Professional Documents
Culture Documents
M. Tri Sudiro
102012178 / D10
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 15510
Pendahuluan
1
Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang sel
darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune
Deficiency Syndrome atau AIDS sekumpulan gejala penyakit yang timbul kerana turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh,
maka orang yang tersebut sangat mudah untuk terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi
opportunistik) yang sering berakibat fatal. Pengobatan dengan kombinasi tiga atau lebih obat
anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly active anti-retroviral therapy (HAART), telah
menyebabkan penurunan dramatis kesakitan dan peningkatan harapan hidup. Namun,
manfaat ini dibatasi untuk negara-negara yang mampu regimen obat ini dan memiliki
infrastruktur untuk membebaskan mereka dengan aman dan efektif.
Di Indonesia, kejadian HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada
tahun 1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah tersebar ke 386 kabupaten atau kota di seluruh
provinsi Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan yang sudah dilakukan oleh pemerintah
berkerjasama dengan berbabagai lembaga dalam negeri dan luar negeri.1
1.2 Skenario
Angka kejadian HIV-AIDS semakin hari semakin memprihatinkan. Sampai dengan
triwulan III tahun 2014 jumlah kasus baru HIV 7335 kasus, infeksi tertinggi menurut
golongan umur adalah 25-49 tahun mencapai 69,1%, 20-24 = 17,2% , umur >50 tahun
=5,5%. Rasio laki-laki: perempuan = 1:1. Sementara itu kasus AIDS dari bulan Juli sampai
september 2014 telah bertambah 176 orang. Presentase tertinggi kasus AIDS pada usia 30-39
tahun (42%) umur 20-29 tahun (36,9%) dan umur 40-49 (13,1%). Rasio AIDS lakilaki:perempuan adalah 2:1. Yang menarik adalah adanya 4 % kasus berasal dari ibu yang HIV
positif yang menularkan kepada anaknya. Pemerintah saat ini sedang melaksanakan program
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap penyakit
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro
Page 1
hiv-aids ini, antara lain dengan program VCT (voluntary, counseling and test ). Diharapkan
mampu menjaring sebanyak mungkin kasus HIV-AIDS sedini mungkin untuk mencegah
penularan lebih lanjut. Selain itu sasaran lainnya adalah usia muda dan remaja agar mampu
melaksanakan upaya promosi dan prevensi terhadap penyakit ini.
II Pembahasan
2.1 Definisi HIV-AIDS
HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah Virus
penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di
dalam darah, air mani atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya
akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. HIV dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan
penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan
merubahnya menjadi tempat berkembang biak. Virus HIV baru kemudian merusaknya
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem
kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita
tidak memiliki pelindung.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan
dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV
membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat
berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh
Virus HIV.1
Epidemiologi HIV
Berdasarkan laporan dari Dirjen PP dan PL Depkes RI (2006), prevalensi kasus
AIDS secara nasional sebesar 3,47 per 100.000 penduduk dengan prevalensi kasus
tertinggi dilaporkan dari Propinsi Papua yaitu sebesar 50,94 per 100.000 penduduk dan
disusul dengan
Propinsi Jakarta
100.000
Page 2
yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali di isolasi oleh Montagnier
Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan
Gallo di Amerika Serikat pada Tahun 1984 mengisolasi (HIV). Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama virus
Retrovirus RNA. Dalam
Page 3
berkembang atau Melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
Lymfosit T,Karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama
dalam sel dengan keadaan in aktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh Pengidap HIV
selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat Ditularkan selama hidup
penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan Bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).Gp 120 Berhubungan dengan
reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas,
bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap Pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan Dengan berbagai disinfektan seperti eter ,
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan Sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan
sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar
Tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
Page 4
Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang telah
terinfeksi HIV.
Perlu diketahui HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan,
menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban yang
sama atau tinggal serumah.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV
sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata- rata cukup
lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi
penderita tidak
Page 5
Ini rute transmisi sangat relevan dengan pengguna narkoba intravena, penderita
hemofilia dan penerima transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali
jarum suntik terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi HIV merupakan risiko utama untuk
infeksi HIV. Berbagi jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi HIV
baru-di Amerika Utara, Cina, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu
tusukan dengan jarum yang telah digunakan pada orang yang terinfeksi HIV diperkirakan
sekitar 1 dalam 150 (lihat tabel di atas). Profilaksis pasca pajanan dengan obat anti-HIV dapat
lebih jauh mengurangi risiko ini. Rute ini juga dapat mempengaruhi orang-orang yang
memberi dan menerima tato dan tindik.
Transmisi perinatal
Transmisi virus dari ibu ke anak dapat terjadi in utero''''selama minggu-minggu
terakhir kehamilan dan saat melahirkan. Dengan tidak adanya perawatan, tingkat transmisi
antara ibu dan anaknya selama kehamilan, persalinan dan melahirkan adalah 25%.
Namun, ketika ibu membutuhkan terapi antiretroviral dan melahirkan melalui operasi caesar,
tingkat transmisi hanya 1%. ibu yang terinfeksi HIV harus menghindari menyusui bayi
mereka. Namun, jika hal ini tidak terjadi, menyusui eksklusif direkomendasikan selama
bulan-bulan pertama kehidupan dan dihentikan sesegera mungkin. Perlu dicatat bahwa wanita
dapat menyusui anak-anak lain yang tidak mereka sendiri.
Fakta Transmisi HIV/AIDS :
Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan
orang yang telah terinfeksi HIV.
Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan
atau melalui air susu ibu (ASI)
HIV tidak ditularkan meallui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan,
bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum,
gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang
Page 6
HIV tidak dapat bertahan untuk waktu yang lama di luar tubuh.
Virus hanya dapat ditularkan dari orang ke orang, bukan melalui gigitan binatang atau
serangga
Orang yang terinfeksi HIV yang memakai ART masih dapat menulari orang lain
melalui hubungan seks dan jarum-berbagi
Page 7
periode jendela, yaitu periode dimana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi
antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV. Klien dengan periode jendela
ini sudah bisa menularkan HIV. Kewaspadaan akan periode jendela itu tergantung pada
penilaian resiko pada pre konseling. Apabila klien mempunyai faktor resiko terkena HIV
maka dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama
dengan klien, konselor akan membantu merencanakan program perubahan perilaku. Apabila
pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif) maka dilakukan pemeriksaan kedua dan
ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas dan spesifisitas pada reagen yang digunakan.
Apabila tetap reaktif klien bebas mendiskusikan perasaannya dengan konselor. Konselor juga
akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien
membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga
akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat dan bagaimana agar tidak
menularkannya ke orang lain.
Pemeriksaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan untuk segera mendapat
pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan bagi mereka yang diidentifikasi terinfeksi karena
HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara penularannya pun sangat cepat. Memulai
menjalani VCT tidaklah perlu merasa takut karena konseling dalam VCT dijamin
kerahasiaannya dan tes ini merupakan suatu dialog antara klien dengan petugas kesehatan
yang bertujuan agar orang tersebut mampu untuk menghadapi stress dan membuat keputusan
sendiri sehubungan dengan HIV/AIDS.3
2.5 SP2TP (SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN TERPADU PUSKESMAS )
SP2TP adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan
upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang bertujuan agar didapatnya semua data hasil
kegiatan Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan tempat tidur, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas keliling, bidan di Desa dan Posyandu) dan data yang berkaitan, serta
dilaporkannya data tersebut kepada jenjang administrasi diatasnya sesuai kebutuhan secara
benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat. Tujuan
Sistem Informasi Manajemen di Puskesmas adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen
Puskesmas secara lebih berhasil guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal
data SP2TP dan informasi lain yang menunjang. Tujuan dimaksud dapat terwujud apabila:
1) Data SP2TP dan data lainnya diolah disajikan dan diinterprestasikan sesuai dengan
petunjuk Pengolahan dan Pemanfaatan data SP2TP.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro
Page 8
2)
Pengolahan, analisis, interprestasi dan penyajian dilakukan oleh para penanggung jawab
masing-masing kegiatan di Puskesmas dan mengelola program disemua jenjang
administrasi.
3)
Informasi yang diperoleh dari pengolahan dan interprestasi data SP2TP dan sumber
lainnya dapat bersifat kualitatif (seperti meningkat, menurun, dan tidak ada perubahan)
dan bersifat kuantitatif dalam bentuk angka seperti jumlah, persentase dan sebagainya.
Pelaporan terpadu Puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan Januari
sampai dengan Desember dalam tahun yang sama. Adapun formulir Laporan yang digunakan
untuk kegiatan SP2TP adalah: 1) Laporan bulanan, yang mencakup: Data Kesakitan (LB.1),
Data Obat-Obatan (LB.2), Gizi, KIA, Imunisasi dan Pengamatan Penyakit menular (LB.3)
serta Data Kegiatan Puskesmas (LB.4); 2) laporan Sentinel, yang mencakup: Laporan
Bulanan Sentinel (LB1S) dan, Laporan Bulanan Sentinel (LB2S); 3) Laporan Tahunan, yang
mencakup: Data dasar Puskesmas (LT-1), Data Kepegawaian (LT-2) dan, Data Peralatan (LT3). Laporan Bulanan (LB) dilakukan setiap bulan dan baling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II. Laporan bulanan sentinel LB1S dan LB2S
setiap tanggal 10 bulan berikutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II, Dati I dan Pusat
(untuk LB1S ke Ditjen PPM dan LB2S ke Ditjen Binkesmas), sedangkan Laporan Tahunan
(LT) dikirim selambat-lambatnya tanggal 31 januari tahun berikutnya. Khusus untuk laporan
LT-2 (data Kepegawaian) hanya di isi bagi pegawai yang baru/belum mengisi formulir data
Kepegawaian.
Ada juga jenis laporan lain seperti laporan triwulan, laporan semester dan laporan
tahunan yang mencakup data kegiatan progam yang sifatnya lebih komprehensif disertai
penjelasan secara naratif. Yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan semua jenis data
yang telah dibuat dalam laporan sebagai masukan atau input untuk menyusun perencanaan
puskesmas ( micro planning) dan lokakarya mini puskesmas (LKMP). Analisis data hasil
kegiatan progam puskesmas akan diolah dengan menggunakan statistic sederhana dan
distribusi masalah dianalisis menggunakan pendekatan epidemiologis deskriptif. Data
tersebut akan disusun dalam bentuk table dan grafik informasi kesehatan dan digunakan
sebagai masukkan untuk perencanaan pengembangan progam puskesmas. Data yang
digunakan dapat bersumber dari pencatatan masing-masing kegiatan progam kemudian data
dari pimpinan puskesmas yang merupakan hasil supervisi lapangan. Dinas kesehatan
kabupaten/kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan umpan baliknya ke
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro
Page 9
Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan puskesmas harus dikirimkan
kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi keberhasilan program.
Sejak otonomi daerah mulai dilaksanakan, puskesmas tidak wajib lagi mengirimkan laporan
ke Depkes Pusat. Dinkes kabupaten/kotalah yang mempunyai kewajiban menyampaikan
laporan rutinnya ke Depkes Pusat.
REKAP SP2TP DIN KES PROP
REKAP - POSYANDU
indivisu dan
Page 10
Kesetaraan
b.
Keterbukaan
c.
Saling menguntungkan.
2.7 Surveilans HIV-AIDS
SURVEILANS HIV/AIDS
Surveilans HIV/AIDS adalah metode untuk mengetahui tingkat masalah melalui
pengumpulan data yang sistematis dan terus menerus terhadap distribusi dan kecenderungan
infeksi HIVdan penyakit terkait lainnya.4
Page 11
Tujuan Khusus :
Mengetahui prevalensi infeksi HIV/AIDS pada kelompok sub populasi tertentu yaitu
pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan perilaku risiko rendah pada lokasi
tertentu.
Page 12
Page 13
diberikan konseling sebelum serta sesudah test terhadap subjek dan yang terpenting harus
rahasia agar subjek yag diambil darahnya merasa nyaman dan tidak timbul rasa khawatir
misalnya tidak di beri nama bisa langsung nama kota atau nama samara saja.
b. Cara pencatatan kasus surveilans AIDS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan fisik
terhadap penderita yang mencurigakan terkena AIDS seperti terdapat 2 tanda mayor serta 1
tanda minor, kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap
penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita
positif AIDS atau tidak. Apabila penderita positif menderita AIDS maka wajib mengisi
formuir penderita AIDS agar semua kasus dapat dilaporkan baik yang sudah meninggal atau
yang masih hidup, untuk yang sudah meninggal meskipun sebelumnya sudah lapor pada saat
meninggal juga wajib lapor, karena penguburan mayat positif AIDS berbeda dengan yang
biasa.
c. Pelaporan kasus surveilans AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan penderita
positif AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa menunggu suatu
periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita positif AIDS bisa
melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul dengan data secara tertulis.
Pedoman Surveilans Sentinel HIV
a.
Pengumpulan Data
Data kasus HIV dapat diperoleh melalui laporan hasil pemeriksaan HIV oleh
Laboratorium yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, sub-populasi sasaran,
golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun pemeriksaan. Laporan Balai Laboratorium
Kesehatan ini akan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dengan tembusan
ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL-Dit P2ML minat Subdit AIDS& PMS di
Jakarta. Laporan hasil pemeriksaan HIV dan sifilis dikirim dengan memakai formulir HIV-2.
Kemudian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengirimkan laporan tersebut dari
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan ke Ditjen PPM & PL minat
Subdit AIDS & IMS langsung setelah menerima hasil laboratorium. Dinas Kesehatan
Provinsi akan memakai Laporan Surveilans Sentinel HIV tersebut sebagai data dasar untuk
dimasukkan kedalam program komputer SSHIV yang menjadi pusat pengolahan data
surveilans sentinel HIV di provinsi.
Page 14
Data yang dikumpulkan tersebut pada umumnya bukan merupakan populasi sasaran
surveilans sentinel HIV misalnya: Data darah donor dari UTD/ UTDP dan Data dari Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke luar negeri.
b.
Kompilasi Data
Semua data yang dikumpulkan dari lapangan (dari masing-masing sub- populasi
sentinel) diolah dengan menggunakan SSHIV oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan
Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan kompilasi hasil
pengumpulan data dari lapangan dan dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi di tingkat
Provinsi. Hasil olahan ini akan dikirimkan ke Ditjen PPM& PL - Dit P2ML, cq Subdit
AIDS& IMS untuk dilakukan analisis di tingkat nasional.
c. Analisis Data
Di kabupaten/ kota dan provinsi pengelola program PMS dan HIV/AIDS melakukan
analisis sederhana supaya bisa menunjukkan tren/ kecenderungan prevalens HIV pada setiap
sub- populasi sentinel menurut waktu dan tempat dengan menggunakan grafik-grafik
sederhana. Di tingkat pusat, data yang terkumpul dari semua daerah akan disimpan di Subdit
AIDS & PMS Ditjen PPM & PL DepKes RI. Data tersebut akan dianalisis untuk melihat tren/
kecenderungan prevalens infeksi HIV berdasarkan orang, waktu dan tempat dalam bentuk
grafik dan ditambahkan penjelasan.
d. Interprestasi Data
Data surveilans sentinel HIV harus diinterpretasikan untuk menilai seberapa cepat
peningkatan atau penurunan prevalens HIV pada berbagai sub-populasi sasaran di daerah
masing-masing (populasi sentinel).
e.
Page 15
Ringkasan
hasil
prevalens
HIV
menurut
populasi
sentinel
dan
waktu:
tren/kecenderungan peningkatan atau penurunan prevalens infeksi-HIV pada masingmasing populasi sentinel yang dipilih pada masing-masing wilayah.
Bila tersedia, hasil surveilans perilaku dilaporkan bersamaan hasil sero surveilans
sentinel HIV.
f.
Monitoring
Monitoring merupakan pengawasan rutin terhadap informasi penting dari kegiatan
surveilans sentinel yang sedang dilaksanakan dan hasil-hasil program yang harus dicapai.
Pada pelaksanaan surveilans sentinel, monitoring dilakukan pada prosesnya melalui sistem
pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, BLK dan Subdit AIDS& PMS sesuai dengan
protap.
g.
Evaluasi
Evaluasi kegiatan surveilans sentinel dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan
output
Page 16
program TB-HIV.
4. Sistem surveilans HIV/AIDS di Indonesia telah mendapat dukungan dari pemerintah
baik dalam kebijakan maupun komitmen politik, Bentuk Penerimaan Sosial, Bentuk
Dukungan Sistem.
5. Para petugas surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah mendapatkan pelatihan dalam
melakukan kegiatan survailens tersebut baik petugas provinsi, kabupaten/kota,
laboratorium,dan supervisi.
6. Syarat populasi survailens sudah ditentukan meliputi : dapat diidentifikasi, dapat
dijangkau untuk survei, terjaminnya kesinambungan survei pada populasi l tersebut,
Page 17
jumlah anggota populasi tersebut cukup memadai, dan pada tempat yang secara rutin
darah diambil untuk tujuan lain.
7. Standarisasi waktu pengumpulan data sudah ditetapkan tergantung dari kebutuhan
8. Manajemen data dilakukan pada setiap tingkat administratif kesehatan untuk advokasi
dan perencanaan program selanjutnya diman Prosesnya menggunakan software
SSHIV (Surveilans Sentinel HIV) yang telah disiapkan untuk mempermudah tugas
pencatatan dan pelaporan, maupun analisis, interpretasi, dan data tersebut digunakan
untuk menentukan intervensi selanjutnya.
9. Indikator dalam kegiatan survailens HIV/AIDS sudah ditentukan yaitu berupa
indikator proses dan indikator output.
10. Hasil survailens HIV/AIDS akan dievaluasi ulang oleh pihak terkait apabila sudah
memenuhi standar maka akan disebarluaskan ke publik.4
*Jumlah AIDS yang dilaporkan mengalami perubahan karena adanya validasi data bersama
Dinkes Provinsi pada Mei 2012
Persentase Infeksi HIV yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2008 2013
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro
Page 18
Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak
mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui
pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi
keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan penyakitnya.
Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini.
Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang
ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit
lain.
Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS
dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro
Page 19
ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui
intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan.Kegiatan
pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan
diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu
ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada
akibat HIV/AIDS.
Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya
terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh.
Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan
aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya
penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena
HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.
Upaya Promotif
a. Pemanfaatan media massa sebagai sarana upaya promotif Seperti diketahui, media
massa dapat menjangkau semua orang tanpa melihat satuan geografis, dan juga dapat
lebih cepat diserap oleh masyarakat daripada sarana sosialisasi lain. Jadi diharapkan
media massa bisa berperan sebagai pemasaran sosial mengenai bahaya HIV.
b. Memberikan Penyuluhan tentang pengertian HIV, Penyebab HIV dan bahaya HIV
kepada masyarakat umum dan kalangan remaja yang masih duduk dibangku sekolah
c. Pemberian sosialisasi hidup sehat dan tentang bahaya HIV/AIDS oleh Dinas
Kesehatan atau lembaga lainnya yang bersangkutan .
Upaya Preventif
III
a.
Hindari Kontak dengan Darah yang terinfeksi HIV Cara yang paling umum untuk
b.
c.
d.
e.
menularkan HIV adalah melalui kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi HIV
Jangan menggunakan kembali Alat suntik sekali pakai.
Bersihkan dan cuci peralatan bedah sebelum menggunakannya.
Jika \ ingin tato, pastikan itu dilakukan oleh sebuah toko tato bersih dan sanitasi.
Hindari penggunaan obat-obat terlarang dan zat yang dikendalikan intravena.6
Penutup
Kesimpulan
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Makalah pbl blok 26-Tri Sudiro
Page 20
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan RI Petunjuk Pengembangan Program Nasional Pemberantasan
dan Pencegahan AIDS, Jakarta 2005.
2. Syarifuddin Djalil Pelayanan Laboratorium Kesehatan Untuk Pemeriksaan Serologis
AIDS.
2004.h:76-9.
3. Depkes R. I. Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV (Voluntary Conselling
and Testing), Jakarta : Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan. 2004,h:124-8.
4. Fatah, Abdul. Kewaspadaan Global Terhadap KeadaanDarurat : Flu burung /
HIVdanAIDS.http://www.amifrance.org/IMG/pdf_HM_IV_FINAL_VERSION_0806.pd
f. Diakses tanggal 05 Juli 2015.
5. Fatah, Abdul.Sistem Surveilans Sentinel HIV. Kewaspadaan Global Terhadap Keadaan
Darurat: Flu Burung / Hiv Dan Aids. Edisi 4. Oktober 2006, h.108.
6. Syaffrudin. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Buku Kesehatan, 2009.h:67-9
Page 21