Professional Documents
Culture Documents
HEPATITIS B
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Hepatitis B adalah infeksi pada hati yang berpotensi menyebabkan kematian yang disebabkan
oleh virus hepatitis B. Hepatitis B merupakan masalah kesehatan global utama dan
merupakan jenis yang paling serius dari semua jenis Hepatitis. Penyakit ini dapat
menyebabkan penyakit hati kronis dan bisa menyebabkan penderitanya beresiko tinggi
mengalami kematian akibat komplikasi lebih lanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati.
(WHO, 2008)
Hepatitis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus disertai dengan nekrosis
dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia
serta seluler yang khas. Hepatitis B merupakan peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan
oleh HBV (Hepatitis B Virus) dan ditularkan melalui kontak darah maupun cairan tubuh.
(Brunner & Suddarth, 2002: 1169)
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bersifat akut, terutama
ditularkan secara parenteral tetapi bisa juga secara oral, melalui hubungan seksual antara
penderita dan orang lain, dan dari ibu ke bayi. (Dorland, 1998: 502)
B. EPIDEMIOLOGI
Hepatitis B bersifat serius yang tersebar di seluruh dunia, dengan penderita infeksi kronis
lebih dari 300 juta orang. Di beberapa negara, terutama di Asia Tenggara, Cina dan Afrika,
HBV terjadi endemik, dengan separuh dari penduduknya pernah terinfeksi dan lebih dari 8%
penduduknya menjadi pembawa kronis virus tersebut. (Elizabeth J. Corwin, 2009: 667)
Di dunia, setiap tahun sekitar 10-30 juta orang terkena penyakit Hepatitis B. Walaupun
penyakit Hepatitis B bisa menyerang setiap orang dari semua golongan umur tetapi umumnya
yang terinfeksi adalah orang pada usia produktif. Ini berarti merugikan baik bagi si penderita,
keluarga, masyarakat atau negara karena sumber daya potensial menjadi berkurang.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan bagian lain di
Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa terinfeksi Hepatitis B
sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi orang dewasa
mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Penyakit hati yang disebabkan Hepatitis B merupakan
satu dari tiga penyebab kematian dari kanker pada pria, dan penyebab utama kanker pada
perempuan.
Presiden Perkumpulan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Prof Dr Laurentius A Lesmana,
mengungkapkan tingkat prevalensi penyakit hepatitis B di Indonesia sebenarnya cukup
tinggi. Secara keseluruhan jumlahnya mencapai 13,3 juta penderita. Berdasarkan data dari
Profil Kesehatan Provinsi tahun 2003 (lampiran), di Indonesia jumlah kasus Hepatitis B
sebesar 6.654 sedangkan di Sumbar 649, berada pada urutan ke tiga setelah DKI Jakarta dan
Jatim. Dari sisi jumlah, Indonesia ada di urutan ketiga setelah Cina (123,7 juta) dan India (3050 juta) penderita. Tingkat prevalensi di Indonesia antara 5-10%.
C. ETIOLOGI
Hepatitis disebabkan oleh infeksi dari HBV (Hepatitis B Virus). Beberapa faktor predisposisi
terjadinya penularan Hepatitis B adalah:
1. Kontak dengan darah, sekresi dan tinja dari manusia yang terkontaminasi.
1.
2.
3.
4.
5.
D. PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane".
Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti
terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg)
dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel
mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchym hati. Respon
peradangan menyebabkan pembengkakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi
destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat
diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah
sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati
mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati
dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya
gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko
berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
E. GEJALA KLINIS
Gejala Hepatitis B mirip gejala flu. Kadang-kadang sangat ringan bahkan tida menimbulkan
gejala sama sekali. Hanya sedikit orang yang terinfeksi menunjukkan semua gejala. Karena
alasan ini banyak kasus Hepatitis B yang tidak terdiagnosis dan terobati. Gejala utama dari
Hepatitis B adalah sebagai berikut:
1. Urtikaria atau artralgia sebelum terjadinya tanda sakit kuning menunjukkan infeksi HBV
(Lippincott William & Wilkins, 2008: 260)
2. Mudah lelah
3. Demam ringan
4. Nyeri otot dan persendian
5. Mual dan muntah
6. Sakit kepala
7. Kehilangan nafsu makan
8. Nyeri perut kanan atas
9. Diare
10. Warna tinja seperti dempul (keabu-abuan)
11. Warna urine seperti teh
12. Warna kulit dan sklera mata kuning (jaundice), sering disebut penyakit kuning.
13. Penurunan berat badan 2.5 - 5 kg (sumber: Unit Transfusi Darah PMI Cabang Kota
Yogyakarta)
F. PEMERIKSAAN FISIK
eadaan Umum)
1. Kesadaran : compos mentis
2. Bentuk tubuh : sedang
3. Postur tubuh : normal
2. Warna kulit : putih
3. Turgor kulit : normal
Tanda Vital
1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan darah
4. Respirasi
an Fisik (head to toe)
1. Kepala : bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut dan kulit kepala baik,
tidak ada nyeri saat ditekan.
2. Mata : Posisi mata simetris, pupil isokor, konjungtiva pucat, penglihatan kabur, sklera
ikterus.
3. Telinga : bentuk simetris, pendengaran baik, telinga tampak bersih, dan tidak ada sekret.
4. Hidung : lubang hidung simetris, tidak terdapat sekret, tidak terdapat pernapasan cuping
hidung.
5. Mulut dan gigi: keadaan bibir normal, bersih.
6. Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan.
7. Thorax: Bentuk thorax simetris, respirasi normal (16-20 kali/menit)
8. Abdomen: Permukaan asimetris, terdapat nyeri tekan dan bising normal.
9. Ekstremitas :
5.
Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
6. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh hati dan karena itu
kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
7. Gula Darah
Hiperglikemia transien/hiperglikemia (gangguan fungsi hati).
8. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
9. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
10. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang. Meningkat absorbsi
vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
11. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan
peningkatan nekrosis seluler)
12. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
13. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
14. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan
bilirubinuria.
H. KRITERIA DIAGNOSIS
Keadaan
Definisi Kriteria
1.
2.
Hepatitis B Kronis
Proses nekro-inflamasi
kronis hati disebabkan oleh
3.
infeksi virus hepatitis B.
Dapat dibagi menjadi
hepatitis B kronis dengan
4.
HbeAG+ dan HbeAG1.
2.
3.
Diagnostik
HbsAG > 6 bulan
HBV DNA serum >
105 copies/ml
Peningkatan
kadar
ALT/AST
secara
berkala/persisten
Biopsi hati menunjukkan
hepatitis kronis (skor nekroinflamasi >4)
HbsAg+ > 6 bulan
HbeAg-, anti Hbe+
HBV DNA serum <
105 copies/ml
Kadar ALT/AST normal
Biopsi hati menunjukkan
tidak adanya hepatitis yang
signifikan (skor nekroinflamasi < 4)
+
a)
b)
c)
d)
THERAPY
Saat ini, ada 4 jenis obat yang direkomendasikan untuk terapi hepatitis B kronis, yaitu :
interferon alfa-2b, lamivudin, adefovir, dan peginterferon alfa-2a. Hal yang harus
dipertimbangkan sebelum memutuskan pilihan obat adalah keamanan jangka panjang, efikasi
dan biaya. Walaupun saat ini pilihan terapi hepatitis B kronis menjadi lebih banyak, namun
persoalan yang masih belum terpecahkan adalah problem resistensi obat dan tingginya angka
relaps saat terapi dihentikan.
Interferon
Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai
macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Berdasarkan studi meta analisis
yang melibatkan 875 pasien hepatitis B kronis dengan HbeAg positif: serokonversi HBeAg
terjadi pada 18%, penurunan HBV DNA terjadi pada 37% dan normalisasi ALT terjadi pada
23% . Salah satu kekurangan interferon adalah efek samping dan pemberian secara injeksi.
Dosis interferon 5-10 juta MU 3 kali / minggu selama 16 minggu.
Lamivudin
Lamivudin merupakan antivirus melalui efek penghambatan transkripsi selama siklus
replikasi virus hepatitis B. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan
HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HbeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara
bermakna dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa
resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan
menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat
dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip meningkat
dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69%
masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi.
Adefovir
Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate (dAMP), yang
sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis.
Cara kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari DNA virus. Dosis yang
direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral paling tidak selama satu tahun.
Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515 pasien hepatitis B kronis dengan
HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir 10mg dan 30mg selama 48 minggu
dibandingkan plasebo. Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik secara
signifikan (p<0,001) dalam hal: respon histologi, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan
penurunan kadar HBV DNA. Keamanan adefovir 10 mg sama dengan plasebo. Hadziyanmis
et al memberikan adefovir pada penderita hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif. Pada
pasien yang mendapatkan 10 mg adefovir terjadi penurunan HBV DNA secara bermakna
dibandingkan plasebo, namun efikasinya menghilang pada evaluasi minggu ke 48. Pada
kelompok yang medapatkan adefovir selama 144 minggu efikasinya dapat dipertahankan
dengan resistensi sebesar 5,9%. Kelebihan adefovir dibandingkan lamivudin, di samping
risiko resistennya lebih kecil juga adefovir dapat menekan YMDD mutant yang resisten
terhadap lamivudin.
Peginterferon
Lau et al melakukan penelitian terapi peginterferon tunggal dibandingkan kombinasi pada
841 penderita hepatitis B kronis. Kelompok pertama mendapatkan peginterferon alfa 2a
(Pegasys) 180 ug/minggu + plasebo tiap hari, kelompok ke dua mendapatkan peginterferon
1)
2)
3)
4)
5)
6)
alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + lamivudin 100 mg/hari dan kelompok ke tiga memperoleh
lamivudin 100 mg/hari, selama 48 minggu. Hasilnya pada akhir minggu ke 48, yaitu:
Serokonversi HBeAg tertinggi pada peginterferon tanpa kombinasi, yaitu 27%, dibandingkan
kombinasi (24%) dan lamivudin tunggal (20%).
Respon virologi tertinggi pada peginterferon + lamivudin (86%).
Normalisasi ALT tertinggi pada lamivudin (62%).
Respon HBsAg pada minggu ke 72 : peginterferon tunggal 8 pasien, terapi kombinasi 8
pasien dan lamivudin tidak ada serokonversi.
Resistensi (mutasi YMDD) pada minggu ke 48 didapatlan pada: 69 (27%) pasien dengan
lamivudin, 9 pasien (4%) pada kelompok kombinasi, dan
Efek samping relatif minimal pada ketiga kelompok. Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil
kombinasi (serokonversi HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA dan supresi
HBsAg), peginterferon memberikan hasil lebih baik dibandingkan lamivudin.
(JB Suharjo, B Cahyono, 2006)
J. KOMPLIKASI
a) Sirosis hepatis
b) Hepatomegali
A.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
1.
2. Makan
Pasien makan tiga kali sehari dan hanya habis sepertiga porsi karena pasien merasa mual dan
pasien mengatakan terjadi penurunan nafsu makan.
3. Minum
Pada saat pengkajian pasien mengatakan minum kira kira 7 kali perhari dengan jumlah kira
kira 240 ml.
4. Eliminasi BAB & BAK
Pasien BAB 1 kali sehari dengan konsisitensi lembek. Pasien mengatakan 3 4 kali sehari,
baunya khas dan berwarna gelap, diare feses berwarna seperti tanah liat.
5. Gerak aktivitas
1. Kemampuan ADL :
a) Kemampuan untuk makan: Pasien mampu menyuap makanan sendiri.
b) Kemampuan untuk mandi: Sejak sakit pasien dibantu mandi oleh keluarga 2 kali sehari.
c) Kemampuan untuk toileting: Pasien mampu ketoilet untuk BAB dan BAK.
d) Kemampuan untuk berpakaian: Pasien mampu menggunakan pakaian sendiri.
e) Kemampuan untuk instrumentalia : Pasien mampu mengunakan alat alat disekitarnya.
2. Kemampuan mobilisasi
Pasien mampu mengubah posisi di tempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6. Istirahat tidur
Jumlah tidur pasien 10 jam, pasien tidur dari pukul 21.00 wita 07.00 wita.
7. Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien normal yaitu 38 C.
8. Kebersihan diri
Kebersihan diri pasien terjaga. Untuk aktivitas mandi, pasien dibantu oleh keluarga pasien.
9. Rasa nyaman
Pasien mengatakan sakit pada bagian kepala, terkadang disertai nyeri ulu hati atau nyeri pada
bagian abdomen.
10. Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien mengatakan cemas dan raut wajah pasien tampak khawatir.
11. Sosial
Pasien mampu berkomunikasi dengan orang lain namun pada saat berkomunikasi pasien
tampak lemah.
Sosialisasi orientasi terhadap orang, waktu dan tempat baik.
12. Pengetahuan belajar
Pasien barsedia mengikuti prosedur keperawatan dan mampu mengikuti pada saat pemberian
informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. Pasien mampu mengikuti nasehat-nasehat
yang diberikan oleh tenaga medis.
13. Rekreasi
Pasien mengatakan untuk mengisi waktu luang, pasien menonton TV dan kadang kadang
berbincang-bincang dengan keluarga atau kerabat.
14. Spiritual
Pasien beragama hindu, dan hanya bersembahyang di tempat tidur saja. Setiap hari keluarga
pasien mengahaturkan banten dan bersembahyang di padmasana rumah sakit.
5. Pemeriksaan Fisik
a. KU (Keadaan Umum)
1) Kesadaran : compos mentis
2)
3)
4)
5)
b.
3. Hipertermi berhubungan dengan pengeluaran prostaglandin ditandai dengan kulit klien teraba
hangat, suhu aksila diatas normal (normal: 36,50 37,50 C).
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik (peningkatan
garam empedu pada darah) ditandai dengan kulit tampak kemerahan, adanya pruritus.
5. Keletihan berhubungan dengan status penyakit (penurunan kadar glukosa darah) ditandai
dengan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasanya, klien tampak
mengantuk, klien sering mengeluh mengenai fisiknya, klien mengalami peningkatan
kebutuhan dalam beristirahat.
6. PK: Anemia
7. PK: Perdarahan
8. PK: Infeksi
9. PK: Hipoalbuminemia
10. PK: Hiperglikemia
11. Gangguan sensori persepsi: pengelihatan berhubungan dengan perubahan dalam ketajaman
sensori (sklera ikterik) ditandai dengan pandangan kabur.
12. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan klien tidak
mampu mengakses kamar mandi, ketidakmampuan membersihkan diri sendiri.
13. Gangguan body image berhubungan dengan kondisi penyakit (ikterik) ditandai dengan klien
mengatakan malu dengan kondisi yang dialaminya.
14. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien tampak
gelisah, klien mengalami insomnia, klien tampak khawatir akan kondisinya.
15. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi mengenai penyakit
ditandai dengan klien tampak gelisah, klien selalu bertanya-tanya mengenai kondisinya.
1.
2.
3.
4.
5.
C. PERENCANAAN
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (bilirubin indirek) dan distensi
abdominal ditandai dengan klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 3, klien tampak
meringis, klien tampak melindungi area yang nyeri.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat
teratasi dengan outcomes:
1.
2.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
1. Inspeksi kulit pasien, jelaskan dan dokumentasikan kondisi kulit pasien dan laporkan
perubahan.
Rasional : Untuk menentukan keefektifan regimen perawatan kulit.
2. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang masalah kulitnya.
Rasional : Tindakan ini membantu untuk mengurangi ansietas dan meningkatkan
keterampilan koping.
3. Laksanankan program regimen penanganan untuk kulit yang rusak dan pantau kemajuannya.
Laporkan respon terhadap regimen penanganan.
Rasional : Untuk mempertahankan atau memodifikasi terapi saat ini.
4. Berikan pengarahan kepada pasien dan keluarga dalam program perawatan kulit.
Rasional : Untuk mendorong kepaatuhan.
5. Atur posisi pasien supaya nyaman dan meminimalkan tekanan pada kulit yang rusak. Ubah
posisi pasien selama 2 jam. Pantau frekuensi pengubahan posisi pasien dan kondisi kulitnya.
Rasional : Tindakan tersebut mengurangi tekanan, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
kerusakan kulit.
6. Bantu pasien untuk melakukan tindakan hygiene dan kenyamanan.
Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan dan untuk mencegah infeksi.
7. Kolaborasi
Berikan obat nyeri sesuai program dan pantau keefektifannya.
Rasional : Pengurangan nyeri diperlukan untuk mempertahankan kesehatan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2)
3)
4)
5)
EVALUASI
Nyeri akut teratasi dengan respon:
Klien tidak tampak meringis.
Klien tidak melindungi area nyeri.
Skala nyeri: 0 (skala 0-10)
Kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi dengan respon:
IMT dalam batas normal (18,5 24, 59)
Terjadi peningkatan dalam porsi makan.
Berat badan pasien bertambah ... kg setiap minggu.
Pasien makan secara mandiri tanpa didorong.
Hipertermi dapat teratasi dengan respon:
Suhu tubuh dalam batas normal (36,50 37,50 C)
Kulit teraba normal
Kerusakan integritas kulir dapat teratasi dengan respon:
Menunjukkan tidak adanya kerusakan kulit.
Menunjukkan turgor kulit yang normal.
Pruritus berkurang
Keletihan dapat teratasi dengan respon:
Menunjukkan kemampuan dalam melakukan aktivitas
Kebutuhan dalam beristirahat kembali normal
Menunjukkan pengetahuan mengenai tindakan-tindakan untuk mengurangi keletihan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Hepatitis. (online).
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=37 (akses tanggal 17 Mei 2011)
Anonim. 2007. Hepatitis B. (online).
http://golongandarah.net/artikel_detail.php?act=view&id=1 (akses 17 Mei 2011)
Anonim. 2008. Hepatitis B. (online).
http://www.totalkesehatananda.com/hepatitisb1.html (akses tanggal 17 Mei 2011)
Anonim. 2009. Hepatitis B. (online).
http://www.jakartalantern.com/content/health-topic/hepatitis/77-hepatitis-b.html
tanggal 17 Mei 2011)
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Penyakit. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
(akses