You are on page 1of 21

Upaya Penanggulangan Kasus Hiv Aids

M. Tri Sudiro
102012178 / D10
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 15510

Pendahuluan
1

Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang sel

darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune
Deficiency Syndrome atau AIDS sekumpulan gejala penyakit yang timbul kerana turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh,
maka orang yang tersebut sangat mudah untuk terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi
opportunistik) yang sering berakibat fatal. Pengobatan dengan kombinasi tiga atau lebih obat
anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly active anti-retroviral therapy (HAART), telah
menyebabkan penurunan dramatis kesakitan dan peningkatan harapan hidup. Namun,
manfaat ini dibatasi untuk negara-negara yang mampu regimen obat ini dan memiliki
infrastruktur untuk membebaskan mereka dengan aman dan efektif.
Di Indonesia, kejadian HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada
tahun 1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah tersebar ke 386 kabupaten atau kota di seluruh
provinsi Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan yang sudah dilakukan oleh pemerintah
berkerjasama dengan berbabagai lembaga dalam negeri dan luar negeri.1
1.2 Skenario
Angka kejadian HIV-AIDS semakin hari semakin memprihatinkan. Sampai dengan
triwulan III tahun 2014 jumlah kasus baru HIV 7335 kasus, infeksi tertinggi menurut
golongan umur adalah 25-49 tahun mencapai 69,1%, 20-24 = 17,2% , umur >50 tahun
=5,5%. Rasio laki-laki: perempuan = 1:1. Sementara itu kasus AIDS dari bulan Juli sampai
september 2014 telah bertambah 176 orang. Presentase tertinggi kasus AIDS pada usia 30-39
tahun (42%) umur 20-29 tahun (36,9%) dan umur 40-49 (13,1%). Rasio AIDS lakilaki:perempuan adalah 2:1. Yang menarik adalah adanya 4 % kasus berasal dari ibu yang HIV
positif yang menularkan kepada anaknya. Pemerintah saat ini sedang melaksanakan program
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap penyakit
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 1

hiv-aids ini, antara lain dengan program VCT (voluntary, counseling and test ). Diharapkan
mampu menjaring sebanyak mungkin kasus HIV-AIDS sedini mungkin untuk mencegah
penularan lebih lanjut. Selain itu sasaran lainnya adalah usia muda dan remaja agar mampu
melaksanakan upaya promosi dan prevensi terhadap penyakit ini.

II Pembahasan
2.1 Definisi HIV-AIDS
HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah Virus
penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di
dalam darah, air mani atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya
akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. HIV dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan
penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan
merubahnya menjadi tempat berkembang biak. Virus HIV baru kemudian merusaknya
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem
kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita
tidak memiliki pelindung.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan
dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV
membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat
berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh
Virus HIV.1

Epidemiologi HIV
Berdasarkan laporan dari Dirjen PP dan PL Depkes RI (2006), prevalensi kasus

AIDS secara nasional sebesar 3,47 per 100.000 penduduk dengan prevalensi kasus
tertinggi dilaporkan dari Propinsi Papua yaitu sebesar 50,94 per 100.000 penduduk dan
disusul dengan

Propinsi Jakarta

dengan prevalensi sebesar 28,73 per

100.000

penduduk.Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Tahun 2005, kasus AIDS tertinggi


dilaporkan berada pada golongan umur 20-39 tahun (79,98%) dan 40-49 tahun (8,47%)

Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 2

sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan

RI (2007), rasio kasus AIDS

antara laki-laki dan perempuan adalah 4,07:1.


Berdasarkan profil tersebut juga dinyatakan bahwa penularan HIV/AIDS
terbanyak adalah melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama pada
IDU. Kelompok umur 20-49 tahun merupakan kelompok umur yang aktif dalam aktivitas
seksual dan pengguna IDU juga didominasi oleh kelompok umur produktif.

Faktor Host ( Penjamu )


Wanita lebih rentan terhadap penularan HIV akibat faktor anatomis-biologis dan
faktor sosiologis-gender.Kondisi anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul
wanita dalam posisi menampung, dan alat reproduksi wanita sifatnya masuk kedalam
dibandingkan pria yang sifatnya menonjol keluar. Keadaan ini menyebabkan mudahnya
terjadi infeksi khronik tanpa diketahui oleh ybs. Adanya infeksi khronik akan memudahkan
masuknya virus HIV.Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus dan
mudah mengalami perlukaan pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga memudahkan
terjadinya infeksi virus HIV. Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan rendahnya status
sosial wanita (pendidikan, ekonomi, ketrampilan). Akibatnya kaum wanita dalam keadaan
rawan yang menyebabkan terjadinya pelcehan dan penggunaan kekerasan seksual, dan
akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi survival.2
Status yang rawan terjangkit HIV ;
(1) Bayi dan anak dari ibu yang menderita HIV
(2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda, karena maraknya pergaulan bebas.
(3) PSK ( Pekerja Seks Komersial) dan pelanggannya
(4) TKI/TKW
(5) Biseksual yang sering berganti-ganti pasangan.

Faktor Agent (Penyebab)


Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus

yang disebut

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali di isolasi oleh Montagnier
Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan
Gallo di Amerika Serikat pada Tahun 1984 mengisolasi (HIV). Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama virus
Retrovirus RNA. Dalam

dirubah menjadi HIV. HIV adalah sejenis

Bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak apat

Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 3

berkembang atau Melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
Lymfosit T,Karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama
dalam sel dengan keadaan in aktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh Pengidap HIV
selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat Ditularkan selama hidup
penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan Bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).Gp 120 Berhubungan dengan
reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas,
bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap Pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan Dengan berbagai disinfektan seperti eter ,
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan Sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan
sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar
Tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

Faktor Environment ( Lingkungan )


Kondisi lingkungan dapat pula menjadi faktor penyebab penularan HIV. Kondisi
lingkungan yang selau berubah dapat menurunkan kondisi fisik manusia sehingga dia rentan
terhadap penyakit atau kondisi lingkungan yang berubah sehingga agent dapat berkembang
biak dengan pesat pada lingkungan tersebut yang menyebabkan timbulnya penyakit.
Lingkungan sosial yang buruk seperti pergaulan bebas dapat meningkatkan resiko
terkena HIV/AIDS. Pergaulan bebas di pengaruhi oleh laju budaya yang berpindah, yaitu
budaya barat termasuk seks bebas yang masuk ke budaya timuran termasuk Indonesia atau di
sebut juga globalisasi. Lingkungan agama sangat mempengaruhi penyebaran HIV. Orang
yang pengetahuan agamanya rendah biasanya suka melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang di dalam ajaran agama seperti zina, maksiat dan lain-lain. di Indonesia penyakit
HIV/AIDS dipandang sebagai penyakit akibat dosa.Lingkungan sosial ekonomi seperti
pekerjaan juga ikut serta dalam penyebaran HIV. Pekerja seks komersial atau PSK cenderung
mudah terkena penyakit ini karena seringnya bergonta-ganti pasangan seksual.2
2.2 Port Of Entri dan Port Of Exit
Tempat masuk kuman Human imuno defisiensi virus ada 3 cara :
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 4

Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang telah
terinfeksi HIV.

Transfusi darat atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.

Mother-to-Child Transmission : Dari ibu yang terjangkit HIV pada anaknya

Perlu diketahui HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan,
menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban yang
sama atau tinggal serumah.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV
sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata- rata cukup
lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi

penderita tidak

menunjukkan gejala-gejala sakit.


Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa
dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window periode.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV
kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa
inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka
sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.
2.3 Transmisi
Di bawah ini beberapa transmisi pada HIV/AIDS :
Transmisi seksual
Penularan seksual terjadi dengan kontak antara sekresi seksual dari satu orang
dengan membran mukosa rektum, alat kelamin atau mulut pasangannya. Unprotected
tindakan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada tindakan seksual insertif,
dan risiko penularan HIV melalui hubungan seks dubur tanpa kondom lebih besar daripada
risiko dari hubungan seksual vagina atau seks oral. Namun, seks oral tidak sepenuhnya aman,
karena HIV dapat ditularkan melalui seks oral reseptif maupun insertif.
Paparan patogen melalui darah
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 5

Ini rute transmisi sangat relevan dengan pengguna narkoba intravena, penderita
hemofilia dan penerima transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali
jarum suntik terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi HIV merupakan risiko utama untuk
infeksi HIV. Berbagi jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi HIV
baru-di Amerika Utara, Cina, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu
tusukan dengan jarum yang telah digunakan pada orang yang terinfeksi HIV diperkirakan
sekitar 1 dalam 150 (lihat tabel di atas). Profilaksis pasca pajanan dengan obat anti-HIV dapat
lebih jauh mengurangi risiko ini. Rute ini juga dapat mempengaruhi orang-orang yang
memberi dan menerima tato dan tindik.
Transmisi perinatal
Transmisi virus dari ibu ke anak dapat terjadi in utero''''selama minggu-minggu
terakhir kehamilan dan saat melahirkan. Dengan tidak adanya perawatan, tingkat transmisi
antara ibu dan anaknya selama kehamilan, persalinan dan melahirkan adalah 25%.
Namun, ketika ibu membutuhkan terapi antiretroviral dan melahirkan melalui operasi caesar,
tingkat transmisi hanya 1%. ibu yang terinfeksi HIV harus menghindari menyusui bayi
mereka. Namun, jika hal ini tidak terjadi, menyusui eksklusif direkomendasikan selama
bulan-bulan pertama kehidupan dan dihentikan sesegera mungkin. Perlu dicatat bahwa wanita
dapat menyusui anak-anak lain yang tidak mereka sendiri.
Fakta Transmisi HIV/AIDS :

Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan
orang yang telah terinfeksi HIV.

Jarum suntik/tindik/tato yang tidka steril dan dipakai bergantian

Mendapatkan tarnsfusi darah yang mengandung virus HIV

Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan
atau melalui air susu ibu (ASI)

HIV tidak ditularkan meallui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan,
bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum,
gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang

Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 6

sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA),


menggunakan toilet duduk, berbagi alat makan makanan atau gelas minum, berjabat
tangan, atau melalui ciuman.

HIV tidak dapat bertahan untuk waktu yang lama di luar tubuh.

Virus hanya dapat ditularkan dari orang ke orang, bukan melalui gigitan binatang atau
serangga

Orang yang terinfeksi HIV yang memakai ART masih dapat menulari orang lain
melalui hubungan seks dan jarum-berbagi

2.4 Program khusus puskesmas untuk HIV


VCT ( Voluntary, Counseling and Test)
HIV/AIDS memiliki dampak besar pada penderita, keluarganya, dan masyarakat.
Pencegahan penyebaran infeksi dapat diupayakan melalui peningkatan akses perawatan dan
dukungan pada penderita dan keluarganya. Voluntary Conseling and Testing (VCT) adalah
salah satu bentuk upaya tersebut. VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post
testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental dan secara lebih dini
membantu orang mengetahui status HIV. Dalam tahapan VCT, konseling dilakukan dua kali
yaitu sebelum dan sesudah tes HIV. Pada tahap pre konseling dilakukan pemberian informasi
tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahan dan periode jendela. Kemudian
konselor melakukan penilaian klinis. Pada saat ini klien harus jujur menceritakan kegiatan
yang beresiko HIV/AIDS seperti aktivitas seksual terakhir, menggunakan narkoba suntik,
pernah menerima produk darah atau organ, dan sebagainya. Konseling pra testing
memberikan pengetahuan tentang manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan
perencanaan atas issue HIV yang dihadapi.
Setelah tahap pre konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada saat melakukan
tes, darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara
setengah jam sampai satu minggu tergantung metode tes darahnya. Dalam tes HIV, diagnosis
didasarkan pada antibodi HIV yang ditemukan dalam darah. Tes antibodi HIV dapat
dilakukan dengan tes ELISA, Westren Blot ataupun Rapid. Setelah klien mengambil hasil
tesnya, maka klien akan menjalani tahapan post konseling. Apabila hasil tes adalah negatif
(tidak reaktif) klien belum tentu tidak memiliki HIV karena bisa saja klien masih dalam
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 7

periode jendela, yaitu periode dimana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi
antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV. Klien dengan periode jendela
ini sudah bisa menularkan HIV. Kewaspadaan akan periode jendela itu tergantung pada
penilaian resiko pada pre konseling. Apabila klien mempunyai faktor resiko terkena HIV
maka dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama
dengan klien, konselor akan membantu merencanakan program perubahan perilaku. Apabila
pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif) maka dilakukan pemeriksaan kedua dan
ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas dan spesifisitas pada reagen yang digunakan.
Apabila tetap reaktif klien bebas mendiskusikan perasaannya dengan konselor. Konselor juga
akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien
membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga
akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat dan bagaimana agar tidak
menularkannya ke orang lain.
Pemeriksaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan untuk segera mendapat
pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan bagi mereka yang diidentifikasi terinfeksi karena
HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara penularannya pun sangat cepat. Memulai
menjalani VCT tidaklah perlu merasa takut karena konseling dalam VCT dijamin
kerahasiaannya dan tes ini merupakan suatu dialog antara klien dengan petugas kesehatan
yang bertujuan agar orang tersebut mampu untuk menghadapi stress dan membuat keputusan
sendiri sehubungan dengan HIV/AIDS.3
2.5 SP2TP (SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN TERPADU PUSKESMAS )

SP2TP adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan
upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang bertujuan agar didapatnya semua data hasil
kegiatan Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan tempat tidur, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas keliling, bidan di Desa dan Posyandu) dan data yang berkaitan, serta
dilaporkannya data tersebut kepada jenjang administrasi diatasnya sesuai kebutuhan secara
benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat. Tujuan
Sistem Informasi Manajemen di Puskesmas adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen
Puskesmas secara lebih berhasil guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal
data SP2TP dan informasi lain yang menunjang. Tujuan dimaksud dapat terwujud apabila:
1) Data SP2TP dan data lainnya diolah disajikan dan diinterprestasikan sesuai dengan
petunjuk Pengolahan dan Pemanfaatan data SP2TP.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 8

2)

Pengolahan, analisis, interprestasi dan penyajian dilakukan oleh para penanggung jawab
masing-masing kegiatan di Puskesmas dan mengelola program disemua jenjang
administrasi.

3)

Informasi yang diperoleh dari pengolahan dan interprestasi data SP2TP dan sumber
lainnya dapat bersifat kualitatif (seperti meningkat, menurun, dan tidak ada perubahan)
dan bersifat kuantitatif dalam bentuk angka seperti jumlah, persentase dan sebagainya.
Pelaporan terpadu Puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan Januari

sampai dengan Desember dalam tahun yang sama. Adapun formulir Laporan yang digunakan
untuk kegiatan SP2TP adalah: 1) Laporan bulanan, yang mencakup: Data Kesakitan (LB.1),
Data Obat-Obatan (LB.2), Gizi, KIA, Imunisasi dan Pengamatan Penyakit menular (LB.3)
serta Data Kegiatan Puskesmas (LB.4); 2) laporan Sentinel, yang mencakup: Laporan
Bulanan Sentinel (LB1S) dan, Laporan Bulanan Sentinel (LB2S); 3) Laporan Tahunan, yang
mencakup: Data dasar Puskesmas (LT-1), Data Kepegawaian (LT-2) dan, Data Peralatan (LT3). Laporan Bulanan (LB) dilakukan setiap bulan dan baling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II. Laporan bulanan sentinel LB1S dan LB2S
setiap tanggal 10 bulan berikutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II, Dati I dan Pusat
(untuk LB1S ke Ditjen PPM dan LB2S ke Ditjen Binkesmas), sedangkan Laporan Tahunan
(LT) dikirim selambat-lambatnya tanggal 31 januari tahun berikutnya. Khusus untuk laporan
LT-2 (data Kepegawaian) hanya di isi bagi pegawai yang baru/belum mengisi formulir data
Kepegawaian.
Ada juga jenis laporan lain seperti laporan triwulan, laporan semester dan laporan
tahunan yang mencakup data kegiatan progam yang sifatnya lebih komprehensif disertai
penjelasan secara naratif. Yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan semua jenis data
yang telah dibuat dalam laporan sebagai masukan atau input untuk menyusun perencanaan
puskesmas ( micro planning) dan lokakarya mini puskesmas (LKMP). Analisis data hasil
kegiatan progam puskesmas akan diolah dengan menggunakan statistic sederhana dan
distribusi masalah dianalisis menggunakan pendekatan epidemiologis deskriptif. Data
tersebut akan disusun dalam bentuk table dan grafik informasi kesehatan dan digunakan
sebagai masukkan untuk perencanaan pengembangan progam puskesmas. Data yang
digunakan dapat bersumber dari pencatatan masing-masing kegiatan progam kemudian data
dari pimpinan puskesmas yang merupakan hasil supervisi lapangan. Dinas kesehatan
kabupaten/kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan umpan baliknya ke
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 9

Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan puskesmas harus dikirimkan
kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi keberhasilan program.
Sejak otonomi daerah mulai dilaksanakan, puskesmas tidak wajib lagi mengirimkan laporan
ke Depkes Pusat. Dinkes kabupaten/kotalah yang mempunyai kewajiban menyampaikan
laporan rutinnya ke Depkes Pusat.
REKAP SP2TP DIN KES PROP
REKAP - POSYANDU

Alur Pelaporan Puskesmas

2.6 Strategi Health Promotion


Menurut Depkes RI (2005), kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan
strategi dasar promosi kesehatan, yaitu:
1. Gerakan pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar
sasaran tersebut berubah dari tau menjadi tau atau sadar (aspek knowledge), dari tauu
menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama pemberdayaan adalah

indivisu dan

keluarga, serta kelompok masyarakat.


2. Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan social yang mendorong
individu anggota masyarakat mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang
akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila lingkungan social di mana pun dia
berada memiliki opini positif terhadap perilaku tersebut. Terdapat 3 pendekatan suasana :
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 10

a. Bina suasana individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat.


b. Bina suasana kelompok ditujukan kepada kelompok masyarakat seperti Kepala
Lingkungan, majelis pengajian, organisasi pemuda dan lain-lain.
c. Bina suasana masyarakat dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina
dan memanfaatkan media-media komunikasi
3. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis atau terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan
untuk mendapatkan dukungan yang berupa kebijakan, dana, sarana dan lain-lain.
Stakeholders yang dimaksudkan bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya
berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah, tokoh
agama, tokoh adat dan lain-lain.
4. Kemitraan.Kemitraan harus digalang dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana
dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian
kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang
terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media
massa dan lain-lain. Kemitraan yang digalang harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar :
a.

Kesetaraan

b.

Keterbukaan

c.
Saling menguntungkan.
2.7 Surveilans HIV-AIDS
SURVEILANS HIV/AIDS
Surveilans HIV/AIDS adalah metode untuk mengetahui tingkat masalah melalui
pengumpulan data yang sistematis dan terus menerus terhadap distribusi dan kecenderungan
infeksi HIVdan penyakit terkait lainnya.4

Tujuan Surveilans HIV/AIDS


Tujuan Umum :
Tujuan surveilans HIV/AIDS adalah untuk memperoleh gambaran epidemiologi tentang
infeksi HIV/AIDS di Indonesia untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
program.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 11

Tujuan Khusus :

Mengetahui prevalensi infeksi HIV/AIDS pada kelompok sub populasi tertentu yaitu
pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan perilaku risiko rendah pada lokasi
tertentu.

Memantau kecenderungan infeksi HIV/AIDS berdasarkan waktu, tempat dan orang.

Penyebaran Infeksi HIV/AIDS pada kelompokkelompok sub populasi tertentu


berdasarkan waktu perlu dipantau dengan seksama.

Memantau dampak program.

Menyediakan data untuk proyeksi kasus HIV / AIDS di Indonesia.

Menggunakan data prevalensi untuk keperluan advokasi.

Menyediakan informasi untuk perencanaan pelayanan kesehatan.

Manfaat Surveilans HIV/AIDS


1. pengamatan dini yaitu Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) HIV/AIDS di Puskesmas dan
unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB)
HIV/AIDS.
2. Dapat menjelaskan pola penyakit HIV/AIDS yang sedang berlangsung yang dapat
dikaitkan dengan tindakan tindakan/intervensi kesehatan masyarakat. Contoh
kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Deteksi perubahan akut dari penyakit HIV/AIDS yang terjadi dan distribusinya.
b. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit HIV/AIDS.
c. Identifikasi dan faktor risiko dan penyebab lainnya, seperi vektor yang dapat
menyebabkan sakit dikemudian hari.
d. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 12

3. Dapat mempelajari riwayat alamiah dan epidemiologi penyakit HIV/AIDS, khususnya


untuk mendeteksi adanya KLB/wabah. Pemahaman melalui riwayat penyakit, dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Membantu menyusun hipotesis untuk dasar pengambilan keputusan dalam intervensi
kesehatan masyarakat.
b. Membantu untuk mengidentifikasi penyakit untuk keperluan penelitian epidemiologi.
c. Mengevaluasi program-program pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS yang
sedang dilaksanakan.
4. Memberikan informasi dan data dasar untuk memproyeksikan kebutuhan pelayanan
kesehatan dimasa mendatang.
Data dasar penyakit HIV/AIDS sangat penting untuk menyusun perencanaan dan untuk
mengevaluasi hasil akhir intervensi yang diberikan. Dengan semakin kompleksnya
pengambilan keputusan dalam bidang kesehatan masyarakat, maka diperlukan data yang
cukup handal untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang sistematis dan dapat
dibuktikan dengan data (angka).
5. Dapat membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
membandingkan besarnya masalah kejadian penyakit HIV/AIDS sebelum dan sesudah
pelaksanaan program.
6. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana
penyakit HIV/AIDS sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu (musiman, dari
tahun ke tahun), dan cara serta dinamika penularan penyakit menular.
7. Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan
sebagai dasar penanggulangan HIV/AIDS yang cepat dan tepat, yaitu melakukan
perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya.4
Konsep Surveilans HIV dan AIDS
Dasar surveilans
a. Prosedur pemeriksaan darah untuk penderita AIDS adalah yang pertama harus mengisi
informed consent yang artinya ketersediaan subjek untuk diambil darahnya kemudian
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 13

diberikan konseling sebelum serta sesudah test terhadap subjek dan yang terpenting harus
rahasia agar subjek yag diambil darahnya merasa nyaman dan tidak timbul rasa khawatir
misalnya tidak di beri nama bisa langsung nama kota atau nama samara saja.
b. Cara pencatatan kasus surveilans AIDS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan fisik
terhadap penderita yang mencurigakan terkena AIDS seperti terdapat 2 tanda mayor serta 1
tanda minor, kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap
penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita
positif AIDS atau tidak. Apabila penderita positif menderita AIDS maka wajib mengisi
formuir penderita AIDS agar semua kasus dapat dilaporkan baik yang sudah meninggal atau
yang masih hidup, untuk yang sudah meninggal meskipun sebelumnya sudah lapor pada saat
meninggal juga wajib lapor, karena penguburan mayat positif AIDS berbeda dengan yang
biasa.
c. Pelaporan kasus surveilans AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan penderita
positif AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa menunggu suatu
periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita positif AIDS bisa
melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul dengan data secara tertulis.
Pedoman Surveilans Sentinel HIV
a.

Pengumpulan Data
Data kasus HIV dapat diperoleh melalui laporan hasil pemeriksaan HIV oleh
Laboratorium yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, sub-populasi sasaran,
golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun pemeriksaan. Laporan Balai Laboratorium
Kesehatan ini akan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dengan tembusan
ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL-Dit P2ML minat Subdit AIDS& PMS di
Jakarta. Laporan hasil pemeriksaan HIV dan sifilis dikirim dengan memakai formulir HIV-2.
Kemudian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengirimkan laporan tersebut dari
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan ke Ditjen PPM & PL minat
Subdit AIDS & IMS langsung setelah menerima hasil laboratorium. Dinas Kesehatan
Provinsi akan memakai Laporan Surveilans Sentinel HIV tersebut sebagai data dasar untuk
dimasukkan kedalam program komputer SSHIV yang menjadi pusat pengolahan data
surveilans sentinel HIV di provinsi.

Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 14

Data yang dikumpulkan tersebut pada umumnya bukan merupakan populasi sasaran
surveilans sentinel HIV misalnya: Data darah donor dari UTD/ UTDP dan Data dari Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke luar negeri.
b.

Kompilasi Data
Semua data yang dikumpulkan dari lapangan (dari masing-masing sub- populasi
sentinel) diolah dengan menggunakan SSHIV oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan
Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan kompilasi hasil
pengumpulan data dari lapangan dan dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi di tingkat
Provinsi. Hasil olahan ini akan dikirimkan ke Ditjen PPM& PL - Dit P2ML, cq Subdit
AIDS& IMS untuk dilakukan analisis di tingkat nasional.

c. Analisis Data
Di kabupaten/ kota dan provinsi pengelola program PMS dan HIV/AIDS melakukan
analisis sederhana supaya bisa menunjukkan tren/ kecenderungan prevalens HIV pada setiap
sub- populasi sentinel menurut waktu dan tempat dengan menggunakan grafik-grafik
sederhana. Di tingkat pusat, data yang terkumpul dari semua daerah akan disimpan di Subdit
AIDS & PMS Ditjen PPM & PL DepKes RI. Data tersebut akan dianalisis untuk melihat tren/
kecenderungan prevalens infeksi HIV berdasarkan orang, waktu dan tempat dalam bentuk
grafik dan ditambahkan penjelasan.
d. Interprestasi Data
Data surveilans sentinel HIV harus diinterpretasikan untuk menilai seberapa cepat
peningkatan atau penurunan prevalens HIV pada berbagai sub-populasi sasaran di daerah
masing-masing (populasi sentinel).
e.

Umpan Balik Data


Direktorat P2ML cq. Subdit AIDS& PMS akan memantau pelaporan pelaksanaan
kegiatan surveilans HIV di seluruh wilayah yang melaksanakan kegiatan surveilans sentinel
HIV. Selanjutnya mereka akan membuat laporan singkat hasil surveilans sentinel. Laporan
singkat tersebut akan dikirimkan kepada semua pihak yang terkait baik di tingkat nasional
maupun di tingkat provinsi/kabupaten/kota yang terkait. Dinas Kesehatan Provinsi juga perlu
membuat laporan singkat yang berasal dari kabupaten/ kota setempat, dan mengirimkannya
kepada semua pihak yang terkait di provinsi tersebut. Laporan umpan balik tersebut memuat
interpretasi analisis data sentinel surveilans HIV:
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 15

Ringkasan

hasil

prevalens

HIV

menurut

populasi

sentinel

dan

waktu:

tren/kecenderungan peningkatan atau penurunan prevalens infeksi-HIV pada masingmasing populasi sentinel yang dipilih pada masing-masing wilayah.

Bila tersedia, hasil surveilans perilaku dilaporkan bersamaan hasil sero surveilans
sentinel HIV.

f.

Monitoring
Monitoring merupakan pengawasan rutin terhadap informasi penting dari kegiatan
surveilans sentinel yang sedang dilaksanakan dan hasil-hasil program yang harus dicapai.
Pada pelaksanaan surveilans sentinel, monitoring dilakukan pada prosesnya melalui sistem
pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, BLK dan Subdit AIDS& PMS sesuai dengan
protap.

g.

Evaluasi
Evaluasi kegiatan surveilans sentinel dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan
output

Kelemahan Sistem Surveilans Epidemiologi HIV/AIDS :


1. Tenaga profesional serta sarana dan prasarana yang belum memadai untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi HIV/AIDS.
2. Kesalahan pada Sumber Daya Manusia yang ada seperti kader/petugas surveilans
belum memasukkan data tepat waktu, ketepatan pelaporan masih kurang, data sudah
diolah tapi tidak dianalisis, petugas Puskesmas mengalami hambatan menyebarkan
informasi dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
3. Penyajian hanya dibuat dalam bentuk table dan grafik.
4. Penyebaran informasi hanya dalam bentuk laporan tahunan dan penyuluhan, belum
pernah dibuat buletin epidemiologi.
5. Pelaksanaan atribut sistem belum sederhana.
6. Fleksibilitas, sensitivitas, Nilai Prediktif Positif dan kerepresentatifan belum diukur.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 16

7. Kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam program pencegahan


penyakit yang belum ada obatnya seperti HIV/AIDS.
8. Jumlah kasus yang dilaporkan semu (fenomena gunung es), lebih banyak yang
ditutupi atau tertutupi karena stigma yang timbul di masyarakat terhadap penderita
AIDS menyebabkan penderita atau mereka yang mungkin berisiko terkena HIV lebih
baik tidak memeriksakan dirinya sehingga kasus HIV/AIDS tidak mudah dideteksi
oleh sistem HIV/AIDS.
Kelebihan Sistem Surveilans Penyakit HIV/AIDS di Indonesia
Menurut Depkes RI (2006), kelebihan sistem survailens penyakit HIV/AIDS di Indonesia
meliputi:
1. Sistem surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah memantau seroprevalens HIV pada
suatu sub populasi tertentu.
2. Sistem surveilans HIV/AIDS sudah memantau tren/kecenderungan infeksi HIV
berdasarkan waktu dan tempat.
3. Sitem surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah memantau dampak program,
menyediakan data untuk estimasi dan proyeksi kasus HIV/AIDS di Indonesia,
menggunakan data prevalens untuk advokasi, nenyelaraskan program pencegahan
dengan perencanaan pelayanan kesehatan, dan

menyediakan informasi untuk

program TB-HIV.
4. Sistem surveilans HIV/AIDS di Indonesia telah mendapat dukungan dari pemerintah
baik dalam kebijakan maupun komitmen politik, Bentuk Penerimaan Sosial, Bentuk
Dukungan Sistem.
5. Para petugas surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah mendapatkan pelatihan dalam
melakukan kegiatan survailens tersebut baik petugas provinsi, kabupaten/kota,
laboratorium,dan supervisi.
6. Syarat populasi survailens sudah ditentukan meliputi : dapat diidentifikasi, dapat
dijangkau untuk survei, terjaminnya kesinambungan survei pada populasi l tersebut,

Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 17

jumlah anggota populasi tersebut cukup memadai, dan pada tempat yang secara rutin
darah diambil untuk tujuan lain.
7. Standarisasi waktu pengumpulan data sudah ditetapkan tergantung dari kebutuhan
8. Manajemen data dilakukan pada setiap tingkat administratif kesehatan untuk advokasi
dan perencanaan program selanjutnya diman Prosesnya menggunakan software
SSHIV (Surveilans Sentinel HIV) yang telah disiapkan untuk mempermudah tugas
pencatatan dan pelaporan, maupun analisis, interpretasi, dan data tersebut digunakan
untuk menentukan intervensi selanjutnya.
9. Indikator dalam kegiatan survailens HIV/AIDS sudah ditentukan yaitu berupa
indikator proses dan indikator output.
10. Hasil survailens HIV/AIDS akan dievaluasi ulang oleh pihak terkait apabila sudah
memenuhi standar maka akan disebarluaskan ke publik.4

Data Sistem Surveilans HIV/AIDS


Jumlah HIV dan AIDS yang Dilaporkan per Tahun sd Maret 2013

*Jumlah AIDS yang dilaporkan mengalami perubahan karena adanya validasi data bersama
Dinkes Provinsi pada Mei 2012
Persentase Infeksi HIV yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2008 2013
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 18

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi, 2013


2.8 Pencegahan
Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada
seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik;
tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala
penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:

Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang


HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening, dan sebagainya.

Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian


kondom. 5

Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak
mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui
pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi
keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan penyakitnya.
Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini.
Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang
ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit
lain.
Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS
dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 19

ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui
intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan.Kegiatan
pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan
diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu
ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada
akibat HIV/AIDS.
Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya
terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh.
Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan
aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya
penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena
HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.
Upaya Promotif
a. Pemanfaatan media massa sebagai sarana upaya promotif Seperti diketahui, media
massa dapat menjangkau semua orang tanpa melihat satuan geografis, dan juga dapat
lebih cepat diserap oleh masyarakat daripada sarana sosialisasi lain. Jadi diharapkan
media massa bisa berperan sebagai pemasaran sosial mengenai bahaya HIV.
b. Memberikan Penyuluhan tentang pengertian HIV, Penyebab HIV dan bahaya HIV
kepada masyarakat umum dan kalangan remaja yang masih duduk dibangku sekolah
c. Pemberian sosialisasi hidup sehat dan tentang bahaya HIV/AIDS oleh Dinas
Kesehatan atau lembaga lainnya yang bersangkutan .
Upaya Preventif

III

a.

Hindari Kontak dengan Darah yang terinfeksi HIV Cara yang paling umum untuk

b.
c.
d.
e.

menularkan HIV adalah melalui kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi HIV
Jangan menggunakan kembali Alat suntik sekali pakai.
Bersihkan dan cuci peralatan bedah sebelum menggunakannya.
Jika \ ingin tato, pastikan itu dilakukan oleh sebuah toko tato bersih dan sanitasi.
Hindari penggunaan obat-obat terlarang dan zat yang dikendalikan intravena.6

Penutup

Kesimpulan
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 20

Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan RI Petunjuk Pengembangan Program Nasional Pemberantasan
dan Pencegahan AIDS, Jakarta 2005.
2. Syarifuddin Djalil Pelayanan Laboratorium Kesehatan Untuk Pemeriksaan Serologis
AIDS.

Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

2004.h:76-9.
3. Depkes R. I. Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV (Voluntary Conselling
and Testing), Jakarta : Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan. 2004,h:124-8.
4. Fatah, Abdul. Kewaspadaan Global Terhadap KeadaanDarurat : Flu burung /
HIVdanAIDS.http://www.amifrance.org/IMG/pdf_HM_IV_FINAL_VERSION_0806.pd
f. Diakses tanggal 05 Juli 2015.
5. Fatah, Abdul.Sistem Surveilans Sentinel HIV. Kewaspadaan Global Terhadap Keadaan
Darurat: Flu Burung / Hiv Dan Aids. Edisi 4. Oktober 2006, h.108.
6. Syaffrudin. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Buku Kesehatan, 2009.h:67-9

Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro

Page 21

You might also like