You are on page 1of 4

Abstrak

Sklerosis Sialadenitis kronis , Mikulicz Disease atau Tumor Kttner baru baru ini
diketahui terjadi akibat Ig G4-related sclerosing disease. IgG4-related disease ditandai
dengan kadar IgG4 serum yang tinggi dan infiltrate Ig G4 yang positive pada plasma
jaringan. Pada jurnal ini melaporkan tiga kasus tentang Sklerosis sialadenitis kronis dan
variabelnya dihubungkan dengan kelainan sistemik . Semua pasien memperlihatkan
masa atau pembengkakan

pada kelenjar submandibular dan semua kelenjar

submandibular menunjukkan diffuse lymphatic infiltration, lymphoid follicles dan septal


fibrosis. Dua di antara spesimen didapatkan kadar IgG yang tinggi pada sel plasma, dan
pada pemeriksan immunohistochemical didapatkan IgG4 positif. Salah satu darinya
dihubungkan dengan dacryoadenitis dan hypophysitis. Pasien lain didapatkan lesi
ureterorenal. Satu specimen lainnya tidak dilakukan immunohistochemical, tetapi selama
pemeriksaan histologi didapkan peningkatan kadar IgG dan dihubungkan dengan
pangkreatitis yang mendukung diagnosis. Semua pasien mendapatkan terapi streroid
pascaoperasi.

2.1.

Pendahuluan
Sklerosis siadenitis kronis (CSS), dahulunya dikenal dengan Mikulicz Disease (MD)

atau Kttner tumor ( KT) adalah penyakit inflamasi kronis pada kelenjar ludah (salivary
gland) dan paling sering terjadi pada daerah submandibular. Etiologi penyakit ini belum
diketahui selama 120 tahun sejak ditemukan oleh Mikulicz. Baru-baru ini, kombinasi
dari CSS dan sclerosis disease pada beberapa organ telah diteliti dan dan didapatkan
peningkatan kadar IgG4 pada pasien dengan Mikulicz Disease. Kitagawa et al (2005)
pertama kali melaporkan bahwa pada specimen Kutnner tumor didapatkan IgG positif
pada plasma sel. Sejak sclerosis disease pada beberapa organ seperti pancreas, duktus
billiaris, dan kelenjar ludah diketahui kadar IgG4 positif pada plasma sel semakin banyak
yang menyetujui konsep IgG4 berhubungan dengan penyakit sklerosis.

2.2.

Uraian kasus
KASUS 1

2.3.

Ny. A Wanita, usia 56 tahun, didapatkan pembengkakan bilateral pada kelenjar


submandibular sejak 1.5 tahun. Riwayat medisnya didapatkan Diabetes Millitus dan
sudah mendapatkan terapi medis sejak tahun 1998.

Pemeriksaan Ultrasonography

memperlihatkan diffuse parenchymal heterogeneity with lobulation pada kedua kelenjar


submandibular. Kedua kelenjar submandibular kemudian diangkat dan di dipotong
didapatkan pembesaran dengan ukuran 5 x 2.5 x 2.5 cm dengan focal fibrosclerotic area.
Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan bintik multifocal pada daerah Limphocytic
infiltral dengan bentuk yang folikel dan septal fibrosis. Infiltral juga terdapat pada
pembuluh darah dan saraf yang menyebabkan gambaran seperti plebitih obliteratif.
Atrophy jaringan parenkim berbeda-beda di sepanjang kelenjar. Pemeriksaan
immunihistocemical didapatkan jumlah IgG yang banyak pada plasma sel, dan IgG 4
positif. Pemeriksaan pasca operasi menunjukan kadar titer IgG tinggi (1,710 mg/dL,
normal 700 - 1.600 mg/dL) dan IgG4 (5,74 g/L, normal 0,06-1,21 g/L), tetapi tidak
didapatkan autoantibody seperti anti-SSA (Ro) dan anti-SSB (La). Yang menarik tidak
hanya IgG4, tetapi juga IgG1 dan IgG2 ikut meningkat. Pada pemeriksaan CT scan
memperlihatkan penyebaran pembesaran dengan peningkatan pertumbuhan dari kelenjar
lacrimalis dan pituitary. Pasien diberikan terapi berupa prednisolon peroral (5mg/hari),
dan di follow up dengan MRI yang memperlihatkan adanya perubahan pada lesi
pituitary. Kelenjar lakrimalis tampak mengecil selama dilakukan follou up.

KASUS 2
Tn. A Laki-laki, usia 62 tahun memperlihatkan adanya masa pada kedua kelenjar
submandibular sejak 4 bulan terakhir. Dari riwayat medisnya diketahu pada tahun 2005
terdapat pengerasan pada ureter sebelah kiri sampai ke ureteric stricture, data akuratnya
tidak diketahui pada saat itu. Pada merekisaan CT scan kepala dan leher tampak seperti
focal mass dengan gambaran lesi tipis disertai pembesaran ringan kelanjar sumbadibular.
Kelenjar submandibular diangkat dan terlihat terjadi pembesaran dengan ukuran
diameter 3,5 cm dengan lesi yang mirip massa dengan diameter 3 cm. setelah dipotong
masa terlihat berwana pink ke putihan, bentuk solid dengan focal mixoid area.
Pemeriksaan mikroskopis kelenjar ludah didapatkan fibrosis pada intertisiel parah
dengan gambaran infiltasi limpoplasmatic dan hilangnya struktur aciner yang normal.
Pemeriksaan immunochemical didapatkan jumlah IgG4 positif pada plasma sel dan

sangat banyak. Kadar IgG serum sebelum operasi meningkat sampai 2.050 mg/dl dan
kemudian menurun sampai 1.690 mg/dl setelah kelenjar submandibular diangkat. Pada
pasien ini mendapatkan terapi Prednisolon peroral 5 mg/hari.

KASUS 3
Tn. A laki-laki, usia 55 tahun, memperlihatkan adanya massa pada kedua kelenjar
submandibularis. Kelenjar submandibularis yang kanan telah diangkat sebelumnya
dirumah sakit. Pada pemeriksaan mikroskopis specimen memperlihatkan CSS dengan
komponen plasma sel, pemeriksaan immunohistochemical pada pasien ini tidak
dilakukan, tetapi sialadenitis yang diakibatkan IgG telah dipikirkan. Selama work-up
dilakukan pasien sudah didiagnosa diabetes mellitus dan pengobatan peroral sudah
dimulai. Tiga bulan kemudian pasien kembali memeriksakan diri ke rumah sakit dengan
keluhan nyeri abdomen dan intake oral yang jelek. Dari pemeriksaan fisik, test serologis
dan CT scan abdomen didapatkan kemunkinan terjadinya pancreatitis akibat autoimmune
dan terjadi autoimun di ektrapankreas seperti terjadi dilatasi duktus billiaris sampai ke
bagian distalnya, dan terdapat gambaran multifocal pada ginjal kanan. Kadar IgG dan
IgG2 serum meningkat 1.950 mg/dl dan 12,10 g/L, akan tetapi kadar IgG4 tidak tinggi.
Pasien telah mendapatkan terapi prednisolon peroral sebanyak 25 mg/hari.

DISKUSI
CSS akibat IgG4 adalah kondisi yang mana merupakan bagian dari penyakit sklerosis
sitemik. Penyakit ini mempunyai cirri khas yaitu terjadi pada kelenjar submandibular.
Pada tahun 1888, Johann von Mikulicz-Radecki melaporkan pembesaran kelenjar
lacrimaris dan saliva dengan infiltasi sel mononuclear dan pada tahun 1933, Sjogren
mendeskripsikan pembengkakan pada kelenjar ludah yang kemudian dikenal dengan
Sjorgens syndrome. Sebelumnya pada tahun 1896, Kuttner menemukan Sialadenitis
Sklerosis kronis. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa patogenesa dari MD dan KT
dihubungkan dengan proses cytotoxic yang dimediasi oleh sel T, dalam hal ini terutama
produksi IgG4. IgG4 CSS atau yang lebih dikenal dengan Sjorgen Syndrome
memperlihatkan cirri yang khas yaitu biasanya terjadi pada usia tua, laki-laki lebih sedit
menderita penyakit ini disbanding perempuan, bengkak yang berkelanjutan, respon yang

bagus terhadap terapi steroid, peningkatan rasio IgG4/IgG serum, antibody antinuclear
dan anti-SSA/SSB negative, IgG4 positif dan banyak menumpuk dalam plasma sel
jaringan.
Pathogenesis penyakit sklerosis akibat IgG4 belum dipahami secara komplit.
Peningkatan kadar IgG dan IgG4 serum serta ditemukannya autoantibody yang banyak
pada pasien dengan pancreatitis kemungkinan besar akibat proses autoimmune. Selain itu
juga adanya target yang biasa terdapat pada pancreas dan organ eksokrin lainnya seperti
Carbonic Anhidrase II (CA II), CA IV, Lactoferin, dan Pankreatic Secretory Tripsin
Inhibitor yang tersebar di sel duktus pancreas dan organ lainnya akan menginduksi
proses tersebut. Pada penilitian baru baru ini mengunkapkan bahwa terdapat deposit
imunkomples dalam jaringan pada penyakit sklerosis akibat IgG4. Peningkatan kadar
CD25-high expression regulator T cell dan penurunan kadar Nave regulator (CD45
RA+) T cell dikaitkan dengan pancreatitis autoimun. Regulator sel T biasanya
menghambat respon imune dengan memproduksi Interleukin 10 (IL-10), hal ini akan
membantu proses deferensiasi sel B limfosit untuk menghasilkan IgG4. Mekanisme
dasar dari penyakit ini adalah proses induksi dan progresi. Proses induksi dimulai karena
adanya respon immune terhadap self-antigen dan molekul mimikri dalam hal ini yang
berperan adalah respon Th-1, sedangkan proses progresi disebabkan oleh respon Th-2
yang kemudian menyebabkan sel B berdeferensiasi. IgG4 berperan sebagai komponen
patologis dalam lesi sklerosis pada beberapa organ seperti pancreatitis autoimmune,
Kolangitis sklerosis, Retroperitoneal fibrosis tubulointertisil nefritis, dan intertisial
pneumonia. Penyakit pada kelenjar lakrimalis dan pituitary juga dihubungkan dengan
IgG4.
Pada penilitian ini, kasus 1 menunjukan peningkatan kadar IgG dan IgG4 serum,
sedangkan kasus 3 menunjukan peningkatan kadar IgG serum sedangkan kadar IgG4
normal. Meskipun demikian gambaran histology dari kelenjar submandibular dan adanya
pancreatitis autoimun pada kasus 3 sudah sangat mendukung diagnose IgG4 CSS, dan
data follow up pengunaan prednisolon juga dapat mendukung diagnosa. Pada kasus 2
kada IgG dan IgG4 serum tidak diperiksa, tetapi pada pemeriksaan jaringan kelenjar
didaparkan kadar IgG4 positif dalam plasma sel, dan hal ini mendukung diagnose IgG4
CSS. semua kasus memperlihatkan adanya infiltrasi limfoplasmatic di dalam kelenjar
submandibular serta peningkatan kadar IgG dan/atau IgG4.

You might also like