You are on page 1of 14

REFERAT

ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DI BAWAH USIA 6


BULAN: ETIOLOGI, PENEGAKKAN DIAGNOSIS, DAN
PENATALAKSANAAN

Disusun Oleh :
Faraida Jilzani A
1410221046

Pembimbing :
dr. Qodri Santosa Msi Med, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Referat :
Anemia Defisiensi Besi Pada Bayi Di Bawah Usia 6 Bulan: Etiologi,
Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik Di


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh ;
Faraida Jilzani

1410221046

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal

Maret 2015

Pembimbing referat,

dr. Qodri Santosa, Msi Med, Sp. A

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan
judul Anemia Defisiensi Besi Pada Bayi Di Bawah Usia 6 Bulan: Etiologi,
Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Penyusunan referat ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
persyaratan ujian kepaniteraan klinik di stase ilmu kesehatan anak. Dengan rendah
hati penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan referat ini. Secara khusus penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.
2.
3.
4.

dr. Qodri Santosa, Msi Med, Sp.A selaku pembimbing referat.


kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil.
Ibu Evy selaku sekretaris bagian ilmu kesehatan anak.
Seluruh rekan-rekan dokter muda FK Unsoed dan FK UPN Veteran Jakarta
yang menjalani kepaniteraan klinik stase ilmu kesehatan anak.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan

memiliki kelemahan dan keterbatasan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan referat ini. Harapan penulis semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin.

Purwokerto, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Cover ............................................................................................................

Lembar Pengesahan .....................................................................................

Kata Pengantar .............................................................................................

Daftar Isi ......................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ..........................................................................

I.1 Latar Belakang ........................................................................................

I.2 Tujuan .....................................................................................................

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

II.1 Zat besi dan manfaatnya terhadap tumbuh kembang anak ...................

II.2 Kebutuhan zat besi pada bayi dan anak ...............................................

II.3 Etiologi anemia defisiensi besi pada bayi di bawah usia 6 bulan .........

II.4 Diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi dibawah usia 6 bulan .......

10

II.5 Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada bayi dibawah usia 6 bulan 11
BAB III : PENUTUP ....................................................................................

13

III.1 Kesimpulan ..........................................................................................

13

Daftar Pustaka ...............................................................................................

14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Zat besi adalah mikronutrien esensial untuk perkembangan mental,

motorik, dan perilaku pada anak. Zat ini terdapat pada seluruh sel tubuh dan
memiliki peran penting dalam proses fisiologis dasar tubuh seperti produksi
hemoglobin.
Kekurangan zat besi atau defisiensi besi umumnya terjadi bila pemasukan
zat besi dari makanan tidak mencukupi kebutuhan dan cadangan besi tubuh
berkurang. Terutama terjadi pada masa dimana kebutuhan zat besi tubuh tinggi
seperti pada masa pertumbuhan yang pesat pada bayi dan anak. Terutama dalam 2
tahun pertama kehidupan.
Selain anemia, defisiensi besi dapat menimbulkan kelainan antara lain
mempengaruhi

fungis

kognitif,

perkembangan

sistem

saraf,

tingkah

yaitu

laku,

proses

dan

pertumbuhan

mielinisasi,

bayi,

neuroransmitter,

dendritogenesis, dan metabolisme saraf, serta mempengaruhi ketahanan fisik dan


kemampuan bekerja karena besi merupakan sumber energi bagi otot.
Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien yang paling
sering terjadi pada bayi dan anak diseluruh dunia dengan prevalensi sebesar 2,5-5
milyar penduduk terutama di negara sedang berkembang termasuk indonesia.
Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan
awal masa kanak-kanak.
Di indonesia, data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalensi ADB
(anemia defisiensi besi) pada anak dan balita di Indonesia sekitar 40-45 % dengan
prevalensi pada bayi usia 0-6 bulan, 6-12 bulan, dan balita berturut-turut sebesar
61,3%, 64,8%, dan 48,1%.
Melihat pentingnya peran besi dan tingginya angka prevalensi anemia
defisiensi besi pada bayi dan anak ini, maka diperlukan suatu pemahaman yang
mendalam mengenai etiologi, penegakkan diagnosis, serta penatalaksanaan
anemia defisiensi besi pada bayi khususnya dibawah usia 6 bulan.
1.2
Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Mengetahui etiologi anemia defisiensi besi pada bayi dibawah usia 6 bulan
2. Mengetahui penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi dibawah
usia 6 bulan

3. Mengetahui penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada bayi dibawah usia 6


bulan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Zat besi dan manfaatnya terhadap tumbuh kembang anak


Zat besi adalah mikronutrien esensial untuk perkembangan mental,

motorik, dan perilaku pada anak. Zat ini terdapat pada seluruh sel tubuh dan
memiliki peran penting dalam proses fisiologis dasar tubuh seperti produksi
hemoglobin dan fungsi enzim sehingga kekurangan zat besi akan mengganggu
proses fisiologis tubuh terutama bila kekurangan terjadi dalam jumlah yang
bermakna.1
Kekurangan zat besi atau defisiensi besi umumnya terjadi bila pemasukan
zat besi dari makanan tidak mencukupi kebutuhan dan cadangan besi tubuh
berkurang. Terutama terjadi pada masa dimana kebutuhan zat besi tubuh tinggi
seperti pada masa pertumbuhan yang pesat pada bayi dan anak, atau pada saat
terjadi kehilangan darah secara konstan misalnya pada masa menstruasi dan
perdarahan intestinal. Bayi dan anak, wanita hamil, serta wanita dalam masa
reproduksi memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap defisiensi besi.1
Defisiensi besi, seperti pada defisiensi mikronutrien lain, dalam tahap
tertentu akan menimbulkan kelainan dalam proses fisiologis tubuh antara lain
mempengaruhi

fungis

kognitif,

perkembangan

sistem

saraf,

tingkah

yaitu

laku,

proses

dan

pertumbuhan

mielinisasi,

bayi,

neuroransmitter,

dendritogenesis, dan metabolisme saraf, serta mempengaruhi ketahanan fisik dan


kemampuan bekerja karena besi merupakan sumber energi bagi otot.2
Selain itu juga akan terjadi anemia bila cadangan besi tubuh berkurang
dalam jumlah yang bermakna. Bila cadangan besi tubuh berkurang, sintesis Hb
(hemoglobin) di sumsum tulang menjadi terbatas dan terjadi kekurangan
hemoglobin yang membawa oksigen dalam darah (anemia). Anemia yang
disebabkan oleh defisiensi besi disebut juga anemia defisiensi besi.3
Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien yang paling
sering terjadi pada bayi dan anak diseluruh dunia dengan prevalensi sebesar 2,5-5
milyar penduduk terutama di negara sedang berkembang termasuk indonesia.
Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan
awal masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau
karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang.4
7

Di indonesia, data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalensi ADB


(anemia defisiensi besi) pada anak dan balita di Indonesia sekitar 40-45 % dengan
prevalensi pada bayi usia 0-6 bulan, 6-12 bulan, dan balita berturut-turut sebesar
61,3%, 64,8%, dan 48,1%.2

2.2

Kebutuhan zat besi pada bayi dan anak.


Angka kebutuhan zat besi yang optimal pada bayi dan anak dapat dilihat

pada tabel 2.1 berikut ini5


Usia
0-6 bulan
7-12 bulan
1-3 tahun
4-8 tahun
9-13 tahun
14-18 tahun

Angka Kebutuhan per hari (mg)


0,27
11
7
10
8
11-15

Tabel 2.1. angka kebutuhan zat besi pada bayi dan anak

Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 gram besi, sedangkan
dewasa kira-kira 5 gram. Untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi
harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan. Disamping
kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan
kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu, untuk mempertahankan
keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diresorpsi setiap
hari.6
Besi diabsorpsi dalam usus halus proksimal, diperantarai sebagian oleh
protein mobilferrin duodenum. Karena absorpsi besi makanan diperkirakan lebih
kurang 10%, maka diet yang mengandung 8-10 mg besi diperlukan untuk nutrisi
optimal. Besi diserap dua sampai tiga kali lebih efisien pada ASI daripada dalam
susu sapi, mungkin antara lain karena perbedaan kandungan kalsium. Selama
tahun pertama kehidupan, karena relatif sedikit makanan yang mengandung besi
dipasok, maka sering sulit dicapai jumlah besi yang cukup. Atas alasan ini maka
diet harus meliputi makanan seperti bubur bayi atau formula yang telah diperkaya
besi, keduanya sangat efektif untuk mencegah defisiensi besi. Formula dengan 712 mg Fe/L untuk bayi cukup bulan dan formula bayi prematur dengan 15 mg/L

bagi bayi berat lahir kurang dari 1800 gram amat efektif. Bayi yang semata-mata
mendapat ASI harus mendapat tambahan besi sejak umur 4 bulan. Paling banyak,
bayi berada dalam situasi rawan dari segi besi. Bila diet tidak adekuat atau
kehilangan darah cukup banyak terjadi, anemia akan muncul dengan cepat.6
Remaja juga rawan defisiensi besi karena kebutuhan yang tinggi untuk
tumbuh pesat, defisiensi nutrisi, dan kehilangan darah menstruasi. Di beberapa
negara yang berlimpah lebih kurang 40% dari anak perempuan dan 15% dari anak
laki-laki mempunyai ferritin serum kurang dari 16%, ini menunjukkan cadangan
besi yang rendah dalam sumsum tulang.6

2.3

Etiologi anemia defisiensi besi pada bayi di bawah usia 6 bulan


Anemia defisiensi besi dapat disebabkan berat lahir rendah dan perdarahan

perinatal yang tidak biasa berkaitan dengan penurunan massa Hb bayi dan
cadangan besi. Karena konsentrasi tinggi Hb pada neonatus menurun selama masa
kehidupan 2-3 bulan pertama, sejumlah besar cadangan besi dipakai kembali dan
disimpan. Simpanan yang dimanfaatkan kembali biasanya cukup untuk
pembentukan darah dalam 6-9 bulan pertama kehidupan bayi yang cukup bulan.6
Pada bayi berat badan lahir rendah atau pada bayi dengan kehilangan
darah perinatal, cadangan besi mungkin habis lebih cepat, dan sumber makanan
menjadi amat penting. Anemia karena kekurangan besi dalam makanan tidak
biasa terjadi sebelum 4-6 bulan pertama kehidupan tetapi menjadi umum terjadi
pada bayi umur 9-24 bulan. Sesudah itu, keadaan tersebut relatif jarang. Pola diet
yang biasa tampak pada bayi dengan anemia defisiensi besi adalah konsumsi
sejumlah besar susu sapi dan makanan yang tidak dilengkapi dengan besi.6
Kehilangan darah harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada setiap
kasus defisiensi besi, terutama pada anak yang lebih besar. Anemia defisiensi besi
kronis karena perdarahan samar mungkin disebabkan oleh lesi saluran
pencernaan,

seperti

ulkus

peptikum,

divertikulum

meckel,

polip

atau

hemangioma, atau oleh penyakit peradangan usus. Di beberapa wilayah geografi

infestasi cacing merupakan penyebab penting dari defisiensi besi dimana


defisiensi besi akan terjadi lagi setelah terapi besi.6

2.4

Diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi di bawah usia 6 bulan


Diagnosis ditegakkan apabila terdapat gejala klinis anemia dan riwayat

nutrisi dari anamnesis yang mendukung anemia defisiensi besi serta temuan
laboratorium. Dari anamnesis ditemukan pucat yang berlangsung lama tanpa
manifestasi perdarahan, gangguan perkembangan motorik dan perilaku, daya
tahan tubuh terhadap infeksi menurun, riwayat konsumsi makanan yang kurang
mengandung zat besi, bahan makanan yang menghambat penyerapan zat besi
seperti kalsium dan fitat (beras, gandum) serta konsumsi susu sebagai sumber
energi utama sejak bayi sampai usia dua tahun (milkaholics).7
Dari pemeriksaan fisik, gejala klinis yang dapat ditemukan antara lain
adalah pucat (kadar Hb < 7g/dl), iritable dan anoreksia (kadar Hb<5), tanpa
organomegali (splenomegali hanya terjadi pada 10-15% kasus), dapat juga
ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, atrofi papil lidah, takikardia,
gagal jantung, protein-losing enteropathy, gangguan pertumbuhan dan rentan
infeksi.7
Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis yaitu pemeriksaan darah
lengkap dimana ditemukan penurunan kadar Hb, MCV, MCH, MCHC. RDW
yang tinggi >14,5% dan MCV yang rendah merupakan salah satu skrining
defisiensi besi. Rasio MCV/RBC (mentzer index) > 13 dan bila RDW index > 220
merupakan tanda anemia defisiensi besi. Pada apusan darah tepi akan ditemukan
sel darah merah yang mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis.
Pada pemeriksaan apabila kadar besi serum rendah, TIBC rendah, feritin < 12
ng/ml dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi. Nilai retikulosit dapat
normal atau menurun menunjukkan produksi sel darah merah yang tidak adekuat.6
Di samping itu juga dapat dilakukan therapeutic trial dengan pemberian
preparat besi dengan dosis 3 mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah
retikulosit antara 5-10 hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dl atau
10

hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi. Kirakira 6 bulan setelah terapi, hematokrit dan hemoglobin dinilai kembali untuk
menilai keberhasilan terapi.6
Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO yaitu;
1.
2.
3.
4.

kadar Hb kurang dari normal sesuai usia,


konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35),
kadar Fe serum <50 ug/dl (N: 80-180),
saturasi transferin <15% (N: 20-50%).

Kriteria ini harus dipenuhi paling sedikit kriteria nomor 1,3 dan 4. Bila
sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala anemia tanpa
manifestasi perdarahan, tanpa organomegali, gambaran darah tepi mikrositik,
hipokromik, anisositosis, sel target, serta respon terhadap pemberian terapi besi.7

2.5

Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada bayi di bawah usia 6

bulan
Pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukonat, fumarat)
merupakan terapi yang murah dan efektif. Tidak ada bukti bahwa tambahan
mineral mikro, vitamin, atau bahan hematinik meningkatkan secara nyata respons
dibanding garam ferro sederhana. Dosis terapi dihitung atas dasar besi elemental;
sulfas ferrous mengandung 20% berat besi elemental. Besi elemental dengan dosis
3 mg/kgBB sebelum makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam dua
dosis. Diberikan sampai 2-3 bulan hingga Hb kembali normal dan dilanjutkan 8
minggu agar dapat memasok jumlah cadangan besi yang optimal bagi sumsum
tulang. Absorpsi akan lebih baik bila preparat besi diberikan di antara dua waktu
makan dimana suasana lambung asam sehingga absorbsi besi meningkat.6
Sementara pengobatan dengan besi yang cukup diberikan, keluarga harus
diberi edukasi mengenai diet penderita, dan konsumsi susu harus dibatasi.
Defisiensi besi dapat dicegah pada populasi berisiko tinggi dengan pemberian
formula atau bubur yang diperkaya besi selama masa bayi. Pengurangan konsumsi
susu sapi mempunyai pengaruh ganda yaitu jumlah makanan yang kaya akan besi

11

bertambah, dan kehilangan darah karena intoleransi protein susu sapi dapat
dicegah.6
Preparat besi parenteral (dekstran besi) adalah bentuk yang efektif dan
biasanya aman bila digunakan dengan perhitungan dosis yang tepat, tetapi respons
terhadap besi parenteral tidak lebih cepat dibanding respons yang diperoleh
dengan pemberian oral yang memadai, kecuali jika ada malabsorpsi dan bila
edukasi keluarga tidak berhasil, maka pemberian besi parenteral mungkin
terindikasi.6
Kegagalan terapi besi terjadi bila anak tidak mau menerima besi yang
diberikan, bila besi diberikan dalam bentuk yang tidak baik diabsorpsi, atau bila
ada kehilangan darah terus menerus yang tidak terlihat, seperti kehilangan darah
intestinal atau pulmonal, atau pada masa menstruasi. Diagnosis awal yang tidak
benar mengenai defisiensi besi nutrisi dapat dibuktikan dengan adanya kegagalan
respons terapi. Transfusi darah terindikasi bila kadar Hb<5g/dl atau kadar
Hb<6g/dl disertai anemia yang sangat berat atau infeksi yang menyertai mungkin
mengganggu respons.6

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
1. etiologi anemia defisiensi besi pada bayi usia kurang dari 6 bulan
antara lain adalah bayi berat lahir rendah, prematuritas, ASI eksklusif
tanpa suplementasi besi, susu formula rendah zat besi, pertumbuhan
cepat dan alergi protein susu sapi.
2. Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi usia kurang
dari 6 bulan yaitu apabila memenuhi kriteria diagnosis anemia
defisiensi besi menurut WHO yaitu; kadar Hb kurang dari normal

12

sesuai usia, konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35), kadar Fe


serum <50 ug/dl (N: 80-180), saturasi transferin <15% (N: 20-50%).
3. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada bayi usia kurang dari 6
bulan adalah dengan mengatasi faktor penyebab; perbaikan nutrisi
berupa susu formula yang kaya akan zat besi, ASI eksklusif,
suplementasi besi baik peroral maupun parenteral, serta edukasi.
Pemberian suplementasi besi peroral dapat digunakan preparat besi
elemental dengan dosis 3 mg/kgBB sebelum makan atau 5 mg/kgBB
setelah makan dibagi dalam dua dosis. Diberikan sampai 2-3 bulan
sejak Hb kembali normal

DAFTAR PUSTAKA

1. Camila M, Chaparro, Chessa K. Iron nutrition during the first 6 months of


life. 2008. PAHO (Pan American Health Organization). Available from
URL:

http://www.paho.org/hq/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&Itemid=&gid=27166&lang=e
n Diakses pada tanggal 28 Februari 2015.
2. Windiastuti E. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. 2013. IDAI
(Ikatan

dokter

anak

indonesia).

Available

from

URL

http://www.idai.or.id/public-articles/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dananak.html Diakses pada tanggal 28 februari 2015.


3. Domellof M, Hernell O. Iron deficiency anaemia during the first two
years of life. 2002. Department of Clinical Sciences, Pediatrics, Umea
University,

Sweden.

Available

from

URL

http://www.foodandnutritionresearch.net/index.php/fnr/article/download/1

13

429/1297+&cd=3&hl=en&ct=clnk&gl=id Diunduh pada tanggal 28


februari 2015
4. Batra J, Sood A. Iron deficiency anaemia: effect on cognitive development
in children. Indian journal of clinical biochemistry. Available From URL :
http://www.medind.nic.in/iaf/t05/i2/iaft05i2p119.pdf diakses pada tanggal
28 Februari 2015.
5. Krebs N, Primak L. Normal childhood nutrition and its disorders. Hay W,
Levin M, et al, editors. Lange: Current diagnosis and treatment in
pediatrics. 18th edition. New York: McGraw Hill.
6. Behrgman, kliegman, Arvin, editors. Anemia. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. edisi 15 Vol 3. 405.1691
7. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, et al. Anemia Defisiensi Besi. 2010.
Pedoman Pelayanan Medis: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

14

You might also like