You are on page 1of 33

2.2.

Pengertian Histerektomi
1. Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang wanita.
Dengan demikian, setelah menjalani histerektomi seorang wanita tidak mungkin lagi
untuk hamil dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya dilakukan karena berbagai
alasan. Penyebab yang paling sering dilakukan histerektomi adalah adanya kanker
mulut rahim atau kanker rahim.
2. Operasi pengangkatan kandungan (histerektomi) merupakan pilihan berat bagi
seorang wanita. Pasalnya, tindakan medis ini menyebabkan kemandulan dan berbagai
efek lainnya. Oleh karena itu, histerektomi hanya dilakukan pada penyakit-penyakit
berat pada kandungan (uterus).
3. Banyak hal yang dapat 'memaksa' praktisi medis dan pasien untuk memilih tindakan
pengangkatan kandungan. Fibroid atau mioma merupakan salah satu penyebab
tersering. Penyebab lainnya adalah endometriosis, prolapsus uteri (uterus keluar
melalui vagina), kanker (pada uterus, mulut rahim, atau ovarium), perdarahan per
vaginam yang menetap, dan lain-lain.

2.3. Etiologi

Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini menyebabkan
perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, atau penekanan pada
kandung kencing.

Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya tumbuh di


rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium), tuba Fallopi, atau
organ perut dan rongga panggul lainnya.

Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui vagina.

2.4. Klasifikasi
1. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat tetapi mulut
rahim (serviks) tetap ditinggal. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut
rahim, sehingga masih perlu pemeriksaan Pap smear secara rutin.
2. Histerektomi total, yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut rahim.
3.

Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu pengangkatan uterus, mulut rahim,


kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan seperti
menopause.

4. Histerektomi radikal, dimana histerektomi diikuti dengan pengangkatan bagian atas vagina
serta jaringan dan kelenjar limfe di sekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada
beberapa jenis kanker tertentu.
5. Selain itu, histerektomi dapat dilakukan melalui irisan di perut atau melalui vagina. Pilihan
teknik ini tergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang
mendasari, dan berbagai pertimbangan lain.

2.5. Cara Melakukan Operasi Histerektomi


Sedangkan cara operasi histerektomi juga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.

Histerektomi abdominal, dimana pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada


perut, baik irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini adalah
dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa uterus dan jaringan sekitarnya
dan mempunyai cukup ruang untuk melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya
dilakukan pada mioma yang berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus.
Kekurangannya, teknik ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang lebih berat, menyebabkan
masa pemulihan yang lebih panjang, serta menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.

2. Histerektomi vaginal, dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui irisan
tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya
kemudian dikeluarkan melalui vagina. Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri.
Kelebihan tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada jaringan
parut yang tampak.

CONTOH GAMBAR OPERASI HISTERETOMI VAGINAL

3. Histerektomi laparoskopi. Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu
laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH) dan histerektomi
supraservikal laparoskopi (laparoscopic supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip
dengan histerektomi vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui
irisan kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk membebaskan
uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi
hanya irisan pada perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian
dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang laparoskop. Kedua
teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri, pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit
jaringan parut.

Setelah histerektomi, siklus haid atau menstruasi akan berhenti dan wanita tidak dapat
lagi hamil. Jika pada histerektomi juga dilakukan pengangkatan ovarium (indung telur), maka
dapat timbul menopause dini.
Pada umumnya tindakan pengangkatan rahim ini dilakukan menggunakan teknik open
surgery, dengan membuat sayatan sekitar 15 cm pada dinding perut.
Namun saat ini tindakan tersebut dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik, yakni
melalui vagina atau menggunakan laparoskopi. Kedua tindakan ini lebih baik dibandingkan
dengan open surgery karena waktu penyembuhan yang lebih cepat, nyeri pasca operasi lebih
ringan, serta tidak meninggalkan jaringan parut (bekas luka) besar di peut. Pada operasi
pengangkatan rahim melalui vagina bahkan tidak ada luka sama sekali di perut. Laparoskopi
memberi keuntungan dapat melihat keadaan organ di sekitar rahim sehingga apabila
didapatkan perlengketan atau kelainan pada organ di sekitar rahim, lebih mudah untuk
melakukan tindakan untuk memperbaikinya.
2.6. Teknik Operasi
Tindakan pengangkatan rahim menggunakan laparoskopi dilakukan menggunakan
anestesi (pembiusan) umum atau total. Waktu yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya
penyakit, berkisar antara 40 menit hingga tiga jam. Pada kasus keganasan stadium awal,
tindakan histerektomi radikal dapat pula dilakukan menggunakan laparoskopi. Untuk ini
diperlukan waktu operasi yang relatif lebih lama.

Apabila dilakukan histerektomi subtotal, maka jaringan rahim dikeluarkan


menggunakan alat khusus yang disebut morcellator sehingga dapat dikeluarkan melalui
llubang 10 mm.
Apabila dilakukan histerektomi total, maka jaringan rahim dikeluarkan melalui
vagina, kemudian vagina dijahit kembali.
Operasi dilakukan umumnya menggunkan empat lubang kecil berukuran 5 10 mm,
satu di pusar dan tiga di perut bagian bawah.

2.7. Komplikasi dan efek samping


Komplikasi histerektomi menggunakan laparoskopi pada umumnya sama dengan
tindakan operasi laparoskopi lainnya, diantaranya :

Cedera pada organ sekitar seperti usus, kandung kencing, ureter. Hal ini terutama
timbul apabila didapatkan perlengketan hebat pada organorgan tersebut.

Perdarahan : perdarahan yanga cukup banyak kadangkala memerlukan transfusi darah

Infeksi : Jarang dijumpai

Perubahan teknik operasi menjadi open surgery : pada beberapa keadaan misalnya
perlengketan yang sangat hebat, operasi laparoskopi lebih membawa resiko sehingga
open surgery lebih dipilih.

PERSIAPAN PRE-OPERASI UNTUK PENDERITA

Keperawatan pre operasi dimulai ketika keputusan tindakan pembedahan di


ambil, dan berakhir ketika klien di pindahkan ke kamar operasi. Dalam fase pre
operasi ini dilakukan pengkajian pre operasi awal, merencanakan penyuluhan dengan
metode yang sesuai dengan kebutuhan pasien, melibatkan keluarga atau orang

terdekat dalam wawancara, memastikan kelengkapan pemeriksaan praoperasi,

mengkaji kebutuhan klien dalam rangka perawatan post operasi.


Persiapan pre operasi yang perlu dilakukan oleh petugas untuk penderita antara lain :
1. Menerangkan kepada penderita dan keluarganya alasan dilakukan operasi dan
memberikan pengertian serta kekuatan mental kepada mereka dalam menghadapi
keadaan ini. Diterangkan pula bahwa operasi untuk operasi ini diperlukan izin /

persetujuan dari penderita dan keluarganya.


2. Melakukan pengosongan kandung kencing. Pada operasi perabdominan di pasang

kateter menetap.
3. Mengosongkan isi rectum. Pada placenta previa tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan perdarahan.
4. Tentukan daerah yang akan dicukur, sebaiknya pencukuran dilakukan langsung

sebelum pembedahan.
Mencukur rambut pubis daerah genetalia eksterna dan rambut daerah dinding perut

pada operasi perabdominam.


5. Melakukan suci hama daerah operasi :
a. Daerah genetalia eksterna dan vagina dengan memakai larutan asam pikrin,

larutan betadine, larutan savlon dan sebagainya.


b. Daerah dinding perut dengan larutan betadine, larutan iodium atau larutan

savlonlalu dicuci lagi dengan latutan alcohol.


6.
Jangan lupa bahwa penderita akan NPO sekitar 8 jam sebelum pembedahan.
Pemberian obat obatan selama itu harus diberikan secara IV atau IM. Antibiotika
harus diberikan sebelum pembedahan bilamana itu digunakan sebagai profilaksis

melawan peradangan.
7. Darah harus diambil untuk test pada pagi hari sebelum pembedahan pada

beberapa penderita, misalya glukosa darah pada penderita diabetes.


8. Darah harus dicocokan dengan penderita bilamana akan dilakukan transfuse.

Komponen darah(misal trombosit) harus disiapkan terlebih dahulu.


9. Penderita tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam dan minum cairan

selama 8 jam sebelum pembedahan.


10. Pemberian cairan intravena sebelum pembedahan tidak diperlukan pada berbagai
kasus, tetapi pada penderita lanjut usia atau pada penderita yang lemah.

Beberapa penyuluhan atau instruksi pre operasi yang dapat meningkatkan adaptasi

klien pasca operasi di antaranya :


1. Latihan nafas panjang
Sesudah operasi, pasien ada kemungkinan susah untuk bernafas daripada biasanya,
oleh karena sakit dan perlu istirahat / ketenangan. Dahak susah dikeluarkan, karena

dipengaruhi oleh efek anastesi. Oleh karena itu pasien yang sudah dioperasi menjadi

radang paru-paru. Sehingga perlu latihan nafas panjang.


Cara berlatih :
a. Menarik nafas dalam
b. Keluarkan nafas pelan pelan
Gerakan ini dilakukan sebanyak banyaknya minimum 5 kali dalam sekali latihan,

sekali latihan minimum 3 kali (pagi, siang, sore).


2. Latihan mengeluarkan dahak
Setelah terlatih menarik nafas dalam, kemudian latihab batuk dan berdahak, Karena
dahak yang menempel di saluran nafas itu menyebabkan radang paru-paru/ susah
nafas. Sesudah operasi, biasanya pasien takut batuk dan mengeluarkan dahak sambil

menekan luka operasi.


3. Gizi yang cukup
Sebelum operasi harus mendapatkan gizi yang cukup, agar sesudah operasi luka cepat

sembuh dan tenaga cepat kembali.


4. Kumur kumur dan menggosok gigi
(Menjaga kebersihan mulut dan gigi)
Saat sudah operasi, di dalam mulut mudah menjadi kotor. Itu menyebabkan sariawan,
limfadenitis, radang paru-paru. Oleh karena itu, pasien dilatih dan dijaga kebersihan

mulut dan giginya. Sejak sebelum operasi.


5. Latihan mengeluarkan otot
Tindakan operasi akan menghabiskan banyak tenaga. Oleh karena itu, sebelum
operasi perlu dilakukan latihan untuk mempertahankan/mengembalikan/ memulihkan
tenaga. Sehari 3-4 kali latihan minimum 10 kali gerakan dengan cara lengan dan kaki

diluruskan dan kemudian ditekuk.


Ada beberapa jenis pembedahan dalam kebidanan, antara lain :
A. Histerektomi
B. Laparotomi
C. Operasi Kanker Cerviks

A. HISTEREKTOMI PARSIAL
1. Pengertian
Istilah histerektomi berarti pengangkatan. Jika yang diangkat rahim, maka disebut
histerektomi. Histerektomi adalah suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari
uterus diangkat. Histerektomi merupakan suatu prosedur non obstetrik untuk wanita
di negara Amerika Serikat. Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan
(rahim, uterus) seorang wanita, setelah menjalani histerektomi wanita tidak mungkin
lagi untuk hamil. Operasi pengangkatan kandungan (histerektomi) merupakan pilihan
berat bagi seorang wanita. Pasalnya, tindakan medis ini menyebabkan kemandulan

dan berbagai efek lainnya. Oleh karena itu, histerektomi hanya dilakukan pada

penyakit-penyakit berat pada kandungan (uterus).


Syarat melakukan histerektomi adalah :
a. Umur ibu 35 tahun atau lebih.
b. Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.
2. Indikasi Histerektomi
Alasan terbanyak dilakukan histerektomi karena Mioma uteri. Selain itu adanya
perdarahan uterus abnormal, endometriosis, prolaps uteri (relaksasi pelvis) juga
dilakukan histerektomi. Hanya 10 % dari kasus histerektomi dilakukan pada pasien
dengan karsinoma. Artikel ini difokuskan secara primer untuk penggunaan
histerektomi non kanker, non emergency yang mana melibatkan keputusan yang lebih

menantang untuk wanita dan dokter-dokternya.


Fibrosis uteri (dikenal juga leiomioma) merupakan alasan terbanyak dilakukannya
histerektomi. Leiomioma merupakan suatu perkembangan jinak (benigna) dari sel-sel
otot uterus, namun etiologinya belum diketahui. Meskipun jinak dimana artinya tidak
menyebabkan/berubah menjadi kanker, leiomioma ini dapat menyebabkan masalah
secara medis, seperti perdarahan yang banyak, yang mana kadang-kadang diperlukan
tindakan histerektomi. Relaksasi pelvis adalah kondisi lain yang menentukan tindakan
histerektomi. Pada kondisi ini wanita mengalami pengendoran dari otot-otot
penyokong dan jaringan disekitar area pelvik. pengendoran ini dapat mengarah ke
gejala-gejala seperti inkontensia urine (Unintensional Loss of Urine) dan
mempengaruhi kemampuan seksual. Kehilangan urine ini dapat dicetuskan juga oleh

bersin, batuk atau tertawa.


Kehamilan mungkin melibatkan peningkatan resiko dari relaksasi pelvis, meskipun
tidak ada alasan yang tepat untuk menjelaskan hal tersebut.Histerektomi juga
dilakukan untuk kasus-kasus karsinoma uteri/beberapa pre karsinoma (displasia).
Histerektomi untuk karsinoma uteri merupakan tujuan yang tepat, dimana
menghilangkan jaringan kanker dari tubuh. Prosedur ini merupakan prosedur dasar

untuk penatalaksanaan karsinoma pada uterus.


Beberapa penyebab lain adalah :
a. Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini menyebabkan
perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, atau penekanan pada kandung

kencing.
b. Kanker serviks, rahim atau ovarium

c.

Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya tumbuh di rahim

saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium), tuba Fallopi, atau organ perut dan

rongga panggul lainnya.


d. Adenomyosis, kelainan di mana sel endometrium tumbuh hingga ke dalam

dinding rahim (sering juga disebut endometriosis interna)


e. Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui vagina.,
f. Inflamasi Pelvis karena infeksi
3. Pengobatan atau test untuk melaksanakan tindakan histerektomi
Untuk kasus-kasus nyeri pelvis, wanita biasanya tidak dianjurkan untuk di
histerektomi. Namun penggunaan laparaskopi atau prosedur invasif lainnya
digunakan untuk mencari penyebab dari nyeri tersebut. Pada kasus-kasus perdarahan
abnormal uterus, bila dibutuhkan tindakan histerektomi, wanita/pasien tersebut
dibutuhkan suatu sample dari jaringan uterus (biopsi endometrium). Untuk
mengetahui ada tidaknya jaringan karsinoma/pre karsinoma dari uterus tersebut.
Prosedur

ini

sering

disebut

sample

endometriae.

Pada

wanita

nyeri

panggul/perdarahan percobaan pemberian terapi secara medikamentosa sering

diberikan sebelum dipikirkan dilaksanakan histerektomi.


Maka dari itu wanita pada stadium pre menopause (masih punya periode menstrual
reguler) yang mempunyai leiomioma dan menyebabkan perdarahan namun tidak
menyebabkan nyeri, terapi Hormonal lebih sering dianjurkan daripada tindakan
histerektomi. Jika wanita tersebut mempunyai perdarahan yang banyak sehingga
menyebabkan gangguan pada aktifitas sehari-hari, berlanjut menyebabkan anemia,
dan tidak mempunyai kelainan pada sampel endometriae, ia bisa dipertimbangkan

untuk dilakukan histerektomi.


Pada wanita menopause (yang tidak mengalami periode menstrual secara permanen)
dimana ia tidak ditemukan kelainan pada sample endometriumnya namun ia
mempunyai perdarahan abnormal yang persisten, setelah pemberian terapi hormonal
dapat dipertimbangkan dilakukan histerektomi. Penyesuaian dosis/tipe dari hormon
juga dibutuhkan saat diputuskan penggunaan terapi secara optimal pada beberapa

wanita.
Histerektomi terbagi dalam beberapa jenis yaitu :
a. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat
tetapi mulut rahim (serviks) tetap ditinggal. Oleh karena itu, penderita masih dapat
terkena kanker mulut rahim, sehingga masih perlu pemeriksaan Pap smear secara

rutin.
b. Histerektomi total, yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut rahim.

c.

Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu pengangkatan uterus,

mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium

menyebabkan keadaan seperti menopause.


d. Histerektomi radikal, dimana histerektomi diikuti dengan pengangkatan bagian
atas vagina serta jaringan dan kelenjar limfe di sekitar kandungan. Operasi ini
biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu.

4. Prosedur Histerektomi
Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian bawah atau vagina,
dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat perut dilakukan melalui sayatan
melintang seperti yang dilakukan pada operasi sesar. Histerektomi lewat vagina
dilakukan dengan sayatan pada vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut
laparoskop mungkin dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk membantu
pengangkatan rahim lewat vagina. Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan
histerektomi perut karena lebih kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya.
Namun demikian, keputusan melakukan histerektomi lewat perut atau vagina tidak
didasarkan hanya pada indikasi penyakit tetapi juga pada pengalaman dan preferensi

masing-masing ahli bedah.


Perlu diingat aturan utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui

beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan :


a. Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di

ovarium
b. Papsmear terbaru.
c. USG panggul, tergantung pada temuan diatas.

B. LAPAROTOMI
1. Pengertian
Laparotomy adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut).
Kata "laparotomy" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam ini pada
tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk
dari dua kata Yunani, "lapara" dan "tome". Kata "lapara" berarti bagian lunak dari
tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan "tome" berarti

pemotongan.
Laparotomy dilakukan untuk memeriksa beberapa organ di abdomen sebelah bawah
dan pelvis (rongga panggul) yang melingkupi Insisi Vertikal (midline, paramedian,
supraumbilikal), insisi Transversal dan Oblik serta insisi Abdominothoracic. Operasi
ini juga dilakukan sebelum melakukan operasi pembedahan mikro pada tuba fallopi.

Ada beberapa cara, yaitu;


a. Midline Epigastric Insision (irisan median atas)
Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga
1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan

peritoneum dipisahkan satu persatu. Membuka peritoneum dari bawah.


b. Midline Subumbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas. Irisan

median atas dan bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.


Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman adalah
membukanya dengan menggunakan dua klem artery, yang dijepitkan dengan sangat
hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyanggoyang untuk memastikan tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit.
Kemudian peritoneum diinsisi dengan menggunakan gunting. Insisi diperlebar dengan
memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur
dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh peritoneum.Bila penderita pernah
mengalami laparotomi dengan irisan median, sebaiknya irisan ditambahkan keatas
atau bawah dan membuka peritoneum diatas atau dibawah irisan lama. Setelah
peritoneum terbuka organ abdomen dipisahkan dengan hati-hati dari peritoneum. Pada

kasus emerjensi, lebih baik melakukan irisan median.


1) Paramedian Insision trapp door (konvensional)
Insisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-5
cm dari garis tengah. Insisi dilakukan vertical, diatas sampai bawah umbilkikus,
m.rectus abdominis didorng ke lateral dan peritoneum dibuka juga 2.5 cm lateral dari
garis tengah. Pada irisan dibawah umbilikus diperhatikan epigastrica inferior yang

harus dipisahkan dan diikat.


2) Lateral Paramedian Insision
Adalah modifikasi dari Paramedian Insision yang dikenalkan oleh Guillou
et al. Dimana fascia diiris lebih lateral dari yang konvensional Secara teoritis, teknik
ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan insisional

hernia dan lebih baik dari yang konvensional.


3) Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect)
Insisi ini sama dengan paramedian insision konvensional, hanya otot rectus pada insisi
ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika
mungkin pada 1/6 tengahnya. Insisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal

dari insisi paramedian sebelumnya. Kemungkinan hernia sikatrikalis lebih besar.


4) Kocher Subcostal Insision

Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk pembedahan empedu dan

saluran empedu.
Insisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan
diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm dibawahnya, dengan memotong

muskulus rektus dan otot dinding abdomen lateral.


5) Irisan McBurney Gridiron Irisan oblique
Dilakukan untuk kasus Apendisitis Akut Dan diperkenalkan oleh Charles McBurney

pada tahun 1894, otot-otot dipisahkan secara tumpul.


6) Irisan Rocky Davis
Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, irisan ini lebih

kosmetik.
7) Pfannenstiel Insision
Insisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada
ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic

prostatectomy.
Insisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang 12 cm.
Fascia diiris transversal, muskulus rektus dipisahkan ke lateral dan peritoneum dibuka

secara vertikal.
8) Insisi Thoracoabdominal
Insisi Thoracoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum pleura dan
cavum abdomen menjadi satu. Dimana insisi ini akan membuat akses operasi yang
sangat baik. Insisi thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan untuk melakukan
emergensi ataupun elektif reseksi hepar Insisi thorakoabdominal kiri efektif jika
dilakukan untuk melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan bagian proximal

dari lambung.
Penderita berada dalam posisi cork-screw. Abdomen diposisikan kira-kira 45 dari
garis horizontal, sedangkan thorax berada dalam posisi yang sepenuhnya lateral. Insisi
pada bagian abdomen dapat merupakan midline insision ataupun upper paramedian
insision. Insisi ini dilanjutkan dengan insisi oke spasi interkostal VIII sampai ujung

scapula.
a) Setelah abdomen dibuka, insisi pada dada diperdalam dengan menembus
m.latissimus dorsi, serratus anterior, dan obliquus externus dan aponeurosisnya. Insisi

pada abdomen tadi dilanjutkan hingga mencapai batas costa


b) M.Intercostal 8 dipisahkan untuk mencapai cavum pleura. Finochietto chest
retractor dimasukkan pada intercostal 8 dan pelan-pelan di buka. Dan biasanya kita
tidak perlu untuk memotong costa.

c) Diphragma dipotong melingkar 2 3 cm dari tepi dinding lateral toraks sampai


hiatus esofagus untuk menghindari perlukaan n.phrenicus. Pada akhir operasi

dipasang drain toraks lewat irisan lain.


d) Penutupan dari insisi ini adalah dimulai dengan menjahit diaphragma secara
matras 2 lapis dengan benang non absorbabel, otot dada dan dinding abdomen dijahit

lapis demi lapis.


2. Indikasi
Dalam bidang kebidanan dan kandungan cukup banyak kasus yang dapat ditangani,
antara lain mioma (tumor jinak rahim), kista indung telur, hamil di luar kandungan,
endometriosis (nyeri haid), infertilitas (sulit hamil), KB steril, perlengketan dalam
perut, dan polikistik ovarium.Selain itu kasus kasus yang dapatditangani dengan
laparotomi yakni: trauma abdomen (tumpul atau tajam), peritonitis, perdarahan
saluran pencernaan, sumbatan pada usus halus dan usus besar, masa pada abdomen.
Semua kelainan intraabdomen yang memerlukan operasi baik darurat maupun elektif,
seperti Hernia diafragmatika, aneurisma aorta torakolis dan aorta abdominalis,

kelainan oesofagus, kelainan liver.


3. Komplikasi
a. Stitch abscess
Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya, sebelum
jahitan insisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial ataupun lebih dalam. Jika
dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba.
Abses ini biasanya akan diabsopsi dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk
yang superficial dapat kita lakukan insisi pada abses tersebut. Antibiotik jarang

diperlukan untuk kasus ini.


b. Infeksi luka operasi
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan proses
inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli,
Streptococcus Faecalis, Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami
demam, sakit kepala, anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan
membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan antibiotika
yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa suppurasi yang extensiv

hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase dapat dilakukan.


c. Gas Gangrene
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-72 jam setelah
operasi, peningkatan temperature (39 -41 C), Takhikardia (120-140/m), shock yang
berat. Keadaan ini ddapat diatasi dengan melakukan debridement luka di ruang

operasi, dan pemberian antibiotika, sebagai pilihan utamanya adalah, penicillin 1 juta

unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.


d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang
dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat dilakukan

aspirasi.
e. Keloid Scars
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang sebagian orang
mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Jika keloid
scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat
berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil
yang diharapkan. Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang

dilanjutkan dengan skin-graft dapat dilakukan.


f. Abdominal wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0-3 %.
Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding yang lebih muda.

Laki-laki dibanding wanita 4 : 1.


4. Tindakan Pre Operatif
Penatalaksanaan Perawatan
a. Pengkajian meliputi obyektif dan subyektif.
1) Data subyektif meliputi;
a) Nyeri yang sangat pada daerah perut.
2) Data obyektif meliputi :
a) Napas dangkal
b) Tensi turun
c) Nadi lebih cepat
d) Abdomen tegang
e) Defense muskuler positif
f) Berkeringat
g) Bunyi usus hilang
h) Pekak hati hilang
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di

abdomen.
2) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi

laparatomi.
3) Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan

sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.


c. Hasil yang diharapkan
1) Pasien akan tetap merasa nyaman.

2) Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan luka operasinya.


3) Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :
1) Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar sudah ditegakkan.
2) Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien untuk tidak makan

dan minum.
3) Monitoring cairan intra vena bila diberikan.
4) Mencatat intake dan output.
5) Posisi pasien seenak mungkin.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
7) Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi selesai.
8) Monitoring tanda-tanda vital.
e. Diagnosis
1) Foto polos abdomen
2) CT scan abdomen
3) USG abdomen
Adapun prosedur daripada laparotomi adalah seperti layaknya operasi konvensional,
laparoskopi tetap memerlukan pembiusan dan dilakukan di kamar operasi. Setelah
pembiusan, dinding perut disayat pada daerah pusat/umbilikus sekitar 1 cm.
Kemudian dimasukkan kamera kecil untuk melihat organ-organ didalam rongga perut.
Setelah itu dibuat sayatan kedua dan ketiga pada dinding perut bagian bawah, sedikit
diatas tulang pinggul, diameter 0,5 cm, untuk memasukkan alat-alat berupa stik

sebagai pengganti tangan dokter.


Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah :
a. Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber perdarahan.
b. Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin. Bila perdarahan berasal dari
organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan tampon abdomen untuk
sementara. Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan dengan penggunaan klem

vaskuler. Perdarahan dari vena besar dihentikan dengan penekanan langsung.


c. Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan kesempatan pads

anestesi untuk memperbaiki volume darah.


d. Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang perforasi

atau reseksi usus dengan anastomosis.


e. Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl fisiologik.
f. Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi sistematis dari
seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri bawah dengan

memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan bursa omentalis.


g. Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan subkutis
serta kutis dibiarkan terbuka.

Lama perawatan pasca laparoskopi:


Karena tindakan operasi yang minimal invasif, maka perawatan setelah operasi hanya
satu hari saja (dengan catatan jika tidak terjadi komplikasi selama operasi).Dan
setelah itu pasien dapat kembali beraktivitas normal.

5. Post Laparotomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien

yang

telah

menjalani

operasi

pembedahan

perut.

Tujuan perawatan post laparatomi


a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
Latihan-latihan fisik yang dilakukan post laparotomi adalah latihan napas dalam,
latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan

alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.
Tindakan keperawatan post operasi:
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai

drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
Evaluasi post operasi :
a. Evaluasi tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
1) Suhu tubuh normal
2) Nada normal
3) Perut tidak kembung
4) Peristaltik usus normal
5) Flatus positif
6) Bowel movement positif
b. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
c. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
d. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan

mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.


e. Luka operasi baik.
Komplikasi post laparatomi;
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar


tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan
ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang

dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.


b. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang

paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptic.
c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah
infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada

dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.


Proses penyembuhan luka
a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening

digunakan sebagai kerangka.


b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel

timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan
c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-

jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.


d. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
b. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
c. Pencegahan infeksi.
Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan

batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Mempertahankan konsep diri.


Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena
adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama
ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya

berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien

setelah operasi
Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy adalah:
a. Respiratory
Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
b. Sirkulasi
Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
c. Persarafan : Tingkat kesadaran
d. Balutan
1) Apakah ada tube, drainage
2) Apakah ada tanda-tanda infeksi
3) Bagaimana keadaan penyembuhan luka pasien yang menjalani laparotomi
e. Peralatan
1) Monitor yang terpasang.
2) Cairan infus atau transfusi.
f. Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi
g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

C. KANKER SERVIK
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling umum yang mengenai
organ reproduksi wanita. Beberapa jenis human papilloma virus, suatu infeksi

menular seksual, mempunyai peran penting dalam kebanyakan kasus kanker serviks.
Setelah terpapar HPV, sistem imun wanita biasanya mencegah virus untuk
membahayakan tubuh. Pada beberapa kelompok wanita, virus ini dapat bertahan
selama bertahun-tahun sampai pada akhirnya mengkonversi beberapa sel pada
permukaan serviks menjadi sel kanker. Setengah dari kejadian kanker serviks terjadi

pada wanita diantara umur 35 dan 55.


Pada umumnya, kanker bermula pada saat sel sehat mengalami mutasi genetik yang
mengubahnya dari sel normal menjadi sel abnormal. Sel sehat tumbuh dan
berkembang dengan kecepatan yang teratur. Sel kanker tumbuh dan bertambah
banyak tanpa kontrol dan mereka tidak mati. Adanya akumulasi sel abnormal akan
membentuk suatu massa (tumor). Sel kanker menginvasi jaringan sekitar dan dapat

berkembang dan tersebar di tempat lain di dalam tubuh (metastasis)


Kanker serviks paling sering bermula dengan sel datar, tipis yang membentuk dasar
serviks (sel skuamosa). Karsinoma sel squamosa merupakan 80% dari kasus kanker
serviks. Kanker serviks dapat juga terjadi pada sel kelenjar yang membentuk bagian
atas dari cerviks. Dapat disebut dengan adenocarcinoma, prevalensi kanker ini yaitu
15% dari kanker serviks. Kadang-kadang kedua tipe sel ditemukan pada kanker

serviks. Terdapat kanker lain pada sel lain di serviks namun persentasenya sangat

kecil.
1. Pemeriksaan diagnostic
a. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan : murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan : tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
b. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.

c. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan

dibesarkan 10-40 kali.


Keuntungan : dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk

melakukan biopsy.
Kelemahan : hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang

kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
d. Biopsi
Dengan biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
e. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan pada serviks

tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.


2. Terapi
a. Irradiasi
1) Dapat dipakai untuk semua stadium.
2) Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3) Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
4) Dosis Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
Komplikasi Irradiasi
1) Kerentanan kandungan kencing
2) Diarrhea
3) Perdarahan rectal
4) Fistula vesico atau rectovaginalis
b. Operasi
1) Memilih teknik operasi
Dalam pengangkatan rahim seseorang, dapat dilakukan pada seluruh rahim yang
dikenal dengan histerektomi total atau sebagian saja yang dikenal dengan histerektomi
supraservikal/sub total, hal ini sangat tergantung pada jenis tumor. Bila tumor jinak,
maka

sebaiknya

dilakukan

operasi

histerektomi

supraservikal/parsial

atau

supravaginal, sebab ada pendapat bahwa serviks (mulut rahim) diperlukan untuk

kepuasan fungsi seksual, dan risiko menghindari efek psikis bagi seseorang wanita
bila seluruh alat reproduksi diangkat sehingga dia beranggapan menjadi tidak
sempurna lagi layaknya seorang perempuan. Hal ini hanya bisa dilakukan bila seorang
wanita yang sehat serviksnya atau dengan kata lain melakukan Papsmear secara
teratur. Bila hasil test Papsmear tidak normal, dapat berisiko kanker leher rahim suatu
waktu. Tindakan operasi histerektomi parsial tidak dianjurkan bila suatu tumor yang
berisiko ganas. Soalnya, cara ini masih menyisakan sel tumor pada bagian rahim yang

tidak diangkat.
Teknik operasi histerektomi diperluas adalah suatu jenis operasi yang dilakukan pada
operasi kanker leher rahim, yang masih layak dilakukan operasi. Di sini beberapa
kelenjar limfa yang berdekatan dengan rahim turut juga diangkat demi meminimalkan
penyebaran tumor tersebut. Sebaiknya bila Anda atau istri Anda punya rencana untuk
dilakukan operasi pengangkatan rahim, maka tidak salahnya berkonsultasi dulu
dengan dokter untuk memastikan jenis operasi yang dilakukan demi optimalisasi

aktivitas reproduksi.
Jadi ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan untuk menangani kanker servik,

antara lain :
a) Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II
b) Operasi histerektomi vagina yang radikal
c) Operasi histerektomi vagina yang parsial
c. Kombinasi (Irradiasi dan pembedahan)
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya
vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami
kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran

kesistem limfe dan peredaran darah.


d. Cytostatika : Bleomycin
Terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks
adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi

keadaan masih tetap sama.


3. Pra Operasi Kanker Serviks
a. Perencanaan dan Pra Operasi
1) Inform Consent / Surat Persetujuan Operasi
Inform consent merupakan salah satu hal penting dari persiapan operasi, di mana
sebelum memberi persetujuan terhadap dokter untuk dioperasi, anda terlebih dahulu

harus diterangkan mengenai :


a) Kondisi kesehatan dan mengapa operasi ini dipilih sebagai pengobatan
b) Tujuan operasi

c) Bagaimana operasi itu sendiri


d) Keuntungan operasi terhadap anda
e) Resiko operasi
f) Efek samping operasi
g) Pilihan pengobatan lain.
Dengan menandatangani inform consent tersebut berarti anda sudah menerima segala
informasi dan bersedia untuk dioperasi. Disarankan untuk anda membaca dan
memahami dengan baik seluruh isi inform consent tersebut dan semua pertanyaan
anda telah dijawab oleh dokter. Jika perlu, anda di dampingi oleh keluarga atau teman

saat menandatangani inform consent.


b. Pemeriksaan Pra Operasi
Pemeriksaan pra operasi ini ditujukan untuk memeriksa apakah ada faktor resiko bagi
anda untuk menjalani operasi sederhana ini, misalnya resiko pemanjangan waktu
pembekuan darah yang menjadi faktor resiko untuk terjadinya perdarahan abnormal.

dapun pemeriksaan yang dilakukan berupa :


1) Anamnesis
:
menanyakan riwayat penyakit dahulu berupa darah tinggi,
kencing manis, penyakit jantung, alergi atau kondisi lain yang berhubungan dengan

operasi.
2) Laboratorium : Darah Lengkap (pemeriksaan darah lengkap dan faal darah). Jika
pemeriksaan darah normal, maka anda akan dipersiapkan untuk melakukan operasi ;
menghitung jumlah darah, resiko perdarahan dan infeksi, fungsi ginjal dan hepar dan

untuk penyediaan transfusi darah saat operasi.


3) Urinalisis
:
memeriksa keadaan ginjal dan adanya infeksi, X-ray dada

dan EKG (elektrokardiografi) untuk memeriksa keadaan jantung dan paru.


4) Lain - lain
:
CT scan untuk melihat ukuran dan lokasi tumor serta

penyebarannya.
Jika anda menggunakan anestesi total (bius total), maka anda akan dipertemukan
dengan dokter anestesi yang akan menangani anda. Dan bukan tidak mungkin jika
dokter akan meminta pemeriksaan lain yang berhubungan dengan kondisi yang

mempengaruhi operasi.
Diagnose suatu penyakit diupayakan sejelas mungkin sebelum therapi pembedahan
dijalankan. Dan bagi operator atau dokter Bedah sendiri, tentu tidak akan memiliki
arah yang pasti di saat berlangsungnya operasi, apa bagaimana dan seberapa yang
mesti dibedah jika informasi atau assessmentpendekatan ke arah diagnose pastibelum optimal. Sehingga diperlukan pemeriksaan tambahan di luar pemeriksaan fisik
untuk menuju kepastian itu. Mungkin akan diperlukan pemeriksaan laboratorium saja
atau dibutuhkan lagi pemeriksaan penunjang yang masih taraf sederhana sampai yang

sudah canggih. Misalnya, pemeriksaan rontgen atau x-ray, pemeriksaan USG, CT


scan, MRI dan pemeriksaan yang sifatnya lebih invasif, seperti x-ray atau CT scan
dengan kontras, biopsi, endoscopy (colonoscopy, ureteroscopy, arthroscopy,
bronchoscopy, laparoscopy dll). Memang semakin maju perkembangan teknologi,
semakin canggih pula alat pemeriksaan di bidang medis yang membuat pasien

semakin nyaman.
c. Persiapan Operasi
1) Mengosongkan isi perut (lambung dan usus) dari malam sebelum operasi, dengan
cara puasa makan dan minum serta penggunaan laksatif untuk mengosong isi perut.
Hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya aspirasi (terhirup) muntahan ke paru saat

dianestesi, di mana aspirasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada paru.
2) Mencukur area yang akan dioperasi, untuk mencegah rambut masuk ke dalam

area operasi dan menyebabkan terjadinya infeksi.


3) Persiapan Fisik dan Mental
Selain mempersiapkan mental, waktu dan biaya, pembedahan berencana seperti
misalnya pembedahan pada kasus kanker serviks juga mewajibkan pasien untuk
menyiapkan kondisi fisik demi lancarnya operasi yang akan berlangsung. Persiapan
fisik ini berhubungan dengan kelainan atau penyakit yang akan dibedah tersebut, dan
juga persiapan fisik berkenaan dengan pembiusan, agar obat-obat bius yang nantinya
diberikan tidak menimbulkan efek negatif akibat kemampuan respon tubuh yang tidak

normal lagi.
Karena tubuh pasti akan mengalami stress pembedahan, baik dari kemampuan fungsi
masing - masing organ vital maupun cedera langsung yang diterimanya, maka untuk
kepentingan pembiusan agar obat - obat yang diberikan sebelum dan selama proses
berlangsungnya operasi bisa direspon dengan baik, harus ada jaminan akan fungsi dan
kondisi tubuh yang baik pula. Maka jika penderita akan dipersiapkan menjalani
operasi dengan pembiusan umum ataupun regional pada yang berusia di atas 40 tahun
diwajibkan memeriksa lab untuk mengetahui fungsi pembekuan darah, fungsi liver,
ginjal, endokrin, elektrolit, status gizi dan pemeriksaan elekrokardiografi (EKG)
untuk menilai keadaan jantung. Pemeriksaan - pemeriksaan tersebut termasuk

pemeriksaan standard yang sebaiknya dicek secara lengkap.


Sedangkan untuk jangka pendek, setidaknya 8 jam sebelum masuk ke dalam kamar
operasi, fisik penderita diharapkan sudah fit, tidak sedang pilek, batuk atau yang
lainnya, dalam keadaan bersih hingga ke cuci rambut dan siap menanggalkan asesoris

seperti perhiasan, gigi palsu, tidak bergincu dan cat kuku mesti dihapus. Ini dilakukan

untuk mencegah kontaminasi operasi dan menunjang sterilitas proses operasi.


Dari perhatian tim bedah, justru kesiapan fisik penderita yang paling penting, sebab
sangat mempengaruhi sekali stabilitas kondisi tubuh selama proses operasi dan
menentukan hasil pembedahan serta perawatan pasca operasinya. Sehingga untuk
kasus bedah berencana yang tergolong berat dan penanganannya akan dikerjakan
dalam waktu relatif lama apalagi penderita berumur di atas 40 tahun, sebaiknya
penderita sudah berada di rumah sakit setidaknya satu hari menjelang pelaksanaan
operasi. Sehingga baik dari kesiapan yang berhubungan dengan pembedahan maupun
yang berhubungan dengan proses pembiusannya sehingga penderita betul betul
dalam keadaan optimal dan siap untuk ditempatkan di atas meja operasi.

d. Anestesi
Anestesi (bius) adalah cara untuk menghilangkan nyeri pada periode tertentu. Hal
tersebut tergantung dari jenis dan lama operasi, dan ini juga mempengaruhi apakah
perlu anda sadar atau tidak saat operasi berlangsung. Pilihan anestesi yang dapat anda

pilih berupa :
1) Anestesi regional
Hampir sama dengan anestesi lokal, namun area yang dibius lebih luas dan pasien
juga tetap sadar. Di mana obat anestesi disuntikan pada tulang belakang, tangan atau
kaki sehingga melumpuhkan sementara saraf?- saraf yang keluar dari area tersebut.

Obat anestesi regional ini dapat berupa suntikan tunggal atau drip infus.
2) Anestesi total
Anestesi total membuat seseorang jatuh dalam keadaan tak sadar, di mana obat dapat
dihirup atau disuntikan. Saat anestesi total dilakukan, pipa endotrakeal akan

dimasukkan melalui mulut anda untuk membantu pernafasan anda.


Dokter anestesi dan perawat akan mengawasi keadaan fungsi vital anda (tekanan
darah, nadi, pernafasan) selama operasi sampai anda terbangun, juga tak lupa
melepaskan pipa endotrakeal tadi.

4. Post Operasi Kanker Serviks


Setelah operasi, pasien dapat merasa sedikit mual, oleh karena efek samping anestesi
umum; juga nyeri dan perasaan tidak nyaman di daerah perut. Keduanya dapat
dihilangkan dengan obat. Selain itu terdapat cairan / perdarahan dari vagina yang akan
berkurang setelah beberapa hari. Pasien dianjurkan untuk bangun dari tempat tidur
dan berjalan pada hari 1 setelah operasi. Latihan ini penting untuk menghindari

konstipasi (sembelit) dan gas; mengurangi resiko penggumpalan darah dan infeksi

paru.
Secara umum, waktu rawat inap untuk abdominal histerektomi tanpa komplikasi
adalah 3-5 hari dan 2-3 hari untuk vaginal / laparoskopik histerektomi. Waktu
pemulihan pasca histerektomi tergantung dari tipe histerektomi dan individu itu
sendiri. Wanita yang menjalani abdominal histerektomi secara umum akan
membutuhkan 6-8 minggu sebelum mereka dapat beraktivitas seperti biasa.
Sedangkan bagi wanita dengan vaginal / laparoskopik histerektomi dapat pulih dalam
waktu yang lebih singkat. Waktu rawat inap untuk radikal trakelektomi adalah 2-3

hari. Kebanyaka wanita pulih sangat cepat dan jarang terjadi komplikasi.
Pasien seharusnya menghindari mengangkat barang berat, jongkok, tekanan pada luka

operasi, olahraga aktif maupun penetrasi seksual selama pemulihan.


Check-up biasanya dilakukan 6 minggu setelah operasi, untuk meyakinkan bahwa
segala sesuatunya sembuh dengan baik. Pasien dapat mendiskusikan apa yang
dikhwatirkan dan bertanya aktivitas apa yang boleh dilakukan mulai saat itu dengan

dokter yang merawat.


a. Masa Penyembuhan
1) Orang yang mendapat anestesi lokal dapat segera pulang, namun orang yang
mendapat anestesi regional atau total harus dirawat dalam ruangan penyembuhan

sampai pengaruh anestesi habis.


2) Orang di bawah pengaruh sisa anestesi, akan merasakan perasaan berat, sedang
bermimpi dan tidak sadar sepenuhnya sampai keesokan harinya. Hal ini bergantung

kondisi pra operasi dan luas operasi.


3) Anda juga akan mendapat obat pereda nyeri selama di rumah sakit dan pada saat

rawat jalan.
4) Tenggorok anda akan terasa sedikit nyeri oleh karena pemasangan pipa

endotrakeal.
5) Anda juga akan dipasangi kateter urin untuk mengalirkan air kencing anda ke
suatu tas khusus, umumnya selesai operasi kateter ini dilepas. Namun, bila ginjal
bermasalah tetap dipasang. Dan para dokter atau paramedia juga akan memeriksa

jumlah urin anda.


6) Pada tubuh yang dioperasi juga akan dipasang drain untuk mengeluarkan cairan

yang terkumpul akibat operasi.


7) Anda sebaiknya makan dan minum walaupun ada perasaan tidak nafsu makan /
minum, sebab hal ini mempercepat masa penyembuhan. Sebaiknya dilakukan setelah

dokter menyatakan bahwa anda dapat minum dan makan (baiknya untuk minum

terlebih dahulu).
8) Para tim perawatan anda mungkin berupaya agar anda beraktivitas setelah
operasi. Hal ini ditujukan untuk mempercepat masa penyembuhan, memperlancar

aliran darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan (clotting) pada kaki.


b. Konsep Keperawatan
1) Pengkajian Data dasar.
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa,

pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang


2) Identitas pasien
Usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan

pendidikan terakhir
3) Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan

menyerupai air.
4) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru
pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan,

keputihan dan rasa nyeri intra servikal.


5) Riwayat penyakit sebelumnya
Data yang perlu dikaji adalah Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa
nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang

menderita kanker.
6) Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan
erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi
imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama kebersihan dari saluran

urogenital.
7) Data khusus
Riwayat kebidanan paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah,
adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus,

pekerjaan yang dilakukan sekarang


8) Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan

visual langsung, gineskopi.


c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahn intraservikal.
2) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan
3) Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal.

4)

tentang Ca.Serviks dan pengobatannya.


5) Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan

terhadap pemberian sitostatika.


d. Perencanaan
1) Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervical
a)
Tujuan

Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik


b) Kriteria hasil :
(1) Perdarahan intra servikal sudah berkurang
(2) Konjunctiva tidak pucat
(3) Mukosa bibir basah dan kemerahan
(4) Ektremitas hangat
(5) Hb 11-15 gr %
(6) Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C,

RR : 18 - 24 X/mnt.
c) Intervensi
(1) Observasi tanda-tanda vital
(2) Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
(3) Cek Hb
(4) Cek golongan darah
(5) Beri O2 jika diperlukan
(6) Pemasangan vaginal tampon.
(7) Therapi IV
2) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu

makan.
a) Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
b) Kriteria hasil :
(1) Tidak terjadi penurunan berat badan
(2) Porsi makan yang disediakan habis
(3) Keluhan mual dan muntah kurang
c) Intervensi :
(1) Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
(2) Berika makan TKTP
(3) Anjurkan makan sedikit tapi sering
(4) Jaga lingkungan pada saat makan
(5) Pasang NGT jika perlu
(6) Beri Nutrisi parenteral jika perlu.
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal

Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan

a)

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri

yang timbul akibat kanker yang dialami


b) Kriteria hasil :
(1) Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
(2) Intensitas nyeri berkurangnya
(3) Ekpresi muka dan tubuh rileks
c) Intervensi :
(1) Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
(2) Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri
(3) Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
(4) Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
(5) Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri
4) Cemas yang b.d terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan

tentang kanker serviks, penanganan dan prognosenya.


a) Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang

penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.


b) Kriteria hasil :
(1) Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
(2) Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.
(3) Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.
(4) Sumber-sumber koping teridentifikasi
(5) Anastesitas berkurang
(6) Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.
c) Tindakan :
(1) Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya
(2) Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara
(a) mengentrol dirinya.
(b) Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego
yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi,

kurangnya sistem pendukung yang positif).


(c) Tunjukkan adanya harapan
(d) Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik
5) Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan

sekunder terhadap pemberian sitostatika.


a) Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil
b) Kriteria hasil :
(1) Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
(2) Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
(3) Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.

(4) Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.

c) Intervensi :
(1) Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
(2) Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang

kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.


(3) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang

penyakitnya.
(4) Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati
hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan,

kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.


(5) Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan,
penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan

masa depan.
(6) Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
(7) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling
secara profesional
1. PRINSIP-PRINSIP PEMBEDAHAN GINEKOLOGI Oleh : Darini Sahara
110.2006.066 Pembimbing : dr. H. Ammar Siradjuddin, Sp.OG
2. Prinsip-Prinsip Pembedahan Keputusan operasi: setelah ditegakkan diagnosis
tentang penyakit, kondisi penderita dan jenis operasi yang paling tepat. Diagnosis
berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan yang dianggap perlu seperti potret
roentgen. Perlu diperhatikan keadaan mental penderita.
3. Pembedahan elektif : operator menentukan waktu pembedahan, setelah segala
persiapan selesai Pembedahan darurat (emergency) : tindakan operasi sesegera
mungkin, bila ditunda akan lebih membahayakan penderita Pembedahan paliatif :
bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien, tidak untuk menyembuhkan
Pembedahan percobaan : dilakukan untuk mendapat kepastian tentang jenis penyakit
4. Indikasi Pembedahan Ginekologi:1. Keperluan diagnostik : biopsi, kerokan,
laparoskopi.2. Tindakan untuk mengangkat tumor jinak atau ganas.3. Tindakan untuk
mengoreksi kelainan bawaan, atau kelainan akibat persalinan, trauma, dan/atau
radang.
5. Pemeriksaan yang teliti untuk menegakkanPersiapan Pra Pembedahan Jika
terdapat penyakit lain, Nilai keadaan pasiendiagnosis penyakit sebaiknya
disembuhkan terlebih dahulu, untuk mengurangi risiko Jika operasi darurat :
pemeriksaan yangoperasi esensial perlu dilakukan
Persiapan pasien:6. Malam sebelum operasi pasien diberi makanan yang
mudah dicerna 6 jam sebelum operasi, pasien dianjurkan puasa Dapat diberikan
obat tidur agar bisa tidur dengan baik Sebelum operasi perlu diberi klisma untuk
mengosongkan usus besar
7. ... Persiapan Pasien Obat pramedikasi yang diatur oleh dokter anestesi
Kandung kencing dikosongkan/pasang kateter Operasi vagina : vagina dibersihakan
dan didesinfeksi Operasi histerektomi : dilakukan toilet vagina yaitu pencucian
vagina, pengolesan antiseptik, tampon

8. Pembedahan Dalam bidang ginekologi dibagi dalam beberapa kelompok:1.


Pembedahan pada vulva2. Pembedahan vaginal3. Pembedahan dengan jalan
laparotomi
9. 1. Pembedahan pada vulva Umumnya tidak tergolong operasi besar. Operasi
yang terbesar di sini ialah vulvektomi radikal untuk karsinoma vulvae.2. Pembedahan
vaginal Dilakukan untuk: a. Kelainan bawaan dan akibat trauma dan radang b.
Kelainan akibat persalinan c. Pengangkatan uterus per vaginam, keperluan diagnostik
10. Pembedahan Pada Vulva Radikal Vulvektomi
11. Pembedahan VaginalVaginal histerektomi dengan bilateral salpingooophorektomi
12. 3. Pembedahan dengan jalan laparotomi Termasuk pembedahan per laparotomi
ialah: a. Berbagai jenis operasi pada uterus b. Operasi pada tuba Falloppii c. Operasi
pada ovarium
13. Pembedahan Dengan Laparotomi Abdominal Histerektomi
14. Jenis Histerektomi
15. Tubektomi
16. Total histerektomi dengan salpingo- oophorektomi
17. Vaginal dan Abdominal Histerektomi
18. ... Pembedahan dengan jalan laparotomi Laparotomi pada alat-alat dalam
rongga pelvis bisa menjadi sulit dan berbahaya apabila terdapat banyak perlengketan.
Operator harus sanggup menangani perlukaan pada usus, kandung kencing, dan
ureter. Operasi laparotomi yang banyak dilakukan ialah operasi pada uterus berupa
histerotomi, miomektomi dan histerektomi.
19. ... Pembedahan dengan jalan laparotomi Histerektomi total: mengangkat
seluruh uterus dengan membuka vagina Histerektomi subtotal: mengangkat bagian
uterus di atas vagina tanpa membuka vagina Histerektomi radikal: mengangkat
uterus, alat- alat adneks, sebagian dari parametrium, bagian atas vagina, dan kelenjarkelenjar regional.
20. ... Pembedahan dengan jalan laparotomi Operasi eksenterik pelvik:
mengangkat semua jaringan di dalam rongga pelvis, termasuk kandung kencing
dan/atau rektum. Operasi pada tuba umumnya untuk keperluan sterilisasi, atau
membuka tuba pada infertilitas. Pada tumor ganas ovaria kanan dan kiri diangkat
dengan tuba (salpingo-ooforektomi bilateral) bersama dengan uterus.
21. Penanganan Masa Pasca Bedah Perubahan pada tubuh pasca operasi : 1)
Kehilangan darah dan air yang menyebabkan berkurangnya volume cairan dalam
sirkulasi. Perlu pemantauan tanda vital. 2) Diuresis pascaoperasi agak berkurang.
Pengukuran volume urin sangat diperlukan, oliguri merupakan tanda syok
mengancam.
22. 3) Saat operasi terjadi penghancuran protein jaringan, sehingga ekskresi
kalsium meningkat, pengeluaran natrium dan klorida menurun. Setelah operasi :
penderita perlu dipantau sampai sadar Perhatikan jalan nafas Setelah bebas efek bius
: nyeri, berikan obat tahan nyeri
23. Pantau pemberian cairan terutama melalui infus. Hitung balance cairan.
Jangan terjadi dehidrasi ataupun kelebihan cairan (edema paru). Pasca operasi,
pasien biasanya mual. Tidak boleh makan dan minum, tunggu flatus (terutama pasien
dengan anestesi general) atau dalam 24-48 jam pascaoperasi diberi makanan cairan.

24. Pemberian antibiotika pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang


dilakukan. Setelah sadar dari pembiusan dan telah dapat bergerak, pasien dapat tidur
miring (merubah posisi tidur). Buka jahitan hari 7 - 10 pascaoperasi.
25. Komplikasi-Komplikasi Pasca Operasi Syok Hemoragi Gangguan saluran
kencing : o Retensi urin o Infeksi jalan kencing o Distensi perut : hati-hati terjadi
dilatasi lambung, ileus paralitik. Makanan per os dihentikan, masukkan sonde
lambung, dan pemberian makanan perenteral.
Ileus paralitik umumnya timbul 48 72 jam26. pasca operasi, tidak terdapat
gerakan usus, perut tidak terlalu nyeri Ileus obstruktif : 5 7 hari pasca operasi,
gerakan usus lebih keras, disertai rasa mules yang keras dan berulang Infeksi
Terbukanya luka operasi dan eviserasi Tromboflebitis

You might also like