengan
jenis dan pemanfaatannya.
1)Editing
Semua data yang diperoleh baik yang berupa data
primer maupun data sekunder diolah dengan
melakukan reduksi data atau memilah data yang
benar-benar dibutuhkan dan mendukung kegiatan
serta memisahkan data yang sekiranya tidak
mendukung, sehingga mudah dalam menganalisis
data tersebut. Data yang perlu dilakukan editing
pada kegiatan ini meliputi semua data yang telah
diperoleh selama melakukan survei lapangan dan
kunjungan instansional.
2)Klasifikasi
Klasifikasi yaitu proses pemilahan data sesuai
analisis masing-masing. Data yang telah terkumpul
akan diklasifikasikan sesuai kebutuhan analisisnya.
3)Tabulasi
Tabulasi merupakan tahap pengelompokan data
dengan memasukkan data dalam bentuk tabel.
Data yang diolah dengan tabulasi ini terutama data
yang akan dianalisis dengan teknik komparatif baik
mengkomparasikan tahun data maupun wilayah.
b. Tahap verifikasi data, yaitu pemeriksaan keabsahan
data agar data yang diperoleh akurat dan dapat
53

dipertanggungjawabkan.
Tahap ini juga disebut
sebagai tahap validasi data.
c. Tahap penyajian data, yaitu penampilan data hasil
olahan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh
pembaca.
Data
yang
telah
diperoleh
dan
diolah
serta
diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, kemudian disajikan
dalam bentuk:
a. Tabulasi, yaitu menyajikan informasi dalam bentuk
tabel-tabel.
b. Gambar, yaitu menyajikan informasi dalam bentuk
peta-peta.
c. Grafik, yaitu menyajikan informasi dalam bentuk grafikgrafik baik grafik bar, grafik garis, maupun grafik pie.
5. Penyusunan Gambaran Rencana Kegiatan
Data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah dalam
penyusunan rencana kegiatan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang.
b. Analisis laboratorium kualitas air, kualitas udara
ambien, getaran dan keseimbangan
Analisis kualitas air meliputi analisis parameter fisik,
kimia dan biologi. Analisis kualitas udara ambien
meliputi parameter gas, partikel debu dan kondisi fisik.
Sedang analisis getaran dan keseimbangan meliputi
getaran dan kebisingan.
c. Penjelasan mengenai persetujuan prinsip atas renana
kegiatan
Bagian ini menguraikanperihal adanyapersetujuan
prinsip yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan
tersebut secara prinsip dapat dilakukan dari pihak yang
berwenang. Bukti formal atas persetujuanprinsip
tersebut wajib dilampirkan.
d. Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang
dapat menimbulkan dampak lingkungan
Dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan komponen
rencana usaha yang diyakini dapat menimbulkan
dampak terhadaplingkungan. Uraian tersebut dapat
menggunakan tahap pelaksanaan proyek, yaitu tahap
prakonstruksi, konstruksi, operasi dan penutupan /
pasca operasi. Tahapan proyek tersebut disesuaikan
dengan jenis rencana kegiatan.
6. Penyusunan Komponen Lingkungan yang terkena dampak
dan prakiraan dampak
Pada tahap ini dilakukan penyusunan matriks yang
merangkum mengenai :
a. Sumber dampak, yang diisi dengan onformasi
mengenai jenis subkegiatan penghasil dampak untuk
54

setiap tahapan kegiatan (prakonstruksi, konstruksi,


operasi dan penutupan / pasca operasi).
b. Jenis dampak,yang diisi dengan informasi mengenai
seluruh dampak lingkungan yang mungkin timbul dari
kegiatan pada setiap tahapan kegiatan.
c. Besaran dampak, yang diisi dengan informasi
mengenai : untuk parameter yang bersifat kuantitatif,
besaran dampak harus dinyatakan secara kuantitatif.
7. Penyusunan Draft Laporan Antara
8. Pembahasan Draft Laporan Antara bersama tim teknis
9. Penyempurnaan Laporan Antara dengan penyempurnaan
materi berdasarkan masukan dari tim teknis
5.3.3.
Tahap Akhir : Penyusunan Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Pada tahap ini berisi tahapan sebagai berikut:
1. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi tentang :
a. Bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi
Informasi mengenai bentuk / jenis pengelolaan
lingkungan hidup yang direncanakan untuk mengelola
setiap dampak lingkungan yang ditimbulkan.
b. Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi informasi
menganai lokasi dimana pengelolaan lingkungan
dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi
yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan
lebih jelas pada peta pengelolaan lingkungan pada
lampiran UKL-UPL)
c. Periode pengelolaan lingkungan hidup, berisi informasi
mengenai waktu / periode dilakukannya bentuk upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan.
2. Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, berisi tentang :
a. Bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, berisi
Informasi mengenai cara, metode dan/atau teknik
untuk melakukan pemantauan atas kualitas lingkungan
hidup yang menjadi indikator keberhasilan pengelolaan
lingkungan hidup
b. Lokasi
Pemantauan
Lingkungan
Hidup,
berisi
penjelasan lokasi dimana pemantauan lingkungan
dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi
yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan
lebih jelas pada peta pemantauan lingkungan pada
lampiran UKL-UPL)
c. Periode pemantauan lingkungan hidup, berisi informasi
mengenai waktu / periode dilakukannya bentuk upaya
pemantauan lingkungan yang direncanakan
3. Penyusunan Draft Laporan Akhir
4. Pembahasan Draft Laporan Akhir bersama tim teknis

55

5. Penyempurnaan Laporan Akhir dengan penyempurnaan


materi berdasarkan masukan dari tim teknis
Program kerja dapat disampaikan dalam bentuk bagan alir
penyusunan UKL-UPL sebagai berikut.

56

57

58

Gambar 5.6. Bagan Alir Penyusunan UKL - UPL

59

You might also like