You are on page 1of 23

Penelitian Hubungan Kepatuhan Pengobatan Obat Anti Tuberkulosis Paru

dengan Multi Drugs Resisten di Puskesmas


William Prima Christian Kiko
102011407
Kelompok : D10
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email : primanike@yahoo.com

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit Tuberkulosis
Paru (TB) saat ini telah menjadi ancaman global, karena hampir sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi. Sebanyak 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negaranegara berkembang. TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit menular
dan merupakan peringkat ketiga dari 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang
menyebabkan 100.000 kematian setiap tahunnya. Tingginya insidens dan prevalens TB terutama
kasus TB BTA positif merupakan ancaman penularan TB yang serius di masyarakat, karena
sumber penularan TB adalah penderita TB BTA positif.1
Obat tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan berturutturut tanpa henti. Kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu diawasi oleh
anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat mengingatkan penderita
untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam bulan, penderita sewaktuwaktu akan kambuh kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga
membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya. Pengobatan yang terputus ataupun tidak sesuai
dengan standar DOTS juga dapat ber-akibat pada munculnya kasus kekebalan multi terhadap
obat anti TB yang memunculkan jenis kuman TB yang lebih kuat, yang dikenal de-ngan Multi
Drug Resistant (MDR-TB). Pengo-batan MDR-TB membutuhkan biaya yang lebih mahal dan
waktu yang lebih lama dengan keberhasilan pengobatan yang belum pasti.1

MDR-TB merupakan permasalahan utama di dunia. Banyak faktor yang memberikan


kontribusi terhadap resistensi obat pada negara berkembang termasuk ketidaktahuan pende-rita
tentang penyakitnya, kepatuhan penderita buruk, pemberian monoterapi atau regimen obat yang
tidak efektif, dosis tidak adekuat, instruksi yang buruk, keteraturan berobat yang rendah,
motivasi penderita kurang, suplai obat yang tidak teratur, bioavailibity yang buruk dan kualitas
obat memberikan kontribusi terjadinya resistensi obat sekunder.
Prinsip DOTS adalah menentukan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara
langsung dapat mengawasi keteraturan minum obat. Strategi ini diawasi oleh petugas Puskesmas
dan pihak-pihak lain yang paham tentang program DOTS. Di samping itu, keluarga sangat
diperlukan keterlibatannya dalam pengawasan dan perawatan penderita.
Masih rendahnya cakupan angka kesembuhan berdampak negatif pada kesehatan
masyarakat dan keberhasilan pencapaian program. Dalam hal ini masih adanya peluang
terjadinya penularan penyakit TB kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitar. Selain itu
memungkinkan terjadinya resistensi kuman TB terhadap OAT sehingga menambah
penyebarluasan penyakit TB, meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat TB.1
Untuk mencapai kesembuhan diperlukan keteraturan atau kepatuhan berobat. Artinya
apabila penderita tidak berobat dengan teratur maka hasil dari pengobatan pun akan tidak baik.
Banyak faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, seperti lamanya
waktu pengobatan, kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat. Selain itu daya tahan
tubuh dan faktor sosial ekonomi juga ikut berperan.
Kepatuhan berobat penderita TB juga ditentukan oleh perhatian tenaga kesehatan untuk
memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada masyarakat. Keteraturan pengobatan tetap
menjadi tanggung jawab petugas kesehatan.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa angka kesembuhan TB ditentukan oleh
kepatuhan penderita untuk berobat, adanya pelayanan kesehatan yang baik dan adanya peran
PMO terhadap tingkat kepatuhan pengobatan.

Perumusan Masalah
Faktor apa saja yang berhubungan dengan gagal konversi pasien TB paru kategori I pada
akhir pengobatan fase intensif di puskesmas K?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Tujuan umum:

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan gagal konversi pasien TB paru
kategori I pada akhir pengobatan fase intensif di puskesmas K.
Tujuan khusus

Untuk mengetahui hubungan umur penderita, jenis kelamin, kepatuhan meminum obat,
penyakit penyerta, tingkat pendidikan, social ekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan
puskesmas, efek samping obat, dan factor lainnya dengan kegagalan konversi pada akhir
pengobatan fase intensif pasien TB paru Kategori I puskesmas K.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis yang dulu disingkat TBC karena berasal dari kata tuberculosis adalah suatu
penyakit infeksi yang dapat mengenai paru- paru manusia. Seperti juga dengan penyakit infeksi
lainnya, tuberkulosis saat ini lebih lazim disingkat dengan TB saja disebabkan oleh kuman, atau
basil tuberukulosis yang dalam istilah kedokteran diberi nama dalam bahasa Latin yaitu
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Mikro bakteria ini juga merupakan bakteri aerob,
berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah
diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena
itu dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam.Jadi, tuberkulosis disebabkan oleh
kuman, dan karena itu tuberkulosis bukanlah penyakit turunan.2

Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus
TB. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis biasanya secara inhalasi,
sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan dengan organ
lain. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet
nuclei, khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bias melalui
inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis dapat disebabkan oleh
susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi.2
Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil dari pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Strategi Penemuan

Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan


tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan
secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan

cakupan penemuan tersangka pasien TB.


Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif, yang

menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.


Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

Risiko Penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien

TB paru dengan BTA negatif.


Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Pemeriksaan Diagnostik
Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SewaktuPagi-Sewaktu (SPS).2

S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada

hari kedua.
P (Pagi)
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot

dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.


S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Prinsip Pengobatan
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan
menggunakan strategi DOTS.
Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan
serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB
merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat
sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang
dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak
lanjutnya.3
Panduan Penggunaan OAT di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Kategori Anak: 2HRZ/4HR


5

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Panduan OAT dan peruntukannya
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat Badan
30-37 kg
38-54 kg

55-70 kg
71 kg

Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

tiap hari selama 56 hari

3 kali seminggu selama 16 minggu

RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

RH (150/150)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

tiap hari

3 kali seminggu

RHZE (150/75/400/275) + S

RH (150/150) + E (275)

Berat Badan

30-37 kg
38-54 kg

55-70 kg
71 kg

Selama 56 hari

Selama 28 hari

Selama 20 minggu

2 tablet 4 KDT +
500 mg Streptomisin inj
3 tablet 4 KDT +
750 mg Streptomisin inj
4 tablet 4 KDT +
1000 mg Streptomisin inj
5 tablet 4 KDT +
1000 mg Streptomisin inj

2 tablet 4 KDT

2 tablet 4 KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tablet 4 KDT
+ 3 tab Etambutol
4 tablet 4 KDT
+ 4 tab Etambutol
5 tablet 4 KDT
+ 5 tab Etambutol

3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).
Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg

RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)


dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu dapat
juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.3

Alur Diagnostik TB
Suspek
TB Paru
7

Pemeriksaan dahak mikroskopis (SPS = Sewaktu Pagi Sewaktu)


Hasil BTA
+++
+++

Hasil BTA
+--

Hasil BTA
---

Antibiotik Non-OAT

Tidak ada
Perbaikan

Ada
perbaikan

Foto toraks dan


Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pertimbangan dokter

Hasil BTA
+++
+++__

Hasil BTA
---

Foto toraks dan


Pertimbangan dokter

TB

Bukan TB

Evaluasi Pengobatan
8

Evaluasi Klinis
Biasanya pasien di control dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu
selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara
klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien seperti batuk yang berkurang,

tidak ada batuk darah, nafsu makan bertambah dan ada peningkatan berat badan.3,4
Evaluasi Bakteriologis
Pemeriksaan dahak untuk menilai keberadaan kuman. Biasanya setelah 2-3 minggu
perngobatan, sputum BTA mulai negatif. Pemeriksaan control sputum dilakukan

sekali sebulan.
Evaluasi Radiologis
Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan
pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adanya penyakit lain
yang menyertai. Evaluasi foto dada dilakukan tiap 3 bulan sekali.

Strategi DOTS
Prinsip DOTS adalah mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara
langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan melakukan pelacakan bila penderita
tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang ditetapkan.
Setiap pasien harus di- observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang di telan
pasien harus di depan seorang pengawas. Selain itu, tentunya pasien harus menerima treatment
yang tertata dalam system pengelolaan, distribusi dan penyediaan obat secara baik . Kemudian
setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standart yang
telah terbukti ampuh secara klinik. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerinyah yang
membuat program penanggulangan TB mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan
kesehatan.3,4
Strategi DOTS mempunyai lima komponen :
1) Komitmen politits dari para pengambil keputusan , termasuk dukungan dana .
2) Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
3) Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh pengawas Menelan Obat (PMO).
4) Kesinambungan perssediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin .
5) Pencatatan dan pelaporan secraa baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB.
Konsep Perilaku

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri
manusia) maupun faktor eksternal (dari luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor
fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain sosial, budaya
masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainnya. Secara garis besar
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat,
dikelompokkan menjadi empat.4
Konsep Blum menjelaskan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh :
1) Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan sebagainnya.
2) Perilaku.
3) Pelayanan kesehatan .
4) Keturunan ( hereditas ).
Perilaku merupakan factor terbesar kedua setelah factor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan. Oleh sebab itu, dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan
masyarakat, maka intervensi atau upaya yang di tujukan kepada faktor erilaku ini sangat
strategis.
Kepatuhan Berobat
Kepatuhan (ketaatan) (compliance atau adherence) adalah tingkat pasien melaksanakan
cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain. Kepatuhan
pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara
teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan.4
Cara mengukur kepatuhan
Kepatuhan berobat dapat diketahui melalui 7 cara yaitu: keputusan dokter yang didapat
pada hasil pemeriksaan, pengamatan jadwal pengobatan, penilaian pada tujuan pengobatan,
perhitungan jumlah tablet pada akhir pengobatan, pengukuran kadar obat dalam darah dan urin,
wawancara pada pasien dan pengisisan formulir khusus. Pernyataan Sarafino hampir sama
dengan Sacket yaitu kepatuhan berobat pasien dapat diketahui melalui tiga cara yaitu
perhitungan sisa obat secara manual, perhitungan sisa obat berdasarkan suatu alat elektronik
serta pengukuran berdasarkan biokimia (kadar obat) dalam darah/urin.
Pengawasan Menelan Obat (PMO)
10

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.4
a. Persyaratan PMO

Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun

pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.


Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

b. Siapa yang bisa menjadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya,
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO

Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejalagejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian mengacu pada tujuan penelitian yaitu
mengidentifikasi hubungan antara factor-faktor resiko penyebab multi drugs resisten

Kerangka Konsep
Variabel Independent

Variabel dependent

Karakteristik Individu
1.Umur
2.Jenis kelamin
3.Pendidikan
4.Pekerjaan
11

5.Pengetahuan
6.Efek samping OAT
7.Tingkat kepatuhan
penderita dalam
pengobatan
Kesembuhan
Penderita TB paru
Faktor Pelayanan kesehatan
1.
2.
3.
4.
5.

Ketersediaan OAT
Sikap petugas kesehatan
Lokasi/Jarak
Penyuluhan kesehatan
Kunjungan rumah
Faktor Peran PMO

Definisi Konsep :
1. Karakteristik individu adalah hal-hal yang melekat dalam diri penderita TB paru yang
mempengaruhi tingkat kapetuhan dalam melaksanakan program pengobatan dengan
strategi DOTS yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, meliputi : umur , jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, efek samping OAT, tingkat kepatuhan
penderita dalam pengobatan .
2. Faktor pelayanan kesehatan adalah penilaian dari penderita TB paru terhadap upaya yang
diselenggarakan oleh unit pelayanan kesehatan untuk menangani penderita TB paru
meliputi: Ketersediaan OAT, sikap petugas kesehatan, lokasi/jarak, penyuluhan kesehatan
dan kunjungan rumah .
3. Faktor Peran PMO ( Pengawasan Menelan Obat ) adalah penilaian dari penderita TB paru
terhadap hal-hal yang menjadi tugas dari seseorang pengawas menelan obat yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan penderita TB paru dalam melaksanakan pengobatan
meliputi : penyuluhan, member dorongan, meningkatkan dan mengawasi .
4. Kesembuhan adalah pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow up) menunjukkan hasil BTA negatif.

12

Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel yang diamati.
Definisi operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian yang memerlukan penjelasan.
Definisi operasional bersifat spesifik, rinci, tegas dan pasti yang menggambarkan karakteristik
variabel-variabel penelitian dan hal-hal yang dianggap penting.
Variabel

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Penelitian
Usia

Operasional
Lama waktu Mengelompokka

Skala

Dikatakorikan

Ukur
Ordinal

hidup

n sesuai dengan

Usia produktif (15-

seseorang

produktivitas.

55 tahun)

sejak

Rentang

Usia non produktif

dilahirkan

15-55

tahun.

Umur

non

umur

produktif

tahun
Mengelompokka

Identitas

Kelamin

sebagai laki- n laki-laki atau


laki

Kuisioner

Laki-laki

Nominal

Perempuan

atau perempuan

perempuan
Aktivitas
rutin

Mengelompokka

yang n

dilakukan
oleh

(>55 tahun)

56

Jenis

Pekerjaan

Kuisioner

Hasil Ukur

Kuisioner

berdasarkan

PNS/TNI/Pensiuna

Nominal

jenis pekerjaan

Wiraswasta

pasien

Petani, sopir

TB di luar

Ibu rumah tangga

Penghasilan

rumah
Jumlah

Berdasarkan

Kuisioner

Pelajar/mahasiswa
> Rp. 1.000.000

Ordinal

PMO

penghasilan UMR
Orang yang Berdasarkan

Kuisioner

< Rp. 1.000.000


1 = tidak ada

Nominal

Lama

ditugasi

ada/tidak

PMO

mengawasi

yang dimiliki

minum obat
Waktu yang Mengelompokka
13

2 = ada

Kuisioner

1. < 2 bulan

Ordinal

minum obat

Kepatuhan

dibutuhkan

minum

untuk

berdasarkan fase

menjalankan

minum obat yaitu

pengobatan

fase

Ketaatan

lanjutan
Berdasarkan

awal

obat

2. > 2 bulan

dan
Kuisioner

pasien dalam keteraturan


menjalani

1. Rutin
2. Tidak

Ordinal

meminum obat

pengobatan
dari

awal

sampai akhir

METODELOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan
penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat. Artinya tiap subyek penelitian hanya di observasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada pemeriksaan. Hal ini
tidak berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada waktu yang sama.5
Populasi
Dalam suatu penelitian, hasil-hasil yang didapatkan diharapkan dapat berlaku secara
keseluruhan (generalisasi) dan bukan hanya untuk sebagian saja.
Populasi kasus adalah semua pasien yang menderita Tb paru dan mendapat pengobatan
Sampel
Sebagian dari populasi yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat sampel:

Random, sampel dipilih secara acak


Equal probability, semua subyek mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih/tidak
terpilih menjadi sampel
14

Representative, sifat-sifat dalam populasi harus terwakili dalam sampel.

Sampling
Adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya mendapatkan sampel yang memenuhi
syarat. Mengapa harus dilakukan sampling:5

Populasi yang besar


Populasi yang besar dapat menimbulkan kesalahan yang besar karena tidak akurat
Pada sampel yang baik dapat dilakukan analisis yang lebih baik
Kesalahan dapat dikontrol
Dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya

Teknik sampling
Secara umum sampling terdiri dari 2 jenis yaitu: probability dan non probability
Sampling non probability adalah sampling yang tidak memenuhi syarat-syarat probabilitas
misalnya: consecutive sampling, purposive sampling, convenience sampling, snow ball
sampling, kuota sampling
Probability sampling: simple random sampling, systematic random sampling, stratified
sampling, cluster sampling, multistage sampling.
Simple random sampling: cara sampling yang sederhana dan mudah dilakukan. Dilakukan
dengan teknik undian (lottery) atau dengan tabel random. Misalnya, untuk meneliti pengetahuan,
sikap dan perilaku pasien tentang kepatuhan pengobatan anti tuberkulosis maka dapat dilakukan
SRS pada semua pasien tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan.
Systematic random sampling: penentuan sampel dengan cara menentukan lebih dulu interval
antar 2 responden/individu. contoh, populasi (pasien tuberkulosis paru) sebanyak 100 orang.
Ingin didapatkan sampel sebanyak 30 orang.
1. Buat daftar dari 100 pasien tb
2. Interval 3 : dari 100 dibagi 30
3. Dari daftar tersebut yang dipilih menjadi sampel adalah daftar nomor 3,6,9,12 dst.
Sampai mendapatkan 30 sampel.
Stratified random sampling:

Digunakan pada populasi yang heterogen. Ingin diketahui sifat-sifat seluruh lapisan
populasi
15

Populasi yang heterogen dibagi dulu menjadi beberapa lapisan (strata) yang homogen
Dari tiap strata secara proposional diambil sampel

Untuk mendapatkan sampel dalam pengobatan tuberkulosis paru dimana pasien satu dengan
yang lain beda dalam hal penghasilan maka dapat dilakukan cluster dengan memilih
sejumlah pasien dengan tingkat penghasilan yang berbeda. Misalnya ingin didapatkan 50
orang dari 100 pasien tuberkulosis yang menjalani pengobatan,
-

Strata atas dengan jumlah 20 dipilih 20/100 x 50 = 10 orang secara random


Strata menengah dengan jumlah 25 dipilih 25/100 x 50 = 25 orang
Strata bawah dengan jumlah 30 dipilih 30/100 x 50 = 15 0rang

Teknik ini dinamakan proportional simple random sampling


Cluster samping: digunakan pada populasi yang tidak homogen, dipilih kelompok yang
dianggap lebih homogen.
Memperkirakan morbiditas penyakit tuberkulosis paru pada tingkat kelurahan, maka kelurahan
dibagi dalam RW-RW dan RT-RT.
Dipilih beberapa RW secara random lalu dari RW-RW yang terpilih dipilih lagi beberapa RT
secara random. Tiap RT dipilih Kepala-Kepala keluarga untuk diteliti, anggota RT menjadi
subyek penelitian
Multi stage sampling: pemilihan sampel terhadap kelompok-kelompok populasi yang telah ada
sampai terpilihnya unit elementer (individu) secara acak.
Ingin mengetahui cakupan pengobatan tuberkulosis paru pada pasien TB paru di dalam suatu
Desa pilih secara acak pasien tb paru RW RT pilih semua warga yang menderita TB
paru dan menjalani pengobatan
Kriteria Inklusi

Pasien TB Paru BTA positif yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas K

Pasien TB Paru BTA negatif dengan rontgen positif

Pasien TB Paru yang berusia minimal 15 tahun

Pasien TB Paru yang telah menjalani pengobatan selama 2 bulan atau lebih

Pasien TB Paru yang bersedia menjadi responden dalam penelitian

Kriteria Ekslusi
16

Pasien TB paru yang tidak bersedia menjadi responden

Pasien TB paru anak

Pasien TB paru dengan komplikasi penyakit HIV dan penyakit infeksi lainya

Pasien TB paru yang bertempat tinggal tidak tetap.

Pasien yang tidak pernah mengalami pendidikan formal sama sekali.

LEMBAR KUISIONER PENELITIAN


Kode Responden (diisi oleh peneliti)

: _________

Tanggal Pengambilan Data

Petunjuk Pengisian:
a. Jawablah apa adanya, sesuai dengan saudara/I alami atau lihat
b. Berilah tanda checklist () pada kolom jawaban yang dipilih

A. Karateristik
1. Nama responden
2. Usia responden
3. Tanggal lahir
4. Jenis kelamin
5. Pendidikan

:
: _____ Tahun
: ___/___/___
: ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
: ( ) Tidak Sekolah ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA
( ) Perguruan tinggi
: ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Wiraswasta
( ) PNS ( ) Pegawai Swasta ( ) Pelajar
( ) Dll Sebutkan
: ( ) > 1.000.000
( ) < 1.000.000
: ( ) > 2 bulan
( ) < 2 bulan

6. Pekerjaan
7. Penghasilan
8. Lamanya minum obat

17

9. Apakah rutin meminum obat


: ( ) ya ( ) tidak
10. Jika tidak, apakah alasan utama anda tidak rutin mengambil obat tepat pada waktunya
di puskesmas
a. Biaya
b. Jarak yang jauh
c. Lainnya, sebutkan _____
11. Apakah ada yang mengawasi anda selama minum obat
a. Ada (kader, keluarga, tetangga, tokoh masyarakat)
b. Tidak ada

B. Pengetahuan
Berilah tanda checklist () pada kolom yang disediakan sesuai dengan pendapat
Saudara/i
No

Pertanyaan
Sangat Setuju

1.
2.
3.
4.

5.

6.

Tuberkulosis adalah penyakit


batuk berdahak bercampur darah
Tuberkulosis dapat disebabkan
oleh kebiasaan merokok
Penyebab penyakit TB adalah
bakteri
Gejala penyakit TB adalah batuk
berdahak lebih dari tiga minggu,
bercampur darah dan sesak
napas, berkeringat malam hari,
dan berat badan menurun
Penyakit TB dapat menular
kepada orang lain melalui
percikan dahak penderita TB
Cara
untuk
menghindari
penularan terhadap orang lain
adalah menutup hidung dan
mulut saat batuk menggunakan
saputangan
18

Jawaban
Setuju
Kurang
Setuju

Tidak
Setuju

7.
8.
9.

10.

11.

12.

13.
14.
15.
16.

17.

18

19.

20.

Minum obat TB sesuai dengan


petunjuk dari petugas kesehatan
Lupa minum obat dalam sehari
dapat memperparah penyakit TB
Penyakit TB dapat disembuhkan
melalui
pengobatan
teratur
selama 6 bulan
Berhenti minum obat TB tanpa
anjuran
dokter
akan
menimbulkan TB kebal obat
Bila obat TB tidak dihabiskan
akan menimbulkan penyakit TB
kebal obat
TB kebal obat terjadi karena
kuman TB kebal terhadap obat
tuberculosis
Pengobatan TB kebal obat lebih
mahal dari TB biasa
Pengobatan TB kebal obat lebih
lama dari TB biasa
TB kebal obat tidak dapat
disembuhkan
Saya
pernah
mengikuti
penyuluhan kesehatan tentang
TB dan TB kebal obat
Petugas
kesehatan
TB
memberikan informasi tentang
TB kebal obat saat saya sedang
berobat
Informasi tentang TB kebal obat
dapat diperoleh melalui poster
yang ditempel di puskesmas
Informasi tentang TB kebal obat
saya
peroleh
dari
kader
kesehatan di tempat tinggal saya
TV dan radio diharapkan banyak
menyampaikan informasi tentang
TB dan TB kebal obat

Teknik pengumpulan data

19

Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung pada orang yang yang terlibat

langsung.
Data sekunder adalah data yang sudah ada dari institusi tertentu seperti puskesmas dll.

Pengolahan data
Suatu sistem yang akan mengolah masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang
lain menjadi keluaran berupa bahan jadi.5
Pengolahan data menggunakan SPSS, yaitu melakukan pemeriksaan seluruh data yang
terkumpul (editing), memberi angka-angka atau kode-kode tertentu yang telah disepakati
terhadap data rekam medis (coding), memasukkan data rekam medis sesuai kode yang telah
ditentukan oleh masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar (entry), dan
menggolongkan, mengurutkan serta menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan
diinterpretasi (cleaning).
Penyajian data
Penyajian data harus dapat meringkas data, sehingga dapat menggambarkan informasi,
sederhana, lugas dan komunikatif
o Tekstural: disajikan dengan narasi/tulisan/teks
o Tabular: disajikan dengan tabel-tabel
o Grafikal: disajikan dengan grafik, gambar.
Etika penelitian

Etika penelitian harus diperhatikan untuk memastikan penelitian yang akan dilaksanakan

tidak melanggar Hak Asasi Manusia


Terutama rancangan penelitian eksperimen (harus sesuai dengan deklarasi Helsinki),

dimana keselamatan manusia yang menjadi subyek penelitian mendapat prioritas utama
Pada penelitian dikomunitas/masyarakat, terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan
dari otoritas (pemerintah/tokoh masyarakat setempat) dan dari subyek/individu yang akan

diteliti
Perlu dijelaskan bahwa penelitian tersebut akan dipublikasikan kepada masyarakat luas.

Analisis data

20

Proses pengelompokan data menurut orang yang terdiri dari jenis kelamin, umur,
menurut waktu kejadian dan menurut tempat (lokasi kejadian).dengan menggunakan statistik
deskriptif ( mean, standar deviasi, persentase/proporsi), dan statistik analitik ( uji Chi Square,
Kolmogorov-smirnov, Korelasi-regresi, T-test, ANOVA.5
Analisis data dilakukan setelah mendapatkan data dasar dari proses pengolahan data dan
akan dianalisis dengan melakukan analisis univariat dan bivariat untuk mengetahui proporsi
terhadap umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, penghasilan, kepatuhan, motivasi,
dukungan keluarga, sikap pasien, serta pengujian hipotesis menggunakan metode Chi-square.
Statistik Parametrik
Statistik Parametrik yaitu ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi
data, yaitu apakah data menyebar secara normal atau tidak. Dengan kata lain, data yang akan
dianalisis menggunakan statistik parametrik harus memenuhi asumsi normalitas. Pada umumnya,
jika data tidak menyebar normal, maka data seharusnya dikerjakan dengan metode statistik nonparametrik, atau setidak-tidaknya dilakukan transformasi terlebih dahulu agar data mengikuti
sebaran normal, sehingga bisa dikerjakan dengan statistik parametrik.5,6
Contoh metode statistik parametrik : Z-test (1 atau 2 sampel), T-test (1 atau 2 sampel), korelasi
person, perancangan percobaan
Ciri-ciri statistik parametrik :Data dengan skala interval dan rasio, data menyebar/berdistribusi
normal.
Keunggulan :

Syarat syarat parameter dari suatu populasi yang menjadi sampel biasanya tidak diuji dan

dianggap memenuhi syarat, pengukuran terhadap data dilakukan dengan kuat


Observasi bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta
memiliki varian yang homogen.

Kelemahan :

Populasi harus memiliki varian yang sama.


Variabel-variabel yang diteliti harus dapat diukur setidaknya dalam skala interval.
Dalam analisis varian ditambahkan persyaratan rata-rata dari populasi harus normal dan
bervarian sama, dan harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang ditimbulkan.
21

Statistika Non Parametrik


Statistik Non-Parametrik, yaitu statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan bentuk
sebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik non-parametrik biasanya
menggunakan skala pengukuran sosial, yakni nominal dan ordinal yang umumnya tidak
berdistribusi normal.6
Contoh metode statistik non-parametrik : uji tanda (sign test), Chi square, Fisher probability
exact test.
Ciri-ciri statistik non-parametrik : Data tidak berdistribusi normal, umumnya data berskala
nominal dan ordinal, umumnya dilakukan pada penelitian sosial, umumnya jumlah sampel kecil.

Daftar Pustaka
1. Natoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta;
2007
2. Amin Z dan Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III
Edisi V. Jakarta: FKUI; 2009.hal 2230-8
3. Keputusan
Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

364/MENKES/SK/V/2009.Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.cetakan 2011


4. Gendhis I D, Yunie A. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap Pasien, dan Dukungan
Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru. 2011
5. Dahlan M S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Ed 2, Jakarta: Salemba
Medika; 2009.hal 80-96
6. Riwidikdo, Handoko. Statistik kesehatan. Yogyakarta: Cendikia Press; 2007

22

23

You might also like