You are on page 1of 15

Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS

Raditia Kurniawan
102011219 / D-9
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta 2014
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : kurniawan_md@ymail.com

Pendahuluan
Angka kejadian HIV-AIDS semakin hari semakin memprihantinkan. Sampai dengan
triwulan III tahun 2014 jumlah kasus baru HIV 7335 kasus, infeksi tertinggi menurut golongan
umur adalah 25-49 tahun mencapai 69,1%, 20-24 = 17,2%, umur >50 tahun = 5,5%. Rasia lakilaki : perempuan = 1:1. Sementara itu kasus AIDS dari bulan juli sampai september 2014 telah
bertambah 176 orang. Persentase tertinggi kasus AIDS pada usia 30-39 tahun (42%) umur 20-29
tahun (36,9%) dan umur 40-49 (13,1%). Rasio AIDS laki-laki:perempuan adalah 2:1. Yang
menarik adalah adanya 4% kasus berasal dari ibu yang HIV positif yang menularkan kepada
anaknya. Pemerintah saat ini sedang melaksanakan program yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap penyakit HIV AIDS ini, antara lain dengan
program VCT (voluntary, sounseling, and test). Diharapkan mampu menjaring sebanyak
mungkin kasus HIV-AIDS sedini menugkin untuk mencegah penularan lebih lanjut. Selain itu
sasaran lainnya adalah usia muda dan remaja agar mampu melaksanakan upaya promosi dan
prevensi terhadap penyakit ini.
Pada kasus terhadap cepat dan banyaknya jumlah kasus HIV-AIDS pada tahun 2014
diperlukan sebuah program yang ditujukan untuk menanggulangi penularan penyakit tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan pada kasus ini adalah upaya promtif dan preventif dari
1 | Page

puskesmas yang dapat meningkatkan tingkat kepedulian masyarakat terhadap penularan penyakit
HIV-AIDS, namun sebelumnya juga harus dilakukan surveillance dan screening untuk
mewaspadai tingkat prevalensi dari HIV-AIDS.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengerti dan mempelajari upaya puskesmas
dalam menangani suatu penyakit menular pada level promotif preventif, melakukan promosi
kesehatan terhadap masyarakat, analisa kejadian masalah dan inidkator surveilance penyakit,
menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah dan mengenli penyebabnya, dan mampu
bekerja sama dengan unsur-unsur lain dalam rangka menyelesaikan masalah kesehatan.
Hipotesis: Prevalensi HIV-AIDS yang tinggi dalam periode tahun 2014 tinggi karena program
penanggulangan penyakit ini belum bekerja secara maksimal.
Epidemiologi
HIV telah menginfeksi hampir 60 juta orang di seluruh dunia, dan 40 juta orang saat ini
hidup dengan penyakit ini. Faktor risiko yang paling penting pada penderita infeksi HIV dan
meninggal akibat komplikasinya adalah kemiskinan. Penularan virus HIV terjadi melalui kontak
langsung dengan cairan tubuh, paling sering melalui semen atau darah. Penularan virus HIV
dapat terjadi melalui kontak seksual, melalui pajanan parenteral (penyalahgaunaan obat
interavena dan transfusi), atau melalui penularan perinatal. Penularan perinatal dapat terjadi
selama kehamilan, saat kelahiran, dan selama menyusui.1
Lebih dari 70% infeksi HIV terjadi melalui penularan heteroseksual dan HIV lebih
mudah ditularkan dari pria ke wanita dibandingkan dari wanita ke pria. HIV (Human
Immunodeficiency Virus) merupakan sebuah retrovirus, yang materi genetiknya berupa RNA
dibungkus dalam selubung protein virus. Permukaan Virus mengekspresikan sebuah reseptor
disebut gp120 yang berikatan khusus dengan reseptor pada sel limfoid. Reseptor dan koreseptor
pejamu untuk masuknya virus meliputi CCR5, suatu reseptor kemokin pada makrofag, CXCR4
(reseptorkemokin yang diekspresikan pada sel T), dan CD4 (penanda sel T Helper yang
diekspresikan pada makrofag dan sel dendritik. Setelah virus masuk, sel akan terinfeksi akan
bersatu dengan sel T helper CD4+.1

2 | Page

Segitiga epidemiologi
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Berbeda
dengan penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh
gaya hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang
semua lapisan masyarakat.2 Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang
saling mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit
(agent), dan pejamu (host). Ketiga faktor penting ini disebut segitiga epidemiologi
(epidemiologic triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai
tumbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan
lingkungan sebagai penumpunya.2
Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka
seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang
sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen penyebab
penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen
penyakit menjadi lebih banyak atau lebih ganas, sedangkan faktor pejamu tetap, maka bobot
agen

penyebab

menjadi

lebih

berat.

Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang


baik atau meningkat maka ia dalam
keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan
berubah

menjadi

cenderung

menguntungkan agen penyakit, maka orang


akan sakit. Pada prakteknya seseorang
menjadi sakit akibat pengaruh berbagai
faktor berikut (gambar 1):2
Agen (Agent)
Agen penyebab penyakit terdiri dari bahan kimia, mekanik, stress (psikologik), atau biologis.
Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agen biologis seperti infeksi bakteri, virus, parasit,
atau jamur. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agen sangat penting untuk pencegahan dan
penanggulangan penyakit. Sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak,
3 | Page

Gambar 1. Segitiga Epidemiologi


Sumber: www.jech.bmj.com

kematian agen, atau daya tahan terhadap


pemanasan atau pendinginan.2 Salah satu
sifat agen penyakit adalah virulensi.

Virulensi adalah kemampuan atau keganasan suatu agen penyebab penyakit untuk menimbulkan
kerusakan pada sasaran. Biasanya ynag diukur adalah derajat kerusakan yang ditimbulkan.2
Pejamu (Host)
Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, atau daya tahan,
pertahanan tubuh, kebersihan pribadi, gejala dan tanda penyakit, dan pengobatan. Karakteristik
pejamu dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Umur. Umur biasanya berhubungan dengan daya tahan tubuh seseorang terhadap
penyakit. Seorang bayi masih memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Namun dengan
bertambahnya usia kekebalan itu semakin berkurang. Asuhan gizi akan menggantikan
fungsi kekebalan dalam menghadapi penyakit. Keikutsertaan bayi dalam program
imunisasi dasar sangat berguna pada pencegahan penyakit yang dapat dicegaj dengan
imunisasi.
b. Jenis kelamin. Sebagian

besar penyakit menular menyerang semua jenis kelamin.

Perbedaan prevalensii antara laki-laki dan wanita biasanya disebabkan oleh gaya hidup.
c. Pekerjaan. Pekerjaan dapat berhubungan dengan penyakit menular yang dialami
seseorang. Petani akan mudah terserang penyakit cacing yang penularannya melalui
tanah atau daerah persawahan.
d. Keturunan. Faktor keturunan atau genetic berhubungan dengan konstitusi tubuh manusia,
daya tahan tubuh, kepekaan terhadap zat asing, termasuk agen penyebab penyakit.
e. Ras. Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih
banyak diperdebatkan.
f. Gaya hidup. Seorang yang sering keluar malam akan lebih mudah terkena malaria karena
lebih sering terkena gigitan nyamuk. Kebiasaan yang kurang higenis juga mempermudah
terjadinya infeksi.2
Lingkungan (Environment)
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan Fisik terdiri dari:
a. Keadaan geografis (dataran tinggi/rendah, persawahan, dll)
4 | Page

b. Kelembaban udara
c. Temperatur
d. Lingkungan tempat tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan
penularan

penyakit.

Rumah

dengan

pencahayaan

yang

kurang

memudahkan

perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa
membunuh kuman penyakit. Aliran udara (ventilasi) berkaitan degan penularan penyakit.
Rumah dengan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman penyakit.
Pertukaran udara dapat memecah dan mengurai konsentrasi kuman di udara.2
Lingkungan nonfisik meliputi social (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turuntemurun), ekonomi (kebijakan mikro dan kebijakan lokal), dan politik (suksesi kepemimpinan
yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).2
Program Pemberantas HIV-AIDS di Puskesmas dan VCT (Voluntary Counseling Testing)
Penyakit kelamin bukan saja merupakan penyakit menular yang harus diberantas menurut
garis-garis epidemiologis, tapi juga merupakan masalah sosial yang mempunyai sifat yang sangat
kompleks. Dalam usaha pencegahan dan pemberantasannya, diperlukan kerja sama yang baik dengan
instansi-instansi lain seperti pendidikan, sosial, agama, kepolisian, dan sebagainya. Dalam garis
besarnya, usaha-usaha pencegahan dan pemberantasannya dijalankan dengan cara sebagai berikut:
a. Usaha-usaha yang ditujukan terhadap penderita dengan pengobatan, penyembuhan, dan
menghilangkan sumber penularan. Untuk ini perlu proses berikut.
1. Case finding, yaitu mencari penderita dengan metode Mobile VCT
2. Contact tracing, yaitu menanyakan kepada penderita siapa saja yang terkena
kontak dengan penderita (seksual, alat suntik atau ASI)
b. Pengawasan sumber penularan mengingat bahwa sebagian besar sumber penularan adalah
dari wanita tuna susila (WTS), maka perlu diusahakan lokalisasi WTS agar dapat diberikan
pengobatan secara periodik.
c. Pendidikan dan penerangan kepada masyarakat. Masyarakat perlu mengetahui dan
menyadari bahaya-bahaya penyakit kelamin untuk dirinya, keluarga, dan keturunannya.
Konseling dalam VCT
Dialog rahasia (confidential) antara seseorang dengan penyedia jasa kesehatan untuk
memberdayakan orang tersebut untuk mengatasi stres dan membuat keputusan terkait HIV5 | Page

AIDS. Arti VCT, Voluntary adalah mendorong orang untuk datang ke tempat layanan.
Counseling adalah komunikasi interpersonal untuk perubahan perilaku (pre-test dan pasca-test).
Testing adalah tes yang berkualitas dan cepat sehingga mendorong orang untuk mengakses
layanan VCT. Tujuan VCT adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan dan penularan HIV
1. Dari HIV (+) ke HIV (-) pasangan tar terdeteksi
2. Dari ibu HIV (+) ke anak
3. Dari orang yang tidak di tes ke orang lain
b. Mempromosikan Layanan Dini
1. Medik
2. KB
3. Dukungan emosi
4. Konseling ODHA
5. Dukungan sosial
6. Bantuan hukum rencana masa depan
c. Sosialisasi
1. Normalisasi HIV
2. Tantangan stigma
3. Promosi kewaspadaan
4. Mendukung HAM
Prinsip VCT
a. Konseling Pre-test, meliputi:
1. Penilaian faktor risiko
2. Informasi tentang HIV / AIDS
3. Mendiskusikan keuntungan dan kerugian mengetahui status HIV
4. Mempersiapkan untuk klien untuk mengetahui tes HIV
5. Informasi pengurangan dampak buruk
6. Rencana memberitahu pasangan bila hasil tes HIV (+)
b. Informed Concent, meliputi:
1. Berbaris pada prinsip otonomi Hak menentukan diri
2. Diberikan informasi lebih dulu, pastikan informasi dimengerti, baru terjadi
pengertian bersama
3. Informasi pengurangan dampak buruk
4. Rencana memberitahu pasangan bila hasil tes HIV (+)
c. Tes HIV, meliputi:

6 | Page

Biakan virus

Deteksi antigen p 24

Deteksi materi genetik


DNA provirus / RNA

Deteksi antibodi
(Anti HIV 3 metode)
Elisa (Enzyme
Linked
Immunosorben
t Assay)
Western Blot
(WB)
Rapid Test

7 | Page

Macam
Tes HIV
Gambar 1. Tes HIV
d. Konseling Pasca Test
1. Mempersiapkan klien untuk menerima dan membuka hasil
2. Menolong klien untuk memahami dan mengatasi (coping) dengan hasilnya
3. Memberikan informasi lanjutan
4. Informasi rujukan klien ke layanan lain
5. Konseling pengurangan dampak buruk
6. Mendiskusikan pembukaan status HIV ke pasangan
e. Hasil tes
1. Positif
Berikan waktu kepada klien untuk mengungkapkan emosinya
Yakinkan bahwa klien paham hasil tes
Menolong klien mengatasi stres dengan hasilnya
Konseling lanjutan dan pembukaan status pada pasangan
2. Negatif
Yakinkan bahwa klien paham hasilnya hasilnya
Menolong klien untuk mengatasi emosional
Mendiskusikan window period dan tes ulang
Mendiskusikan pengurangan dampak buruk.3
Sistem Pelaporan dan Rujukan
a. Sistem pelaporan
Tiap bulan laporan VCT dikirim ke dinas kesehatan provinsi sesuai dengan form yang
berlaku
b. Sistem rujukan
Dari klinik VCT, bila ada yang hasilnya HIV (+) dirujuk ke tim CST untuk dilakukan
perawatan yang komprehensif 3
Pencegahan HIV-AIDS

8 | Page

Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada
seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak
menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit.
Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:
1. Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang
HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening
2. Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian kondom.
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak
mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui
pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan
kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan penyakitnya.
Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap
dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan
dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan
mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri
dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan
mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada
pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk
membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang
ada akibat HIV/AIDS.
Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya
terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya,
dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA
dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke
dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami
penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.3
9 | Page

Surveillans Terhadap HIV-AIDS


Menurut WHO (1968), surveilans didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengumpulan data
yang sistematis dan menggunakan informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi, dan
penilaian

pemberantasan

penyakit.

Surveilans

memiliki

enam

unsur

kunci

dalam

pelaksanaannya, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengumpulan data kesehatan secara jelas


Pengumpulan data secara terus menerus
Analisis sewaktu-waktu
Diseminasi hasil
Bertindak berdasarkan hasil
Evaluasi periodik dan sistem.3

Pada dasarnya, penggunaan surveilans epidemiologi memiliki tujuan untuk:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mendeteksi KLB, letusan penyakit, dan wabah (epidemi)


Memantau kecenderungan penyakit endemik
Evaluasi intervensi
Memantau kemajuan pengendalian
Memantau kinerja program
Prediksi KLB dan wabah
Memperkirakan dampak penyakit pada masa yang akan datang.4

Hasil dari kegiatan surveilans ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
agar terhindar dari penyakit menular, jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan surveilans
epidemiologi berguna dalam:
1.
2.
3.
4.

Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit


Menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati/diberantas
Meramalkan terjadinya wabah
Menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular dan
program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program

kesehatan gizi, dll.


5. Mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan.4
Penyelenggaraan surveilans dibagai menjadi surveilans aktif dan pasif. Surveilans pasif
adalah surveilans yang melakukan pengumpulan atau pelaporan data surveilans epidemiologi
secara pasif, bukan pada analisi maupun pada diseminasi informasi epidemiologinya. Surveilans

10 | P a g e

pasif memiliki ciri mendapatkan data-data ynag diperlukan dari pelaporan kasus penderita pada
klinik atau rumah sakit.4
Surveilans aktif adalah surveilans yang dalam pengumpulan data nya melengkapi
kelengkapa laporan secara kualitatif dan kuauantitatif agar datanya tetap terjaga dan terukur
dengan melakukan skrining dari rumah ke rumah, sehingga tidak ada satupun kasis yang terlepas
dari pendataan. Contoh Tujuan surveilans pada penyakit AIDS adalah mengukur insidens kasus
AIDS sehingga kecenderungan ke depan dapat diperdiksi dan pelayanan kesehatan dapat
direncanakan.3
Unsur-unsur dalam surveilans:

Pencatatan kematian
Dilakukan pada tingkat desa dilaporkan ke tingkat kelurahan, kecamatan, dan puskesmas
ynag selanjutnya diberikan kepada kabupaten. Pencatatan kematian sebahiknya
menggunakan kelengkapan pencatatan kematian yang valid dilakukan oleh diagnosis
dokter.

Laporan Penyakit
Penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman atau
siklus, untuk mengetahui pola ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan
frekuensi penyakit melebihi perkiraan endemis berarti terjadi KLB pada daerah tertentu.
Data yang boleh diambil berdasarkan diagnosis penyakit oleh dokter dan kapan mulainya

timbul penyakit tersebut.


Laporan Wabah
Jika penyakit timbul dalam bentuk wabah seperti keracunan makanan, influenza, demam
berdarah, laporan berdasarkan waktu, tempat , dan orang yang sakit untuk menganalisis

dan interpretasi data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah.
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan sarana untuk mengetahui penyebab penyakit menular dan

pemeriksaan tertentu untuk penyakit lainnya.


Penyakit kasus
Dimaksudkan untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit yang belum diketahui secara

umum yang terjadi pada seorang atau lebih individu


Penyeldikian wabah atau kejadian luar biasa

11 | P a g e

Terjadinya peningkatan frekuensi penyakit melebihi data biasanya, diperlukan diagnosis


kliis dan analisa laboratorium disamping penyelidikan epidemi di lapangan. Suatu
penyakit dapat disimpulkan sebagai KLB jika memenuhi syarat:
o Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak dikenal
o Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut turut menurut jenis penyakitnya
o Peningkatan kejadian penyakit atau kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan
periode sebelumnya
o Jumlah penderita baru daam satu bulan menunjukan kenaikan 2 kali lipat atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
o Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan 2 kali lipat
atau leih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya
o Case fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu meningkat 50%
dibandingkan periode sebelumnya
o Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukan
kenaikan 2 kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau

tahun sebelumnya.
Survei
Cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalensii suatu penyakit. Dengan
ukuran ini dapat diketahui luasnya masalah penyakit tersebut. Bila setelah survei pertama
dilakukan pengobatan terhadap penderita, maka dengan survei kedua dapat ditentukan

keberhasilan pengobatan tersebut.


Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit
Penggunaan obat-obatan, serum, dan vaksin
Keterangan mengenai penduduk dan lingkungan
Mencari dan menetapkan populatian at risk dan faktor faktor lain yang berhubungan
dengan kependudukan dan lingkungan.

Problem Solving Cycle


Problem

Solving

Cycle

adalah

suatu

metode

pemecahan

masalah

dengan

mengidentifikasi masalah yang paling diprioritaskan, kemudian mengidentifikasi solusi / jalan


keluar dari masalah tersebut, baru melakukan pelaksanaan terhadap pemecahan masalah
tersebut.5, 6
Karakteristik pokok dari Problem Solving Cycle yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Berkesinambungan
12 | P a g e

b. Obyektif
c. Terpadu
d. Sistematis

Skema Problem Solving Cycle

Pengumpulan Data

Analisis Data

Masalah yang ditemukan

Evaluasi hasil
intervensi

Melaksanakan kegiatan
penyelesaian masalah

Penyusunan rencana
penyelesaian masalah

Memilih masalah yang diprioritaskan

Memilih cara penyelesaian masalah

Uji Coba

13 | P a g e
Menentukan tujuan dan menyusun cara penyelesaian

Analisis SWOT
Berdasarkan pengambilan dan pengolahan data, ditetapkan beberapa masalah, kemudian
dipilih satu masalah utama. Setelah itu mengungkapkan beberapa alternatif pemecahan masalah,
dan dari beberapa alternatif tersebut dipilih satu, dengan menimbang efisiensi dan efektifitas
Untuk mengetahui berbagai faktor yang mendukung serta menghambat, dilakukan kajian
secara seksama dengan analisis SWOT, dengan unsur-unsur sebagai berikut:6
a. Kekuatan
b. Kelemahan
c. Kesempatan
d. Hambatan
Pelaporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) adalah kegiatan pencatatan
dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas termasuk
puskesmas pembantu, yang ditetapkan melalui surat keputusan Menteri Kesehatan RI
No.63/Menkes/SK/II/1981. SP2TP bertujuan agar semua hasil kegiatan puskesmas (di dalam dan
di luar gedung) dapat dicatat serta dilaporkan ke jenjang selanjutnya sesuai dengan kebutuhan
secara benar, berkala, dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat.6
Ruang lingkup pencatatan dan pelaporan, meliputi jenis data yang dikumpulkan, dicatat,
dan dilaporkan puskesmas. Jenis data tersebut mencakup :

Umum dan demografi

Sarana fisik

Ketenagaan

14 | P a g e

Kegiatan pokok yang dilakukan di dalam dan di luar gedung

Kesimpulan
Prevalensi HIV-AIDS yang tinggi dalam periode tahun 2014 tinggi karena program
penanggulangan penyakit ini belum bekerja secara maksimal. Puskesmas dalam pelaksanaannya
sebagai pusat kesehatan dalam suatu masyarakat harus melakukan kegiatan promotif dan
preventif terhadap penularan HIV-AIDS, dan juga melaksanakan pelaporan dan perencanaan
program dalam menanggulangi penyebaran HIV-AIDS.

Daftar Pustaka
1. Heffner LJ, Schust DJ. At a glance: sistem reproduksi, Ed.2. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2005.h.103.
2. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya.
Jakarta: Erlangga; 2008.h. 3-19.
3. Solichin. Konsep dan Prinsip Voluntary Counseling Testing (VCT). UPIPI RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
4. Rajab W. Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2009.h.126-35.
5. Mckenzie JF, Pinger RR, Kotecki JE. Kesehatan Masyarakat. 4 th ed. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2006.
6. Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan. 3rd ed. Jakarta : Binarupa Aksara, 1996

15 | P a g e

You might also like