You are on page 1of 51

BAB I

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIUS

A; Struktur Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm,
tebal 2,5 cm. Setiap ginjal memiliki berat antara 125 175 gram pada laki laki dan 115
155 gram pada perempuan. Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen
posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ
retroperitoneal dan terletak diantara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen
atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal diatasnya. Posisi ginjal kanan lebih
rendah dari ginjal kiri karena diatas ginjal kanan terdapat hati. Ginjal terletak diluar rongga
peritoneum di bagian posterior, sebelah atas dinding abdomen. Setiap ginjal terdiri dari
sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap nefron berawal dari suatu berkas
kapiler yang berkelok- kelok. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskuler (kapiler) dan
satu komponen turbular. Nefron tersusun dari: Glomerulus, adalah tempat penyaringan urin
tepatnya pada kapsula bowman, Tubulus Kontortus Proximal, Ansa Henle, Tubulus
Kontortus Distal, Tubulus dan duktus pengumpul.
Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat.
a; Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada
struktur disekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b; Lemak perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini
membatasi ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
c; Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang langsung membungkus
ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.

a; Struktur Internal Ginjal


1; Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi media ginjal.
2; Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus ini
membentuk pelekukan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis,
saraf dan limfatik.
3; Velvis ginjal adalah perluasan ujung poksimal ureter. Ujung inin berlanjut menjadi
dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian
penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayorbercabang menjadi beberapa (8-18)
kaliks minor.
4; Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal.
Jaringan ini terbagi menjadi medulla (dalam) dan korteks (luar).
a; Medula terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung
yang sempit dari setiap piramida, papila, masuk dengan pas dalam kaliks minor
dan ditembus mulut duktus pengumpul urine

b; Korteks tresusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan unit
structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak didalam diantara piramidapiramida. Medula yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang
terdiri dari tubulus-tubulus yang mengalir kedalam duktus pengumpul
5; Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida
ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang melapisinya
b; Struktur Nefron
Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk
urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular (kapilar) dan satu komponen
tubular.
1; Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda
disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sama membentuk
sebuah korpuskel ginjal.
a; Lapisan viseral kapsul bowman adalah lapisan internal peritelium. Sel-sel lapisan
viseral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki), yaitu sel-sel epitel khusus
disekitar kapilar glomelural.
a; Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar glomerular melalui
beberapa prosesus primer panjang yang mengandung prosesus sekunder yang
disebut prosesus kaki atau pedikel (kaki kecil).
b; Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang samadari
podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel yang berinterdigitasi
disebut Filtration slits (pori-pori dari celah) yang lebarnya sekitar 25nm.
Setiap pori dilapisi selapis membrane tipis yang memungkinkan aliran
beberapa molekul dan menahan aliran molekul lainnya.
c; Barier filtrasi glomerular adalah barier jaringan yang memisahkan darah
dalam kapilar glomerular dari ruang dalam kapsul bowman. Barrier ini terdiri
dari endothelium kapilar, membrane dasar (lamina basalis) kapilar, dan
filtration slit.
b; Lapisa parietal kapsul Bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal.

a; Pada kutub vascular korpuskel ginjal, aperiola aferen masuk ke glomerulus


dan arteriol eferen keluar dari glomerulus.
b; Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran yang
masu ke tubulus kontortus proksimal.
2; Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelia kuboid yang
kaya akan mikrovilus (brust border) dan memperluas area permukaan lumen.
3; Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai descenden ansa henle
yang masuk ke dalam medulla membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan),
dan membalik keatas membentuk tungkai ascenden ansa henle.
a; Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan
pendek yang memanjang ke sepertiga atas medulla.
b; Nefron jukstamedular terletak di dekat medulla. Nefron ini memiliki lekukan
panjang yang menjulur kedalam piramida medulla.
4; Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya 5 mm dan membentuk
segmen terakhir nefron.
a; Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding ateriol aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel
termodifikasi yang disebut macula densa. Maccula densa berfungsi sebagai suatu
kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.
b; Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung selsel otot polos termodifiksi yang disebut sel jukstaglomerular. Sel ini distimulasi
melalui penurunan tekanan darah untuk memproduksi renin.
c; Maccula densa seljukstaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja sama
untuk membentuk apparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan
tekanan darah.
5; Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di
korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal.
Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul yang besar. Duktus pengumpul
membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks minor. Dari
pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih.

Filtrasi plasma dan permulaan produksi urin terjadi disepanjang glomerulus. Reabsorbsi
dan sekresi berbagai zat oleh ginjal berlangsung disepanjang tubulus pada setiap nefron.
Proses reabsorbsi dan sekresi ditubulus secara drastis mengubah komposisi akhir dan volume
urin apabila dibandingkan dengan cairan yang masuk ke nefron melalui kapiler glomerulus.
Setiap ginjal secara anatomis di bagi menjadi bagian kortek disebelah luar yang
mengandung semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian
medulla disebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan
segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke duktus pengumpul (collecting duct). Setiap
tubulus pengumpul

menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul lain untuk membentuk

duktus yang termasuk bagian terdalam ginjal yaitu medulla ginjal. Papila mengalir ke pelvis
ginjal kemudian ke ureter. Ureter masing-masing ginjal dihubungkan ke vesika urinaria.
Vesika urinaria menyimpan urin sampai dikeluarkan dari tubuh sampai dikeluarkan dari
tubuh melalui proses urinaria melewati uretra.

B; FUNGSI GINJAL
1; Pengeluaran zat sisa organik
Ginjal mengekskresikan urea, asam urat, kreatinin dan produk penguraian hemoglobin
dan hormon.
2; Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Tubuh
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam basa. Sebagian
besar proses metabolisme tubuh menghasilkan asam seperti CO2 yang mudah menguap
dan metabolisme protein menghasilkan asam yang tidak menguap seperti asam sulfat
dengan asam fosfat. Secara normal paru-paru mengekskresikan CO 2 sedangkan zat yang
tidak mudah menguap diekskresikan oleh ginjal. Selain itu ginjal juga mereabsorbsi
bikarbonat basa yang difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Ginjal membantu
mengeleminasi CO2

pada pasien penyakit paru dengan meningkatkan sekresi dan

ekskresi asam dan reabsorbsi basa.


Ginjal mengendalikan ekskresi ion hydrogen (H +), bikarbonat (HCO3-), dan ammonium
(NH4-) serta memproduksi urin asam atau basa, bergantung pada kebutuhan tubuh. Asam

(H+) disekresikan oleh sel-sel tubulus ginjal ke dalam filtrat, dan disini dilakukan
pendaparan terutama oleh ion-ion fosfat serta ammonia (ketika didapar dengan asam,
ammonia akan berubah menjadi ammonium). Fosfat terdapat dalam filtrate glomerulus
dan ammonia dihasilkan oleh sel sel tubulus ginjal serta dikresikan ke dalam cairan
tubuler. Melalui proses pendaparan, ginjal dapat mengekskresikan sejumlah besar asam
dalam bentuk yang terikat tanpa menurunkan lebih lanjut nilai pH urin.
3; Pengaturan Ekskresi Elektrolit
Jumlah elektrolit dan air yang harus diekskresikan lewat ginjal bervariasi dalam
jumlahnya tergantung pada jumlah asupan, air, natrium, klorida, elektrolit lain dan
produk limbah diekskresikan sebagai urin. Pengaturan jumlah natrium yang
diekskresikan tergantung pada aldosteron yang dihasilkan dan disintesa korteks adrenal.
Peningkatan kadar aldosteron dalam darah, menyebabkan sekresi natrium berkurang
karena aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium dalam ginjal. Jika natrium
diekskresikan dalam jumlah yang melebihi jumlah natrium yang dikonsumsi, maka
pasien akan mengalami dehidrasi. Ekskresi kalium oleh ginjal akan meningkat seiring
dengan meningkatnya kadar aldosteron. Jika kalium diekskresikan dalam jumlah yang
kurang dari jumlah konsumsi pasien akan menahan cairan. Retensi kalium merupakan
akibat yang paling buruk dari gagal ginjal.
4; Pengaturan Produksi Sel Darah Merah
Sebagai salah satu organ endokrin, ginjal membentuk dan melepaskan eritropoitin.
Eritropoitin adalah salah suatu hormon yang merangsang sumsum tulang agar
meningkatkan pembentukan eritrosit. Sel-sel diginjal yang membentuk dan melepaskan
eritropoitin berespons terhadap hipoksia ginjal. Orang yang menderita penyakit ginjal
sering memperlihatkan anemia kronik.
5; Regulasi Tekanan Darah
Hormon renin yang disekresikan oleh sel-sel jukstra glumeruller saat terjadi penurunan
tekanan darah. Renin akan mempengaruhi pelepasan angiotensin yang dihasilkan dihati
dan diaktifkan dalam paru. Angiotensin I kemudian diubah menjadi Angiotensin II yaitu
senyawa vasokontriktor kuat. Vasokontriksi menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi kelenjar

hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap perfusi yang buruk atau
peningkatan osmolalitas serum.

Tekanan darah menurun

Ginjal

renin ( disekresikan oleh sel sel jukstaglomerular)

Hati

Angiotensin I

Kelenjar hipofisis

Angiotensin II (vasokonstriktor kuat)

ACTH

Aldosteron (dilepas oleh kelenjar adrenal)

Kelenjar adrenal

Meningkatka
n
tekanan

Retensi air dan natrium

Volume cairan ekstrasel meningkat


6; Pengaturan Ekskresi Air
Akibat asupan air atau cairan yang banyak, urin yang encer harus diekskresikan dalam
jumlah besar, sedangkan jika asupan cairan sedikit urin yang diekskresikan lebih pekat.
Pengaturan ekskresi air dan

pemekatan urine

dilakukan didalam tubulus dengan

reabsorbsi elektrolit. Jumlah air yang reabsorbsi dikendalikan oleh hormon anti deuritik
(CADH atau Vasopresin). Dengan asupan air yang berlebihan, sekresi ADH oleh kelenjar
hipofisis akan ditekan sehingga sedikit air yang direabsorbsi oleh tubulus. Keadaan ini
menyebabkan volume urin meningkat (diuresis)

7; Dihidroksi vitamin D
Sebagai organ endokrin ginjal mengeluarkan hormon penting untuk menetralisasi tulang.
Ginjal bekerja sama dengan hati menghasilkan bentuk aktif vitamin D. Vitamin D
penting untuk pemeliharaan kadar kalsium plasma yang diperlukan untuk membentuk
tulang. Bentuk aktif vitamin D ini bekerja sebagai hormon beredar dalam darah dan
merangsang penyerapan kalsium, fosfat diusus halus dan tubulus ginjal. Vitamin D juga
merangsang resorbsi tulang. Resorbsi tulang menyebabkan pelepasan kalsium sehingga
kalsium plasma meningkat.
8; Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah
Ginjal melalui eksresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrient dalam darah.

9; Pengeluaran zat beracun


Ginjal mengeluarakan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing
lain dari tubuh.
C; Suplai Darah Ginjal
1; Arteri Renalis adalah cabang orta abdominalis yang mensuplai masing-masing ginjal dan
masuk ke hillus melalui percabangan anterior dan posterior.
2; Arteri-arteri interlobaris merupakan cabang anterior dan posterior arteri renalis yang
mengalir diantara piramida-piramida ginjal.
3; Arteri Arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan korteks dan medulla.
4; Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan melewati
korteks.
5; Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk sekitar
50 kapilar yang membentuk glomerulus.
6; Arteriol eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaringan kapilar lain,
kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi
nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang diabsorbsi.

a; Arteriol eferen dari glomerulus nefron korteks masuki jaring-jaring kapiler


pertitubular yang mengelilingi tubulus kontortus distal dan proksimal pada nefron
tersebut.
b; Arteriol eferen dari glomerulus pada nefron jupstaglomerulus memiliki perpanjangan
pembuluh kapiler panjang yang lurus disebut vasa recta yang berdesenden kedalam
piramida medulla. Lekukan vasa recta membentuk lengkungan jepit yang melewati
ansa henle. Lengkungan ini memungkinkan terjadinya pertukaran zat antara ansa
henle dan kapiler serta memegang peranan dalam konsentrasi urine.
7; Kapiler peritubular mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi nutrisi pada
tubulus.
8; Kapiler peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan
membentuk vena interlobularis.
9; Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena akuarta bermuara ke dalam
vena interlobularis yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini
meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior

D; Pembentukan Urine
Glomerulus berfungsi sebagai ultra filtrasi, pada simpai bowmen berfungsi sebagai/untuk
menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan
kembali dari zat-zat yamg sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke
piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk
ke dalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma
darah.
Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa metabolic dan mengatur komposisi
cairan tubuh melalui tiga proses utama:

1; Filtrasi Glomerulus
a; Definisi. Filtrasi glomerular adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler
glomerula, dalam gradient tekanan tertentu kedalam kapsul bowman. Filtrasi ini
dibantu oleh faktor berikut:
1; Mebran kapiler glomerular lebih permeable dibandingkan kapiler lain dalam
tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan cepat.
2; Tekanan darah kapiler glomerular lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
dalam kapiler karena diameter anteriol eferen lebih kecil dibandingkan
diameter anteriol aferen.
b; Mekanisme filtrasi glomerular
1; Tekanan hidrostatik (darah) glomerular mendorong cairan dan zat terlarut keluar
dari darah dan masuk ke ruang kapsul bowman.
2; Dua tekanan yang berlawanan dengan tekanan hidrostatik glomerular
a; Tekanan hidrostatik dihasilkan oleh cairan dalam kapsul bowman. Tekanan ini
cenderung untuk menggerakkan cairan keluar dari kapsul menuju glomerulus.
b; Tekanan osmotic koloid dalam glomerulus yang dihasilkan oleh protei plasma
adalah tekanan yang menarik cairan dari kapsul bowman untuk memasuki
glomerulus.
c; Tekanan filtrasi efektif adalah tekanan dorong netto. Tekanan ini adalah
selisih antara tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar glomerulus

menuju kapsul bowman dan tekanan yang cenderung menggerakkan cairan


kedalam glomerulus dari kapsul bowman
c; Laju filtrasi glomerular (glomerular filtration rate/GFR) adalah jumlah filtrate yang
terbentuk per menit pada semua nefron dari kedua ginjal. Pada laki-laki, laju filtrasi
ini sekitar 125ml /menit atau 180 liter dalam 24 jam, sedangkan pada perempuan,
sekitar 110ml/menit.
d; Faktor yang mempengaruhi GFR
1; Tekanan filtrasi efektif.

GFR berbanding lurus dengan EFP dan perubahan

tekanan yang terjadi akan mempengaruhi GFR. Derajat kontriksi arteriol aferen
dan eferen menentukan aliran darah ginjal, dan juga tekanan hidrostatik
glomerular.
a; Kontriksi arteriol aferen menurunkan aliran darah dan mengurangi laju filtrasi
glomerular.
b; Kontriksi arteriol eferen menyebabkan terjadinya tekanan darah tambahan
dalam glomerolus dan meningkatkan GFR.
2; Autoregulasi ginjal. Mekanisme autoregulasi intrinsic ginjal mencegah
perubahan aliran darah ginjal dan GFR akibat variasi fisiologis rerata tekanan
darah arteri. Autoregulasi seperti ini berlangsung pada rentang tekanan darah yang
lebar (antara 80 mmHg dan 180 mmHg).
a; Jika rata-rata tekanan darah arteri (normalnya 100 mmHg) meningkat, arteriol
aferen berkontriksi untuk menurunkan aliran darah ginjal dan mengurangi
GFR. Jika rata- rata tekana darah arteri menurun, terjadi fase dilatasi arteriol
aferen untuk meningkatkan GFR. Dengan demikian, perubahan-perubahan
mayor pada GFR dapat dicegah.
b; Autoregulasi melibatkan mekanisme umpan balik dari reseptor-reseptor
peregang dalam dinding arteriol dan dari apparatus jukstaglomerular.
c; Disamping mekanisme autoregulasi ini, peningkatan tekanan arteri dapat
sedikit meningkatkan GFR. Karena begitu banyak filtrate glomerular yang
dihasilkan sehari, perubahan yang terkecilpun dapat meningkatkan haluaran
urine.

3; Stimulasi simpatis. Suatu peningkatan impuls simpatis, seperti yang terjadi saat
sters, akan menyebabkan kontriksi arteriol aferen, menurunkan aliran darah
kedalam glomerulus dan menyebabkan penurunan GFR.
4; Obstruksi aliran urinaria oleh batu ginjal atau batu dalam ureter akan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapsul bowman dan menurunkan GFR.
a; Kelaparan, diet sangat rendah protein, atau penyakit hati akan menurunkan
tekanan osmotic koloid darah sehingga meningkatkan GFR.
b; Berbagai penyakit ginjal dapat meningkatkan permeabilitas kapiler glomerular
dan meningkatkan GFR.
5; Komposisi filtrat glomerular
a; Filtrat dalam kapsul bowman identik dengan filtrate plasma dalam hal air dan zat
terlarut dengan berat molekul rendah seperti glukosa, klorida, natrium, kalium,
fosfat, urea, asam urat dan kreatinin.
b; Sejumlah kecil albumin plasma dapat terfiltrasi tetapi sebagian besar diabsorbsi
kembali dan secara normal tidak tampak pada urine.
c; Sel darah merah dan protein tidak difiltrasi. Penampakannya dalam urine
menandakan suatu abnormalitas. Penampakan sel darah putih biasanya
menandakan adanya infeksi bakteri pada traktus urinaria bagian bawah.
Filtrasi Glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstitium kemudian ke kapsula
bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir tidak ada
yang mengalami filtrasi. Kapiler Glomerulus sangat permeabel terhadap air dan zat-zat
terlarut yang berukuran kecil. Cairan kemudian berdifusi ke dalam kapsula bowman dan
berjalan disepanjang nefron. Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah volume filtrasi yang
masuk ke dalam kapsula bowman per satuan waktu. GFR tergantung pada empat gaya
yang menentukan filtrasi dan reabsorbsi yaitu tekanan kapiler, tekanan cairan
interstitium, tekanan osmotik

koloid plasma

dan tekanan osmotik koloid cairan

interstitium. GFR juga tergantung pada berapa luas permukaan glomerulus yang tersedia
untuk filtrasi. Penurunan luas permukaan glomerulus akan menurunkan GFR. Nilai ratarata GFR seorang pria dewasa adalah 180 lt per hari (125 ml permenit). Volume plasma
normal adalah sekitar 3 liter (dari volume darah total sebesar 5 liter). Dari 180 liter cairan

yang difiltrasi ke dalam kapsula bowman, hanya sekitar 1,5 liter perhari diekskresikan
dari tubuh sebagian urin.
2; Reabsorbsi Tubulus
Reabsorbsi mengacu pada pergerakan aktif dan pasif suatu bahan yang disaring di
glomerulus kembali ke kapiler peritubulus. Reabsorbsi dapat total (misal glukosa) atau
parsial (misal Natrium, Urea, Klorida dan air).
a; Reabsorbsi glukosa dan asam amino
Glukosa secara bebas disaring glomerulus. Dalam keadaan normal, semua glukosa
yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh transpor aktif terutama ditubulus proksimalis.
a; Reabsorbsi Natrium
Reabsorbsi natrium berlangsung diseluruh tubulus melalui kombinasi difusi
sederhana dan transportasi aktif. Sekitar 65% reabsorbsi natrium-natrium yang
difiltrasi tetap didalam tubulus pada saat filtrasi mencapai tubulus konvulsi distalis.
Konsentrasi akhir natrium di urin biasanya kurang dari 1 % jumlah total yang
difiltrasi di glomerulus.
b; Reabsorbsi Klorida dan ion negatif lain
Reabsorbsi klorida dapat bersifat aktif dan pasif dan hampir selalu bersamaan dengan
transpor natrium. Proses ini dipengaruhi oleh gradien listrik di tubulus. Sebagian
reabsorbsi klorida (65 %) terjadi ditubulus proksimal, 25% dilengkung henie dan 10%
jumlah total yang difiltrasi dan sistem duktus pengumpul.
c; Reabsorbsi Kalium
Sebagian besar kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi 50% ditubulus proksimal,
40% di pars asenden dan 10% dibagian akhir nefron duktus pengumpul di
medulla.Sebagian besar reabsorbsi kalium adalah difusi pasif.
d; Reabsorbsi protein Plasma
Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimal. Sebagian
kecil protein yang difiltrasi diglomerulus tidak direabsorbsi . Protei-protein tersebut

diuraikan oleh sel-sel tubulus dan diekskresikan di urine. Contoh-contoh protein


tersebut adalah hormon protein misalnya GH dan Luteinizing Hormonc.
e; Reabsorbsi Bikarbonat
Reabsorbsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi terutama ditubulus
proksimal, reabsorbsi berlangsung ketika sebuah molekul air terurai ditubulus
proksimal menjadi ion H+ dan H- (hidroksil) ion H+ secara aktif disekresikan dan
bergabung dengan bikarbonat HCO3 menghasilkan H2CO3 yang dengan bantuan
enzim karbonat anhidrase terurai menjadi CO2 dan H20. Melalui proses ini
bikarbonat yang telah difiltrasi disimpan dan tidak diekskresikan melalui urin.Reaksi
H+ + HCO3- bersifat reversibel.
f; Reabsorbsi Urea
Urea dibentuk dihati sebagai produk akhir metabolisme protein. Urea defiltrasi secara
bebas diglomerulus, Karena sangat permeabel menembus sebagian besar nefron maka
urea berdifusi kembali ke kapiler peritubulus. Diujung tubulus proksimalis, sekitar
50% urea yang difiltrasi telah direabsorbsi. Dari ujung tubulus proksimalis ke duktus
pengumpul di medulla, urea kembali menjadi permeabel. Sewaktu filtrasi
meninggalkan ginjal, sekitar 40% urea yang difiltrasi disekresikan.
3; Sekresi Tubular
Mekanisme sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah
dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular
dikeluarkan dalam urine.

Filtrasi, Reabsorpsi dan ekskresi bahan tertentu dari Plasma yang Normal

Natrium
Klorida
Bikarbonat
Kalium
Glukosa
Ureum

Disaring 24 jam
540,0 g
630,o g
300,0 g
28,0 g
140,0 g
53,0 g

Direabsorpsi 24 jam
537,0 g
625,0 g
300,0 g
24,0 g
140,0 g
28,0 g

Diekskresikan 24 jam
3,3 g
5,3 g
0,3 g
3,9 g
0,0 g
25,0 g

untuk

Kreatinin
Asam urat

1,4 g
85 g

0,0 g
7,7 g

1,4 g
0,8 g

E; Klirens Ginjal
Klirens ginjal (Renal Clearance) suatu bahan mengacu kepada konsentrasi bahan tersebut
yang secara total dibersihkan dari darah untuk kemudian masuk kedalam unit suatu waktu.
Untuk kreatinin. Klirens sebenarnya lebih besar dari GFR karena selain difiltrasi sebagian
kreatinin disekresikan ke dalam urin.
Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah Laju Filtrasi Glomerulus
(GFR). Penurunan GFR dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan
dari ukuran dan jumlah glomerulus.

Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak

berhubungan dengan peningkatan kosentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-hari


(dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan penurunan bersihan kreatinin.
Untuk menilai GFR/creatinine clearance rumus di bawah ini cukup akurat bila digunakan
pada usia lanjut.
Cratinine Clearance (pria) = (140-umur) X BB (kg) ml/menit
72 X serum cretinine (mg/dl)

Cretinine Clearance (wanita) = 0,85 X CC pria

Zat-zat yang secara normal tidak keluar melalui urine misalnya glukosa memiliki klirens
0 .Walaupun glukosa secara bebas difiltrasi di glomerulus, zat ini secara total direabsorbsi
oleh tubulus dan tidak muncul di urin.
F; Ureter
Adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang merentang
sampai kandung kemih.

1; Setiap ureter panjangnya antara 25 cm sampai 30 cm dan berdiameter 4 mm sampai 6


mm. Saluran ini menyempit di tiga tempat: di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik
saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kandung kemih. Batu
ginjal dapat tersangkut dalam ureter di tiga tempat ini, mengakibatkan nyeri dan disebut
kolik ginjal.
2; Dinding ureter terdiri dari tiga lapisan jaringan: lapisan terluar adalah lapisan fibrosa, di
tengah adalah muskularis longitudinal kearah dalam dan otot polos sirkular kearah luar,
dan lapisan terdalam adalah epithelium sukrosa yang mensekresi selaput mucus
pelindung.
3; Lapisan otot memiliki aktifitas peristaltik intrinsic. Gelombang peristaltik mengalirkan
urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
G; Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Adalah organ muscular berongga yang berfungsi sebagai container penyimpanan urine.
1; Lokasi; Pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat di belakang simfisis pubis dan di
depan rectum.pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah uterus di depan vagina.
Ukuran organ ini sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis saat kosong; organ
berbentuk seperti buah pir dan dapat mencapai umbilicus dalam rongga abdominopelvis
jika penuh berisi urine.
2; Stuktur; Kandung kemih di topang dalam rongga pelvis dalam lipatan-lipatan
peritoneum dan kondensasi fasia.
a. Dinding kandung kemih, terdiri dari 4 lapisan:
(1) Serosa adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan perpanjangan lapisan
peritoneal rongga abdominopelvis dan hanya ada di bagian atas pelvis.
(2) Otot detrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas-berkas otot
polos yang satu sama lain saling membentuk sudut. Ini untuk memastikan bahwa
selama urinasi, kandung kemih akan berkontraksi dengan serempak ke segala
arah.
(3) Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah mukosa dan
menghubungkannya dengan muskularis.

(4) Mukosa adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan lapisan epitel yang
tersusun dari epithelium transisional. Pada kandung kemih yang relaks, mukosa
membentuk ruga (lipatan-lipatan), yang akan memipih dan mengembang saat
urine berakumulasi dalam kandung kemih.
b. Trigonum adalah area halus, triangular, dan relative tidak dapat berkembang yang
terletak secara internal di bagian dasar kandung kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dari
tiga lubang. Di sudut atas trigonum, dua ureter bermuara ke kandung kemih. Uretra
keluardari kandung kemih di bagian apeks trigonum
H; Uretra
Mengalirkan urine dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh.
1. pada laki-laki, uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada waktu yang
bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kelenjar prostate
dan penis.
a. Uretra prostatik dikelilingi oleh kelenjar prostate. Uretra ini menerima dua duktus
ejaculator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen dan duktus
kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya sejumlah duktus dari
kelenjat prostate.
b. Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1 cm sampai 2 cm). Bagian ini
berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sfingter uretra eksternal.
c. Uretra cavernous (penile,berspons) merupakan bagian yang terpanjang. Bagian ini
menerima duktus kelenjar bolbouretra dan merentang sampai orifisium uretra
eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut penis, uretra membesar untuk
membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra kavernus dikelilingi korpus
spongiosum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang besar.
2. Uretra pada perempuan, berukuran pendek (3,75cm). Saluran ini membuka keluar tubuh
melalui orifisium uretra eksternal yang terletak pada vestibulum antara klitoris dan mulut
vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostate pada kali-laki, bermuara
ke dalam uretra.

3. Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat invasi bakteri ke kandung kemih


(sistisis) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
I; Volume Urine
Volume urine yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml sampai 2500 ml lebih.
1; Jika volume urine tinggi, zat buangan diekskresi dalam larutan encer, hipotonik
(hipoosmotik) terhadap plasma. Berat jenis urine mendekati berat jenis air (sekitar 1,003).
2; Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental sehingga volume urine
yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama yang harus dikeluarkan.
Konsentrasi zat terlarut lebih besar, urine hipertonik, (hiperosmotik) terhadap plasma, dan
berat jenis urine lebih tinggi (di atas 1,003).
Pengaturan Volume Urine.
Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih banyak diatur melalui
mekanisme hormone dan mekanisme pengkonsentrasi urine ginjal.
1. Mekanisme hormonal
a; Antidiuretic hormone (ADH)
Meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus pengumpul
terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya reabsorpsi dan volume urine yang
sedikit.
1; Sisi sintesis dan sekresi. ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam nucleus
supraoptikhipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf hipofisis posterior.
ADH kemudian dilepas sesuai impuls yang sampai pada serabut saraf.
2; Stimulus pada sekresi ADH
a; Osmotik
;

Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitive terhadap


perubahan konsentrasi ion natrium,serta zat terlarut lain dalam cairan
intraseluler yang menyelubunginya.

Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat dehidrasi,


menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls ke kelenjar

hipofisis posterior agar melepas ADH. Air diabsorpsi kembali dari


tubulus ginjal sehingga dihasilkan urine kental dengan volume sedikit.
Penurunan osmolaritas plasma mengakibatkan berkurangnya ekskresi

ADH, berkurangnya reabsorpsi air dari ginjal, dan produksi urine encer
yang banyak.
b; Volume dan tekanan darah
Baroreseptor dalam pembuluh darah (di vena,atrium kanan dan
kiri,pembuluh pulmonary,sinus carotid, dan lengkung aorta) memantau
volume darah dan tekanan darah. Penurunan volume dan tekanan darah
meningkatkan sekresi ADH; peningkatan volume dan tekanan darah
menurunkan sekresi ADH.
c; Faktor lain. Nyeri, kecemasan, olah raga, analgesic narkotik dan
barbiturate meningkatkan sekresi ADH. Alcohol menurunkan sekresi
ADH.
b; Aldosteron
Adalah hormone steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks kelenjar adrenal.
Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan duktus pengumpul untuk
meningkatkan absorpsi aktif ion natrium dan sekresi aktif ion kalium. Mekanisme
rennin-angiotensin-aldosteron, yang meningkatkan retensi air dan garam.
2. Sistem arus bolak-balik dalam Ansa Henle dan Vasa Rekta memungkinkan
terjadinya reabsorpsi osmotic air dari tubulus dan duktus pengumpul ke dalm cairan
interstisialmedularis yang lebih kental di bawah pengaruh ADH. Reabsorpsi air
memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urine yang diekskresi lebih kental
dibandingkan cairan tubuh normal.
J; Karakteristik Urine
1; Komposisi Urine; terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut berikut:
a; Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat dan kreatinin dari proses penguraian kreatinin fosfat dalam
jaringan otot.
b; Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.

c; Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil.
d; Elektrolit meliputi ion natrium, klrorida, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium dan
magnesium.
e; Hormon atau katabolit hormon.
f; Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin atau enzim dalam jumlah
kecil.
g; Konstituen abnormal meliputi albumin,glukosa, sel darah merah, badan keton, zat
kapur, dan batu ginjal atau kalkuli.
2; Sifat Fisik
a; Warna urine encer berwarna kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar
biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
b; Bau. Urine memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan.
Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet.
c; Asiditas dan alkalinitas PH urine bervariasi antara 4,8-7,5. Dan biasanya sekitar 6.0
tetapi juga tergantung pada diet. Protein meningkatkan asiditas,sementara diet
sayuran meningkatkan alkalinitas.
d; Berat jenis urine berkisar antara 1.001 sampai 1.035 tergantung pada konsentrasi
urine.

K; Berkemih
Bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga impuls saraf volunter. Pengeluaran
urine membutuhkan kontraksi aktif otot detrusor.
1; Bagian dari otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai
sfingter uretra internal yang menjaga saluran tetap tertutup. Otot ini diinervasi oleh
neuron parasimpatis.
2; Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dari otot perinal tranversa
yang berada di bawah kendali volunter. Bagian pubokoksigeus pada otot levator ani juga
berkontribusi dalam pembentukan sfingter.

3; Reflek perkemihan terjadi saat peregangan kandung kemih sampai sekitar 300 ml sampai
400 ml urine menstimulasi reseptor peregang pada dinding kandung kemih.
a; Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan menghasilkan impuls parasimpatis
yang menjalar melalui saraf splaknik pelvic ke kandung kemih.
b; Reflek perkemihan menyebabkan krontraksi otot detrusor: relaksasi sfingter internal
dan eksternal mengakibatkan pengosongan kandung kemih.
c; Pada laki-laki, serabut simpatis menginervasi jalan keluar uretra dan mengkonstriksi
jalan tersebut untuk mencegah refluks semen ke dalam kandung kemih saat orgasme.
4; Pencegahan refluks perkemihan melalui kendali volunter sfingter eksternal adalah respon
yang dapat dipelajari.
a; Pencegahan volunter bergantung pada integritas saraf terhadap kandung kemih dan
uretra, traktus yang keluar dari medulla spinalis menuju dan dari otak, dan area
motorik serebrum, cedera pada lokasi dapat menyebabkan inkontinensia.
b; Kendali volunteer urinasi (latihan toileting) adalah respon yang dapat dipelajari. Hal
ini tidak dapat dilatih pada SSP yang imatur dan sebaiknya ditunda sampai paling
tidak berusia 18 bulan.

Proses Berkemih
Berkemih (micturition) adalah pengeluaran urin dari tubuh. Berkemih terjadi ketika
sfingter uretra interna dan eksterna di dasar kandung kemih relaksasi. Kandung kemih terdiri
dari sel-sel otot polos, yang dipersyarafi oleh neuron-neuron sensorik yang berespon terhadap
peregangan kandung kemih dan serat-serat parasimpatis yang berjalan dari daerah sakrum ke
kandung kemih. Sfingter internal juga dipersyarafi oleh saraf-saraf parasimpatis. Sfingter
eksterna terdiri dari otot-otot rangka yang terletak diuretra bagian atas. Sfingter eksternal
dipersyarafi oleh neuron-neuron motorik dari saraf pudendus. Apabila urine menumpuk maka
terjadi peregangan kandung kemih yang dirasakan oleh serat-serat aferen yang mengirim
sinyal ke korda spinalis. Saraf parasimpatis kekandung kemih diaktifkan yang menyebabkan
kontraksi otot polos. Sewaktu kandung kemih berkontraksi sfingter internal terbuka. Pada
saat yang sama, informasi sensorik peregangan kandung kemih berjalan dari korda spinalis
ke batang otak dan kortek serebrum sehinggan individu dapat merasakan keinginan berkemih

untuk mempermudah berkemih,otot-otot rangka dapat secara sadar direlaksasikan. Kontrol


volunter atas berkemih mulai berfungsi pada anak sebelum atau pada saat berusia 3 atau 4
tahun. Kontrol miksi dapat terganggu karena penyakit atau cedera susunan saraf pusat atau
trauma korda spinalis.
L; Anatomi Fisiologi Prostat
1; Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari
buli-buli .
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan
panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi
uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus
ejakulatorius .
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya
mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat.
Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah
tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret
yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan
biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil .
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior

4. Lobus posterior .
Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri
atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona
tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula
dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina
propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling
kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai
sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti pembuluh
darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis.
Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk
pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak
bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula
dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel
otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.
2; Fisiologi Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang
bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A; Definisi
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Pada banyak pasien dengan usia diatas 50 tahun,
kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. BPH adalah kondisi yang
patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk
intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun.
Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, dengan demikian menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap berada
dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organism inefektif.

B; Etiologi
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor risiko umur dan hormon androgen.
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pria usia 50
tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.

C; Pathogenesis
1; Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Adalah metabolik androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar
prostat.
Terbentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH.
DHT yang tebentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk komplek
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth faktor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

2; Keseimbangan antara Estrogen dan Testosteron


Usia tua testosterone menurun, estrogen tetap sehingga perbandingan estrogen dan
testosterone relatif meningkat. Estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
3; Interaksi Stroma-Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
faktor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi selsel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya profilasi sel-sel epitel maupun
sel-sel stroma.
4; Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosisi). Pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk memepertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosisi terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosisi
akan difagositosis oleh sel-sel sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosisi menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan masa prostat.
5; Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosisi, selalu dibentuk sel-sel
baru, di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mengalami
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.

Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya


aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.
D; Patofisiologi

Hyperplasia prostat

Penyempiyan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal meningkat

Buli-buli:

Hipertrofi otot
destrusor

Trabekulasi

Selula

Sakula

Divertikel buli-buli

Ginjal dan Ureter:

Refluks vesike-ureter

Hidroureter

Hidronefrosis

Gagal ginjal

E; Manifestasi Klinis
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat dikenal sebagai Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obsrtuktif.
1; Gejala Iritatif

a; Sering miksi (frekuensi)


b; Terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia)
c; Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi)
d; Nyeri pada saat miksi (disuria)
2; Gejala Obstruktif
a; Pancaran melemah
b; Rasa tidak lampias sehabis miksi
c; Kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy)
d; Harus mengedan (straining)
e; Kencing terputus-putus (intermittency)
f; Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen
karena overflow.
Gejala dan tanda pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal
ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan TD, denyut nasi, respirasi, perikarditis,
ujung kuku yang pucat, tanda-tanda penurunan mental serta neuropati perifer.
F; Komplikasi
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin. Karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis, dan gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu
ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingg lama-kelamaan dapat


menyebabkan hernia atau hemoroid.
G; Diagnosis
The third International consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa
keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan prostatismus
lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan
tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :
1; Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International
Prostate Symptom Score, IPSS)
2; Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan miksi.
3; Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.

Table : Skor Internasional Gejala-Gejala Prostat WHO (International Prostate


Symptom Score, IPSS)
Pertanyaan
Keluhan
terakhir

pada

Jawaban dan Skor


bulanTidak
sama
sekali

<1 sampai>5 sampai15x


5x
15x

Lebih dariHampir
15x
selalu

Adakah anda merasa bulibuli tidak kosong setelah


buang air kecil

Berapa kali anda hendak


buang air kecil lagi dalam
waktu 2 jam setelah buang
air kecil

Berapa kali terjadi air


kencing berhenti sewaktu
buang air kecil.

Berapa kali anda tidak


dapat menahan keinginan
buang air kecil.

Berapa kali arus air seni


lemah sekali sewaktu
buang air kecil.

Berapa kali terjadi anda


mengalami
kesulitan
memulai buang air kecil
(harus mengejan).

Berapa kali terjadi anda


bangun buang air kecil di
waktu malam.

1x

2x

3x

4x

5x

Andaikata hal yang andaSangat


alami sekarang akan tetapsenang
berlangsung seumur hidup,
bagaimana perasaan anda.

Cukup
senang

Biasa saja Agak tidakTidak


senang
menyenangkan

Jumlah nilai :
1 = kurang baik
2 = baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Pemeriksaan Tambahan :
1; Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat miksi)
2; Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)
3; Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)
4; Pemeriksaan USG transabdominal
5; Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosa pasti).

H; Terapi

Sangat
tidak
menyenanangkan

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk
pasien kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan
hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi. Indikasi
absolut dilakukan operasi adalah :
1; Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan kateter
urin sedikitnya satu kali.
2; Infeksi saluran kencing berulang.
3; Gross hematuria berulang.
4; Batu buli-buli.
5; Insufisiensi ginjal.
6; Divertikula buli-buli.
1;

Watchful Waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom
score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi
tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi
lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami
perbaikan gejala secara spontan .

2;

Medikamentosa
a; Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1, dan prostat
memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam
mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor 1a.
Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan
objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien.
Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu
paruhnya .
b; Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron


menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang
menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan
pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran
prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala .
c; Terapi Kombinasi
Terapi

kombinasi

antara

penghambat

alfa

dan

penghambat

5-Reduktase

memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya
ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi
tambahan sedang berlangsung .
d; Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk
tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa
tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi
belum banyak diuji .
3;

Operasi Konvensional
a; Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi.
Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari.
Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif
minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%)
dan inkotinensia urin (<1%).>(2).

b; Transurethral incision of the prostate


Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia
komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih
mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan kurang
menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien .

c; Open simple prostatectomy


Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka
diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan
enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli,
batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat
dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik .
4;

Terapi Minimal Invasif


a; Laser ,Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah
Nd:YAG dan holomium:YAG).
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah :
1; Kehilangan darah minimal.
2; Sindroma TUR jarang terjadi.
3; Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan.
4; Dapat dilakukan out patient procedure.
Kerugian operasi dengan laser :
1; Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi.
2; Pemasangan keteter postoperasi lebih lama.
3; Lebih iritatif.
4; Biaya besar .
b; Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus
tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan
cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR .
c; Hyperthermia
Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya mendinginkan
mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45C, alat pendingin tidak
diperlukan.

d; Transurethal needle ablation of the prostate


Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang akan
melaluli uretra.
e; High Intensity focused ultrasound
High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas.
Untrasound probe ditempatkan pada rektum.
f; Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan
endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten .
g; Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa
prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40>3).
Teknik ini jarang digunakan sekarang ini.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1; Pengkajian
a; Sirkulasi
Tanda: WHO

Peningkatan TD (efek pembesaran ginjal)

b; Eliminasi
Gejala :

Penurunan kekuatan/dorongan aliran urin, tetesan.

Keragu-raguan pada berkemih awal.

Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,


dorongan dan frekuensi berkemih.

Nokturia, disuria, hematuria.

Duduk untuk berkemih.

ISK berulang, riwayat batu (statis urinaria).

Konstipasi (protrusi prostat ke dalam rectum).

Tanda :

Masa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih).

Hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan


abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi
tahanan).

c; Makanan/cairan
Gejala :

Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostatitis


akut).

Nyeri punggung bawah./terapi pada kemampuan

d; Seksualitas
Gejala:

Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.

Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim.

Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

Tanda :

Pembesaran, nyeri tekan prostat.

2; Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
a; Gangguan eliminasi urin b.d pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b; Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
c; Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pascaobstruksi dieresis dari drainase
cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
d; Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
e; Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
tidak mengenal informasi.
Post Operasi
a; Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya tonus kandung kemih sehubungan dengan
distensi berlebihan pra operasi atau dekompresi kontinu.
b; Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pemasukan praoperasi.
c; Risiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive, trauma jaringan, insisi bedah.
d; Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d iritasi mukosa kandung kemih, refelks spasme
otot sehubungan dengan prosedur bedah.
e; Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d inkontinensia, kebocoran urin setelah
pengangkatan kateter.
f; Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d
tifak mengenal sumber informasi.

3; Intervensi
Pre operasi
a; Gangguan eliminasi urin b.d pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan :

Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih.

Menunjukkan residu pasca berkemih kurng dari 50 ml, dengan tak adanya
tetesan/kelebihan cairan.

Intervensi
Mandiri:
1; Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/: Meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
2; Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress.
R/: Tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau
dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat
cukup untuk mengeluarkan urin secara tidak sadar.
3; Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
R/: Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
4; Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. perhatikan penurunan
haluaran urin dan perubahan berat jenis.
R/: Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas,
yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran darah ke
ginjal mengganggu kemampuannya untuk memfilter dan
mengkonsentrasi substansi.
5; Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung,
bila didindikasikan.
R/: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
6; Awasi tanda vital dengan ketat. Observasi hipertensi, edema
perifer/dependen, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan
pemasukan dan pengeluaran akurat.

R/: Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan


dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total.
7; Berikan/dorong kateter lain dan perawatan perineal.
R/: Menurunkan risiko infeksi asenden.
8; Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
R/:

Meningkatkan relaksasi otot, penurunan


meningkatkan upaya berkemih.

edema, dan dapat

Kolaborasi :
1; Berikan obat sesuai indikasi (Antispasmodik)
R/: Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi
oleh kateter.
b; Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
Tujuan :

Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.

Tampak rilaks.

Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi
Mandiri :
1; Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
R/:

Memberika informasi untuk


pilihan/keefektifan intervensi.

membantu

dalam

menentukan

2; Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.


R/: Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
3; Berikan tindakan kenyamanan, pijatan punggung, relaksasi/latihan napas
dalam
R/: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
4; Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.
R/: Meningkatkan relaksasi otot.

Kolaborasi :
1; Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
R/: Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan
kelenjar
2; Lakukan masase prostat.
R/: Membantu dalam evakuasi diktus kelenjar untuk menghilangkan
kongesti/inflamasi.
3; Berikan obat sesuai indikasi (Narkotik: eperidin).
R/: Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi
mental dan fisik.
4; Pemberian antibacterial, contoh: metanamin hipurat (Hipret).
R/: Menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang
dimasukkan melalui system drainase.
5; Pemberian Antispasmodik dan sedative kandung kemih contoh: flavoksat
(urispas, oksibutinin).
R/: Menghilangkan kepekaan kandung kemih.
c; Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pascaobstruksi dieresis dari drainase
cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan :

Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi


perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membrane mukosa lembab.

Intervensi
Mandiri :
1; Awasi keluaran dengan haati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan
keluaran 100-200 ml/jam.
R/: Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan,
karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus
ginjal.
2; Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
R/: Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala
urinaria, homeostatic pengurangan cadangan dan peningkatan risiko
dehidrasi/hipovolemia.

3; Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran
mukosa oral.
R/: Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sitemik.
4; Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi.
R/: Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi.
Kolaborasi :
1; Awasi elektrolit, khususnya natrium.
R/: Bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler, natrium
dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremi.
2; Berikan cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan.
R/:

Menggantikan
kehilangan
cairan
mencegah/memperbaiki hipovolemia.

dan

natrium

untuk

d; Ansietas b.d perubahan status kesehatan.


Tujuan :

Klien tampak rileks.

Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.

Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.

Intervensi
Mandiri :
1; Selalu ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan
pasien/orang terdekat.
R/: Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu
dalam diskusi tentang subjek sensitif.
2; Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi, missal : kateter, urin berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui
seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
R/: Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan
mengurangi masalah karena ketidaktahuan, termasuk ketakutan akan
kanker.
3; Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien.
Lindungi privasi pasien.

R/: Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.


4; Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
R/: Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab
pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan
masalah.
5; Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.
R/: Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan
kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.
e; Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
tidak mengenal informasi.
Tujuan :

Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis.

Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit.

Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi
Mandiri :
1; Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien.
R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi terapi.
2; Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.
R/: Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi
vital.
3; Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual.
R/: Mungkin merupakan ketakutan yang tak dibicarakan.
4; Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alcohol, mengemudikan
mobil lama.
R/: Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti.
Peningkatan tiba-tiba pada aliran urin dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan
episode retensi urinaria akut.

5; Bicarakan masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut prostatitis,


koitus dihindari tetapi mungkin membantu dalam pengobatan kondisi
kronis.
R/: Aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode akut tetapi
dapat memberikan suatu masase pada adanya penyakit kronis.
6; Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh urin
keruh, berbau, penurunan haluaran urin, ketidakmampuan untuk berkemih,
adanya demam/menggigil.
R/: Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi.
7; Diskusikan perlunya adanya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain
tentang diagnose.
R/: Menurunkan risiko terapi tak tepat.
Post Operasi
a; Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya tonus kandung kemih sehubungan dengan
distensi berlebihan pra operasi atau dekompresi kontinu.
Tujuan :

Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi.

Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung kemih.

Intervensi
Mandiri :
1; Kaji haluaran urin dan system kateter/drainase, khususnya selama irigasi
kandung kemih.
R/: Retensi dapat terjasi karena edema area bedah, bekuan darah, spasme
kandung kemih.
2; Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih, contoh berdiri,
berjalan ke kamar mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.
R/: Mendororng pasase urin dan meningkatakan rasa normalitas.
3; Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran setelah kateter
dilepas. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan
berkemih, urgensi.
R/: Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah beadah, tetapi berkemih dapat
berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretral
dan kehilangan tonus.

4; Dorong pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari
2-4 jam per protocol.
R/: Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urin. Keterbatasan
berkemin untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus
kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
5; Ukur volume residu bila ada kateter suprapubik.
R/: Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih. Residu lebih
dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus
kandung kemih mambaik.
6; Instruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan
bokong, menghentikan dan memulai aliran urin.
R/: Membantu meningkatkan control kandung kemih/sfingter/urin,
meminimalkan inkontinensia.
7; Anjurkan pasien bahwa penetesan diharapkan setelah kateter dilepas dan
harus teratasi sesuai kemajuan.
R/: Informasi membantu pasien untuk menerima masalah. Fungsi normal
dapat kembali dalam 2-3 minggu tetapi memerlukan sampai 8 bulan
setelah pendekatan perineal.
Kolaborasi :
1; Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu (Continous Bladder
Irrigation/CBI) sesuai indikasi pada periode pascaoperasi dini.
R/: Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk
mempertahankan patensi kateter/aliran urin.
b; Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pemasukan praoperasi.
Tujuan :

Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi


perifer teraba, pengisian kapiler baik, membrane mukosa lembab, dan
keluaran urin tepat.

Menunjukkan tak ada perdarahan aktif.

Intervensi
Mandiri :
1; Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.

R/: Gerakan/penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau


pembentukan bekuan dan pembenaman kateter pada distensi kandung
kemih.
2; Awasi pemasukan dan pengeluaran.
R/: Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada
irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah
dan secara akurat mengkaji haluaran urin.
3; Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlebihan/berlanjut.
R/: Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tetapi perlu
pendekatan perineal. Perdarahan kontinu/berat atau berulangnya
perdarahan aktif memerlukan intervensi/evaluasi medik.
4; Evaluasi warana, konsistensi urin, contoh :
Merah terang dengan bekuan darah.
R/: Biasanya mengindikaasikan perdarahan arterial dan memerlukan
terapi cepat.
Peningkatan viskositas, warna keruh gelap dengan bekuan gelap.
R/: Menunjukkan perdarahan dari vena (perdarahan yang paling umum)
biasanya berkurang sendiri.
Perdarahan dengan tak ada bekuan.
R/: Dapat mengindikasikan diskrasia darah atau masalah pembekuan
sistemik.
5; Inspeksi balutan/luka drain. Timbang balutan bila diindikasikan.
Perhatikan pembentukan hematoma.
R/: Perdarahan dapat atau disingkirkan dalam jaringan perineum.
6; Awasi tanda vital, perhatikan penigkatan nadi dan pernapasan, penurunan
TD, diaphoresis, pucat, pelambatan pengisian kapiler, dan membrane
mukosa kering.
R/: Dehidraasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah
berlanjut ke syok.
7; Selidiki kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
R/: Dapat menunjukkan penurunan perfusi serebral (hipovolemia) atau
indikasi edema serebral karena kelebihan cairan selama prosedur TUR
(sindrom TURP).

8; Dorong pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi.


R/: Membilas ginjal/kandung kaemih dari bakteri dan debris tetapi dapat
mengakibatkan intoksikasi cairan/kelebihan cairan bila tidak diawasi
dengan ketat.
9; Hindari pengukuran suhu rectal dan menggunakan selang rectal/enema.
R/: Dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap dasar prostat dan
peningkatan tekanan kapsul prostat dengan risiko perdarahan.
Kolaborasi :
1; Awasi pemerikasaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb/Ht, jumlah sel darah merah.
R/: Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.
Pemerikasaan koagulasi, jumlah trombosit.
R/: Dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2; Pertahankan traksi kateter menetap, plester kateter di bagian dalam paha.
R/: Traksi terisi balon 30 ml diposisikan pada fosa uretral prostat akan
membuat tekanan pada aliran darah pada kapsul prostat untuk mambantu
mencegah/mengontrol perdarahan.
3; Kendorkan traksi dalam 4-5 jam. Catat periode pemasangan dan
pengendoran traksi, bila digunakan.
R/: Traksi lama dapat menyebabkan trauma/masalah permanen dalam
mengontrol urin .
4; Berikan pelunak feses, laksatif sesuai indikasi.
R/: Pencegahan konstipasi/mengejan untuk defekasi menurunkan risiko
perdarahan rectal-perineal.
3; Risiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive, trauma jaringan, insisi bedah.
Tujuan :

Tak mengalami tanda infeksi.

Intervensi
Mandiri :
1; Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter regular
dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic di sekitar sisi kateter.

R/: Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lanjut.


2; Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
R/: Menghindari reflex balik urin, yang dapat memasukkan bakteri ke
dalam kandung kemih.
3; Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan
pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
R/: Pasien yang mengalami sitoskopi dan/atau TUR prostat beresiko untuk
syok bedah/septic sehubungan dengan manipulasi/insrumentasi.
4; Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
R/: Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk infeksi,
diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5; Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit
sepanjang waktu.
R/: Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan membearikan media
untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.
6; Gunakan pelindung tipe ostomi.
R/: Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi
dan menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi :
1;

Berikan antibiotik sesuai indikasi.


R/: Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan
risiko infeksi pada prostatektomi.

4; Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d iritasi mukosa kandung kemih, refelks spasme
otot sehubungan dengan prosedur bedah.
Tujuan :

Nyeri hilang/terkontrol.

Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik


sesuai indikasi untuk situasi individu.

Intervensi
Mandiri :
1; Kaji nyeri, perhatikan lokasi (skala 0-10).

R/: Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih/pasase urin sekitar


kateter menunjukkan spasme kandung kemih yang cenderung lebih
berat pada pendekatan suprapubik atau TUR (biasanya menurun
setelah 48 jam.
2; Pertahankan patensi kateter dan system drainase. Pertahankan selang
bebas dari lekukan dan bekuan.
R/: Mempertahankan fungsi kateter dan drainase system, menurunkan
risiko distensi/spasme kandung kemih.
3; Tingkatkan pemasukan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi.
R/: Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan ke
mukosa kandung kemih.
4; Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase dan spasme
kandung kemih.
R/: Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan prosedur
tertentu.
5; Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi,
pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik
relaksasi, termasuk latihan napas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi.
R/: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
6; Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/:

Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan


meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).

edema,

dan

Kolaborasi :
1; Berikan antispasmodic, contoh :

Oksibutinin Klorida (Ditropan).


R/: Merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme
dan nyeri.

Propantelin bromide (Pro-Bantinin).


R/:

Menghilangkan
antikolinergik.

spasme

kandung

kemih

oleh

kerja

5; Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d inkontinensia, kebocoran urin setelah
pengangkatan kateter.

Tujuan :

Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat


diatasi.

Menyatakan pemahaman situasi individual.

Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.

Intervensi
Mandiri :
1; Berikan keterbukaan pada pasien/orang terdekat untuk membicarakan
tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual.
R/: Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi
yang diberikan sebelumnya.
2; Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
R/: Impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama
prosedur radikal, pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat
dilakukan seperti biasa dalam 6-8 minggu.
3; Diskusikan dasar anatomi. Jujur dalam menjawab pertanyaan pasien.
R/: Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui
kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten
dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi.
4; Diskusikan ejakulasi retrograde bila pendekatan transurethral/suprapubik
digunakan.
R/: Cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan disekresikan
melalui urin. Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi akan
menurunkan kesuburan dan menyebabkan urin keruh.
5; Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kontinu aliran urin.
R/: Meningkatkan peningkatan control otot kontinensia urinaria dan fungsi
seksual.
Kolaborasi :
1; Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi.
R/: Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi professional.
6; Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d
tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan :

Menyatakan pemahaman prosedur bedah dan pengobatan.

Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi
Mandiri :
1; Kaji implikasi dan harapan masa depan.
R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi.
2; Tekankan perlunya nutrisi yang baik : dorong konsumsi buah,
meningkatkan diet tinggi serat.
R/: Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan
risiko perdarahan pascaoperasi.
3; Diskusikan pembatasan aktivitas awal, contoh : menghindari mengangkat
berat, latihan keras, duduk/mengendarai mobil terlalu lama, memanjat
lebih dari 2 tingkat tangga sekaligus.
R/: Peningkatan tekanan abdominal/meregangkan yang menempatkan
stress pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan resiko
perdarahan.
4; Dorong kesinambungan latihan perineal.
R/: Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinensia.
5; Instruksikan perawatan kateter urin bila ada.
R/: Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam perawatan diri.
6; Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh eritema,
drainase purulen dari luka, perubahan dari karakter, jumlah urin, adanya
dorongan/frekuensi, perdarahan berat, demam/menggigil.
R/: Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi serius.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.


Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Willms, Janice L. 2003. Diagnosis Fisik : Evaluasi Diagnosis Dan Fungsi di Bangsal. Jakarta :
EGC.

You might also like