You are on page 1of 30

SKENARIO

Seorang laki-laki 30 thn datang ke RS dengan


keluhan nyeri perut, pusing, lemas, keringat
banyak, muntah-muntah, nyeri buang air kecil.
Anamnese : lebih-kurang 1 jam yang lalu OS
mendapat suntikan obat 1 ampul, dan ini untuk
yang ke 3 kalinya.
PD : kesadaran menurun, mengantuk, muntahmuntah, kejang, waham, vertigo, hypotensi,
bradikardi, bradipnoe, miosis, hypotermia,
hyperhidrosis, disuria.
Pada kulit lengan dijumpai bekas sayatan.

TERMINOLOGI
Hyperhidrosis : keringat yang
berlebihan
Dysuria
: nyeri atau sukar
berkemih
Miosis
: kontraksi pupil

PERMASALAHAN
DAN ANALISA
MASALAH

Apa yang terjadi pada OS ?

Berdasarkan anamnese dan PD, maka


OS disimpulkan mengalami keracunan
obat golongan :
Opiat
Sedatif
Analgetik

Apa penanganan awal yang


harus dilakukan terhadap
OS ?

Bebaskan jalan nafas


Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan
Pasang infus dektrose 5% emergensi dan
NACL 0,9%: cairan koloid bila di perlukan

Pemeriksaan lanjutan apa


yang harus
dilakukan ?

Pemeriksaan analisis darah


Foto thorax
Urinalisa

POHON TOPIK

Pemberian
antidotum

Penatalaksanaan awal:
Bebaskan jalan nafas,
oksigen 100%, cairan
infus
Over dosis obat

Riwayat
sebelumnya :
lebih-kurang 1 jam
Keluhan :
yang lalu OS
nyeri perut, pusing,
mendapat suntikan
lemas, keringat banyak,
obat 1 ampul,
muntah-muntah, nyeri
sebanyak 3 kali
buang air kecil
Os 30 tahun

PD : kesadaran
menurun,
mengantuk,
muntah-muntah,
kejang, waham,
vertigo,
hypotensi,
bradikardi,
bradipnoe,
miosis,
hypotermia,
hyperhidrosis,
disuria. Pada

BELAJAR
MANDIRI

PENDAHULUAN

Kata opium berasal dari bahasa Yunani


untuk sari buah opium.
Opiate adalah istilah yang digunakan untuk
obat-obatan yang berasal dari opium.
Penggunaan istilah opioid untuk
menunjukkan semua substansi eksogen,
alami atau buatan, yang mengikat secara
spesifik reseptor opioid dan menimbulkan
beberapa gejala agonis seperti morfin.

Opioid khusus menimbulkan


analgesi tanpa kehilangan sensasi
rabaan, proprioseptik ataupun
kesadaran. Opioid dibagi menjadi :
Opioid Agonis
Opioid Agonis-Antagonis
Opioid Antagonis

Contoh Obat Opioid


Opioids

Opioid Agonis-Antagonis

Morphine
Morphine 6glucorinide
Meperidine
Sufentanil

Pentazocaine
Butophanol

Fentanil

Dezocine

Alfentanil
Ramifenttanil
Codeine
Tramadol
Hydromorphine
Methadone

Nalbuphine
Nalorphine

Opioid
Antagonis
Naloxone
Naltrexone
Nalmefene

STRUKTUR OPIOID

Bentuk alkaloid dari opium dapat


dibagi menjadi dua kelompok
yakni :
a. Phenanthrene : morfin, codein,

dan thebaine
b. Benzylisoquinolines : papaverin,
noscapine

Jenis obat opium, dosis fatal dan dosis


pengobatan
Jenis obat

Dosis fatal (g)

Dosis pengobatan
(mg)

Kodein

0,8

60

Dekstrometorfan

0,5

60 -120/hari

Heroin

0,2

Loperamid
(imodium)

0,5

Meperidin (petidin) 1

100

Morfin

0,02

Naloxone (Narcan)
Opium (papaver
somniferum)

0,3

Pentazocaine

0,3

Farmakologi Opiat

Pemberian dosis tunggal heroin (putaw)


dihidrolisis hati (6-10 menit) 6
Monoacetyl morphine Morfin Mo 3
monoglucoronide dan Mo 6
monoglucoronideyang larut dalam air
Heroin larut dalam lemak maka 60%
dapat melalui sawar otak dalam waktu
yang cepat

MEKANISME TOKSISITAS

Pada umumnya kelompok opiat mempunyai


kemampuan untuk menstimulasi SSP melalui
aktivasi reseptornya efek sedasi dan depresi
nafas.
Apnea atau aspirasi paru dari cairan lambung
kematian.
Reaksi toksisitas sangat beragam dari masingmasing jenis obat opiat tergantung cara
pemberian, efek toleransi (pemakai kronik),
lama kerja dan masa paruh obat yang akhirnya
akan menentukan tingkat toksisitas.

Dengan ditemukannya tipe


reseptor opiat di SSP, maka
mekanisme toksisitas dan
antidotnya dapat diterangkan
melalui reseptor.

Perkiraan waktu deteksi dalam urin


beberapa jenis obat
Jenis obat

Lamanya waktu dapat


diteksi

Amfetamin

2 hari

Barbiturat

1 hari (kerja pendek) 3


minggu (kerja panjang)

Benzodiazepin

3 hari

Kokain
Kodein

2-4 hari
2 hari

Heroin
Methadone

1-2 hari
3 hari

Morfin

2-5 hari

Beberapa Jenis Reseptor


1
Efek

Berefek
analgesik

Bradikardi

Depresi
nafas

Spinal
analgesik

Inhibisi otot
polos

Euforia

Depresi nafas

Disporia
dan sedasi

Depresi nafas

Spinal
analgesik ?

Hipotermia

Miosis

Waham

Miosis

Retensi urin

Euforia

Vasomotor
stimulasi

Hipotermia

Potensi
disalahgunakan
rendah

Penurunan
Miosis
kontraksi usus

Konstipasi

Ketergantung
an fisik

Retensi urin

Diuresis

Efek
ketergantunga
n

Gambaran Klinik

Kesadaran turun sampai koma.


Pupil yang pinpoint dapat mengalami dilatasi
pada anoksia berat.
Depresi pernafasan
Sianosis
Nadi lemah
Hipotensi
Spasme saluran cerna dan bilier
Edema paru
Kejang

Diagnosis

Khas :
Pin point
Depresi nafas
Membaik dengan Nalokson

Ditemukan bekas suntikan yang khas


(needle track sign)
Pemeriksaan kualitatif urin

PENATALAKSA
NAAN

ALUR TATALAKSANAN INTOKSIKASI OPIUM


Intoksikasi
golongan opiat

Aloanamnesis
Riwayat pemakaian obat
Bekas suntikan (Needle track
sign)
Pemeriksaan urin
Trias intoksiskasi opiat :
Depresi nafas
Pupil pin-point
Kesadaran menurun (koma)
Support sistem pernafasan dan
sirkulasi
Nalokson intravena (lihat protokol)
Observasi/pengawasan tanda vital
dan dipuasakan selama 6 jam

PROTOKOL PENANGANAN
INTOKSIKASI OPIAT DI I.G.D
1.

Penanganan Kegawatan :
a. Bebaskan jalan nafas
b. Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan
c. Pasang infus dekstrose 5% emergensi

atau NaCl 0.9% ; cairan koloid bila


diperlukan

2.

Pemberian Antidotum Nalokson :


a. Tanpa hipoventilasi : Dosis awal

diberikan 0.4 mg iv
b. Dengan hipoventilasi : Dosis awal
diberikan 1-2 mg iv
c. Bila tidak ada respon dalam 5 menit,
diberikan nalokson 1-2 mg iv hingga
timbul respon perbaikan kesadaran
dan hilangnya depresi pernafasan,
dilatasi pupil atau telah mencapai dosis
maksimal 10 mg.

d. Efek nalokson berkurang 20-40 menit dan


pasien dapat jatuh ke dalam keadaan
overdosis kembali, sehingga perlu
pemantauan ketat tanda-tanda penurunan
kesadaran, pernafasan dan perubahan
pada pupil serta tanda vital lainnya selama
24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan
drip nalokson 1 ampul dalam 500 cc D5%
atau NaCl 0.9% diberikan dalam 4-6 jam.

e. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan

opiat urin dan lakukan foto thorax.


f. Pertimbangkan pemasangan ETT bila :
Pernafasan tidak adekuat setelah
pemberian nalokson yang optimal
Oksigenasi kurang meski ventilasi cukup
Hipoventilasi menetap setelah 3 jam
pemberian nalokson yang optimal

g. Pasien dipuasakan 6 jam untuk

menghindari aspirasi akibat spasme


pilorik

3.

4.

5.

Pasien dirawat dan dikonsultasikan ke Tim


Narkoba Bagian Ilmu Penyakit Dalam untuk
penilaian keadaan klinis dan rencana
rehabilitasi.
Dalam menjalankan semua tindakan harus
memperhatikan prinsip-prinsip
kewaspadaan universal oleh karena
tingginya angka prevalensi hepatitis C dan
HIV.
Bila diperlukan, pasien sebelumnya
dipasang NGT untuk mencegah aspirasi.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran


Dorland, 29th ed. EGC, Jakarta.
Stoelting RK, Hillier SC. Opioid Agonists
and Antagonists. In : Pharmacology &
Physiology in Anestetic Practice 4th Edition.
Philadelphia : Lipincott William & Wilkins.
Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V Jilid 1. Diponegoro
71 Jakarta Pusat.

ALHAMDULIL
LAH

You might also like