You are on page 1of 18

BAB II

KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau
1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga
saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat
sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan
dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau
jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, 2009).
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai
bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung
cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga
neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2003)
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat
infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)

B. ETIOLOGI
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram
negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi
jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-

agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri,


mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya,
kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang
menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara
langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk
menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh
mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah
ini.
Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri
aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006)
1. Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella
Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp. Bakteri gram negative
mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin. Apabila
dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan
bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan
mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis.
2. Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus,
streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin
yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama
dengan endotoksin
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada
neonatus antara lain :
Perdarahan atau infeksi pada ibu, Demam yang terjadi pada ibu, Infeksi pada
uterus atau plasenta, Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan), Ketuban pecah
terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan), Proses kelahiran
yang lama dan sulit dan Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama
proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika,
paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang

menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang
belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti
infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang
dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit
dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti
yang telah disebut di atas. Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami
bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke
sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar
adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia
tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun

C. PATOFISIOLOGI & PATOFLOW


1. PATOFISIOLOGI
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non
spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis, keterlambatan
respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A dan imunoglobulin M
(IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen. Sepsis pada periode neonatal dapat
diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama
persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Sepsis awal (kurang
dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapat terjadi dari kontak langsung
dengan organisme dari saluran gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme
yang paling sering menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli,
yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagai mikroorganisme yang sangat virulen pada
neonatus, dengan angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus
influenzae dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis
pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan
organisme

yang

menyerang

biasanya

stafilokoki,

klebsiella,

enterokoki,

dan

pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai penyebab


septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi melalui
tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring, dan
telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dan
gastrointestinal. Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain,
personel, atau benda benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air,
alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan
kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah,
pemantauan tanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria,
dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminated intravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk
mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis
gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT).
Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat memperlemah
manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran
darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebih
lanjut.Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umur
atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng terlambat
(>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada penurunan perfusi
perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada
syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringan melebihi
pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi perifer pada
awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi
ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan
oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat
mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat berupa

bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisemia
adalah organisme gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol
invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkan
dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan sistem
multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).

2. PATOFLOW

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang
optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih
dari 85%, Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value
(NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis
dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan
virus, petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung
neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro
Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang

dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk
deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut:
IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF,
TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan
hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk
memonitor respons terhadap terapi.
Pemeriksaan penunjang atau laboraturium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut:
1. Skrining sepsis yang rutin.
Hitung jenis darah lengkap, Kultur darah, Apusan bahan dari bagian yang
mengalami inflamasi, Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early -onset
infeksi), Urine secara mikroskopis dan kultur, Rontgen thoraks, C-reaktif protein.
2. Tes rutin tambahan,dari indikasi klinis yang didapatkan.
Lumbal pungsi, Kultur dan gram dari aspirasi lambung, Kultur dan gram dari
apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu, Kultur dari endotrakeal tube atau
aspirasi dari trakeal, Kultur dari drainase dada, Kultur dari kateter vaskular,
Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multipel, IgG konsentrasi serial untuk
spesifik organisme, IgM konsentrasi untuk organisme spesifik, Buffy coat secara
mikroskopik.
3. Tes tidak rutin atau tes baru
Lateks aglutinasi tes, Serum interleukin dan TNFa, Immunoelektroforesis,
Acridin orange leukosit cystopin test.
E. PENATALAKSANAAN
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin
(Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati
penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus
diencerkan dan waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine,
lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia,
pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).

3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah,


analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada
hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi
darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar

Sepsis Neonatorum
1) Pilihan pertama : Ceftazidim 50 mg/kgBB/hari, iv, dibagi 2 dosis.
2) Bila tidak ada perbaikan klunis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin
memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika lain yang lebih paten,
misalnya : 20 mg/kg/BB iv, tiap 8jam, atau sesuai dengan hasil resistensi
test. Lama pemberian 7-10 hari.

F. KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


a. . Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel
diseluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan menyintesis
protein-protein baru. Menghasilkan penambahan jumlah berat secara keseluruhan
atau sebagian.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang

sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses
transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang
herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan
berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan
struktur biologis.
b. Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development), adalah perubahan secara berangsur-angsur
dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat dan meluasnya
kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan, atau kedewasaan, dan
pembelajaran. (Wong, 2000).
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)
bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan
berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan di
mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses
diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan
totalitas itu lambant laun bagian- bagiannya akan menjadi semakin nyata dan
tambah jelas dalam rangka keseluruhan.
3. Tahap Tumbuh Kembang Usia 0-6 Tahun
a. Masa Pranatal
Masa pranatal (saat dalam kandungan) adalah waktu yang terletak antara masa
pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa
dari satu sel menjadi satu organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan
berperilaku, dihasilkan dalam waktu Iebih kurang sembilan bulan. Masa pranatal
terdiri atas dua fase yaitu :
1) Fase Embrio
2) Fase Fetus
b. Masa Pascanatal
Tumbuh kembang pada masa pascanatal dibagi ke dalam beberapa fase berikut:
1. Masa Neonatus (0-28 hari)
Tumbuh kembang masa pascanatal diawali dengan masa neonatus, yaitu
dimana terjadinya kehidupan yang baru. Pada masa ini terjadi proses adaptasi
semua sistem organ tubuh, dimulai dari aktifitas pernafasan, pertukaran gas
dengan frekuensi pernapasan antara 35-50 kali permenit, penyesuaian denyut
jantung antara 120-160 kali permenit, perubahan ukuran jantung menjadi lebih

besar di bandingkan dengan rongga dada, kemudian gerakan bayi mulai


meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi
2. Masa Bayi (29 hari 1 tahun)
Pada masa bayi, tahap tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi 3
tahap yaitu:
a) Usia 1-4 bulan, tumbuh kembang pada tahap ini diawali dengan perubahan
berat badan. Bila gizi anak baik, maka perkiraan berat badan akan
mencapai 700-1000 g/bulan. Pertumbuhan tinggi badan agak stabil, tidak
mengalami kecepatan dalam pertumbuhan tinggi badan
b) Usia 4-8 bulan, pertumbuhan pada usia ini ditandai dengan perubahan berat
benda pada waktu lahir. Rata-rata kenaikan berat benda adalah 500-600
g/bulan, apabila mendapatkan gizi yang baik. Sedangkan pertumbuhan
tinggi

badan

tidak

mengalamikecepatan

dan

stabil

berdasarkan

pertambahan umur
c) Usia 8-12 bulan, pada usia ini pertumbuhan berat badan dapat mencapai
tiga kali berat badan lahir, pertambahan berat badan perbulan sekitar 350450 gram pada usia 7-9 bulan, 250-350 gram pada usia 10-12 bulan, bila
memperoleh gizi baik. Pertumbuhan tinggi badan sekitar 1,5 kali tinggi
badan pada saat lahir. Pada usia 1 tahun, pertambahan tinggi badan masih
stabil dan diperkirakan mencapai 75 cm
3. Masa Anak (1-2 tahun)
Pada masa ini, anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam
pertumbuhan fisik. Pada tahun kedua, anak hanya mengalami kenaikan berat
badan sekitar 1,5 2,5 kg dan penambahan tinggi badan 6-10 cm. Pertumbuhan
otak juga akan mengalami perlambatan, kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm.
untuk pertumbuhan gigi, terdapat tambahan 8 buah gigi susu, termasuk gigi
geraham pertama dan gigi taring, sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.
Pada usia 2 tahun, pertumbuhan fisik berat badan sudah mencapai 4x berat badan
lahir dan tinggi badan sudah mencapai 50 persen tinggi badan orang dewasa.
Menginjak usia 3 tahun, rata-rata berat badan naik menjadi 2-3 kg/tahun, tinggi
badan naik 6-8 cm/tahun, dan lingkar kepala menjadi sekitar 50 cm.
4. Masa Prasekolah (3-6 tahun)

Pada masa prasekolah, berat badan mengalami kenaikan rata-rata


2kg/tahun. Tubuh anak terlihat kurus, akan tetapi aktivitas motorik tinggi dan
sistem tubuh mencapai kematangan dalam hal berjalan, melompat, dan lain-lain.
Tinggi badan bertambah rata-rata 6,75 7,5 cm setiap tahun.
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan pola bakan, umumnya
mengalami kesulitan untuk makan. Anak juga mulai menunjukkan kemandirian
pada proses eliminasi.
G. KOSEP HOSPITALISASI
lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau
pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada
umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat
menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan
perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit.
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Stressor yang mempengaruhi permasalahan di atas timbul sebagai akibat dari
dampak perpisahan, kehilangan kontrol ( pembatasan aktivitas ), perlukaan tubuh dan
nyeri, dimana stressor tersebut tidak bisa diadaptasikan karena anak belum mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dengan segala rutinitas dan ketidakadekuatan
mekanisme koping untuk menyelesaikan masalah sehingga timbul prilaku maladaptifdari
anak.
Dampak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik
faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru,
maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering
merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya
perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara
fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi
selama perawatan (Marks, 1998). Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh
pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh

Robert Ader (1885) bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akanmudah
terserang penyakit, karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan sistem imun
(Subowo, 1992). Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya
dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang
penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan.
Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam usahanya
meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya pengetahuan sebelumnya tentang
stress hospitalisasi, karena keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat tergantung dari
pemahaman dan kesadaran mengenai makna yang terkandung dalam konsep-konsep
keperawatan serta harus memiliki pengetahuan , sikap dan keterampilan dalam
menjalankan tugas sesuai dengan perannya. Untuk itu, penelitian ini dibuat untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dalam meminimalkan stress
akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah
Apabila anak stress selama dalam perawatan,orang tua menjadi sress pula, dan streess
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin miningkat. Sehingga asuhan kep
tidak bisa hanya berfokus pada anak , tetapi juga pada orangtuanya. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Hospitalisasi pada anak
a. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster, pembunuhan
dan diawali oleh situasi yang asing.binatang buas
b. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
c. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
d. Prosedur yang menyakitkan
H. PENGKAJIAN NYERI
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya pelaksanaan nyeri yang efektif.
Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda
pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang
mempengaruhi nyeri seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan
sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua kompenen utama yaitu :

a) Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.


b) Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjektif.
Mnemonic untuk pengkajian nyeri. Penilaian nyeri berdasarkan PQRST :
P
: Provokatif / paliatif
Q
: Qualitas / quantitas
R
: Region / radiasi
S
: Skala seviritas.
T
: Time
Faces Rating Scale dari Wong Baker
Instrumen dengan menggunakan Faces Rating Scale terdiri dari 6 gambar skala wajah
yang bertingkat dari wajah yang tersenyum untuk no pain sampai wajah yang
berlinang air mata. Penjelasan Faces Rating Sacle yaitu:
(a) Nilai 0; nyeri tidak dirasakan oleh anak
(b) Nilai 1: nyeri dirasakan sedikit saja
(c) Nilai 2: nyeri agak dirasakan oleh anak
(d) Nilai 3: nyeri yang dirasakan anak lebih banyak
(e) Nilai 4: nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan
(f) Nilai 5; nyeri sekali dan anak menjadi menangis
Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri yang
baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan skala wajah ini baik
digunakan pada anak usia prasekolah.

Faces Pain Scale (FPS)


historis, FPS yang terdiri dari serangkaian enam sampai sampai tujuh wajah yang
dimulai dari wajah tersenyum bahagia sampai sedih berlinang air mata digunakan untuk
menilai nyeri tampilan ekspresi wajah menunjukan hubungan dengan nyeri yang

dirasakan, termasuk alis turun kebawah, bibir diketatkan/pipi dinaikkan, kerutan


hidung/bibir dinaikkan, dan mata tertutup. Tingkatan skala menurut Wong-Baker FACES
merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang diakui dan umumnya digunakan dalam
pasien pediatrik.
Versi paling terbaru dari FPS adalah Faces Pain Scale-Revised (FPS-R). FPS-R
menampilkan gambar enam wajah bergaris disajikan dalam orientasi horizontal. Pasien
diinstruksikan untuk menunjuk ke wajah yang paling mencerminkan intensitas nyeri
yang mereka rasakan. Ekspresi wajah diwakili oleh FPS-R tampak kurang kekanakkanakan dibandingkan dengan FPS lain. Tidak adanya air mata menghindari bias budaya
tentang ekspresi rasa nyeri. Tingkat tidak nyeri diwakili oleh wajah netral bahkan wajah
gembira yang ada pada ujung kiri skala. Ekspresi wajah menunjukan lebih nyeri jika
skala digeser ke kanan,dan wajah yang berada pada ujung sebelah kanan adalah nyeri
hebat.
Meskipun FPS dirancang untuk digunakan terhadap pasien pediatrik, peneliitian yang
terbaru telah dievalusi untuk digunakan pada pasien dewasa khususnya pada pasien
dengan gangguan nonverbal, gangguan kognitif, beberapa diantaranya pasien dengan
gangguan kognitif yang berat, para penyedia layanan kesehatan membutuhkan ekspresi
wajah yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. FPS juga berguna
untuk penilaian pasien dengan hambatan bahasa.
Pada pasien pediatrik. Beberapa versi dari FPS telah digunakan dipraktek klinis. FPS
dimaksudkan untuk mengukur bagaimana tingkat nyeri pasien yang mereka rasakan.
Setiap cemas kar
biasanya
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu
dikaji adalah :
Sosial ekonomi, Riwayat perawatan antenatal, Ada/tidaknya ketuban pecah
dini, Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus), Riwayat persalinan di
kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain, Riwayat penyakit menular
seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll), Apakah selama kehamilan dan

saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis,


rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis)
b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama), Tidak mau minum/reflek
menghisap lemah, Regurgitasi, Pucat, Hipotoni, Hiporefleksi, Gerakan putar
mata, BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis,
Sianosis, Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau
diare), Hipotermi, Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau, Kulit
lembab dan dingin, Pucat, Pengisian kembali kapiler lambar, Hipotensi,
Dehidrasi, Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
c. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
Bilirubin, Kadar gular darah serum, Protein aktif C, Imunogloblin IgM, Hasil
kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari
lesi, feces dan urine, Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan
pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi,
peningkatan metabolism
b. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan
prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial)
c. Kekurangan volume cairan berdasaarkan peningkataaan jelas padaa vasodilatif
maatif/ kompurtmen vaskuler dan permeabilitas kapiler/kebocvoran cairan
kedalam lokasi interstisial (ruang ketiga)
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran terhadap minuman.
e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasankecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
K. RENCANA KEPERAWATAN

1. hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi,


peningkatan metabolism
Tujuan

: Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 )

Intervensi :
a. pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit
infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
c. berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : membantu mengurangi demem
d. kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus
2. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan
prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
Intervensi :
a. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukaan aktivitas walaupun
menggunakan sarung tangan steril.
c. Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ batuk.
d. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan
e. Pantau kecendrungan suhu
Rasional :
a. Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk
mengalirkan luka, sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan
infeksi.
b. Mengurangi kontaminasi ulang.
c. Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah pnemoniaa

d. Mencegah penyebaran infeksi melalui proplet udaraa.


e. Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh efek dari endotoksinhipotalkus
dan endofrin yang melepaskan pirog
3. Kekurangan volume cairan berdasaarkan peningkataaan jelas padaa vasodilatif
maatif/ kompurtmen vaskuler dan permeabilitas kapiler/kebocvoran cairan
kedalam lokasi interstisial (ruang ketiga)
Intervensi :
a. Ukur / kadar urine dan berat jenis datat ketidaak seimbangan masukan dan
keluaraan kumulatif dihubungkan dengan berat badan setiapa hari, dorong
masukan cairan oral sesuai toleransi.
b. Palpasi denyut peripher
c. Kaji membran mukosaa kering, turgor kulit yang kurang baik, dan rasa
haus.
d. Amat odema dependem/ periper pada skrotum, punggung kaki.
Rasional :
a. Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan
darah.
b. Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia.
c. Hipovomelemia/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda tanda
dehidrasi.
d. Kehilangan cairan dari komparlemen vaskuler kedalam ruangaan
intersilikal akan menyebabkan edema jaringan.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran terhadap minuman.
Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan,
menunjukkan kenaikan berat badan.

Intervensi :
a. Kaji intoleran terhadap minuman
b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur masukan dan keluaran
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
g. Ukur berat jenis urine
h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)
5. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasankecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat
krisis.
Intervensi :
a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme
koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi,
penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang
dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk
merawat bayi
K. EVALUASI KEPERAWATAN.
Keperawatan Merupakan hasil perkembangan anak/bayi dengan berpedoman
kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai. Evaluasi merupakan pengukuran
keberhasilan dari rencana keperawatan dengan cara membandingkan hasil pengukuran
dengan kriteria evaluasi pada tujuan untuk mengetahui terpenuhinya kebutuhan klien
pada hari pertama melakukan implementasi dan untuk hari-hari selanjutnya dalam catatan
perkembangan, (Nursalam, 2001).

You might also like