You are on page 1of 2

Etiologi Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi / Indirek

Ikterus fisiologis merupakan penyebab umum hiperbilirubinemia pada bayi baru


lahir. Ikterus fisiologis merupakan diagnosis eksklusi yang dibuat sesudah
penyebab ikterus yang lebih berat seperti hemolisis, infeksi, dan penyakit
metabolik dapat disingkirkan melalui evaluasi yang teliti. Ikterus fisiologis
disebabkan oleh banyak faktor yang merupakan sifat fisiologis normal bayi baru
lahir; peningkatan produksi bilirubin akibat peningkatan massa eritrosit,
pemendekan rentang hidup eritrosit, dan imaturitas ligandin dan glukuronil
transferase hati. Ikterus fisiologis dapat terjadi berlebihan pada bayi keturunan
Yunani dan Asia.
Gambaran klinis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi puncak kadar
bilirubin indirek tidak lebih dari 12 mg/dL pada usia hari ketiga. Pada bayi
prematur puncaknya lebih tinggi (15 mg/dL) dan terjadi lebih lambat (hari
kelima).
Puncak kadar bilirubin indirek selama ikterus fisiologis mungkin lebih tinggi pada
bayi ASI (15-17 mg/dL) daripada pada bayi non-ASI (12 mg/dL). Hal ini sebagian
akibat penurunan asupan cairan bayi ASI. Ikterus dikatakan tidak fisiologis atau
patologis jika terjadi pada hari pertama, jika kadar bilirubin meningkat lebih dari
0,5 mg/dL/jam, jika puncak bilirubin lebih dari 13 mg/dL pada bayi cukup bulan,
jika fraksi bilirubi direk lebih dari 1,5 mg/dL, atau jika terdapat
hepatosplenomegali dan anemia.
Sindrom Crigler-Najjar adalah defisiensi UDP-glukuronil transferase yang berat,
jarang dan permanen yang menyebabkan hiperbilirubinemia indirek berat.
Varietas autosomal dominan berespon terhadap induksi enzim oleh fenobarbital,
menghasilkan peningkatan aktivitas enzim dan penurunan kadar bilirubin.
Bentuk autosomal resesif tidak berespon terhadap fenobarbital dan tampak
sebagai hiperbilirubinemia indirek persisten yang sering menyebabkan kern
ikterus. Penyakit Gilbert disebabkan oleh mutasi daerah promotor UDP-glukuronil
transferase dan menyebabkan hiperbilirubinemia indirek ringan. Ikterus yang
lebih berat dapat terjadi bila ada faktor ikterogenik (hemolisis).
Pemeberian ASI dapat menyebabkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi tanpa
adanya hemolisis selama usia 1-2 minggu pertama. Kadar bilirubin jarang
meningkat diatas 20 mg/dL. Penghentian ASI selama 1-2 hari menyebabkan
penurunan cepat kadar bilirubin, yang tidak meningkat secara bermakna
sesudah ASI dimulai lagi. ASI dapat mengandung inhibitor konjugasi bilirubin
atau dapat meningkatkan resirkulasi enterohepatik bilirubin karena
glukuronidase ASI.
Ikterus pada usia hari pertama selalu patologik dan perlu perhatian segera untuk
mencari penyebabnya. Onset dini sering terjadi akibat hemolisis, perdarahan
interna (misalnya cephalhematom, hematom hati atau limpa), atau infeksi.
Infeksi juga sering dihubungkan dengan bilirubin direk akibat infeksi kongenital
perinatal atau sepsis bakteri.

Bukti fisik ikterus dapat diamati pada bayi bila kadar bilirubin mencapai 5-10
mg/dL, sedangkan pada orang dewasa hanya 2 mg/dL. Bila ikterus ditemukan,
evaluasi laboratorium untuk hiperbilirubinemia harus meliputi pengukuran
bilirubin total untuk menentukan besarnya hiperbilirubinemia. Kadar bilirubin
melebihi 5 mg/dL pada usia hari pertama atau melebihi 13 mg/dL sesudahnya
pada bayi cukup bulan harus dievaluasi lebih lanjut dengan pengukuran kadar
bilirubin direk dan indirek, penggolongan darah, uji Coombs, hitung darah total,
apus darah, dan jumlah retikulosit. Uji ini harus dilakukan sebelum pengobatan
hiperbilirubinemia dengan fototerapi atau transfusi tukar. Bila tidak ada
hemolisis atau bukti adanya penyebab hiperbilirubinemia indirek nonhemolitik
yang umum atau jarang, diagnosisnya adalah antara ikterus fisiologis atau
ikterus karena ASI. Ikterus sesudah usia dua minggu bersifat patologis dan
memberi kesan hiperbilirubinemia direk.
Etiologi Hiperbilirubinemia Terkonjugasi Direk
Hiperbilirubinemia direk harus dievaluasi sesuai dengan kategori diagnostik.
Bilirubin direk (tersusun terutama dari bilirubin terkonjugasi) tidak neurotoksik
terhadap bayi tetapi menandakan gangguan serius yang mendasari yang
melibatkan kolestasis atau cedera hepatoseluler. Evaluasi diagnostik pasien
dengan hiperbilirubinemia direk melibatkan penentuan kadar enzim hati
(aspartat aminotransferase [AST], alkali fosfatase, alanin aminotransferase [ALT],
dan gamma glutamil transpeptidase), kultur bakteri dan virus, uji skrining
metabolik, ultrasonografi hati, uji klorida keringat, dan kadang-kadang biopsi
hati. Selain itu, adanya urine gelap dan tinja abu-abu putih (akholik) dengan
ikterus sesudah usia minggu kedua sangat memberi kesan atresia biliaris.
Penyakit ini tidak berespon terhadap fototerapi dan transfusi tukar.

You might also like